Konstruksi

Membangun Masa Depan dengan Teknologi: Refleksi dan Arah Baru Rekayasa Konstruksi Indonesia

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 05 Mei 2025


Pengantar: Menyambut Tantangan Abadi Konstruksi Digital

 

Industri konstruksi Indonesia telah menjadi pilar pembangunan nasional, tetapi peran aspek rekayasa dan teknologi masih terpinggirkan di tengah dominasi manajemen dan regulasi. Dalam orasi ilmiahnya, Prof. Biemo W. Soemardi menggarisbawahi urgensi reposisi aspek teknologi sebagai inti penggerak industri konstruksi ke depan.

 

Sebagai negara berkembang dengan infrastruktur yang terus tumbuh, Indonesia dihadapkan pada tantangan besar: bagaimana bertransformasi dari pengguna teknologi menjadi pencipta dan pengembang teknologi konstruksi. Dalam paparan ini, Prof. Biemo tidak hanya menawarkan tinjauan historis, tetapi juga memetakan langkah strategis menuju lanskap konstruksi masa depan.

 

Kontribusi Strategis Industri Konstruksi terhadap Ekonomi Nasional

 

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa kontribusi sektor konstruksi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia meningkat dari 7% pada awal 2000-an menjadi 10,12% pada 2019. Ini menunjukkan bahwa konstruksi bukan hanya pelengkap, tapi juga penggerak utama ekonomi.

 

Namun, ironisnya, adopsi teknologi konstruksi modern masih lamban. Banyak proyek besar tetap bergantung pada teknologi asing, seperti tunnel boring machine, launching gantry, dan teknologi struktur baja. Kondisi ini menciptakan ketergantungan yang berisiko secara strategis dan ekonomi.

 

Refleksi Historis: Dari Borobudur hingga Proyek Kereta Cepat

 

Prof. Biemo menelusuri jejak teknologi konstruksi di Indonesia dari era Candi Borobudur, masa penjajahan Belanda, hingga masa modern. Setiap periode memperlihatkan bagaimana inovasi lokal dan adopsi luar negeri memainkan peran penting:

  • Borobudur: Penggunaan sambungan mekanik tanpa semen menunjukkan kecanggihan teknik struktural di abad ke-9.
  • Era Belanda: Penerapan metode Belgia pada terowongan Sasaksaat dan jembatan Tjisomang menunjukkan kemampuan lokal dalam menyerap teknologi barat.
  • Awal Kemerdekaan: Bangunan monumental seperti Gelora Bung Karno dan Hotel Indonesia mencerminkan semangat nasionalisme dan kolaborasi teknologi asing-lokal.
  • Era Reformasi: Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung menjadi etalase tantangan integrasi teknologi Tiongkok dan kapasitas domestik.

 

Tantangan Kunci: Ketimpangan Antara Regulasi dan Teknologi

 

Meskipun regulasi dan manajemen konstruksi berkembang pesat—ditandai dengan munculnya UU Jasa Konstruksi dan pembentukan LPJK—penguatan sisi teknologinya justru stagnan. Banyak perguruan tinggi lebih fokus pada manajemen proyek daripada inovasi rekayasa.

 

Catatan kritis: LPJK, yang diharapkan menjadi katalisator inovasi industri, justru lebih sibuk pada isu administratif seperti sertifikasi, bukan pada pengembangan teknologi atau pembentukan ekosistem inovatif berbasis riset.

 

Teknologi Konstruksi: Lanskap, Realita, dan Peluang

 

1. Industrialisasi: Beton Pracetak dan Modularisasi

Meski sudah dikenal sejak 1970-an, adopsi teknologi beton pracetak dan baja modular masih terbatas pada proyek-proyek skala besar. Keterbatasan rantai pasok dan mahalnya material baja menjadi kendala nyata. Namun, proyek IKN mulai menunjukkan potensi konstruksi modular sebagai masa depan efisiensi.

 

2. Green Construction dan Sustainability

Konsep konstruksi berkelanjutan (KB) telah masuk kebijakan sejak 2011 dan diperkuat oleh Permen PUPR No. 5 Tahun 2015. Namun, masih sebatas proyek-proyek PUPR dan belum mengakar di sektor swasta. Program greenship oleh GBCI pun dinilai belum menyentuh aspek konstruksi secara utuh—terlalu fokus pada aspek arsitektural bangunan, bukan proses konstruksinya.

 

3. Teknologi Digital: BIM dan PMIS

Building Information Modeling (BIM) kini mulai digunakan pada proyek-proyek nasional seperti Tol Rengat–Pekanbaru.

Project Management Information System (PMIS) mampu memantau progres, efisiensi, dan risiko, namun penggunaannya belum merata di seluruh proyek pemerintah.

 

Arah Masa Depan: Strategi Penguatan Kerekayasaan Nasional

 

Langkah 1: Bangun Lanskap Teknologi Konstruksi

  • Lanskap teknologi menjadi alat untuk:
    • Menentukan posisi teknologi saat ini (baseline)
    • Mengidentifikasi technology gap
    • Merancang peta jalan penguasaan teknologi konstruksi Indonesia
  • Contoh sukses: Negara seperti Korea Selatan memiliki Construction Technology Roadmap yang jelas dari riset hingga penerapan di lapangan.

