Kualitas Produksi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 31 Juli 2025
Pendahuluan: Meningkatkan Akurasi Analitik dalam Dunia Farmasi Modern
Dalam dunia farmasi yang kian kompleks dan teregulasi, kebutuhan akan metode analitik yang sensitif, akurat, dan dapat direproduksi sangat mendesak. Paper ini menyajikan pengembangan dan validasi metode Reverse Phase-High Performance Liquid Chromatography (RP-HPLC) untuk analisis Tenofovir Disoproxil Fumarate (TDF), sebuah antiretroviral penting dalam terapi HIV, menggunakan pendekatan Quality by Design (QbD).
Alih-alih mengandalkan metode konvensional yang bergantung pada trial-and-error, pendekatan ini menggunakan desain eksperimental sistematis yang memungkinkan pemahaman mendalam terhadap interaksi antara variabel-variabel kritis metode.
Kerangka Teori: QbD dalam Konteks Metode Analitik
QbD, yang diperkenalkan oleh Joseph M. Juran dan kemudian diadopsi oleh FDA melalui ICH Q8–Q10, merupakan strategi sistematik dalam pengembangan farmasi berbasis:
Tujuan yang telah ditentukan (QTPP)
Identifikasi atribut kritis (CQA)
Evaluasi risiko berbasis sains
Pemahaman menyeluruh terhadap proses
Dalam konteks metode analitik, QbD menekankan pengendalian parameter metode seperti pH, komposisi fase gerak, dan laju alir, untuk menjamin kualitas data secara konsisten seiring waktu.
Tujuan Penelitian
Mengembangkan metode RP-HPLC yang cepat dan sensitif untuk TDF berbasis QbD.
Memvalidasi metode sesuai pedoman ICH dengan menyoroti linearitas, presisi, akurasi, LOD, LOQ, robusta, dan ruggedness.
Metodologi: Strategi QbD dan Implementasinya
Pemilihan Variabel Kritis
Dua parameter utama dianalisis:
Laju Alir (A): 0.5–1.0 ml/menit
Komposisi Fase Gerak (B): Acetonitrile:Air 60:80 (%v/v)
Dengan Central Composite Design (CCD) berbasis regresi kuadratik:
𝑌
=
𝛽
0
+
𝛽
1
𝐴
+
𝛽
2
𝐵
+
𝛽
12
𝐴
𝐵
+
𝛽
11
𝐴
2
+
𝛽
22
𝐵
2
Y=β
0
+β
1
A+β
2
B+β
12
AB+β
11
A
2
+β
22
B
2
Y = respon (waktu retensi, luas puncak, asimetri puncak)
Kondisi Optimal yang Diperoleh
Kolom: C-18
Laju Alir: 0.66 ml/menit
Fase Gerak: Acetonitrile:Air (67.1:32.1)
Waktu Retensi: 4.34 menit
Panjang Gelombang: 260 nm
Volume Injeksi: 20 µl
Analisis Data dan Hasil
1. Linieritas
Kisaran konsentrasi: 5–35 µg/ml
Koefisien korelasi: R² = 0.9917
Model ini menunjukkan hubungan linier kuat antara konsentrasi TDF dan luas puncak kromatogram.
📌 Refleksi: Nilai R² yang tinggi memperkuat bahwa metode ini dapat digunakan untuk kuantifikasi TDF pada berbagai kadar secara presisi, suatu keunggulan penting dalam uji stabilitas maupun kadar.
2. Presisi
Intra-day RSD: 0.28%
Inter-day RSD: 0.43%
Repeatability RSD: 0.21%
📌 Refleksi: Nilai RSD < 2% menunjukkan presisi sangat tinggi, memberikan keyakinan pada konsistensi hasil di laboratorium dengan berbagai kondisi operator atau waktu.
3. Akurasi (Recovery)
80% level: 100.49%
100% level: 100.26%
120% level: 100.01%
📌 Refleksi: Tingkat pemulihan mendekati 100% pada seluruh level pengujian menegaskan bahwa metode ini tidak bias dan dapat digunakan untuk formulasi kompleks.
4. Batas Deteksi (LOD) dan Kuantifikasi (LOQ)
LOD: 0.93 µg/ml
LOQ: 2.83 µg/ml
📌 Refleksi: LOD dan LOQ rendah menjadikan metode ini sensitif, memungkinkan deteksi TDF bahkan dalam sampel dengan kadar sangat rendah.
