Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 03 Juni 2025
Proyek konstruksi selalu dikelilingi oleh ketidakpastian. Dari perubahan harga material hingga ketidaktepatan waktu pengiriman, berbagai risiko bisa mengganggu tujuan utama proyek—yakni efisiensi waktu, kualitas hasil, dan kendali biaya. Dalam praktiknya, banyak proyek gagal memenuhi target tersebut karena pendekatan manajemen risiko (risk management/RM) yang bersifat parsial, tidak kolaboratif, dan kaku.
Disertasi doktoral Ekaterina Osipova memberikan kontribusi penting dalam menjawab tantangan ini melalui konsep Joint Risk Management (JRM) atau manajemen risiko bersama. Studi empiris terhadap sembilan proyek konstruksi di Swedia memperlihatkan bahwa pendekatan kolaboratif jauh lebih efektif dibanding pendekatan individualistik tradisional dalam mengelola risiko proyek.
Apa Itu Joint Risk Management (JRM)?
Osipova memperluas definisi JRM sebagai proses manajemen risiko yang melibatkan kolaborasi antar aktor proyek—klien, kontraktor, dan konsultan—sepanjang siklus hidup proyek. JRM tidak hanya melibatkan identifikasi, penilaian, dan respon terhadap risiko, tetapi juga pengembangan kepercayaan, komunikasi terbuka, dan tujuan bersama.
Komponen Inti JRM menurut Osipova:
Studi Kasus: Tiga Proyek Konstruksi di Swedia
Osipova melakukan studi longitudinal pada tiga proyek konstruksi nyata:
Temuan Menarik:
Temuan Kunci dan Angka-Angka Penting
Berdasarkan survei kuantitatif terhadap 106 organisasi klien konstruksi (dari 140 yang disurvei, response rate 76%), ditemukan bahwa:
Mengapa Proyek Gagal Tanpa JRM?
Studi ini mengkritisi pendekatan tradisional yang masih didominasi oleh:
Contohnya, dalam proyek tanpa JRM:
Teori Organisasi: Mekanistik vs Organik
Osipova menggunakan teori Burns & Stalker untuk menjelaskan bahwa pendekatan manajemen yang organik (fleksibel) lebih cocok dalam proyek berisiko tinggi, seperti konstruksi. Sebaliknya, pendekatan mekanistik (kaku) cenderung gagal menangani perubahan dinamis di lapangan.
Agency Theory: Tantangan dan Solusi
Menggunakan pendekatan teori agensi, Osipova mengidentifikasi masalah seperti:
Solusi yang ditawarkan:
Relevansi Global dan Aplikasi di Indonesia
Meskipun berbasis proyek di Swedia, hasil studi ini sangat relevan dengan konteks Indonesia. Banyak proyek pemerintah dan swasta di Indonesia menghadapi masalah serupa: konflik, pembengkakan biaya, keterlambatan, dan rendahnya kepuasan pengguna akhir.
Implementasi JRM berbasis kolaborasi bisa menjadi solusi strategis, terutama pada:
Kritik dan Kelebihan Penelitian
Kelebihan:
Kritik:
Kesimpulan: Mengubah Cara Kita Melihat Risiko
Disertasi ini menyampaikan pesan kuat: risiko bukan musuh yang harus disingkirkan, tapi tantangan yang harus dihadapi bersama. Kolaborasi, komunikasi, dan kepercayaan bukan sekadar nilai tambah—tetapi syarat keberhasilan proyek.
Jika Anda adalah pengambil keputusan di sektor konstruksi, disertasi ini seharusnya menjadi referensi utama untuk merancang ulang strategi manajemen risiko Anda.
Rekomendasi Praktis untuk Implementasi JRM di Indonesia
Referensi Asli (tanpa link):
Osipova, E. (2013). On Enhancing Joint Risk Management Throughout a Project’s Lifecycle: Empirical Studies of Swedish Construction Projects. Doctoral Thesis, Luleå University of Technology.
Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 03 Juni 2025
Proyek teknik modern—terutama yang berskala besar seperti proyek infrastruktur energi, sistem transportasi, hingga eksplorasi minyak dan gas—sering kali gagal memenuhi tenggat waktu, anggaran, atau spesifikasi teknis. Data dari Project Management Institute menunjukkan bahwa lebih dari 40% proyek gagal mencapai tujuannya, dengan kerugian mencapai USD 122 juta dari setiap USD 1 miliar yang diinvestasikan (PMI, 2016).
Masalah utama adalah lemahnya sistem manajemen risiko saat ini dalam menangani ketidakpastian epistemik—yaitu ketidakpastian yang muncul akibat keterbatasan pengetahuan. Sementara metode probabilistik konvensional efektif untuk ketidakpastian aleatorik (acak), mereka sering gagal menggambarkan informasi yang tidak pasti atau ambigu secara memadai.
Disertasi Tegeltija menjawab kebutuhan mendesak akan pendekatan yang lebih canggih, dengan fokus pada integrasi metode non-probabilistik dalam proses desain sistem rekayasa.