 

Langkah 2: Transformasi Pendidikan Tinggi

  • Perlu ada program studi khusus “Teknologi Konstruksi” atau “Rekayasa Metode Pelaksanaan”
  • Praktikum berbasis proyek nyata, bukan hanya simulasi di laboratorium

 

Langkah 3: Kolaborasi Trilateral: Pemerintah–Kampus–Industri

  • Pemerintah sebagai regulator dan penyedia insentif
  • Kampus sebagai pusat riset dan pelatihan
  • Industri sebagai pengguna dan pengembang teknologi

 

Kritik dan Analisis Tambahan

 

Kelebihan Orasi:

  • Mampu membingkai tantangan dan solusi secara holistik: dari sejarah, regulasi, teknologi, hingga kebijakan
  • Menyediakan data dan ilustrasi konkret (e.g., Jembatan Barelang, Proyek KCJB)

 

Kelemahan:

  • Minim penjabaran kuantitatif tentang kebutuhan SDM teknologi konstruksi
  • Belum mengulas secara mendalam soal teknologi baru seperti IoT, AI, atau digital twin

 

Rekomendasi lanjutan: Riset lanjutan bisa fokus pada benchmarking Indonesia dengan negara seperti Malaysia, Singapura, atau Vietnam dalam adopsi teknologi dan ekosistem inovasinya.

 

 

Penutup: Saatnya Indonesia Menjadi Produsen Teknologi Konstruksi

 

Orasi ilmiah ini adalah panggilan strategis agar Indonesia beralih dari pengguna teknologi menjadi produsen dan pengembang teknologi konstruksi. Di tengah tekanan global, bonus demografi, dan proyek infrastruktur besar seperti IKN, Indonesia tak punya pilihan selain membangun daya saing berbasis teknologi.

 

Sebagaimana disampaikan Prof. Biemo, sejarah membuktikan bahwa bangsa ini mampu menciptakan karya konstruksi agung sejak ribuan tahun lalu. Kini saatnya sejarah itu disambung kembali dengan semangat inovasi, bukan hanya repetisi.

 

 

Sumber

 

Prof. Biemo W. Soemardi. (2024). Rekayasa dan Teknologi Konstruksi di Indonesia: Perkembangan dan Peluang di Masa Mendatang. ITB Press.

ISBN: 978-623-297-404-3

e-ISBN: 978-623-297-405-0

Dapat diakses melalui www.itbpress.id

Selengkapnya
Membangun Masa Depan dengan Teknologi: Refleksi dan Arah Baru Rekayasa Konstruksi Indonesia

Konstruksi

Resensi: Analisis Kinerja Proyek Konstruksi Menggunakan Metode Nilai Hasil (Earned Value Method) pada Proyek Pekerjaan Jalan dan Saluran Utama Row 46 Segmen II Jakarta Garden City

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 30 April 2025


Pendahuluan

 

Proyek konstruksi sering kali menghadapi tantangan besar terkait pengelolaan waktu, biaya, dan kualitas. Dalam upaya meminimalisir penyimpangan yang bisa terjadi pada aspek-aspek tersebut, pengendalian yang tepat menjadi kunci utama. Salah satu metode yang sering digunakan untuk mengelola kinerja proyek konstruksi adalah Earned Value Method (EVM). Dalam penelitian ini, Agus Sasmita mengkaji penggunaan metode EVM dan perbandingannya dengan metode konvensional dalam pengendalian biaya dan waktu pada proyek infrastruktur di Jakarta Garden City.

 

Metode dan Pendekatan

 

Sasmita membandingkan dua pendekatan dalam mengendalikan kinerja proyek: metode manajemen biaya konvensional dan EVM. Pada proyek yang dianalisis, yaitu pekerjaan jalan dan saluran utama di Row 46, Jakarta Garden City, penulis menggunakan data primer dan sekunder yang diperoleh melalui observasi langsung dan dokumen proyek. Penelitian ini tidak hanya mengandalkan pengumpulan data tetapi juga melakukan analisis mendalam tentang kinerja biaya dan jadwal melalui kedua metode tersebut.

 

Penerapan Earned Value Method

 

Metode EVM mengandalkan tiga indikator utama:

  • BCWS (Budgeted Cost of Work Scheduled)
  • BCWP (Budgeted Cost of Work Performed)
  • ACWP (Actual Cost of Work Performed)

Dalam penelitian ini, Sasmita menghitung indikator-indikator tersebut pada minggu ke-7 dan minggu ke-16. Pada minggu ke-7, proyek menunjukkan schedule underrun (kemajuan lebih cepat dari jadwal) meskipun biaya yang dikeluarkan lebih besar dari rencana (cost overrun). Sebaliknya, pada minggu ke-16, proyek mengalami schedule overrun (keterlambatan) dan biaya yang dikeluarkan lebih besar dari yang direncanakan.

 

Analisis Kinerja Proyek

 

1. Biaya dan Jadwal

Analisis dilakukan dengan membandingkan biaya rencana dan biaya aktual, serta mengukur deviasi dari kurva S. Hasilnya menunjukkan bahwa pada minggu ke-7 terjadi percepatan dengan pengeluaran yang lebih tinggi dari estimasi awal, sedangkan minggu ke-16 mengalami keterlambatan yang signifikan.

 

2. Varians dan Indeks Kinerja

  • Cost Variance (CV) di minggu ke-7: -Rp 954.529.639,70
  • Schedule Variance (SV) di minggu ke-7: +Rp 90.836.984,97
  • Cost Performance Index (CPI): 0,636 (inefisien)
  • Schedule Performance Index (SPI): 1,057 (proyek mendahului jadwal)

 

Namun pada minggu ke-16, terjadi kemunduran:

  • CV: -Rp 1.131.997.724,61
  • SV: -Rp 1.056.645.008,21
  • CPI: 0,804
  • SPI: 0,814

 

Estimasi Biaya dan Waktu Penyelesaian

 

Perkiraan biaya penyelesaian proyek (EAC) dihitung dengan berbagai alternatif.