5. Robustness dan Ruggedness
Robustness diuji dengan variasi:
Laju alir: 0.65–0.67 ml/menit
Komposisi fase gerak: 62.1%–72.1% ACN
Ruggedness diuji lintas:
Analis: Dua orang
Hari: Dua hari berturut
Semua nilai %RSD < 1%
📌 Refleksi: Stabilitas metode terhadap gangguan minor ini penting dalam lingkungan industri yang melibatkan banyak teknisi dan shift kerja.
6. Uji Kelayakan Sistem
Tailing factor < 2
Jumlah plate teoretik > 2000
%RSD injeksi berulang < 2
📌 Refleksi: Sistem HPLC yang memenuhi kriteria ini menjamin performa metode tetap optimal secara berkelanjutan.
7. Assay
Label Claim: 300 mg
Assay hasil: 90%
📌 Refleksi: Hasil sedikit lebih rendah dari label menunjukkan pentingnya validasi batch dan koreksi formulasi jika terjadi deviasi kadar.
Opini dan Kritik Terhadap Metodologi Penulis
Kekuatan Pendekatan
Sistematis dan hemat waktu: Pendekatan desain eksperimental QbD terbukti lebih efisien dibanding trial konvensional.
Akurasi tinggi: Semua parameter validasi terpenuhi atau melebihi batas regulator.
QbD sebagai kerangka ilmiah memungkinkan replikasi dan perbaikan metode bila terjadi gangguan di masa depan.
Catatan Kritis
Sampel hanya dari satu sumber (Lupin Pharma) — Variasi interproduk belum diuji.
Tidak disertakan evaluasi statistik terhadap interferensi eksipien atau potensi matriks kompleks.
Tidak ada simulasi kondisi stres (forced degradation), yang biasanya menjadi bagian dari validasi analitik menyeluruh.
Implikasi Ilmiah dan Arah Pengembangan
Paper ini tidak hanya memvalidasi metode RP-HPLC untuk TDF, tetapi juga membuktikan superioritas pendekatan QbD dalam mengembangkan metode analitik farmasi yang efisien, andal, dan berorientasi masa depan.
Dalam jangka panjang, pendekatan ini berpotensi:
Mengurangi biaya pengembangan metode,
Mempercepat waktu menuju pasar bagi obat generik,
Meningkatkan akurasi kontrol mutu di lingkungan regulasi yang semakin ketat.
Kualitas Produksi
Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 28 Mei 2025
Pendahuluan: Mengapa Keandalan Jadi Kunci Sukses Produk Industri
Dalam dunia industri modern yang sangat kompetitif, kualitas dan keandalan bukan hanya sekadar nilai tambah—mereka adalah kebutuhan mendasar. Seiring pertumbuhan perusahaan, tuntutan terhadap keandalan produk meningkat tajam. Dalam konteks ini, Riku Lager, melalui tesis masternya yang berjudul Tools for Improving Reliability During Product Development Process (Tampere University of Technology, 2017), mengusulkan pendekatan menyeluruh untuk menyisipkan keandalan sejak tahap paling awal proses pengembangan produk.
Alih-alih mengandalkan pendekatan tradisional berbasis pengujian akhir (test-analyze-fix), Lager menggarisbawahi pentingnya integrasi keandalan ke dalam siklus desain itu sendiri melalui metode Design for Reliability (DfR), pemodelan berbasis komputer, dan pemilihan komponen yang tepat.
Apa Itu Design for Reliability (DfR)?
Konsep Dasar DfR
DfR adalah pendekatan sistematis yang mengintegrasikan praktik-praktik peningkatan keandalan ke dalam seluruh siklus hidup produk—mulai dari perencanaan, desain, pengujian, hingga produksi massal. Fokus utamanya adalah mencegah kegagalan, bukan hanya meresponsnya.
Lager menyandingkan DfR dengan metode Design for Six Sigma (DFSS), di mana keduanya berfokus pada pencegahan, namun berbeda dalam ruang lingkup. DFSS menargetkan pengurangan variasi, sementara DfR menargetkan keandalan fungsional selama masa hidup produk.
