Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025
Keterjangkauan perumahan dengan cepat menjadi krisis di sebagian besar wilayah metropolitan di dunia. Orang-orang di negara maju seperti Kanada dan Amerika Serikat telah merasakan beban kenaikan harga rumah. Hal ini mempengaruhi semua orang dari berbagai latar belakang ekonomi, termasuk kelas menengah ke atas. Kisahnya tidak berbeda di negara dengan populasi terbesar keempat di dunia ini. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa 28 dari 62 responden yang diambil secara acak, atau 45%, melaporkan bahwa mereka terbebani oleh biaya perumahan seperti cicilan rumah dan utilitas. Perumahan yang terjangkau sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi negara.
Pendapatan dan Beban Biaya. Tafridj, 2021
Sumber: theconversation.com
Perumahan di Jakarta sangat mahal sehingga 80% dari responden tinggal di rumah sewa jangka pendek.
Lokasi Perumahan dan Status Kepemilikan. Tafridj, 2021
Sumber: theconversation.com
Perumahan yang terjangkau sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi bangsa. Laporan Bank Dunia tahun 2020 menunjukkan bahwa kelas menengah di Indonesia menyumbang 50% dari total konsumsi nasional. Rata-rata setiap orang menghabiskan Rp 1,2-6 juta (US$85 hingga US$424) per bulan - termasuk untuk perumahan. Meningkatnya biaya terkait perumahan dapat melukai daya beli kelas menengah, yang dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, saya menyarankan tiga perubahan kebijakan untuk mengatasi krisis perumahan kelas menengah yang akan datang.
Pertama, memperkuat peran pemerintah secara kolektif untuk mengatur penawaran dan permintaan perumahan.
Tata kelola kolektif Jabodetabek, yang terdiri dari kota Bogor, Depok, Bekasi di Jawa Barat dan Tangerang di Banten, sebagai sebuah konurbasi atau penggabungan beberapa wilayah perkotaan yang saling berdekatan sangatlah penting. Wilayah Bogor, Depok dan Tangerang telah berperan sebagai pendukung kegiatan ekonomi Jakarta, namun konsolidasi perencanaan pemukiman perkotaan belum menjadi salah satu program prioritas. Pemerintah daerah di wilayah Jabodetabek harus memahami bahwa kepentingan pembangunan perkotaan masing-masing daerah terlalu bergantung satu sama lain untuk diatur secara independen. Daerah-daerah lain harus memikul sebagian beban backlog perumahan di Jakarta.
Meskipun peran pengembang swasta sangat penting, pemerintah daerah harus membuat kebijakan yang lebih baik untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan. Kebijakan-kebijakan ini dapat mencakup pengawasan yang lebih ketat terhadap pembangunan perumahan sosial dan perencanaan penggunaan lahan. Di London, pemerintah kotanya memperkuat sistem perencanaan dengan menciptakan perumahan yang lebih terjangkau dan mendorong skema bangun-sewa sehingga separuh rumah di London dapat dijangkau oleh semua kalangan. Selain itu, kita belum memiliki diskusi yang cukup tentang perencanaan jangka panjang untuk kota. Solusi untuk krisis perumahan harus dimulai dari sana.
Seorang pekerja menyelesaikan pembangunan proyek perumahan di Jakarta Utara
Sumber: theconversation.com
Kedua, Jakarta harus mempertimbangkan untuk melegitimasi skema perumahan sewa pribadi.
Fakta bahwa 80% dari responden yang tinggal di Jakarta merupakan penghuni rumah sewa jangka pendek seharusnya menjadi indikasi perlunya pemerintah menyusun kebijakan mengenai rumah sewa. Saat ini, meskipun ada peraturan untuk rumah sewa publik atau pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah Jakarta tidak memiliki kebijakan tentang rumah sewa pribadi. Selain belum adanya peraturan mengenai rumah sewa, masih ada stigma yang tersebar luas bahwa menyewa rumah adalah membuang-buang uang. Inilah sebabnya mengapa orang lebih memilih untuk tinggal 40-50 km dari tempat kerja mereka, menghabiskan uang, waktu dan energi untuk perjalanan pulang pergi, daripada menyewa rumah yang lebih dekat dengan tempat kerja. Meski sulit untuk mengubah stigma ini, setidaknya yang dapat dilakukan pemerintah adalah membuat kebijakan yang akan melembagakan dan memformalkan rumah sewa. Hal ini berhasil di Singapura, yang mewajibkan registrasi pemilik dan penyewa dan memiliki peraturan terpisah untuk hunian tapak dan non-tapak.
