Keselamatan Kerja
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025
Dalam industri petrokimia, keselamatan kerja menjadi prioritas utama mengingat risiko tinggi yang melekat dalam setiap aktivitasnya. Berdasarkan laporan Safety Performance Indicator untuk Oil and Gas Producers (OGP) tahun 2018, tercatat 2 kematian di dalam perusahaan dan 29 kematian yang melibatkan kontraktor. Dengan Fatal Accident Rate (FAR) sebesar 1,20 per 1 juta jam kerja untuk kontraktor dibandingkan dengan 0,31 di dalam perusahaan, jelas bahwa risiko keselamatan bagi kontraktor lebih tinggi. Oleh karena itu, implementasi Contractor Safety Management System (CSMS) menjadi solusi penting dalam mengelola keselamatan kerja kontraktor, sebagaimana yang dilakukan oleh PT Pupuk Kujang.
PT Pupuk Kujang, sebagai perusahaan petrokimia dengan tingkat risiko tinggi, telah menerapkan enam tahapan dalam pelaksanaan CSMS, yaitu:
Namun, dalam studi ini ditemukan adanya kelemahan dalam tahap prakualifikasi, di mana kontraktor lokal telah ditunjuk sebagai pemenang tender sebelum dinyatakan lolos tahap prakualifikasi. Hal ini menimbulkan risiko terhadap kepatuhan terhadap standar keselamatan.
Berdasarkan hasil penelitian di PT Pupuk Kujang, ditemukan bahwa implementasi CSMS belum berjalan optimal. Berikut beberapa temuan utama:
Perbandingan dengan Industri Lain
Jika dibandingkan dengan implementasi CSMS di PT Pupuk Sriwijaya, ditemukan bahwa PT Pupuk Kujang memiliki kelemahan dalam tahap komunikasi antara departemen pengadaan dan HSE (Health, Safety, and Environment). Sementara di PT Petrokimia Gresik, sistem CSMS telah lebih terstruktur dengan adanya kriteria minimal bagi kontraktor untuk lolos seleksi. Di sektor lain seperti pertambangan, penelitian di perusahaan tambang batu bara menunjukkan bahwa tahapan prakualifikasi lebih ketat, dengan evaluasi menyeluruh terhadap dokumen keselamatan sebelum kontraktor dapat bekerja di lapangan. Hal ini menyoroti perlunya peningkatan pengawasan dalam implementasi CSMS di PT Pupuk Kujang.
Rekomendasi
Untuk meningkatkan efektivitas CSMS di PT Pupuk Kujang, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan adalah:
Kesimpulan
Implementasi CSMS di PT Pupuk Kujang telah berjalan dengan baik dalam beberapa aspek, namun masih terdapat kelemahan terutama dalam tahap prakualifikasi kontraktor. Dengan meningkatnya angka kecelakaan kerja yang lebih tinggi pada kontraktor dibandingkan dengan pekerja internal perusahaan, penting bagi PT Pupuk Kujang untuk memperbaiki sistem seleksi dan pengawasan terhadap kontraktor. Dengan penerapan rekomendasi di atas, diharapkan implementasi CSMS dapat lebih efektif dalam mengurangi risiko kecelakaan kerja.
Sumber: Wardhani, Y. D. K. (2022) ‘Implementation of Contractor Safety Management System as a Requirement for Partners at a Petrochemical Company’, The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 11(1), pp. 1-11.
Keselamatan Kerja
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025
Dalam dunia penerbangan, keselamatan menjadi aspek utama yang tidak dapat diabaikan. Safety Management System (SMS) adalah pendekatan sistematis dalam mengelola keselamatan, termasuk struktur organisasi, akuntabilitas, kebijakan, dan prosedur. Meski implementasi SMS di program penerbangan perguruan tinggi masih bersifat sukarela, banyak institusi yang telah menerapkannya sebagai bagian dari upaya peningkatan keselamatan.
Penelitian oleh Foster dan Adjekum (2022) menyoroti hubungan antara implementasi SMS dan persepsi budaya keselamatan dalam berbagai program penerbangan di perguruan tinggi di Amerika Serikat. Studi ini menemukan adanya kesenjangan pemahaman mengenai SMS di kalangan mahasiswa, instruktur penerbangan bersertifikat (Certified Flight Instructors/CFI), dan pemimpin keselamatan.