Strategi Utama dalam DfR
Lager menyajikan tiga strategi utama dalam meningkatkan keandalan:
Studi Kasus: Bathtub Curve dalam Elektronika
Lager menjelaskan kurva bathtub—sebuah model distribusi kegagalan yang terkenal dalam dunia teknik. Kurva ini memiliki tiga zona:
Contoh nyata di industri adalah kerusakan pada kapasitor elektrolitik akibat suhu tinggi yang terjadi setelah masa garansi habis—masalah umum pada power supply industri.
Alat dan Teknik Kunci dalam DfR
1. Failure Mode and Effects Analysis (FMEA)
FMEA membantu tim multidisipliner (desainer, teknisi, insinyur keandalan) memetakan potensi kegagalan, dampaknya, kemungkinan terjadinya, dan cara deteksi. Metode ini menghasilkan Risk Priority Number (RPN) yang digunakan untuk memprioritaskan risiko.
Contoh penerapan FMEA: Dalam desain inverter, FMEA dapat mengidentifikasi bahwa kerusakan IGBT akibat overheat lebih kritis daripada kerusakan minor pada sensor, sehingga desain pendinginan jadi fokus utama.
Kritik: Lager menekankan bahwa kesalahan umum dalam FMEA adalah penggunaan skor yang tidak konsisten, terutama jika tidak melibatkan tim lintas-disiplin.
2. Mission Profile dan Analisis Fatigue
Mission profile adalah representasi kondisi aktual selama masa hidup produk (suhu, siklus beban, kelembaban). Lager merekomendasikan penggunaan Palmgren-Miner Rule untuk menghitung kerusakan kumulatif akibat beban siklik.
Studi kasus: Dalam sistem tenaga berbasis IGBT, suhu sambungan (junction temperature) sangat mempengaruhi umur. Dengan memahami siklus suhu, perancang dapat memprediksi umur dan mencegah overdesign.
3. Simulasi Berbasis Komputer (CAD & FEA)
Dengan alat seperti Finite Element Analysis (FEA) dan Monte Carlo Simulation, perusahaan dapat mensimulasikan stres mekanik dan kegagalan komponen jauh sebelum produksi. Lager menyoroti efisiensi waktu dan biaya yang dapat dihemat melalui pendekatan ini.
Opini tambahan: Integrasi software CAD dan FEA sudah menjadi standar di industri otomotif dan aeronautika, namun masih kurang dimanfaatkan oleh sektor manufaktur menengah karena kendala biaya atau keahlian teknis.
4. Pemilihan Komponen dan Analisis Toleransi
Salah pilih komponen bisa menimbulkan kegagalan jangka panjang yang tidak terdeteksi saat uji awal. Lager menekankan pentingnya memahami parameter rating, de-rating, dan toleransi kumulatif.
Contoh nyata: Pada desain sistem tenaga 3-phase, salah memilih kapasitor dengan rating arus bawah spesifikasi dapat memicu overheat dan meledak setelah ratusan siklus startup.
Pengumpulan dan Analisis Data: Dari Garansi hingga Burn-in
Lager membagi strategi pengumpulan data menjadi tiga:
Tantangan & Kritis Analisis
Tantangan Implementasi DfR:
Kritik terhadap Studi:
Meski tesis ini komprehensif dan kaya teori, Lager belum menyertakan cukup studi kuantitatif berbasis proyek riil. Tambahan data dari industri otomotif, semikonduktor, atau energi terbarukan bisa memberikan konteks empiris lebih kuat.
Relevansi Industri: Tren dan Implikasi Praktis
Industri Otomotif dan Elektronika Konsumen
DfR semakin penting dalam era kendaraan listrik dan perangkat IoT, di mana keandalan menjadi diferensiasi utama. Dengan adanya konektivitas dan sensor, DfR kini dapat dikombinasikan dengan predictive maintenance dan real-time monitoring.
Manufaktur Berkelanjutan
Dengan menurunkan risiko kegagalan dini, DfR mendukung efisiensi sumber daya dan pengurangan limbah elektronik—kontribusi nyata terhadap ESG (Environmental, Social, Governance) perusahaan.
Kesimpulan: Integrasi Keandalan Adalah Investasi, Bukan Beban
Tesis Riku Lager memberikan peta jalan yang jelas tentang bagaimana keandalan bisa dan seharusnya menjadi bagian integral dari proses desain. Pendekatan DfR yang proaktif tidak hanya meningkatkan kualitas produk akhir, tapi juga mempercepat time-to-market dan mengurangi beban biaya pascaproduksi.