Rangkuman Tujuan dan Struktur Penelitian
Penelitian ini dibangun atas empat pertanyaan utama:
Untuk menjawabnya, disertasi ini mengkaji dan menguji tiga kelompok metode non-probabilistik:
Studi Kasus: Industri Minyak dan Gas
Salah satu studi kasus paling menarik adalah aplikasi metode imprecise probability pada eksplorasi ladang minyak dan gas. Di sini, data probabilitas mengenai keberadaan cadangan minyak sangat terbatas, sehingga penggunaan probabilitas pasti tidak memadai.
Format Data yang Diuji:
Hasil menunjukkan bahwa metode non-probabilistik mampu:
NUSAP dan Representasi Kualitas Informasi
Dalam studi lain, NUSAP (Number, Unit, Spread, Assessment, and Pedigree) digunakan untuk menilai kualitas data geologi yang digunakan dalam estimasi risiko pengeboran.
Temuan Penting:
Hal ini menegaskan bahwa pengambilan keputusan berbasis informasi lemah tidak hanya berisiko secara teknis, tetapi juga dapat memengaruhi investasi hingga ratusan juta dolar.
Eksplorasi Uncertainty Mendalam dan Robust Decision Making
Pada tingkat perencanaan jangka panjang, Tegeltija mengintegrasikan pendekatan Robust Decision Making (RDM) untuk menghadapi skenario dengan "deep uncertainty".
Prinsip Kunci RDM:
Aplikasi RDM diuji melalui model sintetik yang mensimulasikan berbagai kemungkinan geologis dan permintaan energi, menunjukkan bahwa desain sistem dengan RDM cenderung lebih tahan terhadap perubahan pasar dan kondisi lapangan.
Kerangka Tailoring Manajemen Risiko: Dari Matang ke Terintegrasi
Sebagai kontribusi praktis, Tegeltija mengembangkan kerangka tailoring manajemen risiko berdasarkan tingkat kematangan organisasi (Risk Management Maturity Model, PMI 2002).
Kerangka ini dikaitkan langsung dengan standar ISO 31000 dan diuji pada 6 perusahaan teknik besar, seperti:
Hasil Evaluasi:
Kritik dan Refleksi: Potensi dan Tantangan
Nilai Tambah:
Tantangan:
Implikasi Industri dan Penelitian Lanjutan
Disertasi ini menyarankan agar setiap perusahaan yang terlibat dalam sistem teknik skala besar mempertimbangkan:
Untuk riset selanjutnya, Tegeltija merekomendasikan:
Kesimpulan: Menuju Manajemen Risiko yang Lebih Adaptif
Penelitian ini memberikan kontribusi mendalam terhadap pergeseran paradigma dari pendekatan probabilistik tunggal ke kerangka kuantifikasi risiko yang lebih fleksibel dan canggih. Dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh ketidakpastian, strategi ini tidak hanya relevan tetapi juga krusial untuk meningkatkan keberhasilan proyek teknik masa depan.
Sumber Asli (tanpa tautan):
Tegeltija, Miroslava. Assessing the Capabilities of Advanced Risk Quantification Methods for Engineering Systems Management. PhD Thesis, Technical University of Denmark, May 2018.
Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 03 Juni 2025
Dalam dunia konstruksi, risiko adalah keniscayaan yang melekat dalam setiap fase proyek. Artikel “Identifikasi dan Mitigasi Risiko pada Proyek Konstruksi Menggunakan Metode House of Risk: Studi Kasus” oleh Heri Tri Irawan dan rekan-rekannya menghadirkan analisis tajam terhadap risiko yang dihadapi dalam proyek perumahan Grand Keutapang oleh PT. Rigis Beukarya Property. Dengan menggunakan metode House of Risk (HOR), penelitian ini berhasil menyusun strategi mitigasi berbasis data dan analisis matematis yang relevan dengan kondisi lapangan.
Latar Belakang dan Urgensi Penelitian
Proyek perumahan Grand Keutapang yang dikerjakan oleh PT. Rigis Beukarya Property di Aceh Barat mengalami berbagai kendala, mulai dari pembengkakan biaya (over budget), keterlambatan pengiriman material, hingga cuaca buruk yang menghambat aktivitas konstruksi. Masalah ini bukan sekadar gangguan kecil, melainkan berpotensi menyebabkan kerugian besar secara finansial dan reputasi perusahaan.
Artikel ini menegaskan bahwa risiko dalam proyek konstruksi bersifat tak terhindarkan, namun bukan berarti tak bisa dikendalikan. Dalam konteks ini, metode HOR menjadi alat yang tepat untuk mengidentifikasi, mengukur, dan merancang strategi mitigasi terhadap risiko-risiko utama.
Metode Penelitian: House of Risk sebagai Kerangka Analisis
Metode House of Risk yang digunakan terbagi menjadi dua fase. Fase pertama bertujuan mengidentifikasi dan memetakan kejadian risiko (risk event) serta agen risiko (risk agent), kemudian menghitung nilai Aggregate Risk Potential (ARP) untuk menentukan prioritas risiko. Fase kedua fokus pada penyusunan aksi mitigasi dan perhitungan nilai Effectiveness to Difficulty Ratio (ETDk) guna menentukan prioritas tindakan yang paling efektif dan realistis diterapkan.
