Keamanan Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 24 Juni 2025
Air, Ketahanan, dan Masa Depan Sahel
Wilayah G5 Sahel—yang terdiri dari Burkina Faso, Chad, Mali, Mauritania, dan Niger—merupakan salah satu kawasan paling rapuh di dunia, baik dari segi sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Laporan “Strengthening Regional Water Security for Greater Resilience in the G5 Sahel” dari World Bank (2021) hadir di tengah krisis multidimensi: pertumbuhan penduduk pesat, kemiskinan ekstrem, perubahan iklim, konflik agraria, dan migrasi massal. Paper ini mengulas secara mendalam bagaimana keamanan air (water security) menjadi fondasi utama bagi ketahanan ekonomi, sosial, dan stabilitas kawasan, serta menawarkan kerangka baru untuk intervensi regional yang lebih efektif.
Konteks: Mengapa Keamanan Air di Sahel Begitu Mendesak?
Sahel adalah zona transisi antara Sahara dan Afrika sub-Sahara, dengan curah hujan rendah dan variabilitas iklim ekstrem. Populasi kawasan ini diproyeksikan hampir dua kali lipat dari 86 juta menjadi 173 juta pada tahun 2040, dengan 47% penduduk berusia di bawah 15 tahun. Pertumbuhan penduduk yang pesat, urbanisasi, dan perubahan iklim akan memangkas separuh ketersediaan air per kapita dalam 20 tahun ke depan, mendorong sebagian besar negara G5 Sahel ke status rawan air.
Meskipun secara nasional ketersediaan air tahunan masih mencukupi, disparitas spasial dan temporal menyebabkan sebagian besar penduduk tetap hidup dalam ketidakamanan air. Hanya sebagian kecil populasi yang memiliki akses ke sungai permanen; sisanya sangat bergantung pada hujan musiman yang tidak menentu. Keterbatasan investasi, lemahnya kapasitas institusi, serta distribusi air yang tidak merata memperburuk situasi ini.
Akses Air dan Sanitasi: Tantangan Kesehatan dan Pembangunan
Sekitar 40% penduduk G5 Sahel belum memiliki akses ke air bersih, dan hampir 80% tidak memiliki sanitasi layak. Di Chad, hanya 38,7% penduduk yang memiliki akses air dasar, dan angka sanitasi dasar bahkan di bawah 10%. Di pedesaan, angka ini lebih buruk lagi: hanya 30% rumah tangga di Chad yang memiliki akses air dasar, dan kurang dari 2% memiliki sanitasi dasar. Akibatnya, penyakit diare dan infeksi menjadi penyebab utama kematian anak di bawah lima tahun, dengan tingkat kematian akibat air tidak aman mencapai 101 per 100.000 di Chad—dua kali lipat rata-rata Afrika Sub-Sahara.
Kualitas pelayanan air dan sanitasi yang buruk juga berkontribusi pada polusi, kerusakan lingkungan, dan kerugian ekonomi besar. Di Niger, kerugian ekonomi akibat WASH (Water, Sanitation, and Hygiene) yang tidak memadai diperkirakan lebih dari 10% PDB. Di Bamako, limbah tinja dibuang langsung ke Sungai Niger tanpa pengolahan, memperparah polusi dan risiko kesehatan.
Pertanian dan Irigasi: Kunci Ketahanan Pangan dan Tantangan Efisiensi
Sektor pertanian menyerap 51–97% pengambilan air di negara-negara G5 Sahel. Dengan 36 juta hektar lahan pertanian (hanya 10% dari total wilayah), pertanian menyumbang 30–40% PDB nasional dan hingga 80% lapangan kerja di Chad. Namun, hanya 38% potensi irigasi yang telah dikembangkan, dan separuhnya tidak berfungsi optimal. Biaya pembangunan irigasi di Afrika Sub-Sahara sangat tinggi, rata-rata US$11.800 per hektar, dibandingkan US$3.900 di wilayah lain. Banyak petani di Mauritania dan Mali meninggalkan irigasi karena biaya pemeliharaan melebihi keuntungan.
Studi kasus di Mali menunjukkan bahwa rehabilitasi jaringan irigasi dapat menggandakan produktivitas pertanian tanpa perlu ekspansi besar-besaran. Pemerintah Mali, misalnya, meminta dukungan untuk merehabilitasi 34.000 hektar lahan irigasi yang akan langsung menguntungkan lebih dari 120.000 orang. Namun, proyek irigasi besar juga rawan memicu konflik baru jika tidak dikelola secara adil.