Pesan utama: Jangan menunggu kegagalan untuk memperbaiki desain. Bangun keandalan dari awal.
Sumber
Lager, Riku. Tools for Improving Reliability During Product Development Process. Master’s Thesis, Tampere University of Technology, 2017.
Tersedia di: https://trepo.tuni.fi/handle/10024/100868
Kualitas Produksi
Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 21 Mei 2025
Pendahuluan: Menguak Masalah Kualitas pada Industri Garam
Industri pengolahan garam di Jawa Timur menghadapi tantangan serius dalam pengendalian kualitas. Dengan tingkat kecacatan produk yang mencapai 15%, perusahaan garam tempat studi ini dilakukan telah melampaui ambang batas toleransi internal sebesar 5%. Tiga bentuk utama cacat yang diidentifikasi meliputi:
Permasalahan ini tidak hanya berdampak pada kualitas produk, tetapi juga mencerminkan ketidakefisienan proses produksi yang dapat berujung pada kerugian finansial dan menurunnya kepercayaan konsumen.
Dua Pendekatan Perbaikan Kualitas: TQM vs BPR
Penelitian ini menggarisbawahi dua pendekatan utama dalam manajemen kualitas:
Untuk kasus industri garam, pendekatan yang digunakan lebih selaras dengan TQM melalui identifikasi akar masalah dan prioritisasi risiko menggunakan kombinasi metode Fault Tree Analysis (FTA) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).
Metodologi: Kombinasi FTA dan FMEA
Tahapan yang Diterapkan:
Studi Kasus: Analisis Data Produksi Januari 2024
Selama Januari 2024, total produksi mencapai 2.186 unit. Dari jumlah tersebut, sebanyak 348 unit mengalami cacat, yang berarti sekitar 15,9% dari total produksi.
Distribusi jenis cacat mencakup 94 unit karena kontaminasi benda asing, 24 unit karena warna tidak sesuai, dan 230 unit karena kadar iodium yang tidak sesuai dengan standar.
Analisis Diagram Fishbone
Kontaminasi Produk
Penyebab utama cacat jenis ini adalah mesin yang kotor, proses penyortiran yang masih manual, rendahnya ketelitian pekerja, serta bahan baku dari suplier yang tidak bersih.
Kadar Iodium Tak Sesuai
Penyebab utama termasuk tidak adanya SOP uji sampling, kurangnya ruang penyimpanan bahan baku, variasi kandungan iodium dari suplier, dan lemahnya prosedur pengambilan sampel.
Warna Tidak Sesuai
Masalah ini disebabkan oleh mesin yang kotor atau berkarat, tidak diterapkannya sistem FIFO dalam penggunaan bahan baku, SOP yang diabaikan oleh operator, serta bahan baku yang disimpan terlalu lama.
Fault Tree Analysis: Merinci Akar Masalah
FTA digunakan untuk memvisualisasi struktur kegagalan secara hierarkis. Sebagai contoh, cacat “warna tidak sesuai” disebabkan oleh karat pada mesin yang tidak dilaporkan, operator yang mengabaikan SOP, serta suhu ruangan yang tinggi sebagai indikator lingkungan kerja yang tidak optimal.
Failure Mode and Effect Analysis: Menentukan Prioritas Risiko
Dengan mengukur Severity, Occurrence, dan Detection, peneliti menghitung nilai RPN untuk setiap penyebab cacat. Beberapa temuan penting adalah:
Rekomendasi Perbaikan Proses
Berdasarkan nilai RPN tertinggi, berikut adalah saran konkret:
Untuk cacat akibat kontaminasi, disarankan adanya penjadwalan perawatan mesin secara rutin agar kebersihan dan kondisi mesin selalu terjaga.
Untuk masalah warna tidak sesuai, perlu penegakan disiplin bagi pekerja agar SOP pengendalian warna dipatuhi secara ketat.
Sedangkan untuk kadar iodium yang tidak sesuai, solusi terbaik adalah menyusun dan menerapkan SOP khusus uji sampling sebelum produksi dilakukan.
Komparasi dengan Penelitian Lain
Hasil dari penelitian ini sejalan dengan studi-studi sebelumnya yang diterapkan pada industri tas, kertas, dan beton ringan. Kombinasi metode FTA dan FMEA terbukti efektif dalam:
Yang membedakan studi ini adalah fokusnya pada industri garam—sektor yang sering kali terabaikan dalam wacana perbaikan kualitas industri manufaktur.