Metode ini telah terbukti efektif dalam berbagai proyek, termasuk pembangkit listrik, konstruksi sipil, dan rantai pasok. Dalam konteks proyek Grand Keutapang, HOR diaplikasikan untuk menyaring dari sekian banyak risiko hanya lima agen risiko paling dominan berdasarkan nilai ARP.
Identifikasi Risiko: Lima Agen Risiko Dominan
Dari total 19 agen risiko yang teridentifikasi, lima dinyatakan sebagai prioritas utama berdasarkan nilai ARP tertinggi:
Sebagai contoh, A14 merupakan agen risiko dengan dampak paling besar karena buruknya koordinasi antara pemilik proyek, kontraktor, dan subkontraktor sering kali menyebabkan miskomunikasi, keterlambatan, serta pekerjaan ulang yang merugikan.
Studi Kasus: Risiko dalam Proyek Grand Keutapang
Penelitian ini memanfaatkan observasi lapangan dan wawancara dengan tenaga ahli proyek Grand Keutapang untuk mengidentifikasi kejadian risiko. Contoh nyata dari risiko yang terjadi adalah keterlambatan proyek akibat izin yang lambat (E1), serta kenaikan harga material yang tidak terantisipasi dalam kontrak (E2). Selain itu, ditemukan juga adanya pekerjaan yang harus diulang karena kesalahan teknis (E5), serta hambatan akibat cuaca ekstrem (E9).
Setiap kejadian ini dikaitkan dengan satu atau beberapa agen risiko. Melalui wawancara dan kuesioner, tim peneliti memberikan bobot pada setiap relasi antara risk event dan risk agent, yang menjadi dasar kalkulasi ARP.
Fase Mitigasi: Menyusun Strategi Berdasarkan Data
Setelah agen risiko dominan teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah menyusun strategi mitigasi. Lima aksi mitigasi yang dirancang antara lain:
Strategi PA5 menjadi prioritas tertinggi karena komunikasi yang efektif terbukti mampu mengurangi miskomunikasi, mempercepat pengambilan keputusan, dan memperkuat koordinasi antar pihak. Strategi ini menjadi krusial dalam mengatasi agen risiko A14 yang memiliki nilai ARP tertinggi.
Sementara itu, strategi PA3 relevan untuk meminimalisasi kesalahan teknis dan pengulangan pekerjaan. Dengan checklist yang jelas, pengawasan terhadap proses pembangunan dapat lebih akurat. Sedangkan PA1 membantu membangun disiplin kerja melalui sistem sanksi dan reward yang terstruktur.
Visualisasi Risiko dan Evaluasi Strategi
Penggunaan diagram Pareto menjadi nilai tambah dari penelitian ini. Diagram tersebut menunjukkan bahwa 27,3% dari total agen risiko menyumbang terhadap 72,7% potensi kerugian, menegaskan prinsip Pareto 80:20. Dengan berfokus pada lima agen risiko dominan, upaya mitigasi dapat diarahkan secara lebih efisien dan berdampak luas.
Diagram ETD juga menegaskan bahwa tiga strategi mitigasi pertama (PA5, PA3, PA1) menyumbang 62% dari total efektivitas mitigasi, menjadikannya prioritas utama untuk implementasi di lapangan.
Kekuatan dan Kontribusi Penelitian
Salah satu kekuatan utama dari artikel ini adalah pendekatan empiris berbasis data lapangan dan integrasi metode kuantitatif yang kuat. Penggunaan House of Risk, disertai dengan wawancara expert dan kuesioner, menghasilkan analisis risiko yang tajam dan actionable. Selain itu, artikel ini juga menunjukkan aplikasi nyata dari teori manajemen risiko dalam dunia konstruksi, menjadikannya referensi penting baik untuk akademisi maupun praktisi.
Penelitian ini juga memberi kontribusi pada literatur lokal Indonesia terkait manajemen risiko proyek konstruksi, terutama untuk proyek berskala regional yang sering diabaikan dalam kajian besar.
Kritik dan Catatan Tambahan
Meskipun penelitian ini sangat sistematis, ada beberapa hal yang bisa ditingkatkan. Pertama, strategi mitigasi sebaiknya dilengkapi dengan estimasi biaya implementasi agar pengambil keputusan dapat menimbang cost-benefit secara konkret. Kedua, partisipasi responden dari berbagai level manajemen (bukan hanya expert teknis) dapat memberi perspektif yang lebih luas, terutama terkait strategi komunikasi dan pengawasan.
Dari sisi metode, meskipun HOR sangat cocok untuk pendekatan struktural, integrasinya dengan metode FMEA atau Monte Carlo Simulation bisa memperkaya pemodelan risiko dan prediksi dampaknya.
Relevansi dengan Tren Industri Konstruksi
Dalam era pascapandemi dan ketidakstabilan global, proyek konstruksi semakin rentan terhadap risiko eksternal seperti inflasi, gangguan pasokan, hingga perubahan kebijakan. Dalam konteks ini, metodologi seperti HOR menjadi semakin relevan. Industri konstruksi dituntut bukan hanya menyelesaikan proyek tepat waktu, tetapi juga meminimalkan potensi kerugian di tengah ketidakpastian.
Proyek-proyek infrastruktur di Indonesia, terutama perumahan rakyat, bisa mengadopsi model mitigasi yang sama untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas proyek.