  • Minggu ke-7:

EAC = Rp 13.299.403.652,01

Time Estimate (TE) = 25 minggu

 

  • Minggu ke-16:

EAC = Rp 10.533.998.688,47

TE = 32 minggu

Nilai EAC yang lebih tinggi dibandingkan dengan BAC (Budget at Completion) menunjukkan indikasi overbudget yang signifikan bila tidak ada koreksi.

 

Kritik dan Komentar Tambahan

 

Meskipun EVM sangat kuat dalam memberikan prediksi biaya dan waktu, metode ini tetap memerlukan input data yang akurat dan pembaruan secara berkala. Kelemahan dari metode konvensional sangat terlihat dalam studi ini karena tidak memberikan gambaran proyeksi masa depan. Dalam praktik industri konstruksi saat ini, EVM sudah mulai menjadi standar dalam proyek skala besar dan infrastruktur negara karena kemampuannya menganalisis risiko sejak dini.

 

Contoh penerapan serupa terlihat pada proyek perumahan di Penajam Paser Utara (Khairunnisa dkk., 2020), di mana metode EVM terbukti mampu memitigasi pembengkakan biaya di tengah kenaikan harga material secara global.

 

Kesimpulan

 

Dari hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa metode Earned Value Method lebih unggul dibandingkan metode manajemen biaya konvensional dalam memantau dan mengendalikan kinerja proyek. EVM memungkinkan pengelola proyek untuk mengetahui posisi biaya dan jadwal secara akurat, serta memperkirakan biaya dan waktu penyelesaian akhir proyek dengan lebih realistis. Dengan penerapan yang konsisten, EVM mampu mencegah kerugian yang besar dan meningkatkan efisiensi eksekusi proyek konstruksi.

 

 

Sumber Artikel:

Sasmita, A. (2024). Analisis Kinerja Proyek Konstruksi Menggunakan Metode Nilai Hasil (Earned Value Methode) (Studi Kasus Proyek Pekerjaan Jalan dan Saluran Utama Row 46 Segemen II Jakarta Garden City). Jurnal Ilmiah Global Education, 5(3), 2413–2427.

DOI: https://doi.org/10.55681/jige.v5i3.3411

Selengkapnya
Resensi: Analisis Kinerja Proyek Konstruksi Menggunakan Metode Nilai Hasil (Earned Value Method) pada Proyek Pekerjaan Jalan dan Saluran Utama Row 46 Segmen II Jakarta Garden City

Konstruksi

Artificial Intelligence untuk Masa Depan Konstruksi: Solusi Inovatif di Tengah Tantangan Industri

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 30 April 2025


Pendahuluan: Era Baru Konstruksi dengan Kecerdasan Buatan

 

Industri konstruksi, yang selama ini dikenal lamban dalam adopsi teknologi, kini berada di ambang revolusi besar. Artikel berjudul Artificial Intelligence untuk Keberlangsungan Bidang Konstruksi karya Chica Oktavia dan Ahmad Nurkholis membuka wawasan tentang bagaimana kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) mulai menjadi katalis perubahan yang signifikan dalam sektor ini.

 

Dengan latar belakang meningkatnya kompleksitas proyek dan tekanan efisiensi biaya serta waktu, AI hadir sebagai alat bantu yang bukan sekadar canggih, tetapi juga strategis. Paper ini mengulas peran AI mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pengelolaan pasca-konstruksi. Lebih dari itu, artikel ini menggarisbawahi bahwa AI bukan hanya alat bantu, melainkan bagian integral dalam mendefinisikan ulang paradigma rekayasa sipil modern.

 

 

Perencanaan Konstruksi yang Lebih Akurat Berkat AI

 

Pemetaan Cerdas dan Desain Otomatis

 

Salah satu keunggulan utama AI dalam dunia konstruksi adalah kemampuannya untuk mempercepat proses perencanaan melalui pemodelan 3D otomatis. Dengan alat seperti AutoCAD, GIS, dan Building Information Modeling (BIM), AI mampu menyarankan desain optimal, memperhitungkan risiko, dan bahkan mensimulasikan skenario pembangunan yang berbeda.

 

Contoh konkret dari penerapan ini adalah penggunaan AI dalam desain jembatan. Sistem berbasis data akan mempertimbangkan faktor seperti beban lalu lintas, data seismik, dan kondisi tanah untuk merekomendasikan desain struktur yang efisien dan tahan lama. Hal ini tentu menghemat waktu dan mengurangi kemungkinan kesalahan manusia.

 

 

AI dalam Administrasi dan Pelaksanaan Konstruksi

 

Automasi Proses Manajemen Proyek

 

AI kini juga digunakan dalam administrasi proyek, mulai dari manajemen absensi, pelaporan progres pekerjaan, hingga optimasi alokasi sumber daya. Sistem ini tidak hanya mempercepat proses administratif, tetapi juga meningkatkan akurasi data serta meminimalkan human error.

 

Misalnya, pada proyek pembangunan infrastruktur skala besar, AI dapat memantau kinerja harian pekerja, mengidentifikasi potensi risiko keterlambatan, dan memberikan rekomendasi pengaturan ulang jadwal kerja secara real-time.