Peraturan ini memastikan keamanan hukum bagi penyewa dan menempatkan sewa sebagai pilihan hunian yang layak. Kebijakan sewa rumah jangka panjang bukanlah hal yang langka di banyak kota besar di seluruh dunia. Pusat-pusat metropolitan seperti London, New York, Amsterdam dan Singapura menghadapi masalah kelebihan penduduk dan terbatasnya pilihan hunian permanen, sehingga mereka menerapkan kebijakan dan peraturan untuk memastikan legitimasi dan keamanan skema sewa. Di Jakarta, kamar kos dan rumah sewa berdiri begitu saja tanpa izin dan peraturan yang memadai. Hal ini membuat para penyewa dan penghuni kos berada dalam bahaya eksploitasi oleh pelaku usaha yang beritikad buruk. Kondisi ini juga memperburuk stigma bahwa rumah sewa bersifat sementara dan tidak diminati.
Pemandangan udara dari sebuah kompleks perumahan di Jakarta Utara.
Sumber: theconversation.com
Ketiga, pemerintah harus menyediakan lebih banyak pasokan perumahan berbiaya menengah melalui kemitraan pemerintah-swasta dan menciptakan skema pembiayaan yang ditargetkan untuk kelas menengah.
Pemerintah harus mengambil kendali yang lebih baik atas harga pasar perumahan dengan membangun lebih banyak unit rumah berbiaya menengah dan memperluas batas harga untuk mencakup calon pembeli berpenghasilan menengah. Program subsidi perumahan dan perumahan publik saat ini didedikasikan untuk mereka yang memiliki gaji bulanan tidak lebih dari Rp 8 juta (US$567), sehingga tidak termasuk masyarakat kelas menengah Indonesia. Meroketnya harga rumah disebabkan oleh tingginya permintaan dan sangat rendahnya suplai perumahan yang terjangkau di area-area yang diinginkan. Inflasi harga rumah di Jakarta telah menyebar ke daerah-daerah lain. Dalam waktu dekat, tinggal di Tangerang atau Bogor tidak akan lagi terjangkau bagi banyak orang, kecuali jika pemerintah mengambil kendali atas kebijakan pembangunan perumahan dan peraturan penggunaan lahan.
Disadur dari: theconversation.com
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025
Ke mana investasi ini akan mengalir dan bagaimana para pemain infrastruktur internasional akan berpartisipasi?
Presiden Joko Widodo memahami hubungan antara investasi infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi. Ketika pertama kali terpilih empat tahun lalu, ia mengumumkan rencana infrastruktur senilai US$350 miliar yang menjanjikan untuk menghilangkan kemacetan yang ada dan meningkatkan akses ke infrastruktur di luar pulau Jawa.
Tahun ini, pemerintahannya mengumumkan rencana yang lebih ambisius untuk tahun 2020 hingga 2024. Lebih dari US$400 miliar akan dibelanjakan untuk ratusan proyek. Dua puluh lima bandara baru sedang dalam proses pembangunan, begitu juga dengan pembangkit listrik, fasilitas pengolahan sampah menjadi energi, dan berbagai proyek transportasi massal. Rencana tersebut juga mencakup pengembangan dasar untuk ibu kota baru.
Meningkatkan nilai yang sudah ada
Tidak semua hal yang dilakukan merupakan hal yang besar. Faktanya, sebagian besar rencana infrastruktur berfokus pada peningkatan nilai aset yang telah dibangun pada investasi tahap pertama.
"Keberhasilan kami dalam melaksanakan proyek-proyek infrastruktur tulang punggung selama beberapa tahun terakhir akan memberikan dampak ekonomi yang sangat besar bagi Indonesia di masa mendatang," ujar Dr. Wahyu Utomo, Deputi Menteri Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. "Sekarang kita harus mulai fokus pada peningkatan infrastruktur pendukung yang diperlukan untuk membuka nilai dari investasi-investasi tulang punggung tersebut."
Sekitar 60 persen dari investasi yang direncanakan diperuntukkan bagi proyek-proyek transportasi.1 Seperti yang dicatat oleh Dr. Utomo, banyak daerah perkotaan di Indonesia mengalami kemacetan dan tantangan konektivitas yang semakin meningkat. Sebagian besar investasi akan digunakan untuk menciptakan pilihan angkutan massal baru dan meningkatkan efisiensi layanan yang ada.