Kesimpulan: Perencanaan Risiko Bukan Pilihan, Tapi Keharusan
Paper ini menyajikan contoh konkret bagaimana identifikasi dan mitigasi risiko dapat mengurangi potensi kerugian dalam proyek konstruksi. PT. Rigis Beukarya Property menunjukkan bahwa pendekatan struktural seperti House of Risk bukan hanya alat bantu analisis, melainkan juga strategi pengambilan keputusan yang praktis dan berdampak.
Dengan mengutamakan komunikasi efektif, checklist komprehensif, serta sistem pengawasan yang disiplin, perusahaan dapat mengelola proyek dengan lebih terkendali. Studi kasus ini menjadi inspirasi bagaimana proyek-proyek lokal di Indonesia bisa mengadopsi manajemen risiko modern untuk mencapai hasil yang optimal.
Sumber Asli
Heri Tri Irawan, Iing Pamungkas, Hasnita, T. Soleh Fauza. “Identifikasi dan Mitigasi Risiko pada Proyek Konstruksi Menggunakan Metode House of Risk: Studi Kasus.” Jurnal Optimalisasi, Vol. 10, No. 01, April 2024.
Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 03 Juni 2025
Dalam dunia konstruksi, risiko adalah hal yang tak bisa dihindari. Setiap proyek mengandung ketidakpastian, mulai dari biaya, waktu, hingga kualitas hasil pekerjaan. Artikel karya Muhammad Zainuddin Fathoni yang dimuat dalam Jurnal Penelitian dan Aplikasi Sistem & Teknik Industri (PASTI) Vol. XIV No. 2 tahun 2020, menyajikan sebuah studi penting mengenai bagaimana pendekatan manajemen risiko kualitatif diterapkan pada proyek pembuatan lintel set point oleh PT. XYZ. Dengan pendekatan sistematis berbasis standar AS/NZS 4360:2004, artikel ini tidak hanya mengidentifikasi berbagai potensi risiko tetapi juga menawarkan strategi mitigasi yang konkret. Resensi ini akan mengupas lebih dalam temuan-temuan utama dalam artikel tersebut, menghubungkannya dengan tren manajemen risiko konstruksi, dan menawarkan perspektif tambahan dalam konteks proyek-proyek besar yang kompleks.
Proyek Konstruksi dan Pentingnya Manajemen Risiko
Artikel ini berangkat dari realitas bahwa proyek konstruksi selalu diwarnai oleh berbagai risiko. Khususnya, proyek pembuatan lintel set point yang menjadi objek studi merupakan bagian dari pengembangan tambang Deep Mill Level Zone (DMLZ), sebuah fasilitas ekstraksi bawah tanah yang berada sekitar 1.600 meter di bawah permukaan. Proyek ini bukan hanya kompleks secara teknis, tetapi juga beroperasi dalam lingkungan yang penuh tantangan dari sisi geografis, cuaca, dan sosial.
Lintel set point sendiri merupakan struktur baja penyangga penting dalam sistem tambang bawah tanah. Oleh karena itu, keberhasilan proyek ini sangat tergantung pada manajemen risiko yang efektif untuk memastikan keselamatan kerja, ketepatan waktu, efisiensi biaya, dan mutu konstruksi.
Metodologi: Pendekatan Kualitatif yang Sistematis
Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah analisis risiko kualitatif dengan mengukur tingkat probabilitas dan dampak dari masing-masing risiko menggunakan matriks risiko berbasis standar AS/NZS 4360:2004. Proses pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner dan wawancara kepada pemangku kepentingan proyek, termasuk manajer proyek dan pemilik perusahaan.
Pendekatan ini dinilai tepat untuk jenis proyek yang berisiko tinggi namun masih berada dalam tahap eksplorasi dan perencanaan rinci. Dalam praktik industri, pendekatan kualitatif kerap menjadi tahap awal untuk kemudian dilanjutkan dengan pendekatan kuantitatif apabila diperlukan alokasi anggaran lebih rinci atau keputusan investasi besar.
Hasil: Identifikasi dan Klasifikasi Risiko
Penelitian berhasil mengidentifikasi 27 jenis risiko yang dikelompokkan ke dalam 10 kategori besar, yaitu: material, peralatan, tenaga kerja, kontrak, kondisi lokasi fisik, kondisi alam, kondisi sosial, manajemen kontraktor, metode konstruksi, dan aspek kesehatan serta keselamatan kerja (K3).
Dari seluruh risiko tersebut, klasifikasi berdasarkan tingkat risiko menunjukkan 4 risiko dalam kategori “sangat tinggi”, 11 risiko “tinggi”, 11 risiko “sedang”, dan 1 risiko “rendah”. Risiko yang berada di kategori sangat tinggi adalah:
Sebagai contoh konkret, keterlambatan pengiriman material dipetakan memiliki kemungkinan sering terjadi (level B) dengan dampak yang sangat tinggi (level 5), terutama karena proyek ini beroperasi dalam lingkungan terpencil yang sulit dijangkau logistik. Sementara itu, faktor cuaca juga menjadi tantangan besar karena lingkungan tambang yang rawan hujan dan membutuhkan pengeringan sebelum pengerjaan tahap-tahap kritis.