 

 

Machine Learning dan Analisis Data dalam Teknik Sipil

 

Dalam artikel ini, penulis mengidentifikasi empat pendekatan AI paling relevan dalam teknik sipil:

 

1. Evolutionary Computation (EC):

Digunakan untuk menyelesaikan masalah optimasi desain kompleks melalui algoritma genetika. Cocok untuk menciptakan struktur arsitektural unik dalam waktu singkat.

 

2. Artificial Neural Networks (ANNs):

Digunakan dalam deteksi cacat bangunan, prediksi kekuatan material, hingga analisis geoteknik.

 

3. Fuzzy Systems:

Berguna dalam memperkirakan biaya dan risiko saat data input bersifat ambigu, seperti dalam tahap estimasi awal proyek.

 

 

4. Expert Systems:

Meniru pemikiran profesional manusia untuk memberi saran dalam pengambilan keputusan berbasis data, seperti analisis konsumsi energi bangunan.

 

Studi Kasus Global: AI dalam Proyek Konstruksi

 

Smart Monitoring di Jepang

Di Jepang, perusahaan konstruksi seperti Shimizu Corporation telah mengintegrasikan robot bertenaga AI yang dapat mengangkat panel beton, mengelas, dan memasang kabel secara otomatis. Hal ini terbukti meningkatkan efisiensi kerja hingga 30%.

 

Penggunaan Drone dan UAV

Teknologi drone yang dilengkapi dengan AI juga memungkinkan pengawasan proyek konstruksi secara real-time. Drone ini memetakan area konstruksi dalam bentuk 3D, membantu perhitungan volume material, dan mempercepat pengambilan keputusan.

 

Dampak Positif dan Tantangan Etis Penggunaan AI

 

Manfaat Besar:

  • Efisiensi Tinggi: AI mempercepat pengambilan keputusan berbasis data dan mengurangi biaya operasional.
  • Peningkatan Keselamatan Kerja: Sensor AI mendeteksi bahaya dan mengingatkan pekerja secara otomatis.
  • Desain Adaptif: AI dapat menghasilkan desain yang beradaptasi terhadap kondisi lingkungan.

 

 

Risiko dan Tantangan:

  • Pengangguran Struktural: Automasi dapat menggantikan tenaga kerja manual.
  • Bias Algoritmik: Keputusan AI yang berbasis data historis dapat mengandung diskriminasi.
  • Ketergantungan Teknologi: Penggunaan berlebih dapat menurunkan keterampilan manusia.
  • Keamanan Data: Sistem AI rentan terhadap serangan siber jika tidak dirancang dengan baik.

 

 

Opini dan Analisis Tambahan

 

Meskipun AI menjanjikan efisiensi luar biasa dalam konstruksi, implementasinya harus disertai regulasi ketat. Di Indonesia, adopsi AI dalam proyek infrastruktur masih terbatas pada tahap desain dan pengawasan proyek. Untuk memaksimalkan potensi AI, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, sektor pendidikan, dan industri.

 

Sebagai pembanding, studi oleh Soltan & Ashrafi (2020) menunjukkan bahwa penerapan sistem EVM berbasis AI di Uni Emirat Arab mampu memprediksi keterlambatan proyek hingga 80% lebih akurat dibanding metode tradisional. Fakta ini memperkuat argumen bahwa AI bukan hanya tren, tetapi keharusan dalam rekayasa masa depan.

 

 

Rekomendasi Implementasi AI di Indonesia

 

Berikut beberapa langkah konkret yang bisa diadopsi dunia konstruksi nasional:

  • Investasi pada pelatihan SDM AI untuk insinyur muda.
  • Pengembangan platform lokal BIM berbasis AI.
  • Kerja sama dengan startup AI dalam proyek konstruksi pemerintah.

 

 

Kesimpulan

 

Artikel karya Chica Oktavia dan Ahmad Nurkholis secara menyeluruh mengupas bagaimana Artificial Intelligence bertransformasi menjadi komponen vital dalam konstruksi modern. Tak hanya mengubah cara kerja perencanaan dan desain, AI juga membawa dampak besar pada produktivitas, efisiensi, dan keselamatan kerja.

 

Namun demikian, penerapan AI tetap harus memperhatikan etika, privasi data, serta dampak sosialnya. AI bukan untuk menggantikan manusia, tetapi untuk memperkuat kapasitas manusia menyelesaikan pekerjaan dengan lebih cepat, tepat, dan aman. Dengan strategi dan kebijakan yang tepat, kecerdasan buatan bisa menjadi motor penggerak transformasi industri konstruksi di Indonesia.

 

 

Sumber Artikel

 

Oktavia, C., & Nurkholis, A. (2022). Artificial Intelligence untuk Keberlangsungan Bidang Konstruksi. JUMATISI, 3(2), 244–249.

Tersedia di: http://scholar.ummetro.ac.id/index.php/jumatisi/article/view/4114

Selengkapnya
Artificial Intelligence untuk Masa Depan Konstruksi: Solusi Inovatif di Tengah Tantangan Industri

Konstruksi

Transformasi Digital dalam Konstruksi Gedung Tinggi: Solusi Masa Depan atau Tantangan Baru?

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 30 April 2025


Pendahuluan: Era Baru Digitalisasi Konstruksi

 

Konstruksi bangunan tinggi (high-rise building) telah lama menjadi tolok ukur kemajuan infrastruktur suatu wilayah. Namun, kompleksitas proyek—baik dari segi desain, keselamatan, maupun efisiensi—membutuhkan pendekatan yang lebih adaptif terhadap teknologi. Dalam artikel Digitalisasi Metode Konstruksi pada Proyek High-Rise Building, Daniel Maranatha Silitonga dan kolega memaparkan hasil kajian literatur sistematis mengenai peran transformasi digital terhadap kinerja proyek jenis ini.

