Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika melaporkan bahwa akan ada 10.789 aktivitas gempa bumi di Indonesia pada tahun 2023. Jumlah ini melebihi rata-rata gempa bumi tahunan yang mencapai 7.000 kali. Dari total jumlah gempa yang tercatat, gempa yang dirasakan oleh masyarakat terjadi sebanyak 861 kali, 24 di antaranya menyebabkan kerusakan signifikan pada bangunan, terutama rumah tinggal.
"Ada pepatah mengatakan bahwa bukan gempanya yang mematikan, melainkan kegagalan struktur bangunan dalam menahan beban gempa yang dihasilkan oleh gempa. Indonesia yang sering terkena dampak aktivitas seismik menghadapi konsekuensi serius seperti kerusakan struktur bangunan, terutama perumahan," ujar Dr. Dipl.-Ing. Nuraziz Handika, S.T., M.T., M.Sc., Dosen Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
Dia menambahkan bahwa gempa bumi menyebabkan getaran fisik pada bangunan dan menunjukkan kekurangan dalam aspek desain dan konstruksi. Kelemahan-kelemahan ini membahayakan integritas struktural dan meningkatkan risiko kerusakan fatal pada bangunan selama gempa bumi.
Nuraziz Handika menyoroti masalah detail penulangan dan sambungan pada bangunan yang menjadi salah satu penyebab terbesar kerusakan struktur bangunan. Menurutnya, kualitas bahan bangunan, detail penulangan, dan sambungan pada dinding, kolom, dan balok menjadi faktor utama penyebab kerusakan dan keruntuhan fasilitas umum, fasilitas sosial, rumah tinggal, dan bangunan sederhana lainnya saat diguncang gempa.
"Untuk membuat bangunan tahan gempa, perlu diperhatikan aspek-aspek, seperti sambungan, pemilihan, dan persiapan material sebelum digunakan, detail pekerjaan penulangan, penahan dinding ke kolom, detail penulangan balok kolom, dan hal lainnya agar sesuai dengan standar. Sebagai contoh, diperlukan panjang angkur yang sesuai pada sambungan antara kolom dan balok sloof, dimana tulangan kolom di bagian atas dan bawah/pondasi kolom harus lebih besar minimal 40 kali diameter," ujar Dr.
Nuraziz, dosen struktur dengan konsentrasi penelitian pada fenomena keretakan dan kerusakan material konstruksi, mengungkapkan bahwa standar yang digunakan sebagai acuan adalah yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Nuraziz memberikan contoh perhitungan yang baik mengenai angkur baja untuk kolom dan dinding bata agar lebih mudah dipahami. Dia berkata, "Dalam hal ini, jika diameter tulangan yang digunakan adalah 10 mm, maka panjang angkur minimum harus 40 cm ke kanan dan ke kiri sudut bangunan. Angkur ini diaplikasikan pada setiap enam lapis bata. Selanjutnya, angkur besi dicor pada pasangan bata sebagai pengikat antara kolom dan dinding. Dengan cara ini, sambungan atau angkur akan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan."
Prinsip yang sama juga berlaku untuk sambungan pada gunung (atap) dan sudut dinding. Penahan yang tepat diperlukan pada kolom-kolom di tengah dinding yang terhubung ke segitiga atap pelana dan pada kolom-kolom yang bertemu dengan sudut dinding. Nuraziz mengatakan bahwa untuk membuat sebuah bangunan tahan gempa, ada beberapa persyaratan dasar, diantaranya adalah bahan bangunan yang berkualitas baik, adanya dimensi struktur yang sesuai, sambungan yang baik pada elemen struktur utama, dan kualitas pekerjaan yang baik. Perlu diperhatikan bahwa pekerjaan ini tidak terlihat secara kasat mata dan baru akan teruji ketika gempa terjadi. Oleh karena itu, patuhilah proses dan standar dalam pembangunan gedung untuk menjaga keselamatan kita bersama," ujar Dr. Nuraziz, lulusan doktoral dari Institut National des Sciences Appliquées de Toulouse, Perancis.
Heri Hermansyah, ST, M.Eng, IPU mengatakan, "Dalam menghadapi ancaman gempa bumi yang sering melanda Indonesia, kita perlu mengetahui bagaimana konstruksi bangunan yang kita tinggali dapat memberikan perlindungan yang optimal bagi penghuninya. Menerapkan prinsip-prinsip konstruksi tahan gempa, seperti pemilihan material yang tepat, sambungan struktur yang kuat, dan desain yang mempertimbangkan kerentanan terhadap goncangan, menjadi kunci dalam upaya melindungi rumah dari dampak kerusakan yang mungkin timbul akibat gempa bumi."
Disadur dari: www.ui.ac.id
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025
Polusi air adalah kontaminasi badan air, biasanya sebagai akibat dari aktivitas manusia, yang berdampak negatif pada penggunaannya. Badan air termasuk danau, sungai, lautan, akuifer, waduk, dan air tanah. Polusi air terjadi ketika kontaminan bercampur dengan badan-badan air ini. Kontaminan dapat berasal dari salah satu dari empat sumber utama: pembuangan limbah, kegiatan industri, kegiatan pertanian, dan limpasan perkotaan termasuk air hujan. Polusi air dapat berupa polusi air permukaan atau polusi air tanah. Bentuk polusi ini dapat menyebabkan banyak masalah, seperti degradasi ekosistem air atau penyebaran penyakit yang ditularkan melalui air ketika orang menggunakan air yang tercemar untuk minum atau irigasi. Masalah lainnya adalah polusi air mengurangi jasa ekosistem (seperti menyediakan air minum) yang seharusnya disediakan oleh sumber daya air.