Kritik dan Opini
Penelitian ini memberikan pendekatan struktural dan berbasis data yang sangat baik. Namun demikian, ada beberapa hal yang bisa ditingkatkan ke depan:
Pertama, perlu adanya simulasi biaya yang menunjukkan dampak ekonomi dari setiap rekomendasi perbaikan. Kedua, penggunaan teknologi seperti IoT untuk memonitor kondisi mesin secara otomatis dapat meningkatkan deteksi dini terhadap potensi kegagalan. Ketiga, pelatihan tenaga kerja secara berkala perlu dijadikan strategi jangka panjang agar kualitas produk tetap terjaga.
Kesimpulan
Studi ini menunjukkan bahwa integrasi metode FTA dan FMEA efektif dalam mengidentifikasi akar penyebab cacat dan menyusun prioritas perbaikan berbasis risiko. Dengan penerapan yang konsisten, industri garam berpotensi besar untuk menurunkan tingkat kecacatan dari 15% menuju target 5%.
Sumber: Yafi, M. M., & Cahyono, M. D. N. (2024). The implementation of Fault Tree Analysis (FTA) and Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) to improve the quality of salt industry in East Java. GREENOMIKA, 06(1), 94–102. https://doi.org/10.55732/unu.gnk.2024.06.1.10
Kualitas Produksi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 20 Mei 2025
Mengapa Manajemen Sumber Daya Jadi Kunci Proyek Konstruksi?
Proyek konstruksi gedung merupakan kegiatan yang kompleks dan bersifat unik. Satu kesalahan dalam pengelolaan sumber daya bisa berdampak pada kualitas, biaya, maupun waktu pengerjaan proyek. Penelitian yang dilakukan oleh Embun Sari Ayu, Indra Khaidir, dan Eva Rita dari Universitas Bung Hatta ini hadir untuk menguak bagaimana manajemen sumber daya memengaruhi produktivitas pelaksanaan proyek konstruksi di Sumatera Barat—terutama selama masa pandemi COVID-19.
Temuan mereka menunjukkan bahwa pengaruh manajemen sumber daya terhadap produktivitas proyek tidak bisa diabaikan. Secara statistik, 51,1% produktivitas proyek dipengaruhi langsung oleh manajemen sumber daya, sisanya dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti cuaca, sosial, regulasi, dan kompleksitas proyek.
Studi Kasus: Proyek-Proyek di Sumatera Barat dan Kendala Nyatanya
Latar Masalah
Selama 2019–2021, sejumlah proyek di Sumatera Barat—termasuk pembangunan Gedung Kebudayaan dan Gedung Fakultas Ilmu Sosial UNP—mengalami keterlambatan atau bahkan dihentikan. Audit BPK pada 2022 menemukan penyimpangan signifikan, yang sebagian besar berakar pada lemahnya manajemen proyek dan sumber daya.
Kunci Permasalahan
Kesenjangan antara harga kontrak dan harga pasar
Minimnya biaya lapangan
Rendahnya kualitas SDM dan profesionalisme
Pengawasan alat dan material yang tidak optimal
Metodologi Penelitian dan Profil Responden
Sampel dan Teknik
Sampel: 77 responden dari kontraktor, konsultan, dan Dinas PUPR
Teknik: Purposive sampling
Alat ukur: Kuesioner dengan skala Likert (1–5)
Analisis data: Uji validitas, reliabilitas, normalitas, regresi linier berganda
Struktur Responden:
Kontraktor: 40 responden
Konsultan Supervisi: 28 responden
Dinas Pekerjaan Umum: 9 responden
Hasil Utama: Faktor yang Paling Berpengaruh
Faktor-Faktor Manajemen Sumber Daya yang Diuji:
Manajemen SDM
Manajemen Keuangan
Manajemen Material
Manajemen Peralatan
Temuan Kunci
Total pengaruh terhadap produktivitas proyek: 51,1%
Faktor paling dominan: Manajemen sumber daya peralatan (koefisien beta 0,459)
Faktor kedua: Manajemen SDM (koefisien beta 0,186)
Faktor yang tidak signifikan: Manajemen keuangan dan material
Uji T menunjukkan bahwa hanya dua faktor yang berpengaruh signifikan terhadap produktivitas, yaitu SDM dan peralatan. Faktor lain seperti keuangan dan material meskipun penting, tidak menunjukkan korelasi kuat secara statistik dalam konteks proyek yang diamati.