Studi Kasus: PT. XYZ dan Proyek Lintel Set Point
PT. XYZ adalah kontraktor pemenang tender proyek ini, yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur. Dalam menjalankan proyek, perusahaan ini menghadapi tantangan seperti lokasi sempit, cuaca tak menentu, dan tekanan deadline dari klien. Data dari proyek menunjukkan bahwa risiko material—seperti keterlambatan pengiriman dan kenaikan harga—berdampak langsung pada jadwal dan margin keuntungan perusahaan.
Salah satu strategi mitigasi risiko yang diterapkan adalah pemilihan supplier berdasarkan kriteria ketat. Langkah ini menjadi penting dalam memastikan pengiriman tepat waktu serta kualitas material yang sesuai spesifikasi. Selain itu, PT. XYZ menerapkan strategi teknis seperti pemasangan tenda atau terpal di area kerja, penggunaan blower fan dan lampu pijar untuk mempercepat pengeringan material, serta pemasangan atap lebih awal untuk mengantisipasi hujan.
Strategi mitigasi risiko lainnya adalah penerapan sanksi bagi pekerja atau supplier yang lalai. Di sisi K3, perusahaan mulai menerapkan pelatihan rutin, mewajibkan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), dan membentuk divisi khusus K3 sebagai bentuk komitmen terhadap keselamatan kerja.
Analisis Kritis: Kelebihan, Kekurangan, dan Relevansi Industri
Artikel ini memiliki kekuatan utama pada kelengkapan proses identifikasi risiko dan kejelasan dalam menetapkan klasifikasi berdasarkan kombinasi probabilitas dan dampak. Standar AS/NZS 4360:2004 memberikan kerangka kerja yang kredibel dan dapat diandalkan. Selain itu, penggunaan pendekatan kualitatif relevan bagi proyek-proyek awal atau yang belum memiliki data numerik cukup untuk kuantifikasi risiko.
Namun, terdapat beberapa hal yang bisa ditingkatkan. Pertama, artikel belum menyertakan simulasi dampak risiko secara finansial, yang sangat penting dalam perhitungan nilai ekspektasi kerugian atau alokasi cadangan risiko. Kedua, meskipun analisis kualitatif dilakukan cukup komprehensif, pendekatan kuantitatif seperti Monte Carlo Simulation atau analisis sensitivity bisa ditambahkan untuk memperkuat validitas keputusan mitigasi. Ketiga, responden hanya terbatas pada internal perusahaan (owner dan manajer proyek), padahal wawasan dari pihak ketiga seperti konsultan atau pengguna akhir juga bisa memperkaya perspektif.
Dari sisi relevansi industri, artikel ini sangat cocok untuk diterapkan dalam berbagai proyek infrastruktur dan konstruksi skala menengah hingga besar, terutama pada sektor pertambangan, energi, dan industri berat. Banyak perusahaan konstruksi lokal di Indonesia masih minim dalam penerapan manajemen risiko terstruktur. Penelitian seperti ini dapat menjadi acuan untuk mengembangkan sistem dokumentasi dan pengendalian risiko internal perusahaan secara sistematis.
Kesimpulan: Manajemen Risiko Sebagai Pilar Keberhasilan Proyek
Keseluruhan, artikel karya Fathoni ini membuktikan bahwa pendekatan kualitatif berbasis matriks risiko dapat memberikan kontribusi nyata dalam pengelolaan proyek konstruksi. Dalam kasus proyek pembuatan lintel set point, identifikasi dan pengendalian risiko dilakukan secara sistematis dan memberikan hasil konkret dalam mencegah kerugian dan mempercepat penyelesaian proyek. Penelitian ini juga menekankan pentingnya integrasi fungsi manajemen risiko ke dalam seluruh tahapan proyek, dari perencanaan hingga eksekusi.
Penggunaan strategi mitigasi seperti seleksi supplier, pengawasan intensif, hingga penguatan aspek K3 membuktikan bahwa dengan tindakan yang tepat, risiko tinggi sekalipun dapat dikendalikan. Dalam jangka panjang, model yang digunakan PT. XYZ ini dapat direplikasi untuk proyek lain dengan risiko serupa, dengan tetap mempertimbangkan adaptasi terhadap kondisi spesifik proyek.
Sebagai penutup, artikel ini memberikan pesan kuat kepada dunia konstruksi Indonesia: bahwa investasi pada sistem manajemen risiko bukanlah beban tambahan, melainkan jaminan keberhasilan proyek. Perusahaan konstruksi yang mampu memetakan dan merespons risiko secara sistematis memiliki peluang lebih besar untuk menyelesaikan proyek dengan efisien, aman, dan sesuai target.
Sumber asli artikel:
Fathoni, Muhammad Zainuddin. (2020). Analisis Risiko Pada Proyek Pembuatan Lintel Set Point Dengan Metode Kualitatif (Studi Kasus: PT. XYZ). Jurnal Penelitian dan Aplikasi Sistem & Teknik Industri (PASTI), Vol. XIV No. 2, Agustus 2020, pp. 113–126.
Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 03 Juni 2025
Dalam dunia konstruksi yang semakin dinamis dan penuh tekanan waktu, keterlambatan proyek bukan lagi sekadar isu teknis, tetapi dapat berdampak sistemik terhadap biaya, kepuasan klien, bahkan reputasi perusahaan. Artikel ilmiah berjudul “Analisis Faktor Risiko terhadap Keterlambatan Proyek Konstruksi The Himana Condotel” karya Ni Made Sintya Rani dan Ni Kadek Sri Ebtha Yuni memberikan gambaran konkret mengenai bagaimana berbagai elemen risiko dapat menggagalkan rencana proyek secara keseluruhan, khususnya melalui studi kasus pembangunan The Himana Condotel di Badung, Bali.
Konteks dan Urgensi Penelitian
Proyek The Himana Condotel diinisiasi dengan durasi target 18 bulan, namun kenyataan di lapangan menunjukkan penyimpangan dari jadwal akibat berbagai kendala. Dalam konteks pembangunan gedung yang pesat di Kabupaten Badung, proyek ini menjadi studi kasus yang sangat relevan untuk memahami mengapa keterlambatan bisa terjadi dan bagaimana cara menanganinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan instrumen berupa kuesioner dan wawancara kepada para pelaku inti proyek seperti project manager, site manager, hingga quality control.
Lima Pilar Risiko Keterlambatan
Hasil analisis dari penelitian ini berhasil mengidentifikasi lima variabel utama yang menyumbang terhadap keterlambatan proyek, yakni aspek perencanaan, dokumen pekerjaan dan kontrak, pelaksanaan, sumber daya, serta lingkungan. Kelima aspek ini dirinci menjadi 48 uraian risiko, di mana 17 di antaranya diklasifikasikan sebagai risiko tinggi.
Pada aspek perencanaan, misalnya, ketidaktepatan dalam menentukan durasi kerja dan kurangnya rincian jadwal menjadi penyebab awal yang berdampak domino. Sedangkan dari sisi dokumen dan kontrak, ketidakjelasan dalam gambar kerja dan seringnya terjadi perubahan desain selama pelaksanaan proyek membuat proses menjadi tidak efisien. Pelaksanaan di lapangan juga tak lepas dari masalah, termasuk perbedaan antara volume pekerjaan aktual dengan yang direncanakan, hingga kelalaian terhadap standar keselamatan kerja.
Salah satu faktor yang paling mencolok adalah kurangnya ketersediaan tenaga kerja terampil dan alat yang memadai. Dalam aspek sumber daya, keterlambatan pembayaran termin oleh pemilik proyek dan ketidaksesuaian bahan yang tersedia dengan kebutuhan lapangan menjadi pemicu utama hambatan eksekusi. Lingkungan pun tak bisa diabaikan, termasuk gangguan karena bencana alam, kerusuhan, atau kegiatan adat yang tidak terjadwal.
Statistik dan Pemeringkatan Risiko
Penelitian ini menggunakan skala pengukuran frekuensi dan konsekuensi risiko berbasis model AS/NZS 4360:2004. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar risiko tergolong sebagai “high risk” (36%) dan “extreme risk” (25%). Misalnya, 44% responden menilai konsekuensi risiko proyek berada dalam kategori tinggi, walaupun frekuensi kejadiannya cenderung jarang (40%). Ini berarti walau risiko tertentu jarang terjadi, dampaknya dapat sangat besar jika tidak ditangani dengan tepat.
Modus frekuensi risiko teridentifikasi pada skala “sangat jarang” (40%), tetapi yang mengejutkan adalah bahwa konsekuensi yang timbul justru dominan di kategori “tinggi” (44%). Hal ini menyiratkan perlunya perhatian manajemen terhadap kejadian yang mungkin jarang muncul namun berdampak besar.
Studi Kasus Lapangan dan Realitas Proyek
Di lapangan, keterlambatan paling krusial teridentifikasi pada sejumlah titik vital, seperti penundaan dalam persetujuan gambar kerja oleh pemilik proyek, adanya pekerjaan tambahan yang tidak direncanakan sebelumnya, dan tidak sinkronnya volume pekerjaan aktual dengan perhitungan awal. Selain itu, kualitas manajerial yang buruk dari personel proyek, kekurangan tenaga kerja, serta alat yang tidak sesuai spesifikasi menjadi penopang utama keterlambatan.
Dalam satu contoh konkret, terjadi mismatch antara jumlah pekerja yang dibutuhkan dan yang tersedia. Upaya menyiasatinya adalah dengan lembur atau penambahan pekerja secara mendadak, yang berdampak pada peningkatan biaya dan potensi penurunan produktivitas.
Strategi Mitigasi: Solusi yang Ditawarkan
Setelah mengidentifikasi risiko dominan, penelitian ini mengajukan berbagai strategi mitigasi yang aplikatif. Salah satunya adalah memperjelas alokasi waktu setiap pekerjaan dan menyusun jadwal kerja yang lebih realistis. Untuk mengatasi risiko pada aspek dokumen dan kontrak, disarankan adanya SOP pengajuan dan revisi gambar yang lebih ketat serta penyusunan ulang BQ saat terjadi perubahan desain.