Pastoralisme: Pilar Ekonomi yang Terpinggirkan
Sekitar 13% penduduk Afrika Barat adalah pastoral, dengan 87% angkatan kerja di Niger terlibat dalam peternakan. Sektor ini menyumbang 25% PDB G5 Sahel dan 40% PDB pertanian. Namun, jaringan titik air pastoral sangat kurang dan banyak yang rusak, membatasi mobilitas ternak dan meningkatkan risiko overgrazing serta konflik dengan petani. Pertumbuhan lahan pertanian 2,5 kali lipat sejak 1960-an telah mengurangi padang rumput kritis sebesar 13%, sementara populasi ternak meningkat 2,5 kali lipat, memperbesar persaingan lahan dan air.
Air Lintas Batas: Sumber Daya Bersama, Sumber Konflik
Sebagian besar aktivitas ekonomi G5 Sahel bergantung pada sungai lintas negara seperti Niger, Senegal, Volta, dan Chad. Namun, hanya 2% lahan pertanian di basin-basin ini yang diirigasi, jauh di bawah potensi. Pembangunan bendungan, irigasi, dan pengambilan air tanpa koordinasi lintas negara berisiko memicu ketimpangan, kerusakan ekosistem, dan konflik antarnegara.
Potensi energi hidro di kawasan ini juga besar, namun baru 17% yang dikembangkan. Sungai Niger, misalnya, baru memanfaatkan 13% dari kapasitas hidro 15.000 MW-nya. Kerjasama lintas negara sangat penting untuk memaksimalkan manfaat ekonomi dan sosial dari sumber daya air bersama.
Air, Konflik, dan Migrasi: Siklus Rapuh di Sahel
G5 Sahel adalah salah satu kawasan paling rentan konflik di dunia, dengan dua pertiga penduduk tinggal di area berisiko konflik dan lebih dari 3,5 juta orang mengungsi. Ketidakamanan air memperburuk fragilitas ini melalui tiga saluran utama:
Studi Kasus: Danau Chad dan Delta Niger
Danau Chad, yang menjadi sumber penghidupan bagi 13 juta orang, kini menyusut drastis akibat pengambilan air berlebihan dan perubahan iklim. Migrasi massal dan konflik bersenjata (misal Boko Haram) memperburuk krisis. Delta Niger di Mali juga menghadapi tantangan serupa: pembangunan bendungan dan irigasi di hulu mengurangi banjir musiman, mengancam ekosistem dan penghidupan lebih dari 1 juta orang yang bergantung pada pertanian resesi banjir dan perikanan.
Solusi: Diversifikasi, Kolaborasi, dan Pendekatan Problem-Driven
Paper ini merekomendasikan pergeseran paradigma dari pendekatan normatif (IWRM klasik) ke pendekatan problem-driven (“problemshed”). Artinya, solusi harus disesuaikan dengan skala dan konteks masalah—baik lokal, lintas batas, maupun regional—dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Empat strategi utama:
Kritik dan Analisis
Kekuatan Laporan
Tantangan dan Kekurangan
Relevansi Global dan Industri
Rekomendasi Kebijakan
Kesimpulan: Air sebagai Fondasi Ketahanan dan Perdamaian Sahel
Laporan ini menegaskan bahwa keamanan air bukan sekadar isu teknis, melainkan fondasi utama bagi ketahanan, pertumbuhan ekonomi, dan perdamaian di Sahel. Tanpa reformasi tata kelola, investasi cerdas, dan kolaborasi lintas batas, kawasan ini akan terus terjebak dalam siklus krisis air, kemiskinan, dan konflik. Namun, dengan strategi yang tepat, Sahel dapat bertransformasi menjadi kawasan yang lebih tangguh, inklusif, dan berkelanjutan.
Sumber Artikel Asli
Strengthening Regional Water Security for Greater Resilience in the G5 Sahel, World Bank, 2021.