Peran yang lebih besar untuk pemain swasta
Rencana awal mengantisipasi bahwa sekitar 40 persen dari pendanaan akan berasal langsung dari pemerintah sementara sekitar seperempatnya akan berasal dari berbagai badan usaha milik negara. Pemerintah berharap dapat mendorong sektor swasta untuk menginvestasikan 35 persen sisanya.
"Sektor swasta telah sangat terlibat dalam pasar infrastruktur di Indonesia dan kami berharap dapat mendorong partisipasi tersebut untuk terus berlanjut dan berkembang," kata Dr. "Kami juga berharap dapat memperluas partisipasi sektor swasta di luar infrastruktur ekonomi dengan memasukkan aset dan layanan sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan layanan sosial."
Energi untuk berkembang
Proyek-proyek energi diperkirakan akan menerima bagian terbesar kedua dari anggaran yang direncanakan. Beberapa di antaranya akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas energi negara secara keseluruhan dan mendiversifikasi bauran energinya.
"Kami mampu mengembangkan pasar listrik yang sangat kuat dalam waktu yang sangat singkat," kata Dr. "Sekarang kita perlu melakukan hal yang sama untuk sektor minyak dan gas. Pemerintah menyadari bahwa investasi di bidang energi tidak hanya mendorong investasi asing langsung dan menciptakan potensi ekspor. Investasi ini juga memungkinkan negara untuk mencapai ketahanan energi dan mendiversifikasi sumber energi."
Proyek-proyek baru untuk mengolah sampah menjadi energi juga ada dalam rencana. "Tujuannya adalah untuk mengurangi sampah dengan cara yang ramah lingkungan dan meningkatkan pasokan energi," tambah Dr. Utomo
Membuat investasi lebih mudah
Tidak hanya mengumumkan program-program investasi yang masif, pemerintah Indonesia juga bekerja keras untuk menciptakan lingkungan yang tepat untuk menarik investasi. Mengurangi regulasi telah menjadi prioritas utama pemerintah ini.
"Kecepatan pelayanan, kecepatan memberikan izin, adalah kunci reformasi birokrasi," kata Presiden Jokowi dalam sebuah rapat umum baru-baru ini untuk menguraikan visinya untuk negara ini. "Ketika saya melihat ada ketidakefisienan atau kurangnya efektivitas, saya akan menghapusnya. "
Awal tahun ini, Presiden mencatat bahwa pemerintahnya telah mengurangi jumlah izin yang diperlukan untuk berinvestasi di pembangkit listrik hingga lebih dari 75 persen (dari 259 izin beberapa tahun yang lalu). Peraturan-peraturan baru yang penting juga telah disahkan untuk mendukung investasi swasta di sektor-sektor lain dan untuk membantu meningkatkan proses pembebasan lahan.
Meningkatkan kapasitas dan menciptakan rekam jejak
Pada saat yang sama, pemerintah juga berfokus pada peningkatan kualitas proyek-proyek yang dibawa ke pasar. Sejumlah dana telah disisihkan untuk meningkatkan kualitas persiapan proyek. Sebuah tim baru telah dibentuk untuk membantu mengidentifikasi dan mengatasi hambatan-hambatan dalam proses pengembangan dan implementasi.
Utomo juga mencatat bahwa peningkatan kapasitas akan diperlukan di tingkat lokal dan regional, terutama di pasar-pasar yang sedang berkembang. Sebagai contoh, beberapa dari 12 Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia dioperasikan oleh pemerintah daerah dan perusahaan swasta. Para pemain ini seringkali membutuhkan dukungan tambahan untuk memenuhi kebutuhan investor internasional.
"Kita perlu lebih meningkatkan rekam jejak kita dalam membawa proyek-proyek ke pasar dengan sukses," tambah Dr. "Hal ini, pada gilirannya, akan membantu meningkatkan minat sektor swasta terhadap proyek-proyek infrastruktur di masa depan di Indonesia."
Melihat hasil
Banyak indikator utama yang menunjukkan bahwa Indonesia membuat kemajuan besar dalam mencapai tujuan dan visi yang didorong oleh infrastruktur. Peringkat utang Indonesia telah ditingkatkan menjadi layak investasi. Peringkat internasional untuk kemudahan berbisnis dan daya saing nasional juga menunjukkan peningkatan yang luar biasa dalam lingkungan bisnis dan investasi di Indonesia.
"Kami masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan, tetapi percakapan saya dengan para investor internasional menunjukkan bahwa kami berada di jalur yang benar untuk menciptakan iklim investasi yang sangat ramah bagi investor asing," tambah Dr. "Kami sedang membangun kapasitas, menyederhanakan proses, mengeluarkan peraturan yang mendukung, dan merancang insentif yang inovatif untuk membantu menarik investor ke dalam pipeline kami." Rencana Indonesia mungkin berani. Namun, pemerintah mengambil langkah yang tepat untuk mewujudkannya.