Dalam aspek pelaksanaan, penting dilakukan evaluasi berkala terhadap BQ dan spesifikasi teknis serta briefing keselamatan kerja harian kepada tenaga proyek. Masalah sumber daya disiasati dengan penggantian pekerja yang tidak kompeten, evaluasi metode pengadaan bahan, dan penggantian alat dengan teknologi yang lebih memadai.
Strategi mitigasi lingkungan seperti menyusun ulang jadwal saat terjadi bencana, melakukan koordinasi intensif dengan pihak keamanan saat ada potensi kerusuhan, serta menyiasati hari libur adat dengan penambahan tenaga kerja juga menjadi bagian integral dari pendekatan holistik yang ditawarkan.
Kekuatan dan Keterbatasan Penelitian
Kekuatan utama dari penelitian ini terletak pada pendekatan sistematis dan data lapangan yang kaya. Dengan melibatkan tujuh responden kunci yang berpengalaman lebih dari 10 tahun, penelitian ini menjamin kredibilitas data yang diperoleh. Selain itu, pemanfaatan skala penilaian berbasis standar internasional membuat hasilnya memiliki daya banding yang baik dengan proyek-proyek lainnya.
Namun demikian, penelitian ini masih terbatas pada satu proyek saja, yaitu The Himana Condotel, sehingga generalisasi ke proyek lain di lokasi dan skala berbeda memerlukan studi lanjutan. Selain itu, mitigasi yang diajukan cenderung normatif dan belum diuji efektivitasnya secara longitudinal.
Relevansi dengan Tren Industri
Dalam konteks industri konstruksi saat ini, di mana proyek harus diselesaikan cepat, efisien, dan dengan kualitas tinggi, temuan dari penelitian ini sangat relevan. Penekanan terhadap koordinasi lintas tim, kejelasan dokumen kerja, dan pentingnya tenaga kerja profesional sejalan dengan praktik manajemen proyek berbasis lean construction dan agile project delivery.
Tren digitalisasi seperti penggunaan BIM (Building Information Modeling) dan project scheduling software juga bisa menjadi jawaban terhadap permasalahan teknis seperti ketidaksesuaian spesifikasi dan volume pekerjaan yang kerap terjadi. Artikel ini bisa menjadi batu loncatan bagi pelaku industri untuk mengintegrasikan pendekatan konvensional dengan teknologi mutakhir.
Kesimpulan: Menjawab Tantangan Melalui Manajemen Risiko Proaktif
Resensi ini menunjukkan bahwa manajemen risiko bukan hanya alat bantu tambahan dalam proyek konstruksi, melainkan pondasi untuk keberhasilan proyek secara keseluruhan. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Sintya Rani dan Ni Kadek Sri Ebtha Yuni membuktikan bahwa identifikasi dan mitigasi risiko yang tepat mampu mengurangi dampak keterlambatan secara signifikan.
Dengan pendekatan kuantitatif yang sistematis dan disertai data lapangan aktual, artikel ini tidak hanya menawarkan analisis tetapi juga solusi nyata. Bagi pelaku industri, akademisi, maupun mahasiswa teknik sipil, temuan ini dapat menjadi referensi penting dalam memahami bahwa suksesnya proyek bukan semata pada rancang bangun fisik, tetapi juga pada kemampuan mengelola ketidakpastian.
Sumber asli artikel:
Ni Made Sintya Rani dan Ni Kadek Sri Ebtha Yuni. (2021). Analisis Faktor Risiko terhadap Keterlambatan Proyek Konstruksi The Himana Condotel. PADURAKSA: Volume 10 Nomor 1, Juni 2021. P-ISSN: 2303-2693 | E-ISSN: 2581-2939.
Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 03 Juni 2025
Industri konstruksi sering kali dikaitkan dengan proyek-proyek raksasa bernilai miliaran dolar, namun fakta menarik terungkap dalam penelitian Kajsa Simu sebagian besar proyek konstruksi di Swedia justru termasuk dalam kategori proyek kecil. Data dari 2003 menunjukkan bahwa 83% dari semua proyek konstruksi di Swedia bernilai di bawah 15 juta SEK (sekitar €1,65 juta). Ini bukan hanya angka statistik setiap kegagalan kecil dalam proyek-proyek kecil ini, jika dikumulasi, dapat menghasilkan kerugian besar secara nasional.
Namun ironisnya, sebagian besar sistem manajemen risiko yang diterapkan di industri dirancang untuk proyek-proyek besar. Paper ini hadir untuk menjawab ketimpangan tersebut dan membuka tabir bagaimana risiko sebenarnya dikelola (atau tidak dikelola) di proyek-proyek kecil.
Tujuan dan Metodologi Penelitian
Studi ini bertujuan mengeksplorasi:
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Simu melakukan studi kualitatif mendalam melalui 28 wawancara yang mencakup 10 proyek dari 7 perusahaan konstruksi di berbagai wilayah Swedia. Wawancara melibatkan tiga peran utama dalam proyek: site manager, project manager kontraktor, dan project manager klien. Pendekatan triangulasi juga dilakukan melalui studi dokumen dan literatur.
Temuan Utama: Kesenjangan Antara Teori dan Praktik
1. Minimnya Sistematisasi Manajemen Risiko
Meski sebagian besar perusahaan mengklaim menerapkan sistem manajemen risiko, kenyataannya di lapangan sistem tersebut jarang digunakan secara sistematis. Mayoritas proyek mengandalkan pengalaman pribadi dan intuisi daripada prosedur formal.