Logistik Cerdas
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 24 Juni 2025
Pendahuluan
Last-mile logistics (LML) merujuk pada tahap akhir distribusi, yaitu pengiriman dari pusat distribusi ke pelanggan. Tantangan utama dalam LML adalah efisiensi biaya, kecepatan pengiriman, dan kenyamanan pelanggan. Studi ini mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi konsumen terhadap inovasi dalam LML, seperti self-collection lockers, pick-up points, dan crowdshipping, serta bagaimana faktor-faktor tersebut membentuk keputusan pelanggan.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini melakukan systematic literature review (SLR) terhadap 21 jurnal peer-reviewed yang membahas faktor adopsi inovasi LML oleh pelanggan. Data dikumpulkan dari ScienceDirect, Emerald Insight, Wiley Online Library, dan Taylor & Francis, dengan rentang waktu 2012-2023.
Temuan Utama
1. Biaya dan Efisiensi Last-Mile Logistics
2. Model Inovatif dalam Last-Mile Delivery
3. Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Konsumen terhadap Inovasi LML
Tantangan dalam Implementasi Inovasi LML
Kesimpulan & Rekomendasi
Paper ini menegaskan bahwa adopsi konsumen terhadap inovasi last-mile logistics sangat dipengaruhi oleh kenyamanan, keamanan, dan efisiensi biaya. Rekomendasi utama untuk meningkatkan adopsi LML:
Sumber Artikel: Firdausa, Muhammad Iqbal (2023). Consumer’s Adoption of Last Mile Logistics Innovation: A Systematic Literature Review. Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik, Vol. 10, No. 01.
Logistik Cerdas
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 24 Juni 2025
Pendahuluan
Urbanisasi dan perkembangan e-commerce telah meningkatkan kebutuhan akan logistik last mile yang efisien dan berkelanjutan. Last mile delivery menjadi tantangan utama dalam distribusi barang, terutama di kota pintar (smart cities) yang menekankan efisiensi transportasi dan keberlanjutan lingkungan. Paper ini mengeksplorasi model distribusi logistik last mile di Metropolitan Recife, Brasil, dan membandingkannya dengan implementasi di berbagai smart cities global.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan studi kasus dengan pengumpulan data melalui kuesioner terhadap manajer perusahaan logistik di Metropolitan Recife. Selain itu, kajian ini juga mengacu pada literatur global mengenai model logistik last mile seperti locker systems, crowdshipping, dan pick-up points.
Temuan Utama
1. Tingginya Biaya Last Mile Delivery
2. Model Distribusi Logistik di Smart Cities
3. Studi Kasus: Logistik Last Mile di Metropolitan Recife
Tantangan Implementasi Logistik Last Mile di Smart Cities
Kesimpulan & Rekomendasi
Penelitian ini menunjukkan bahwa logistik last mile memainkan peran kunci dalam efisiensi rantai pasok di smart cities. Model seperti pick-up points, lockers, dan crowdshipping dapat mengurangi biaya dan dampak lingkungan. Rekomendasi utama untuk kota-kota yang ingin meningkatkan efisiensi last mile delivery:
Sumber Artikel: Queiroz, Alessandro P. F. & Guimarães, Djalma (2022). Last Mile Trips: Logistics Distribution Infrastructure in Smart Cities and the Experiences of Service Provision in the Metropolitan Region of Recife - PE. Revista Nacional de Gerenciamento de Cidades, Vol. 10, No. 76.
Kebijakan Infrastruktur Air
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 24 Juni 2025
Industri air global sedang mengalami transformasi digital yang signifikan, didorong oleh kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi operasional, mengurangi biaya, dan memastikan keberlanjutan. Buku A Strategic Digital Transformation for the Water Industry yang diterbitkan oleh International Water Association (IWA) menyoroti peran kunci teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), digital twins, dan ketahanan dinamis dalam menghadapi tantangan seperti perubahan iklim, urbanisasi, dan penuaan infrastruktur. Artikel ini akan membahas temuan utama dari buku tersebut, termasuk studi kasus, angkaangka relevan, serta implikasi bagi masa depan industri air.
1. Kecerdasan Buatan (AI) dalam Industri Air
AI telah menjadi tulang punggung transformasi digital di industri air, membantu utilitas mengoptimalkan operasi, memprediksi kegagalan aset, dan meningkatkan layanan pelanggan. Beberapa contoh penerapannya meliputi:
Deteksi Kebocoran Pipa: Sistem berbasis AI seperti Event Detection System (EDS) di Inggris mampu memproses data dari 7.000 sensor setiap 15 menit, mengurangi kebocoran air hingga 30% dan meningkatkan respons terhadap kegagalan infrastruktur (Romano et al., 2014).