Disadur dari: kpmg.com
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025
Indonesia akan menyoroti sejumlah pencapaian yang telah dicapai di bidang pengelolaan air di hadapan audiens internasional pada World Water Forum (WWF) ke-10 pada tanggal 18-24 Mei 2024 di Bali.
Dalam sebuah konferensi pers daring pada hari Selasa, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Nani Hendiarti, mengatakan bahwa sebuah area pamer untuk sistem irigasi Bali, Subak, akan dipersiapkan untuk acara tersebut.
Selain itu, Indonesia akan menyoroti program pengendalian pencemaran dan restorasi ekosistem di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, yang dikenal sebagai Program Citarum Harum.
Menurut Hendiarti, Program Citarum Harum akan dipromosikan pada WWF ke-10 karena program ini telah berhasil meningkatkan kualitas air di Citarum dari tercemar berat menjadi tercemar ringan, dengan Indeks Kualitas Air mencapai 51,01 poin.
"Ini adalah contoh program yang terintegrasi, mungkin sekitar 16 kementerian/lembaga yang terlibat, dan rencana aksi yang sudah dijalankan," jelasnya.
Kemudian, program penyelamatan 15 danau prioritas nasional, yang meliputi pemulihan kualitas air, tata kelola, dan ekosistem di sekitarnya, serta program penanganan sampah laut, juga akan dipamerkan pada WWF ke-10 mendatang.
"Karena hal ini (penanganan sampah laut) sudah diakui dunia internasional, dan Indonesia juga memiliki komitmen dan konsisten untuk melakukan upaya tersebut," ujarnya.
WWF ke-10 yang bertemakan "Air untuk Kesejahteraan Bersama" ini akan menampilkan diskusi yang melibatkan tiga proses, yaitu tematik, politik, dan regional.
Proses tematik akan mencakup enam subtema: keamanan dan kemakmuran air; air untuk manusia dan alam; pengurangan dan manajemen risiko bencana; tata kelola, kerja sama, dan diplomasi hidro; keuangan air yang berkelanjutan; serta pengetahuan dan inovasi.
Proses regional akan mencakup empat wilayah, yaitu Mediterania, Asia-Pasifik, Amerika, dan Afrika.
Sementara itu, proses politik akan terdiri dari pertemuan para kepala negara, menteri, parlemen, pemerintah daerah, dan pemerintah daerah aliran sungai.
WWF ke-10 ini menargetkan akan melibatkan sebanyak 30 ribu peserta, termasuk 33 kepala negara, 190 menteri dari 180 negara, serta perwakilan dari 250 organisasi yang akan menghadiri 214 sesi forum.
Disadur dari: en.antaranews.com
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025
Pada tahun 2024, Jakarta akan mengalami transformasi yang signifikan. Jakarta tidak akan lagi berstatus sebagai Daerah Khusus Ibukota (DKI). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, ibu kota Indonesia akan beralih menjadi Ibu Kota Negara (IKN). Sebagai konsekuensinya, Jakarta yang telah lama berperan sebagai ibu kota dan menerapkan ekosistem smart city akan mengalami perubahan peruntukan menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKJ) dan mengambil peran sebagai kota global.
Terlepas dari perubahan ini, Jakarta akan terus berfungsi sebagai kota pintar, dengan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan membina sinergi di antara para pemangku kepentingan. Namun, inisiatif kota pintar ini akan lebih selaras dengan visi dan misi Jakarta untuk mencapai status kota global.
Hal ini mendorong kami untuk mengeksplorasi apa yang mendefinisikan sebuah kota global dan langkah-langkah yang telah diambil Jakarta, khususnya melalui Jakarta Smart City, untuk memposisikan diri sebagai kota pintar di panggung global.
Mengapa Jakarta adalah Kota Global?
Sebuah pertanyaan muncul: Mengapa Jakarta dianggap sebagai kota global? Laporan berjudul "Membangun Jakarta sebagai Kota Cerdas Berskala Global", yang diterbitkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta, menjelaskan konsep ini. Menurut laporan tersebut, kota global memainkan peran penting dalam mengintegrasikan ekonomi transnasional, yang berfungsi sebagai simpul utama dalam jaringan ekonomi dunia. Kota ini memiliki kapasitas untuk menarik modal, barang, sumber daya manusia, ide, dan informasi dalam skala global.