 

Artikel ini menjadi penting karena menjawab kebutuhan industri terhadap metode kerja yang lebih efisien dan aman dengan pendekatan teknologi seperti BIM, AI, IoT, hingga sistem robotik dan otomasi penuh. Dengan 48 literatur terpilih yang diulas secara mendalam, penulis menyajikan lanskap digitalisasi konstruksi terkini dan tantangan aktual yang menyertainya.

 

 

Kompleksitas Proyek Gedung Tinggi: Kenapa Perlu Digitalisasi?

 

Bangunan tinggi menghadapi risiko kerja tinggi seperti jatuh dari ketinggian dan beban berat, serta tekanan efisiensi yang konstan. Ditambah, banyak proyek dihadapkan pada:

  • Biaya konstruksi yang membengkak
  • Produktivitas tenaga kerja yang menurun
  • Minimnya inovasi dalam metode kerja
  • Tantangan keberlanjutan proyek

Dalam konteks inilah teknologi digital hadir sebagai solusi: bukan hanya mempermudah pekerjaan, tapi juga memperbaiki sistem secara menyeluruh.

 

 

Pilar Digitalisasi Konstruksi: Dari BIM hingga Exoskeleton

 

Penulis mengklasifikasikan teknologi digital dalam tiga kelompok besar:

 

1. Konstruksi 4.0

Meliputi penggunaan:

  • BIM (Building Information Modeling)

BIM 4D hingga 7D mampu memetakan jadwal, biaya, energi, hingga pengelolaan fasilitas proyek.

Studi kasus: Proyek 49 lantai di College Road, London menggunakan BIM 4D (SynchroPro) untuk memastikan sinkronisasi modular.

Di Malaysia, proyek Central Park Johor Bahru memakai BIM 5D (Cubicost) untuk transparansi anggaran.

 

  • IoT (Internet of Things)

IoT dikombinasikan dengan RFID dan GPS untuk pelacakan material, kontrol mesin, dan keamanan lokasi kerja.

Contoh: Proyek prefabrikasi rusun di Hong Kong menggunakan RFID untuk efisiensi logistik dan pelacakan.

 

  • AI (Artificial Intelligence)

AI digunakan dalam pengenalan gambar, pemetaan, hingga chatbot untuk pengelolaan dokumen. AI juga mendukung decision-making berbasis data lapangan.

 

  • Cloud Computing

Cloud digunakan untuk kolaborasi real-time antar tim melalui sistem BIM 360 dan Trimble Connect.

 

  • Generative Design (GD)

GD memungkinkan komputer menghasilkan berbagai solusi desain berdasarkan parameter proyek.

 

  • AR/VR

Teknologi ini menyederhanakan komunikasi visual dan meningkatkan pemahaman desain tanpa prototipe fisik.

 

  • LiDAR

Digunakan untuk pemetaan presisi tinggi melalui point cloud di tahap awal konstruksi maupun renovasi.

 

 

2. Robot Konstruksi dan Sistem Otomatis

 

  • Drone UAV

Berfungsi sebagai alat survei, monitoring progres proyek, dan pengawasan keselamatan kerja.Studi kasus: Proyek mengurangi kelelahan pekerja fisik, meningkatkan keselamatan, dan memperpanjang masa kerja tenaga senior.

Studi kasus di Chile memanfaatkan drone untuk monitoring lapangan dan mengurangi waktu kunjungan lapangan.

 

  • Exoskeleton

Studi kasus: Di Hong Kong, exoskeleton diterapkan untuk mengatasi krisis tenaga kerja dan menjaga produktivitas di area padat.

 

3. Metode Konstruksi Otomatis

 

  • ABCS (Automated Building Construction System)

Dikembangkan oleh Obayashi Corporation, sistem ini melindungi proses kerja dalam ‘pabrik vertikal’ dengan kontrol otomatis.

  • SMART (Shimizu Manufacturing System)

Mampu mengurangi jam kerja hingga 50% dan limbah konstruksi hingga 70%.

  • AMURAD (Kajima Corp)

Inovasi ini memungkinkan konstruksi dimulai dari atas ke bawah, menghemat 22% tenaga kerja dan 20% waktu konstruksi.

 

 

Tantangan di Lapangan: Apa yang Masih Jadi Hambatan?

 

Meski digitalisasi menjanjikan efisiensi dan keselamatan, penerapannya tidak mulus. Hambatan utama yang diidentifikasi dalam artikel antara lain:

 

  • Infrastruktur Internet Lemah

Khususnya di Indonesia, keterbatasan jaringan menghambat konektivitas IoT dan cloud.

  • Kurangnya SDM Terampil

Implementasi sistem digital membutuhkan pelatihan intensif, yang belum banyak dilakukan oleh pelaku konstruksi.

  • Investasi Mahal

Lisensi perangkat lunak BIM, perangkat keras drone/robot, hingga VR/AR memerlukan dana besar.

  • Gap Teknologi dan Budaya Kerja Konvensional

Banyak pekerja konstruksi belum siap menghadapi perubahan mendasar dalam metode kerja.

 

 

Opini dan Analisis Tambahan

 

Digitalisasi proyek konstruksi tidak bisa sekadar menjadi tren, tetapi harus dijadikan strategi nasional. Beberapa poin refleksi:

  • Komparasi Internasional:

Jepang dan Eropa memimpin transformasi digital lewat kolaborasi industri-akademisi, berbeda dengan Indonesia yang masih didominasi adopsi pasif.