Analisis Kritis dan Nilai Tambah
Kekuatan Penelitian:
Menggunakan uji statistik yang lengkap (validitas, reliabilitas, regresi, normalitas, multikolinieritas)
Menyajikan pembobotan pengaruh setiap variabel secara kuantitatif
Relevan dengan kondisi lapangan selama pandemi COVID-19
Kelemahan:
Hanya mencakup proyek di satu provinsi (Sumatera Barat)
Tidak mengulas faktor eksternal non-manajerial secara mendalam (cuaca, peraturan, politik)
Belum mempertimbangkan integrasi teknologi seperti BIM atau ERP
Perbandingan Penelitian:
Penelitian sejenis oleh Othman et al. (2014) dan Hartono (2017) di Malaysia dan Indonesia juga menegaskan pentingnya optimalisasi sumber daya sebagai penentu utama produktivitas proyek.
Implikasi Praktis untuk Industri Konstruksi
Rekomendasi Aksi:
Pelatihan teknis dan manajerial bagi pengelola alat berat dan operator
Penyusunan standar pengelolaan peralatan proyek yang lebih presisi
Evaluasi periodik terhadap kinerja SDM lapangan dengan indikator produktivitas
Digitalisasi proses manajemen sumber daya untuk efisiensi dan pelacakan real-time
Dampak Langsung:
Mengurangi keterlambatan proyek
Menurunkan risiko pemborosan
Meningkatkan kepercayaan pemilik proyek terhadap kontraktor
Kesimpulan: Produktivitas Tidak Lepas dari Profesionalisme
Manajemen sumber daya yang tepat bukan hanya mendongkrak produktivitas, tapi juga menentukan keberlanjutan proyek itu sendiri. Penelitian ini menjadi sinyal penting bahwa investasi dalam manajemen SDM dan peralatan adalah strategi jangka panjang untuk meningkatkan kualitas industri konstruksi Indonesia.
Sumber Jurnal:
Ayu, E. S., Khaidir, I., & Rita, E. (2024). Kajian Pengaruh Manajemen Sumber Daya Terhadap Produktivitas Pelaksanaan Proyek Konstruksi Gedung. SIKLUS: Jurnal Teknik Sipil, 10(1), 80–90.
DOI: https://doi.org/10.31849/siklus.v10i1.11534
Kualitas Produksi
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 14 Mei 2025
Dalam dunia manufaktur modern, menjaga kualitas produk adalah harga mati. Terlebih di industri telekomunikasi, di mana komponen sekecil lensa plastik injeksi bisa menjadi pembeda antara perangkat sukses atau gagal di pasar. Paper berjudul "Statistical Process Control (SPC) Applied in Plastic Injection Moulded Lenses" oleh Jafri Mohd Rohani dan Chan Kok Teng (Universiti Teknologi Malaysia) menawarkan gambaran jelas bagaimana pengendalian proses statistik mampu membawa perubahan signifikan dalam mutu produksi.
Mengapa SPC Penting dalam Industri Manufaktur Plastik?
Industri plastik, khususnya yang bergerak di bidang komponen elektronik seperti lensa plastik injeksi, menghadapi tantangan berat:
Di sinilah Statistical Process Control (SPC) menjadi solusi. SPC memungkinkan perusahaan memantau dan mengendalikan proses produksi secara berkelanjutan, mendeteksi tren cacat, dan melakukan perbaikan berbasis data.
Latar Belakang: Mengapa Perusahaan Ini Menerapkan SPC?
Perusahaan yang dikaji dalam penelitian ini adalah produsen lokal lensa plastik injeksi untuk perangkat telekomunikasi. Sebelum penerapan SPC, mereka mengalami defect rate sebesar 13,49%. Angka tersebut jelas jauh dari standar industri, yang umumnya menetapkan ambang batas cacat maksimal 1% hingga 3%, tergantung spesifikasi klien.
👉 Target Awal:
Menurunkan tingkat cacat dari 13,49% menjadi 10% dalam waktu tiga bulan.
Metode: Bagaimana SPC Diterapkan?