Beberapa faktor berkontribusi terhadap potensi transformasi Jakarta menjadi kota global. Pada tahun 2022, Jakarta memiliki populasi sebesar 10,7 juta jiwa, setara dengan 3,9% populasi nasional. Sebanyak 71,27% penduduknya berada dalam kelompok usia produktif, dengan total 7.613.510 jiwa. Selain itu, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jakarta mencapai Rp 3.200 triliun, yang terdiri dari 16,6% dari total PDRB nasional. Kontribusi PDRB tertinggi dirinci sebagai berikut:
Setelah mengamati peta yang disediakan di bawah ini, terlihat jelas bahwa sebagian besar wilayah Jakarta merupakan wilayah dengan pengembangan mixed-use. Hal ini menandakan integrasi ruang hunian, perkantoran, pusat perbelanjaan, dan berbagai fungsi perkotaan di dalam area tertentu di kota ini. Penggabungan berbagai sektor ini di suatu wilayah tertentu berkontribusi pada meningkatnya aglomerasi penduduk Jakarta.
Fenomena ini semakin diperkuat dengan penggambaran aktivitas manusia yang semakin meningkat pada malam hari, seperti yang ditunjukkan oleh Peta Cahaya Malam Hari. Pergerakan manusia yang ramai pada malam hari menggarisbawahi sifat dinamis dan dinamis dari ruang kota Jakarta, yang menekankan keampuhan pengembangan kawasan terpadu dalam menciptakan komunitas yang hidup dan saling terhubung.
Langkah-langkah Jakarta dalam Mewujudkan Kota Global
Jakarta memiliki banyak potensi untuk menjadi kota global. Namun, apa saja upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mewujudkannya? Sebelum mengetahui upaya yang telah dilakukan Jakarta untuk menjadi kota global, Smartcitizen perlu mengetahui hal-hal apa saja yang perlu dimiliki oleh sebuah kota global.
Merujuk pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi DKI Jakarta, terdapat enam indikator kota global, yaitu sektor ekonomi yang mapan dan terkoneksi secara global, kapasitas riset dan inovasi yang baik dan berkesinambungan, tempat tinggal yang nyaman, nilai budaya yang menarik untuk dikunjungi, lingkungan yang bersih dan nyaman serta berkelanjutan, dan terkoneksi secara intra dan antar kota.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan berbagai upaya untuk memenuhi setiap karakteristik kota global tersebut. Berikut ini adalah penjabarannya.
Sektor ekonomi yang mapan dan terhubung secara global
Untuk menciptakan sektor ekonomi yang mapan dan terhubung secara global, sebuah kota harus memiliki 500 perusahaan terbaik di dunia. Untuk mencapai hal ini, Jakarta sedang mengembangkan ekosistem startup digital. Salah satu caranya adalah dengan membangun sinergi dengan para startup dalam mengembangkan layanan publik digital. Melalui hackathon Hack4ID, misalnya, para startup dengan inovasi berbasis TIK berkumpul untuk bertukar pikiran dan dipandu oleh para ahli, sehingga mereka dapat menciptakan inovasi untuk membantu warga Jakarta memecahkan masalah industri. Dalam program ini, para pendiri startup juga dapat berjejaring dengan sesama pendiri, investor, dan pejabat pemerintah. Selanjutnya, para startup ini akan mengikuti program inkubator yang akan membantu perkembangan mereka.
Selain berusaha untuk memiliki 500 perusahaan terbaik di dunia dengan mengembangkan ekosistem startup, Jakarta juga berusaha untuk memenuhi indikator kota global dengan memiliki tenaga kerja yang terampil. Jakarta Smart City berperan dalam hal ini dengan mengadakan JSC Hands On Workshop, Data Science Trainee, dan JSC Goes to School. Kegiatan-kegiatan ini membekali talenta muda dengan keterampilan digital dan mempersiapkan mereka untuk memasuki industri. Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Provinsi DKI Jakarta memiliki program JakNaker, untuk membekali generasi muda dengan pelatihan kerja dan portal untuk mencari pekerjaan. Situs JakNaker juga telah diintegrasikan ke dalam aplikasi JAKI (Jakarta Kini), sebagai bentuk mewujudkan tenaga kerja terampil di Jakarta.
Kapasitas penelitian dan inovasi yang baik dan berkesinambungan
Untuk dapat meningkatkan kapasitas riset dan inovasi, Jakarta perlu membuktikan keunggulan kinerja akademik dengan menerbitkan jurnal ilmiah. Hal ini dilakukan Jakarta Smart City dengan merilis laman Journal of Future Cities di website Jakarta Smart City. Halaman ini berisi esai kota pintar terbaru dari JSC, termasuk yang diterbitkan di jurnal terindeks Q1 dan konferensi bergengsi seperti IEEE International Smart Cities Conference (ISC2).