  • Integrasi Sistem Harus Diutamakan:

Terlalu banyak sistem tanpa integrasi justru menciptakan silo informasi dan konflik manajemen.

  • Solusi Inklusif Dibutuhkan:

Perlu sistem digital yang ramah bagi UMKM kontraktor dan tidak bergantung penuh pada vendor luar negeri.

 

 

Kesimpulan

 

Artikel ini memberikan gambaran menyeluruh tentang bagaimana digitalisasi mengubah lanskap konstruksi gedung tinggi. Dari BIM hingga robotisasi, teknologi memainkan peran vital dalam meningkatkan:

  • Efisiensi proyek
  • Kolaborasi lintas pemangku kepentingan
  • Keamanan kerja
  • Keberlanjutan lingkungan

Namun, kesuksesan digitalisasi tak hanya bergantung pada teknologi, tapi juga kesiapan manusia, dukungan regulasi, dan investasi jangka panjang. Indonesia perlu lebih berani dalam memodernisasi industri konstruksi jika ingin bersaing secara global.

 

 

Sumber Artikel

 

Silitonga, D. M., Hendrawan, S. Y., & Oei, F. J. (2024). Digitalisasi Metode Konstruksi pada Proyek High-Rise Building. JMTS: Jurnal Mitra Teknik Sipil, 7(3), 795–806.

Tersedia di: https://doi.org/10.1061/(ASCE)ME.1943-5479.0000761

 

 

 

Selengkapnya
Transformasi Digital dalam Konstruksi Gedung Tinggi: Solusi Masa Depan atau Tantangan Baru?

Konstruksi

Efektivitas Teknologi Konstruksi Cerdas dalam Meningkatkan Kinerja Keselamatan Proyek: Analisis Mendalam dengan Model Persamaan Struktural

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 30 April 2025


Pendahuluan

Keselamatan kerja dalam proyek konstruksi telah lama menjadi isu utama. Tingginya tingkat kecelakaan di sektor ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti mobilitas tenaga kerja yang tinggi, kondisi kerja yang berat, dan lemahnya pengawasan keselamatan. Seiring dengan berkembangnya teknologi digital dan Internet of Things (IoT), muncul pendekatan baru bernama smart construction atau konstruksi cerdas, yang diyakini mampu meningkatkan kinerja keselamatan proyek secara signifikan.

Paper berjudul "Effect of Smart Construction Technology Characteristics on the Safety Performance of Construction Projects: An Empirical Analysis Based on Structural Equation Modeling" karya Hongjie Liu, Shuyuan Li, dan Haizhen Wen yang diterbitkan di jurnal Buildings (2024) mencoba mengisi celah penelitian dengan menganalisis pengaruh karakteristik teknologi konstruksi cerdas terhadap performa keselamatan proyek melalui pendekatan kuantitatif berbasis Structural Equation Modeling (SEM).

Karakteristik Teknologi Konstruksi Cerdas

Penelitian ini mengidentifikasi lima karakteristik utama teknologi konstruksi cerdas yang memengaruhi keselamatan proyek:

  1. Integrasi: kemampuan untuk menggabungkan berbagai sistem informasi dan kolaborasi antar pemangku kepentingan.

  2. Automasi: penggunaan perangkat pintar dan sistem otomatis untuk meminimalkan pekerjaan manual.

  3. Inisiatif: kemampuan sistem untuk memberikan informasi terkini dan memperkirakan risiko masa depan.

  4. Shareability: kemudahan dalam berbagi data antar departemen dan tim proyek.

  5. Sustainability: keberlanjutan teknologi dalam seluruh siklus hidup proyek. 

 

Tinjauan Literatur Pendukung

Berbagai studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa teknologi seperti BIM (Building Information Modeling), sensor IoT, dan perangkat wearable dapat meningkatkan visibilitas bahaya, mendukung komunikasi antar tim, dan memungkinkan tindakan preventif secara real-time.

Integrasi TAM dan TTF sebagai Kerangka Teoritis

Peneliti menggabungkan dua model teori populer—Technology Acceptance Model (TAM) dan Task-Technology Fit (TTF)—untuk membentuk jalur teoretis:

Karakteristik Teknologi → Persepsi (kemudahan & manfaat) → Niat penggunaan → Perilaku penggunaan → Kinerja Keselamatan.

Variabel antara seperti perceived ease of use, perceived usefulness, dan intention to use digunakan untuk menjembatani hubungan antara karakteristik teknologi dan hasil akhirnya.

 

Metodologi: Survei Empiris dan SEM

Sampel

  • Jumlah responden: 742 dari total 856 kuesioner yang disebar di 7 provinsi di Tiongkok.

  • Responden mayoritas berasal dari kontraktor umum (78%) dengan pengalaman konstruksi rata-rata lebih dari 5 tahun.

Teknik Analisis

  • Penggunaan software AMOS 24.0 untuk membangun dan menguji model SEM.

  • Pengukuran variabel dilakukan dengan skala Likert 7 poin dan diuji reliabilitasnya dengan Cronbach’s Alpha (>0,9).

Hasil Statistik Utama

  • Koefisien jalur langsung dari karakteristik teknologi ke performa keselamatan: 0.61.

  • Total efek (langsung + tidak langsung): 0.652.

  • Jalur paling signifikan: usage behavior → safety performance (koefisien: 0.90).