Pemantauan Kualitas Air: AI digunakan untuk menganalisis data sensor secara realtime, memprediksi perubahan kualitas air, dan mengoptimalkan proses pengolahan. Misalnya, Aquasuite® di Singapura mengurangi konsumsi energi aerasi hingga 15% melalui kontrol prediktif (IWA, 2022).
Inspeksi Aset Otomatis: Teknologi computer vision memungkinkan analisis CCTV saluran pembuangan secara otomatis, mengidentifikasi kerusakan dengan akurasi tinggi dan mengurangi ketergantungan pada inspeksi manual (Myrans et al., 2018).
2. Digital Twins: Replika Digital untuk Optimasi Operasional
Digital twins adalah model virtual yang mereplikasi aset fisik seperti instalasi pengolahan air atau jaringan distribusi. Mereka memanfaatkan data realtime untuk simulasi dan prediksi, memberikan manfaat seperti:
Manajemen Banjir: Di Gothenburg, Swedia, digital twins digunakan untuk memprediksi aliran air limbah selama hujan lebat, mengurangi limpasan combined sewer overflow (CSO) hingga 50% (Pedersen et al., 2021).
Optimasi Pengolahan Air Limbah: Changi Water Reclamation Plant di Singapura menggunakan digital twins untuk memprediksi kinerja pabrik 5 hari ke depan, meningkatkan stabilitas operasi dan mengurangi konsumsi kimia (IWA, 2022).
3. Ketahanan Dinamis: Menghadapi Perubahan Iklim dan Tekanan Sosial
Ketahanan dinamis (dynamic resilience) adalah pendekatan baru yang memanfaatkan data historis untuk memahami bagaimana sistem air merespons stresor seperti perubahan iklim atau pandemi. Contoh penerapannya:
Respons terhadap COVID19: Data dari Thames Water menunjukkan bahwa lockdown mengubah pola aliran air limbah, memengaruhi kinerja instalasi pengolahan. Pemantauan berbasis data membantu utilitas beradaptasi dengan perubahan ini (Holloway et al., 2021).
Adaptasi Perubahan Iklim: Peningkatan intensitas hujan sebesar 12–24% (Fischer et al., 2014) memaksa utilitas untuk mengembangkan sistem prediksi yang lebih akurat guna menghindari banjir dan polusi.
4. Tantangan dan Masa Depan Transformasi Digital
Meskipun potensinya besar, transformasi digital di industri air menghadapi beberapa tantangan:
Namun, dengan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan akademisi, transformasi digital dapat mempercepat pencapaian Sustainable Development Goal (SDG) 6: air bersih dan sanitasi untuk semua.
Kesimpulan
Transformasi digital bukan lagi pilihan, melainkan keharusan bagi industri air. AI, digital twins, dan ketahanan dinamis telah membuktikan manfaatnya dalam meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan memastikan keberlanjutan. Dengan mengatasi tantangan integrasi data dan keamanan siber, industri air dapat membangun sistem yang lebih tangguh di masa depan.
Sumber : A Strategic Digital Transformation for the Water Industry, International Water Association (IWA), 2022.
Kebijakan Infrastruktur Air
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 24 Juni 2025
Pendahuluan
Laporan Renewable Energy Policies in a Time of Transition oleh IRENA, IEA, dan REN21 (2018) memberikan analisis komprehensif tentang kebijakan energi terbarukan di sektor listrik, transportasi, serta pemanas dan pendingin. Dengan fokus pada tantangan dan peluang transisi energi, laporan ini menawarkan wawasan berharga bagi pembuat kebijakan, pelaku industri, dan masyarakat umum.
Tren Global Energi Terbarukan
1. Sektor Listrik:
Kapasitas terpasang energi terbarukan mencapai 2.000 GW pada 2016, dengan tenaga air mendominasi (56%), diikuti angin (23%) dan surya (15%).
2. Sektor Transportasi:
3. Pemanas dan Pendingin:
Studi Kasus Kebijakan
1. Swedia: Pajak Karbon & Distrik Pemanas
2. India: Tantangan Clean Cooking
3. Brazil: Sukses Biofuel dengan Kendaraan Fleksibel
Tantangan & Rekomendasi Kebijakan
1. Integrasi Sistem:
Tingginya variabilitas energi surya dan angin membutuhkan fleksibilitas jaringan, seperti penyimpanan baterai dan smart grids.