Tak hanya itu, publikasi karya ilmiah di jurnal internasional juga bertujuan untuk menarik perhatian mahasiswa dan peneliti internasional, sehingga Jakarta dapat meningkatkan kapasitas penelitiannya. Selain itu juga dilakukan penyambutan kunjungan negara lain ke Future City Hub, sehingga mahasiswa dan peneliti dari luar negeri dapat mempelajari ekosistem smart city di Jakarta dan produk-produknya. Jakarta Smart City juga sering mengikuti pameran berskala internasional seperti Tech in Asia dan Indonesia International Smart City Expo & Forum, untuk menarik perhatian para pakar dari negara lain.
Kemudahan penelitian dan pengembangan menjadi nilai penting agar kapasitas penelitian dan inovasi suatu kota dapat baik dan berkesinambungan. Untuk itu Pemprov DKI Jakarta juga memiliki situs Jakarta Open Data yang memuat data seluruh Satuan dan Satuan Kerja di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Hal serupa juga dilakukan Jakarta Smart City dengan menghadirkan dashboard open data terkait banjir, penanggulangan kemiskinan, wilayah wilayah/kelurahan, stunting, Respon Cepat Masyarakat, Peta Jakarta Terkini, Kelas Gabungan, dan Data Kota.
Nyaman untuk Dihuni
Kota global juga perlu menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi warganya dari berbagai sektor. Pertama, kota-kota global perlu menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai dan mudah diakses. Pemprov DKI Jakarta berupaya mewujudkannya melalui program JakSehat yang memberikan layanan kesehatan digital seperti antri fasilitas kesehatan secara online, konsultasi kesehatan jiwa, serta pemeriksaan stok dan donor darah di PMI. Untuk memudahkan akses masyarakat terhadap JakSehat, Jakarta Smart City mengintegrasikan layanan JakSehat ke JAKI melalui fitur Jakarta Sehat. Selain itu, terdapat juga dashboard stunting yang dikembangkan oleh Jakarta Smart City sehingga warga dapat mengetahui jumlah balita dan Posyandu (Pos Pelayanan Kesehatan Terpadu) yang mengalami masalah gizi, sebaran data masalah gizi di tingkat kota/kabupaten, kategori kondisi balita, dan data visualisasi lainnya terkait stunting.
Kedua, perlu adanya fasilitas pendidikan yang memadai dan berkualitas baik di kota global. Untuk itu, Jakarta Smart City menyediakan layanan Wi-Fi gratis melalui JAKI di taman kota, kawasan pemukiman padat penduduk, dan ruang publik lainnya. Layanan Wi-Fi gratis ini dapat dimanfaatkan mahasiswa untuk belajar mandiri serta mengembangkan minat dan bakatnya. Fasilitas pendidikan yang memadai di Jakarta juga didukung oleh kegiatan JSC Goes to School dari Jakarta Smart City hingga sekolah-sekolah di Jakarta. Melalui kegiatan ini, tim Jakarta Smart City memberikan pengetahuan dan ide kepada siswa terkait pekerjaan di industri digital yang dapat dijadikan referensi setelah lulus sekolah.
Ketiga, perumahan yang layak dan terjangkau, pasokan air bersih, dan listrik yang memadai juga perlu dipertimbangkan oleh kota-kota global. Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman memiliki program Sirukim yang mencakup hal tersebut. Program ini menawarkan layanan perumahan online, seperti mendaftar tinggal di rumah susun sewa (rusunawa) di Jakarta. Jakarta Smart City juga telah mengintegrasikan aplikasi ini ke dalam JAKI, sehingga memudahkan masyarakat dalam mengaksesnya.
Keempat, Jakarta juga perlu menjamin keamanan kota. Oleh karena itu, Jakarta Smart City menyediakan fitur Kontak Darurat di aplikasi JAKI. Fitur ini berisi informasi nomor darurat yang perlu diketahui dan dihubungi warga jika mengalami keadaan darurat. Penghuni juga dapat menghubungi nomor darurat langsung dari fitur ini. Serupa namun tak sama, ada juga integrasi aplikasi Jakarta Aman di JAKI yang menyediakan layanan panggilan bantuan saat darurat.