 

Analisis dan Opini Tambahan

Interpretasi

Hasil menunjukkan bahwa persepsi positif terhadap teknologi (mudah digunakan dan bermanfaat) sangat berkontribusi pada niat penggunaan, yang pada akhirnya berdampak pada implementasi aktual dan kinerja keselamatan. Artinya, adopsi teknologi saja tidak cukup; persepsi dan pelatihan pengguna adalah kunci.

 

Studi Kasus Global Relevan

  • Di Jepang dan Korea Selatan, penggunaan BIM terintegrasi dengan sensor dan AI telah mengurangi angka kecelakaan kerja hingga 35% dalam proyek skala besar (JICA, 2022).

  • Di Eropa, proyek konstruksi dengan penggunaan IoT berbasis predictive maintenance melaporkan waktu tanggap terhadap potensi bahaya turun dari rata-rata 6 jam menjadi 30 menit.

 

Kritik Terhadap Penelitian

  • Generalisasi Terbatas: Data hanya berasal dari Tiongkok, sehingga temuan mungkin tidak mencerminkan kondisi global.

  • Tidak Mengkaji Hambatan Implementasi: Tidak dijelaskan secara rinci tantangan seperti biaya tinggi, pelatihan teknis, atau resistensi budaya dalam mengadopsi teknologi cerdas.

 

Perbandingan dengan Penelitian Lain

Penelitian Azhar et al. (2015) menyatakan bahwa efektivitas BIM dalam keselamatan proyek hanya maksimal bila ada dukungan budaya organisasi. Penelitian Liu et al. ini melengkapi pemahaman tersebut dengan jalur kuantitatif yang menunjukkan bahwa persepsi dan perilaku pengguna memediasi dampak teknologi.

 

Implikasi Praktis bagi Industri Konstruksi

  • Pelatihan Teknis Harus Diutamakan: Agar persepsi usefulness dan ease of use meningkat.

  • Pengembangan Platform Kolaboratif: Mengedepankan shareability dan integrasi lintas sistem.

  • Regulasi Pemerintah Perlu Mendorong Adopsi: Misalnya, dengan memberikan insentif bagi proyek yang menerapkan sistem sensor pintar atau BIM.

Kesimpulan

Penelitian ini memberikan kontribusi penting terhadap pemahaman hubungan antara karakteristik teknologi konstruksi cerdas dan performa keselamatan proyek. Dengan menggabungkan teori TAM dan TTF, serta menguji hubungan melalui SEM, ditemukan bahwa teknologi seperti automasi, integrasi, dan sustainabilitas bukan hanya berdampak langsung, tetapi juga melalui persepsi pengguna dan niat penggunaan.

Smart construction bukan hanya tentang inovasi perangkat keras, tetapi juga bagaimana manusia—manajer, insinyur, dan pekerja—menerima dan menggunakannya. Ke depan, pendekatan holistik yang mempertimbangkan aspek teknologi dan manusia akan menjadi kunci untuk mencapai zero accident di proyek konstruksi.

 

Referensi

Penelitian ini dapat diakses di jurnal Buildings, 2024, Vol. 14, No. 1894 dengan judul: "Effect of Smart Construction Technology Characteristics on the Safety Performance of Construction Projects: An Empirical Analysis Based on Structural Equation Modeling" oleh Hongjie Liu, Shuyuan Li, dan Haizhen Wen. DOI: https://doi.org/10.3390/buildings14071894

Selengkapnya
Efektivitas Teknologi Konstruksi Cerdas dalam Meningkatkan Kinerja Keselamatan Proyek: Analisis Mendalam dengan Model Persamaan Struktural

Konstruksi

Sistem Informasi Kinerja Industri Konstruksi Indonesia: Solusi Benchmarking dan Integrasi Data di Era Globalisasi

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 29 April 2025


Pendahuluan: Mengapa Perlu Sistem Informasi Kinerja?

 

Industri konstruksi berperan vital dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Data menunjukkan bahwa antara 1974–2000, rata-rata pertumbuhan sektor ini mencapai 7,7%, melampaui rata-rata pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 5,47%. Ini menandakan betapa strategisnya sektor konstruksi bagi pembangunan.

 

Namun, hingga awal 2000-an, mekanisme formal untuk mengukur kinerja industri ini belum tersedia. Padahal, tanpa evaluasi kinerja berbasis data, upaya meningkatkan daya saing nasional di tengah derasnya arus globalisasi menjadi sulit. Paper karya Muhamad Abduh, Biemo W. Soemardi, dan Reini D. Wirahadikusumah mengidentifikasi kebutuhan mendesak akan suatu sistem informasi terintegrasi, yang tidak hanya mendokumentasikan performa industri, tetapi juga mendukung kegiatan benchmarking internasional.

 

SIKIKI: Jawaban atas Tantangan Pengukuran Kinerja Konstruksi

 

Sistem Informasi Kinerja Industri Konstruksi Indonesia (SIKIKI) dikembangkan sebagai sebuah inovasi berbasis web untuk:

  • Menyediakan basis data nasional kinerja konstruksi.
  • Mempermudah pengumpulan dan analisis data.
  • Membuka peluang benchmarking antar negara dan antar sektor.

 

Melalui SIKIKI, para pemangku kepentingan seperti BPS, LPJK, Departemen PU, serta kontraktor dan konsultan, dapat berkontribusi dan mengakses data kinerja konstruksi di berbagai tingkatan — mulai dari tingkat proyek, perusahaan, hingga industri.