2. Rendahnya Pendidikan dan Pelatihan Terkait Risiko
Sebagian besar individu kunci di proyek mengaku tidak pernah menerima pelatihan formal terkait manajemen risiko. Hal ini menyebabkan pendekatan terhadap risiko cenderung reaktif ketimbang proaktif.
3. Dominasi Alat Sederhana: Checklist
Dari seluruh alat manajemen risiko yang tersedia, checklist menjadi yang paling umum digunakan. Namun, checklist ini digunakan lebih sebagai formalitas administratif ketimbang sebagai alat strategis untuk identifikasi dan mitigasi risiko.
4. Sistem Manajemen = Hambatan, Bukan Solusi
Ironisnya, sistem manajemen proyek (misalnya ISO 9000 atau sistem mutu internal perusahaan) justru dipandang sebagai beban birokrasi daripada alat bantu. Banyak responden menyatakan frustrasi terhadap prosedur yang dianggap "berlebihan" dan tidak sesuai dengan konteks proyek kecil.
5. Tingginya Ketergantungan pada Individu
Karena lemahnya sistem dan minimnya pelatihan, keberhasilan manajemen risiko sangat bergantung pada kemampuan personal site manager. Keputusan dan penilaian individu lebih berpengaruh daripada sistem formal.
Analisis Studi Kasus: 10 Proyek dengan Karakteristik Serupa
Proyek-proyek yang diteliti bervariasi dari pekerjaan tanah, perbaikan jaringan pemanas, hingga renovasi bangunan perkantoran. Namun semuanya memiliki nilai kontrak antara 1–15 MSEK dan jangka waktu pelaksanaan di bawah 12 bulan.
Beberapa contoh menonjol:
Statistik Menarik dari Studi:
Kritik Terhadap Sistem yang Berlaku
Studi ini menyoroti ironi besar: sistem manajemen risiko yang dirancang untuk proyek besar justru diterapkan pula pada proyek kecil tanpa adaptasi. Hasilnya adalah sistem yang terasa kaku, tidak efisien, dan tidak memberikan nilai tambah nyata.
Sistem yang terlalu birokratis hanya cocok untuk proyek besar dengan struktur organisasi luas. Pada proyek kecil, di mana satu orang sering menangani dua proyek sekaligus, sistem yang sama menjadi beban administratif.
Peluang Perbaikan dan Rekomendasi
Sistem manajemen risiko harus disesuaikan untuk proyek-proyek bernilai <15 MSEK. Misalnya, pendekatan berbasis matriks risiko sederhana dan aplikasi mobile bisa menggantikan dokumen checklist panjang.
Alih-alih pelatihan teoritis panjang, dibutuhkan pelatihan singkat dan aplikatif yang relevan langsung ke jenis proyek yang dikerjakan, misalnya pelatihan “1 jam” sebelum proyek dimulai.
Manajemen risiko harus menjadi bagian dari budaya kerja sehari-hari. Mengembangkan “kebiasaan bertanya” (contoh: “Apa yang bisa salah hari ini?”) lebih efektif daripada mengisi dokumen panjang.
Aplikasi digital ringan berbasis cloud (seperti Trello, Notion, atau bahkan WhatsApp grup proyek) bisa digunakan untuk mencatat, memperbarui, dan berbagi risiko secara real time tanpa hambatan administratif.
Perbandingan dengan Studi Sebelumnya
Kajsa Simu menyandingkan temuannya dengan studi dari Akintoye & MacLeod (1997), Flanagan & Norman (1993), dan Lyons & Skitmore (2004). Hasilnya konsisten: pada praktiknya, penggunaan sistem risiko di proyek konstruksi sering terbatas pada identifikasi awal dan jarang dilanjutkan ke tahap mitigasi dan pemantauan. Risiko diidentifikasi melalui brainstorming dan pengalaman individu, bukan analisis formal.
Namun, pendekatan yang lebih sistematis di proyek besar ternyata juga tidak selalu berhasil. Kajsa menyimpulkan bahwa terlepas dari ukuran proyek, faktor manusia (risk attitude dan risk culture) tetap menjadi kunci sukses manajemen risiko.
Kesimpulan: Membuka Mata Industri
Paper ini memberikan pencerahan penting: bahwa pendekatan manajemen risiko perlu dirombak secara radikal untuk proyek-proyek kecil. Fokus harus berpindah dari dokumen ke dialog, dari sistem ke individu, dari formalitas ke fungsionalitas.
Studi ini menyarankan arah baru riset dan kebijakan: fokus pada sikap individu terhadap risiko, pengembangan budaya risiko yang sehat, dan penerapan sistem ringan yang intuitif dan kontekstual.
Dengan demikian, jika ingin meningkatkan efisiensi sektor konstruksi secara keseluruhan, kita tidak bisa terus mengabaikan proyek-proyek kecil yang justru merupakan tulang punggung industri.
Sumber asli artikel:
Simu, Kajsa. Risk Management in Small Construction Projects. Licentiate Thesis. Luleå University of Technology, Department of Civil and Environmental Engineering, Division of Architecture and Infrastructure, 2006.