Kelima, kota global yang nyaman untuk ditinggali perlu memberikan akses informasi kepada warganya. Jakarta Smart City mewujudkan hal tersebut melalui aplikasi JAKI. Beberapa fitur di JAKI memungkinkan masyarakat mendapatkan informasi terakurat seputar Jakarta melalui fitur Berita. Ada juga fitur Jakarta Current Map yang berisi informasi koordinat ruang publik di Jakarta untuk membantu warga menjelajahi kota.
3 Poin Inti Perkembangan Kota Global Jakarta
Seluruh indikator kota global dipenuhi oleh Jakarta. Namun dalam pengembangan kota global, Pemprov DKI Jakarta fokus pada tiga poin inti, yaitu sebagai berikut.
Untuk mencapai ketiga poin tersebut, Pemprov DKI Jakarta melakukan pengembangan kawasan perkotaan melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2023-2043. Upaya pengembangan tata kota akan semakin intensif hingga tahun 2043, ketika Jakarta diproyeksikan tidak lagi menjadi ibu kota negara dan sepenuhnya menjadi kota global.
Disadur dari: smartcity.jakarta.go.id
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025
Indonesia akan membawa semangat perdamaian dalam diplomasi air atau hidro-diplomasi dalam perhelatan akbar World Water Forum ke-10 yang akan berlangsung di Bali pada 18-25 Mei 2024. Dialog yang akan diinisiasi Indonesia dalam forum tersebut akan menjunjung tinggi martabat dan memberikan solusi terhadap tantangan air.
Hal ini disampaikan oleh Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Sumber Daya Air, Firdaus Ali, dalam konferensi pers virtual FMB9 Road to 10th World Water Forum, Kamis (28/3/2024). Ia menekankan pentingnya memanfaatkan air sebagai sumber kemakmuran bersama, bukan sebagai pemicu konflik. "Menyelesaikan masalah terkait air tidak boleh mengorbankan sumber daya yang tersedia," tambahnya.
"Metode diplomasi akan dieksplorasi oleh para pakar hidro-diplomasi. Berbagai bentuk filosofi air akan diadopsi sebagai semangat diplomasi Indonesia dalam menyelesaikan isu-isu terkait air. Kami juga mendorong agar diplomasi dibarengi dengan kolaborasi untuk mencegah konflik dan mitigasi bencana," jelasnya.
Selain membawa semangat perdamaian, World Water Forum ke-10 ini juga akan menjadi pertemuan air terbesar dalam sejarah pasca pandemi Covid-19. Indonesia juga menjadi negara ketiga di Asia yang menjadi tuan rumah, setelah Jepang dan Korea Selatan.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa Indonesia juga menghadapi banyak tantangan dalam mempersiapkan acara ini, termasuk waktu persiapan yang terbatas, hanya sekitar dua tahun, di tengah meningkatnya kekhawatiran global atas dampak perubahan iklim dan pemulihan dan pertumbuhan ekonomi global paska pandemi.
"World Water Forum ke-10 di Bali merupakan pertemuan monumental untuk mentransformasikan seluruh kebijakan, semangat, dan antusiasme, agar kita bersama-sama menyongsong masa depan, menjadikan air sebagai sumber kehidupan dan perdamaian, bukan sebaliknya menjadi sumber konflik dan bencana," ujar Firdaus.
World Water Forum ke-10 akan menyajikan 290 sesi/acara paralel yang terdiri dari 230 sesi politik, regional, dan tematik, serta 60 acara sampingan. Terdapat enam sub-tema dalam proses tematik, empat isu regional, dan lima tingkat proses politik.
"Kami juga mendorong partisipasi generasi muda dalam forum ini untuk membawa perspektif baru dan segar serta berdiskusi, berkolaborasi dan mencari solusi atas tantangan air saat ini dan masa depan," kata Firdaus.
Disadur dari: worldwaterforum.org
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025
Keterbatasan lahan untuk permukiman di kota-kota besar di Indonesia merupakan isu yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat. Permasalahan tersebut diperparah oleh urbanisasi yang tidak terkendali dan tingginya populasi masyarakat yang tinggal di perkotaan. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 sebagai negara dengan jumlah penduduk perkotaan tertinggi di dunia. Lebih dari separuh (55%) penduduk menghuni perkotaan, dan diproyeksikan akan terus meningkat hingga sekitar 67,1 % pada tahun 2045. Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan tidak diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan pernyataan Paulus Totok Lusida, Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI), dalam republika.co.id (2023), tercatat pangsa pasar MBR sebanyak 65% berasal dari pekerja informal. Harga lahan yang semakin meningkat menyebabkan masyarakat, khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), kesulitan untuk memperoleh rumah. Akibatnya, terjadi peningkatan pada luas area permukiman kumuh dan angka kebutuhan rumah (backlog) yang saat ini diperkirakan telah mencapai 12,7 juta. Ini mengindikasikan perlunya penyediaan hunian layak yang terjangkau oleh masyarakat, terutama bagi MBR. Penyediaan dengan sistem public housing menjadi salah satu cara dalam mengatasi permasalahan ini.