Studi ini melibatkan tiga program penerbangan perguruan tinggi dengan tingkat implementasi SMS yang berbeda:
Melalui wawancara semi-terstruktur, ditemukan bahwa mayoritas mahasiswa dan CFI tidak memahami secara mendalam tentang SMS dan implementasinya. Mereka cenderung mengasosiasikan SMS hanya dengan sistem pelaporan keselamatan, padahal SMS mencakup aspek yang lebih luas seperti manajemen risiko dan pengawasan keselamatan.
Peran CFI dalam Budaya Keselamatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa CFI memiliki peran krusial dalam membentuk persepsi mahasiswa terhadap budaya keselamatan. Beberapa temuan utama:
Implikasi Implementasi SMS
1. Kurangnya Pemahaman SMS
Salah satu temuan penting adalah kurangnya pemahaman mahasiswa dan CFI terhadap SMS. Bahkan ketika diberikan pertanyaan spesifik mengenai jenis SMS yang digunakan di institusi mereka, banyak yang tidak dapat memberikan jawaban yang tepat. Hal ini menunjukkan perlunya pendidikan lebih lanjut mengenai SMS di lingkungan akademik.
2. Peran Pelatihan Keselamatan
Mahasiswa dan CFI lebih banyak belajar tentang keselamatan melalui interaksi sehari-hari daripada melalui pelatihan formal. Oleh karena itu, penting untuk memasukkan SMS dalam kurikulum penerbangan dan memastikan CFI memahami perannya dalam membentuk budaya keselamatan.
3. Kebutuhan Umpan Balik dalam Pelaporan Keselamatan
Mahasiswa dan CFI cenderung enggan melaporkan insiden keselamatan jika mereka tidak mendapatkan umpan balik yang jelas. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian umpan balik terhadap laporan keselamatan dapat meningkatkan partisipasi dalam sistem pelaporan dan memperkuat budaya keselamatan.
Rekomendasi
Berdasarkan temuan penelitian, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan di program penerbangan perguruan tinggi adalah:
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa SMS memiliki potensi besar dalam meningkatkan budaya keselamatan di program penerbangan perguruan tinggi. Namun, keberhasilan implementasi SMS sangat bergantung pada pemahaman dan partisipasi aktif mahasiswa dan CFI. Dengan meningkatkan edukasi SMS, memperkuat peran CFI, dan memastikan sistem pelaporan yang efektif, institusi dapat membangun budaya keselamatan yang lebih baik.
Sumber: Foster, R. A. & Adjekum, D. K. (2022). ‘A Qualitative Review of the Relationship between Safety Management Systems (SMS) and Safety Culture in Multiple-Collegiate Aviation Programs’. Collegiate Aviation Review International, 40(1), 63-94.
Keselamatan Kerja
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025
Industri minyak dan gas offshore menghadapi tantangan besar dalam menjaga keselamatan operasional. Dengan risiko tinggi akibat kondisi lingkungan ekstrem, kesalahan manusia, dan kegagalan peralatan, industri ini harus menerapkan langkah-langkah keselamatan yang lebih maju untuk mencapai zero-incident operations. Studi oleh Aderamo et al. (2024) menyajikan kerangka konseptual untuk meningkatkan keselamatan dengan teknologi canggih dan pendekatan manajemen keselamatan berbasis budaya organisasi.
Studi Kasus dan Data
Penelitian ini menyajikan beberapa studi kasus dari platform minyak offshore yang telah menerapkan langkah-langkah keselamatan inovatif. Beberapa angka penting dari studi ini meliputi:
Teknologi Keselamatan yang Diusulkan
1. Pemeliharaan Prediktif dengan AI
2. Pemantauan Real-time dengan IoT
3. Pelatihan Keselamatan dengan Virtual Reality (VR)
Regulasi dan Budaya Keselamatan
Penerapan teknologi saja tidak cukup tanpa komitmen terhadap budaya keselamatan. Perusahaan yang sukses dalam mencapai zero-incident operations memiliki ciri:
Kesimpulan dan Rekomendasi
Dengan kombinasi teknologi canggih, budaya keselamatan, dan regulasi ketat, industri offshore dapat bergerak menuju zero-incident operations. Studi ini menunjukkan bahwa langkah-langkah seperti pemeliharaan prediktif, pemantauan IoT, dan pelatihan VR dapat mengurangi risiko dan meningkatkan efisiensi.