2. Ketimpangan Sektoral:
Kebijakan terbarukan masih terpusat di sektor listrik, sementara transportasi dan pemanas tertinggal.
3. Subsidi Fosil vs. Terbarukan:
Subsidi fosil global 4x lebih besar daripada terbarukan, menghambat transisi.
4. Peran Pemangku Kepentingan:
Kotakota seperti São Paulo (40% pemanas air surya di gedung baru) dan korporasi (RE100) menjadi aktor kunci.
Kesimpulan
Transisi energi terbarukan membutuhkan pendekatan holistik yang mencakup:
Laporan ini menegaskan bahwa meski kemajuan signifikan telah dicapai, akselerasi kebijakan dan kolaborasi global tetap penting untuk memenuhi target Perjanjian Paris.
Sumber: IRENA, IEA, and REN21. Renewable Energy Policies in a Time of Transition. 2018.
Kebijakan Infrastruktur Air
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 24 Juni 2025
Urbanisasi pesat, krisis air bersih, dan perubahan iklim adalah realitas yang kini dihadapi kota-kota besar di seluruh dunia. Kota bukan hanya pusat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga sumber utama emisi karbon dan konsumsi sumber daya air. Menurut proyeksi, pada tahun 2050, 83% populasi Eropa akan tinggal di perkotaan, dan hampir separuh populasi urban dunia akan menghadapi risiko kekurangan air (UN, 2019). Tantangan ini menuntut solusi inovatif dan terintegrasi, salah satunya melalui penerapan Smart Water Resource Management (SWRM) dalam kerangka kota cerdas berkelanjutan.
Artikel ini mengulas secara mendalam konsep SWRM, hambatan implementasinya, serta pembelajaran dari studi kasus Barcelona sebagai pionir kota cerdas di bidang manajemen air. Dengan menyoroti data, wawancara ahli, dan rekomendasi praktis, artikel ini relevan untuk pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat yang ingin mendorong transformasi kota berkelanjutan.
Smart Water Resource Management: Fondasi Kota Masa Depan
Definisi dan Manfaat SWRM
SWRM adalah pendekatan pengelolaan air berbasis teknologi digital—seperti Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence, dan Big Data—untuk meningkatkan efisiensi, keandalan, dan keberlanjutan layanan air. SWRM memungkinkan:
Teknologi SWRM telah berkembang pesat, namun implementasinya di kota-kota dunia, termasuk di Eropa, masih menghadapi banyak tantangan.
SWRM dan Sustainable Smart Cities
Kota cerdas berkelanjutan (Sustainable Smart Cities/SSC) bukan sekadar kota digital, melainkan ekosistem yang mengintegrasikan teknologi, masyarakat, dan lingkungan. Menurut Yigitcanlar et al. (2019), kota cerdas harus memenuhi lima pilar: sustainability, governance, accessibility, livability, dan wellbeing. SWRM menjadi kunci untuk mewujudkan kota yang inklusif, tangguh, dan ramah lingkungan.
Studi Kasus Barcelona: Laboratorium Hidup Kota Cerdas Air
Mengapa Barcelona?
Barcelona dipilih sebagai studi kasus karena:
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara semi-terstruktur pada 9 pakar (teknisi, manajer, ilmuwan, dan NGO) di sektor air Barcelona. Data dikumpulkan dan dianalisis untuk mengidentifikasi hambatan implementasi serta strategi mengatasinya.
Barcelona sebagai Kota Cerdas Air
Barcelona telah menerapkan berbagai teknologi SWRM, seperti:
Keberhasilan Barcelona didorong oleh kolaborasi lintas sektor, dukungan kebijakan pemerintah, dan keterlibatan aktif masyarakat.
Hambatan Implementasi SWRM: Temuan Kunci dari Barcelona
Meskipun teknologi SWRM sudah tersedia, proses implementasi di Barcelona mengungkap sejumlah hambatan utama yang juga relevan di kota lain:
Kompleksitas Manajemen dan Koordinasi
Manajemen SWRM membutuhkan koordinasi lintas lembaga—pemerintah, operator air, sektor swasta, dan masyarakat. Kompleksitas ini sering kali memperlambat pengambilan keputusan dan inovasi.