 

Studi Kasus: Benchmarking di Negara Lain

 

Pengembangan SIKIKI terinspirasi dari keberhasilan beberapa negara seperti Inggris dengan KPI (Key Performance Indicators) dan Amerika Serikat dengan CII BM&M. Studi Costa dkk. (2006) menunjukkan bahwa negara-negara ini berhasil mengintegrasikan benchmarking ke dalam sistem manajemen industri mereka. Dengan benchmarking yang kuat, sektor konstruksi Inggris, misalnya, mampu menurunkan biaya pembangunan rata-rata sebesar 10% dalam dekade 1990-an.

Indonesia melalui SIKIKI berambisi mengikuti jejak tersebut.

 

Komponen Utama SIKIKI

 

1. Model Penilaian Multi-Tingkat

 

SIKIKI mengukur kinerja pada tiga tingkatan:

  • Tingkat Industri: Fokus pada investasi nasional, pertumbuhan, daya saing internasional.
  • Tingkat Perusahaan: Fokus pada ROI, ROE, tingkat kepuasan pelanggan, produktivitas.
  • Tingkat Proyek: Fokus pada biaya, waktu, kualitas, keselamatan kerja.

Masing-masing tingkat memiliki indikator terukur, baik input, proses, maupun output.

Contoh: Pada tingkat proyek, indikator "Lost Work Incident Rate" digunakan untuk mengukur keselamatan kerja.

 

2. Basis Data Terintegrasi

 

Data SIKIKI disusun per provinsi, mencakup seluruh wilayah Indonesia. Sistem ini juga mengakomodasi data primer maupun sekunder, dan mendukung analisis lintas waktu dan wilayah.

 

3. Akses Berjenjang untuk Pengguna

 

Ada hierarki pengguna, di mana lembaga nasional seperti BPS bisa mengisi data nasional, sedangkan kontraktor mengisi data proyek dan perusahaan masing-masing.

 

Statistik Terkait: Industri konstruksi Indonesia pada 2006 terdiri dari lebih dari 124.000 perusahaan, di mana 88% adalah perusahaan kecil dan menengah.

 

 

Tantangan Implementasi: Integrasi dan Koordinasi

 

Implementasi SIKIKI tidak bebas hambatan. Salah satu tantangan utama adalah integrasi data.

 

Beberapa kendala yang ditemukan saat uji coba awal meliputi:

  • Ketidakkonsistenan data antar lembaga.
  • Kurangnya komitmen dalam pengumpulan dan pemeliharaan data.
  • Lemahnya koordinasi antar instansi.

 

Solusi yang Diusulkan

 

Penulis paper mengusulkan pembentukan lembaga pengelola data SIKIKI yang didukung:

  • BPS sebagai agen utama pengumpulan data.
  • LPJK sebagai badan regulator kontraktor.
  • Departemen PU untuk penetapan kebijakan wajib data sharing.
  • Partisipasi aktif perusahaan jasa konstruksi.

Kolaborasi erat inilah yang menjadi kunci keberhasilan SIKIKI dalam jangka panjang.

 

Dampak Praktis: Meningkatkan Daya Saing Global

 

Keberadaan SIKIKI memiliki potensi besar untuk:

  • Meningkatkan Transparansi: Data kinerja terbuka bagi semua pihak.
  • Meningkatkan Daya Saing: Memudahkan pengambilan keputusan berbasis bukti.
  • Menghemat Biaya: Identifikasi best practice nasional maupun internasional untuk efisiensi.
  • Mendorong Kolaborasi: Membangun komunitas konstruksi berbasis data.

Jika berhasil, SIKIKI dapat menjadi fondasi utama Indonesia untuk bersaing di pasar konstruksi ASEAN dan dunia.

 

 

Kritik dan Catatan Tambahan

 

Meski ambisius, SIKIKI di masa awal peluncurannya masih sebatas prototipe. Beberapa kritik penting:

  • Belum tersedia mekanisme penalti untuk perusahaan yang tidak menyerahkan data.
  • Ketergantungan tinggi pada kemauan institusi pemerintah yang kadang lambat merespons.
  • Masih terbatasnya integrasi data dari proyek swasta murni.

 

 

Ke depannya, perlu ada:

  • Regulasi yang lebih ketat.
  • Platform berbasis mobile untuk kemudahan input data.
  • Insentif untuk perusahaan yang berpartisipasi aktif.

 

 

Penutup: Arah Masa Depan

 

Sistem Informasi Kinerja Industri Konstruksi Indonesia (SIKIKI) adalah langkah awal penting dalam membangun industri konstruksi berbasis data yang adaptif dan kompetitif. Keberhasilan sistem ini akan bergantung pada kolaborasi multi-pihak, konsistensi data, dan inovasi berkelanjutan.

 

Dengan pengembangan yang berkesinambungan, SIKIKI berpotensi menjadi game changer dalam dunia konstruksi Indonesia — dari proyek kecil hingga megaproyek nasional.

 

 

Referensi

 

Muhamad Abduh, Biemo W. Soemardi, Reini D. Wirahadikusumah. (2007). Sistem Informasi Kinerja Industri Konstruksi Indonesia: Kebutuhan Akan Benchmarking dan Integrasi Informasi. Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil I (KoNTekS I), Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 

Costa, D.B., dkk. (2006). Benchmarking Initiatives in the Construction Industry. Journal of Management in Engineering, Vol. 22, No. 4, p. 158–167.

Camp, R.C. (1995). Business Process Benchmarking: Finding and Implementing Best Practices. ASQC Quality Press.

Selengkapnya
Sistem Informasi Kinerja Industri Konstruksi Indonesia: Solusi Benchmarking dan Integrasi Data di Era Globalisasi
« First Previous page 15 of 18 Next Last »