Rekomendasi Utama:
Sumber: Aderamo, A. T., Olisakwe, H. C., Adebayo, Y. A., & Esiri, A. E. (2024). ‘Towards Zero-Incident Offshore Operations: Conceptualizing Advanced Safety Safeguards’. International Journal of Engineering Research and Development, 20(11), 216-233.
Keselamatan Kerja
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025
Keselamatan kerja merupakan aspek yang sangat penting dalam industri, terutama dalam lingkungan kerja yang memiliki risiko tinggi terhadap kecelakaan mata. Salah satu bentuk perlindungan yang digunakan adalah kacamata keselamatan sebagai bagian dari Alat Pelindung Diri (APD). Namun, banyak pekerja yang enggan menggunakan kacamata keselamatan secara konsisten. Penelitian oleh Bazán Deza (2022) meneliti bagaimana kualitas kacamata keselamatan, kesadaran pekerja terhadap keselamatan diri (self-care), serta kondisi kerja mempengaruhi penerimaan penggunaan kacamata keselamatan.
Studi Kasus dan Data Statistik
Penelitian ini dilakukan di sebuah organisasi industri yang memiliki tingkat risiko tinggi terhadap cedera mata. Beberapa temuan utama dari studi ini meliputi:
Dari hasil uji hipotesis menggunakan uji chi-square (X² < 0,05), ditemukan bahwa kualitas kacamata keselamatan dan kesadaran pekerja memiliki pengaruh signifikan terhadap penerimaan penggunaan APD.
Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Kacamata Keselamatan
1. Kualitas Kacamata Keselamatan
2. Kesadaran Pekerja terhadap Keselamatan (Self-Care)
3. Kondisi Kerja dan Pengaruh Ergonomi
Strategi Meningkatkan Kepatuhan Penggunaan APD
Untuk meningkatkan kepatuhan pekerja dalam menggunakan kacamata keselamatan, beberapa rekomendasi dapat diterapkan:
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa penerimaan penggunaan kacamata keselamatan dipengaruhi oleh kualitas APD, kesadaran pekerja, serta kondisi kerja. Dengan peningkatan standar kualitas kacamata keselamatan, edukasi keselamatan yang lebih baik, serta pengawasan yang ketat, kepatuhan terhadap penggunaan APD dapat ditingkatkan secara signifikan.
Sumber: Bazán Deza, R. G. (2022). ‘Impact of Quality and Self-Care on The Acceptance of Safety Glasses in an Organization’. Industrial Data, 25(2), 233-259. Universidad Nacional Mayor de San Marcos, Lima, Perú.
Keselamatan Kerja
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025
Keselamatan dalam dunia penerbangan adalah aspek utama yang tidak dapat diabaikan, terutama dalam program penerbangan perguruan tinggi yang melatih calon pilot dan tenaga profesional industri penerbangan. Penelitian yang dilakukan oleh Foster dan Adjekum (2022) menyoroti hubungan antara implementasi Safety Management System (SMS) dengan persepsi budaya keselamatan di berbagai program penerbangan perguruan tinggi di Amerika Serikat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara semi-terstruktur untuk memahami bagaimana mahasiswa, instruktur penerbangan bersertifikat (CFI), dan pemimpin keselamatan memandang SMS dan budaya keselamatan di institusi mereka.
Studi Kasus dan Temuan Utama
1. Variasi Implementasi SMS di Perguruan Tinggi
Studi ini melibatkan tiga institusi penerbangan dengan tingkat implementasi SMS yang berbeda:
Hasil wawancara menunjukkan bahwa banyak mahasiswa dan CFI tidak memahami SMS secara mendalam. Mayoritas mengasosiasikan SMS hanya dengan sistem pelaporan keselamatan, tanpa memahami aspek yang lebih luas seperti manajemen risiko dan evaluasi keselamatan.