Resistensi terhadap Risiko dan Perubahan
Budaya aversi risiko dan ketakutan akan kegagalan membuat banyak pemangku kepentingan enggan mengadopsi teknologi baru. Hal ini diperparah oleh kurangnya pemahaman manfaat jangka panjang SWRM.
Kekurangan Regulasi dan Dukungan Kebijakan
Regulasi yang belum adaptif terhadap inovasi digital dan perlindungan data menjadi penghalang utama. Di Eropa, misalnya, penerapan GDPR (General Data Protection Regulation) menuntut kehati-hatian ekstra dalam pengelolaan data air.
Keterbatasan Sumber Daya Keuangan dan SDM
Investasi awal SWRM tergolong tinggi, baik untuk infrastruktur maupun pelatihan SDM. Kota sering kali kesulitan memperoleh dana dan tenaga ahli yang memadai.
Tantangan Etika dan Keamanan Data
Kekhawatiran privasi dan keamanan siber menjadi isu penting, terutama karena SWRM sangat bergantung pada data real-time dan sistem digital yang rentan serangan.
Kurangnya Partisipasi dan Motivasi Warga
Keterlibatan warga terbukti menjadi faktor penentu keberhasilan SWRM. Namun, masih banyak masyarakat yang belum memahami atau termotivasi untuk berpartisipasi aktif.
Studi Kasus dan Angka-Angka Penting
Strategi Mengatasi Hambatan: Pembelajaran dari Barcelona
1. Meningkatkan Kolaborasi dan Kepemimpinan
Kolaborasi lintas sektor dan kepemimpinan yang kuat dari pemerintah kota sangat krusial. Barcelona berhasil membentuk tim lintas lembaga yang fokus pada inovasi air.
2. Mendorong Inovasi Kebijakan dan Regulasi
Kebijakan progresif yang mendukung inovasi, seperti insentif untuk investasi teknologi dan perlindungan data yang seimbang, mempercepat adopsi SWRM.
3. Edukasi dan Pelibatan Masyarakat
Kampanye edukasi dan pelibatan warga secara aktif—melalui aplikasi pelaporan, workshop, dan insentif—berhasil meningkatkan partisipasi dan kepedulian masyarakat terhadap air.
4. Pengembangan SDM dan Transfer Pengetahuan
Pelatihan intensif untuk operator dan pengelola air, serta pertukaran pengetahuan dengan kota lain, memperkuat kapasitas SDM lokal.
5. Pendanaan Inovatif
Pendanaan campuran (public-private partnership) dan akses ke dana Eropa menjadi kunci Barcelona dalam membiayai proyek SWRM.
6. Penerapan Teknologi Adaptif
Teknologi SWRM yang adaptif dan modular lebih mudah diintegrasikan dan di-upgrade sesuai kebutuhan kota.
Kritik dan Analisis Tambahan
Kelebihan Pendekatan Barcelona
Tantangan yang Masih Tersisa
Perbandingan dengan Studi Lain
Penelitian lain di negara berkembang menyoroti hambatan serupa, namun lebih berat pada aspek pendanaan dan infrastruktur dasar. Di Asia Tenggara, misalnya, tantangan utama adalah ketersediaan air baku dan infrastruktur digital yang belum merata.
Relevansi dengan Tren Global dan Industri
Transformasi SWRM di Barcelona sejalan dengan agenda SDG 6 dan 11 PBB, serta tren industri smart city global yang menekankan integrasi teknologi, kolaborasi, dan keberlanjutan. Banyak kota di dunia, seperti Singapura dan Kopenhagen, juga mulai meniru model Barcelona dalam pengelolaan air cerdas.
Rekomendasi Praktis untuk Kota Lain
Kesimpulan
Smart Water Resource Management adalah fondasi utama kota cerdas berkelanjutan. Studi kasus Barcelona membuktikan bahwa keberhasilan SWRM tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada kolaborasi, kebijakan adaptif, edukasi masyarakat, dan penguatan SDM. Kota lain dapat belajar dari pengalaman Barcelona untuk menembus hambatan implementasi dan membangun masa depan urban yang tangguh, inklusif, dan berkelanjutan.
Sumber artikel: Höpken, L. M. (2022). Towards reduced policy implementation barriers applicable to smart water resources management: a qualitative analysis. Westfälische Wilhelms-Universität Münster, University of Twente.