1. Pengumpulan Data
Perusahaan mencatat data produksi harian selama tiga bulan, mencakup:
Data dikumpulkan menggunakan Check Sheet, alat pertama dari Seven Basic Quality Tools.
2. Identifikasi Masalah Utama dengan Pareto Chart
Melalui Pareto Chart, perusahaan menemukan tiga jenis cacat paling dominan:
Ini sejalan dengan prinsip Pareto (80/20), di mana sebagian besar masalah berasal dari segelintir penyebab.
3. Analisis Akar Masalah dengan Fishbone Diagram
Perusahaan melakukan analisis mendalam atas ketiga masalah utama menggunakan Fishbone (Ishikawa) Diagram, mengelompokkan penyebab ke dalam lima kategori:
4. Kontrol Proses dengan Control Chart (P-Chart)
Penerapan P-Chart memungkinkan pemantauan jumlah unit cacat secara konsisten, membantu mengidentifikasi variasi normal dan outlier.
Temuan Utama: Data yang Berbicara
Berikut hasil signifikan setelah tiga bulan implementasi SPC dan action plan yang diusulkan:
👉 Pencapaian Akhir:
Defect rate berhasil ditekan hampir 50% dari kondisi awal, menjadi 7,4%, melebihi target awal 10%.
Studi Kasus: Mengurai Tiga Sumber Cacat Utama
1. Flow Lines/Marks
Penyebab Utama:
Solusi yang Diimplementasikan:
2. Dirty Dots
Penyebab Utama:
Solusi yang Diimplementasikan:
3. Scratches
Penyebab Utama:
Solusi yang Diimplementasikan:
Analisis Tambahan: Pelajaran Berharga untuk Industri
Komitmen Manajemen Adalah Kunci
Penelitian ini menegaskan bahwa keberhasilan SPC tidak hanya ditentukan oleh alat yang digunakan, tetapi juga oleh komitmen manajemen. Tanpa dukungan dari atas, pelatihan operator, dan pengawasan konsisten, penerapan SPC akan mandek.
Data Adalah Senjata
Pengumpulan data yang konsisten memungkinkan analisis yang lebih akurat. Namun, penelitian ini juga menunjukkan bahwa variasi antar shift bisa mempengaruhi tingkat cacat. Shift malam (3rd shift) cenderung memiliki tingkat cacat lebih tinggi, yang menunjukkan perlunya rotasi kerja dan pengawasan ketat di luar jam kerja utama.
Perbandingan dengan Industri Lain
Kritik terhadap Penelitian dan Saran Pengembangan
Kelebihan
Kelemahan
Rekomendasi Pengembangan
Dampak Nyata di Dunia Industri
Jika metode SPC sederhana seperti dalam penelitian ini berhasil menekan cacat hingga 50%, bayangkan dampaknya jika perusahaan mengadopsi pendekatan lebih modern.
Fakta Industri
Menurut laporan Deloitte (2023), perusahaan manufaktur yang menerapkan pengendalian kualitas berbasis data mencatatkan pengurangan rata-rata 30% dalam jumlah cacat produk dalam tiga tahun pertama.
Kesimpulan: SPC sebagai Game Changer di Industri Plastik
Penerapan Statistical Process Control (SPC) terbukti mampu meningkatkan kualitas, produktivitas, dan profitabilitas dalam industri manufaktur plastik. Studi kasus ini menunjukkan bahwa bahkan pendekatan sederhana seperti Seven QC Tools, bila diterapkan dengan disiplin tinggi, dapat menghasilkan perbaikan signifikan.
Namun, tantangan selanjutnya adalah membangun budaya kualitas yang berkelanjutan dan memanfaatkan teknologi baru untuk meningkatkan efisiensi. Di era industri 4.0, SPC seharusnya tidak lagi menjadi pilihan, melainkan keharusan.
📚 Referensi Asli:
Rohani, J.M., & Teng, C.K. (2015). Statistical Process Control (SPC) Applied in Plastic Injection Moulded Lenses. Universiti Teknologi Malaysia.
Kualitas Produksi
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 08 Mei 2025
Pendahuluan: Era Industri 4.0 dan Pentingnya Prediksi Kualitas
Perkembangan Industry 4.0 menghadirkan paradigma baru di industri manufaktur global. Salah satu pilar utama revolusi ini adalah transformasi digital yang memungkinkan pengumpulan data produksi secara masif dan real-time. Melalui data tersebut, perusahaan dapat mengimplementasikan machine learning (ML) dan deep learning (DL) untuk mengoptimalkan proses produksi, khususnya dalam hal prediksi kualitas produk (Predictive Quality).