2. Peran CFI dalam Membentuk Budaya Keselamatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa CFI memiliki peran krusial dalam membentuk persepsi budaya keselamatan mahasiswa. Beberapa poin penting terkait peran CFI:
3. Kurangnya Pemahaman tentang SMS
Salah satu temuan utama penelitian ini adalah bahwa sebagian besar mahasiswa dan CFI tidak memahami secara spesifik jenis SMS yang diterapkan di institusi mereka. Bahkan ketika diberikan pertanyaan spesifik mengenai fase implementasi SMS, mereka tidak dapat memberikan jawaban yang tepat.
Hal ini menunjukkan bahwa perlu ada edukasi lebih lanjut mengenai SMS dalam kurikulum penerbangan serta integrasi konsep keselamatan dalam pelatihan sehari-hari.
4. Kebutuhan Umpan Balik dalam Pelaporan Keselamatan
Mahasiswa dan CFI enggan melaporkan insiden keselamatan jika mereka tidak mendapatkan umpan balik yang jelas dari laporan mereka. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian umpan balik terhadap laporan keselamatan dapat meningkatkan partisipasi dalam sistem pelaporan dan memperkuat budaya keselamatan.
Rekomendasi
Berdasarkan temuan penelitian, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan di program penerbangan perguruan tinggi adalah:
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa SMS memiliki potensi besar dalam meningkatkan budaya keselamatan di program penerbangan perguruan tinggi. Namun, keberhasilan implementasi SMS sangat bergantung pada pemahaman dan partisipasi aktif mahasiswa serta CFI. Dengan meningkatkan edukasi SMS, memperkuat peran CFI, dan memastikan sistem pelaporan yang efektif, institusi dapat membangun budaya keselamatan yang lebih baik.
Sumber: Foster, A. R. & Adjekum, D. K. (2022). ‘A Qualitative Review of the Relationship between Safety Management Systems (SMS) and Safety Culture in Multiple-Collegiate Aviation Programs’. Collegiate Aviation Review International, 40(1), 63-94.
Keselamatan Kerja
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025
Keselamatan dalam industri minyak dan gas merupakan aspek krusial yang berpengaruh pada keselamatan pekerja, aset perusahaan, serta lingkungan. Artikel oleh Adikwu et al. (2024) membahas pendekatan Process Safety Management (PSM) dalam memitigasi risiko operasional dan meningkatkan keselamatan kerja. Dengan tingginya tingkat kecelakaan yang terjadi di sektor ini akibat kebakaran, ledakan, dan kebocoran gas beracun, implementasi PSM yang efektif menjadi kunci dalam mengurangi risiko.
Studi Kasus dan Data Statistik
Dalam penelitian ini, beberapa temuan utama dari implementasi PSM dalam industri minyak dan gas meliputi:
Data ini menunjukkan bahwa pendekatan berbasis teknologi dan budaya keselamatan yang kuat dapat meningkatkan keselamatan dan kepatuhan terhadap regulasi industri.
Komponen Utama dalam Manajemen Keselamatan Proses
1. Analisis Bahaya Proses (Process Hazard Analysis - PHA)
2. Investigasi Insiden dan Manajemen Perubahan
3. Integritas Mekanis dan Pemeliharaan Prediktif
4. Budaya Keselamatan dan Kepemimpinan
Tantangan dalam Implementasi PSM
Meskipun manfaat PSM telah terbukti, beberapa tantangan dalam implementasinya mencakup:
Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan dalam Industri Minyak dan Gas
Kesimpulan
Dengan mengadopsi pendekatan berbasis teknologi, budaya keselamatan, dan kepemimpinan yang kuat, industri minyak dan gas dapat secara signifikan mengurangi risiko kecelakaan dan meningkatkan efisiensi operasional. Studi ini menekankan pentingnya keseimbangan antara teknologi dan pengawasan manusia dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman.
Sumber: Adikwu, F. E., Esiri, A. E., Aderamo, A. T., Akano, O. A., & Erhueh, O. V. (2024). ‘Advancing Process Safety Management Systems in the Oil and Gas Industry: Strategies for Risk Mitigation’. World Journal of Engineering and Technology Research, 03(02), 001–010.