Public housing atau rumah publik merupakan sistem kepemilikan rumah yang bangunan dan tanahnya dikelola oleh pemerintah, yang dibangun untuk tujuan penyediaan hunian yang terjangkau (Paramita, 2022). Public housing sendiri dapat didirikan menjadi beberapa bentuk untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang berbeda-beda, seperti rumah susun dengan berbagai ukuran dan rumah tapak. Dalam pelaksanaannya, sistem public housing juga dapat menerapkan sistem karier merumah (housing career system). Sistem karier merumah adalah rangkaian tahapan tempat tinggal yang dihuni oleh seseorang sepanjang hidup yang dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor ekonomi dan pendidikan (Caritra, 2018). Melalui karier merumah pemerintah dapat memetakan kebutuhan masyarakat dan menyediakan beragam public housing yang sesuai dengan kebutuhannya. Akan tetapi, saat ini pemerintah di Indonesia hanya menyediakan public housing dalam bentuk rumah susun sehingga belum mengakomodasi kebutuhan serta budaya masyarakat Indonesia yang majemuk.
Sejak tahun 1981, pemerintah Indonesia telah membangun rumah susun untuk mengatasi masalah perumahan. Program ini mencapai puncaknya pada 2006 dengan Program Seribu Tower. Akan tetapi, pada 2013, Program Seribu Tower menghadapi berbagai masalah, termasuk insentif pengembang, harga lahan tinggi, dan masalah status lahan. Akibatnya, harga jual dinaikkan, dan Rusunami berubah menjadi Apartemen Sederhana Milik (Anami). Terlebih lagi, program Rusunawa juga belum berkembang pesat, dengan stok unit yang jauh untuk memenuhi kebutuhan di kawasan metropolitan. Tanpa memperkirakan kebutuhan rumah sewa yang terus meningkat, hanya terdapat sekitar 5,2% kebutuhan perumahan di kawasan tersebut yang dipenuhi oleh Rusunawa.
Sebagai perbandingan, pemerintah dapat berkaca pada Singapura sebagai negara dengan program public housing yang dianggap paling sukses di dunia. Pemerintah Singapura mendirikan HDB (Housing Development Board) yang ditujukan khusus untuk memetakan pembangunan perumahan oleh pemerintah sebagai respons terkait permasalahan rumah kumuh di Singapura. Tiga tahun sejak didirikan, HDB berhasil mendirikan public housing dengan tipe flat sebanyak lebih dari 31.000 flat. Luasan rumah susun/flat/apartemen yang disediakan pun jenisnya beragam untuk menyesuaikan berbagai kebutuhan penduduk Singapura yang majemuk sehingga dapat mudah dijangkau.
Dilansir dari beberapa sumber, terdapat beberapa faktor yang menjadi hambatan dalam penerapan public housing di Indonesia yakni, penyediaan public housing masih tidak umum bagi sebagian besar masyarakat, kecuali yang tinggal di perkotaan yang sudah sangat maju (Kompasiana, 2022), peraturan yang berlaku untuk public housing masih bersifat umum, pembangunan perumahan yang cenderung mengedepankan motif bisnis daripada memenuhi kebutuhan hunian layak bagi masyarakat, urgensi terkait efektivitas peruntukan bank tanah, tidak terdapat lembaga khusus untuk pembangunan perumahan, tanah di Indonesia tidak dikuasai oleh negara dan hanya berorientasi market mechanism saja, serta maintenance terhadap public housing belum dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, biaya untuk menyewa public housing di perkotaan juga masih terbilang cukup mahal bagi masyarakat berpenghasilan rendah yaitu rata-rata Rp 11,2 juta per meter persegi (Cnbcindonesia, 2020).
Berdasarkan beberapa uraian tersebut, dapat diketahui bahwa program public housing di Indonesia sudah dilaksanakan hanya saja belum optimal. Masih terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyediaan program public housing di Indonesia. Ke depannya, pengembangan public housing diharapkan dapat secara bertahap mengatasi persoalan-persoalan penyediaan hunian di perkotaan, sehingga masyarakat dapat menghuni rumah yang layak huni dan terjangkau.
Sumber: perkim.id