Paper karya Sidharth Kiran Sankhye ini mengulas secara mendalam penerapan metode machine learning, khususnya pada proses inspeksi kualitas di lini produksi manufaktur yang kompleks dan berskala besar. Fokus utamanya adalah pada bagaimana algoritma klasifikasi ML dapat membantu memprediksi kepatuhan kualitas produk secara akurat, terutama dalam skenario dengan data yang sangat tidak seimbang (imbalanced data).
Latar Belakang dan Tujuan Penelitian
Masalah Utama: Imbalanced Dataset dalam Prediksi Kualitas
Dalam produksi massal, unit produk yang cacat seringkali hanya mencakup sebagian kecil dari total produksi. Inilah yang disebut class imbalance problem, di mana data minoritas (produk cacat) terlalu sedikit dibandingkan dengan data mayoritas (produk sesuai standar). Tantangan ini membuat sebagian besar model ML cenderung bias terhadap kelas mayoritas, sehingga gagal mendeteksi cacat produk secara efektif.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
Metodologi: Pendekatan Sistematis dalam Klasifikasi Prediktif
Model Klasifikasi yang Digunakan
Peneliti menerapkan dua algoritma utama:
Feature Engineering: Kunci Peningkatan Akurasi
Dalam industri, data mentah umumnya tidak siap langsung digunakan untuk training model ML. Oleh karena itu, penulis melakukan beberapa teknik feature engineering, antara lain:
Teknik Penanganan Imbalanced Data
Penulis menerapkan SMOTE (Synthetic Minority Over-sampling Technique) untuk meningkatkan jumlah data dari kelas minoritas (produk cacat). Ini bertujuan menyeimbangkan distribusi data dan memperbaiki akurasi klasifikasi.
Studi Kasus: Pabrik Alat Rumah Tangga Multi-Model
Konteks Industri
Studi dilakukan pada lini produksi alat rumah tangga multi-model dengan perubahan model yang cepat (negligible changeover time). Pabrik ini menghasilkan sekitar 800 unit per hari. Namun, permasalahan besar muncul akibat cacat produk, terutama wrong/missing parts, yang baru ditemukan pada tahap inspeksi akhir (Random Customer Acceptance Inspection/RCAI).
Permasalahan yang Dihadapi
Hasil dan Analisis Model
Penulis mengevaluasi empat model klasifikasi berbasis kombinasi teknik feature engineering dan algoritma klasifikasi. Hasil evaluasi mengandalkan metrik Cohen’s Kappa dan ROC Curve.
Model A - Tanpa Feature Engineering
Model B - Dengan Fitur Model Changeover
Model C - Proximity to Model Changeover
Model D - Normalized Proximity
Kesimpulan Analisis
Model XGBoost secara konsisten mengungguli Random Forest, terutama dalam menghadapi imbalanced datasets. Fitur proximity to model changeover menjadi penentu utama dalam keberhasilan prediksi.
Kritik dan Perbandingan dengan Penelitian Lain
Kelebihan Penelitian Ini
Kelemahan dan Tantangan
Perbandingan dengan Studi Terkait
Studi oleh Kim et al. (2018) menunjukkan bahwa cost-sensitive learning juga efektif dalam klasifikasi kualitas produksi. Namun, pendekatan Sankhye lebih mengandalkan feature construction, bukan penyesuaian bobot kelas.
Arah Masa Depan dan Rekomendasi
Dampak Praktis bagi Industri Manufaktur
Kesimpulan Akhir
Penelitian ini membuktikan bahwa penerapan machine learning, khususnya XGBoost dengan feature engineering yang tepat, mampu meningkatkan prediksi kualitas produksi di industri manufaktur secara signifikan. Meskipun terdapat keterbatasan dalam data dan scope penelitian, pendekatan ini memberikan pondasi kuat untuk sistem prediktif yang lebih kompleks dan cerdas di masa mendatang.
Sumber:
Sankhye, Sidharth Kiran. (2020). Machine Learning Methods for Quality Prediction in Manufacturing Inspection. Iowa State University.