Sumber polusi air dapat berupa sumber titik atau sumber non-titik. Sumber titik memiliki satu penyebab yang dapat diidentifikasi, seperti saluran pembuangan air hujan, instalasi pengolahan air limbah, atau tumpahan minyak. Sumber non-titik lebih menyebar, seperti limpasan pertanian. Polusi adalah hasil dari efek kumulatif dari waktu ke waktu. Polusi dapat berupa zat beracun (misalnya, minyak, logam, plastik, pestisida, polutan organik yang persisten, produk limbah industri), kondisi yang penuh tekanan (misalnya, perubahan pH, hipoksia atau anoksia, peningkatan suhu, kekeruhan yang berlebihan, perubahan salinitas), atau masuknya organisme patogen. Kontaminan dapat berupa zat organik dan anorganik. Penyebab umum polusi termal adalah penggunaan air sebagai pendingin oleh pembangkit listrik dan produsen industri.
Pengendalian pencemaran air membutuhkan infrastruktur dan rencana pengelolaan yang tepat serta undang-undang. Solusi teknologi dapat mencakup peningkatan sanitasi, pengolahan limbah, pengolahan air limbah industri, pengolahan air limbah pertanian, pengendalian erosi, pengendalian sedimen, dan pengendalian limpasan perkotaan (termasuk pengelolaan air hujan).
Disadur dari: en.wikipedia.org
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025
Membangun ibu kota baru Indonesia: analisis mendalam mengenai prospek dan tantangan dari ibu kota Jakarta saat ini ke Kalimantan.
1. Perkenalan
Indonesia, sebuah negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau termasuk Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, dan memiliki populasi 273.879.750 jiwa, menduduki peringkat keempat di dunia (BPS, Citation2022). Populasi penduduknya tidak tersebar merata di seluruh nusantara, dengan sekitar 57% tinggal di Pulau Jawa. Konsentrasi demografis ini telah menciptakan ketergantungan ekonomi pada pulau ini, dengan sekitar 59% kontribusi ekonomi Indonesia berasal dari Jawa. Namun, karena luas lahan yang terbatas dan kepadatan penduduk yang tinggi, Pulau Jawa telah menjadi sangat padat, sehingga menimbulkan berbagai masalah, termasuk degradasi lingkungan, kemacetan lalu lintas, dan polusi udara yang parah (Bappenas, Citation2021). Jakarta, ibu kota Indonesia, terletak di Pulau Jawa dan berfungsi sebagai pusat ekonomi, sosial, dan politik dalam skala nasional dan regional. Saat ini, pemerintah Indonesia sedang merelokasi ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan.
Menurut (Hackbarth & De Vries, Citation2021), salah satu alasan utama untuk membangun ibu kota baru adalah masalah lingkungan yang dihadapi Jakarta. Setiap tahun, permukaan tanah di Jakarta turun sekitar 3-10 sentimeter, yang menyebabkan konsekuensi lingkungan yang parah. Selain itu, lokasi fisiografis Jakarta membuatnya sangat rentan terhadap bencana alam, dengan sekitar 50% dari tanahnya sangat rentan terhadap banjir, aktivitas gunung berapi, dan gempa bumi yang berpotensi tsunami. Kelebihan populasi, konsentrasi penduduk, dan pembangunan yang berlebihan di Jakarta telah mengakibatkan dampak buruk yang parah, yang mendasari keputusan untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan.
2. Tinjauan Pustaka
Merelokasi ibu kota negara di negara berkembang sangat menantang, dan tentu saja, semua pelajaran dari proyek-proyek relokasi sebelumnya harus dipertimbangkan karena kompleksitas struktur dan fungsi ibu kota negara. Winter (Kutipan2005), Neilson dkk. (Kutipan1972) dan Ghalib dkk. (Kutipan2021) berpendapat bahwa ibu kota negara secara signifikan berbeda dengan kota lainnya. Ibu kota adalah sebuah kota kosmopolitan karena adanya misi diplomatik internasional, lembaga pemerintah, dan beragam peluang ekonomi di sektor publik. Dengan demikian, secara teknis, ibu kota negara adalah pusat kekuasaan suatu negara. Karakteristik lain dari ibu kota negara termasuk identitas nasional yang koheren dan terpadu yang dibentuk oleh infrastruktur dan fungsi tertentu seperti pusat layanan, pembuatan kebijakan pemerintah, dan tingkat keamanan yang tinggi.
3. Metode
Studi ini menggunakan pendekatan multidimensi; metodologi campuran dan triangulasi pengumpulan data sekunder digunakan untuk menyelidiki kompleksitas dan tantangan yang terkait dengan inisiatif pemindahan ibu kota Indonesia. Upaya ini bertujuan untuk melihat potensi konsekuensi dari pergeseran monumental tersebut, tidak hanya untuk lintasan pembangunan Jakarta dan Kalimantan, tetapi juga untuk aspirasi pembangunan nasional secara keseluruhan.
Metodologi yang mendasari penelitian ini mencakup serangkaian wawancara terstruktur dengan informan-informan penting yang diambil dari kelompok perwakilan yang dipilih dengan cermat baik dari organisasi pemerintah maupun non-pemerintah. Selain sumber data primer ini, dilakukan pula analisis konten yang ketat. Hal ini melibatkan eksplorasi yang cermat, sistematis, dan mendalam terhadap literatur terkait yang selaras dengan tema utama, sehingga dapat memfasilitasi sintesis pengetahuan yang sudah ada dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan yang ada. Aspek penting dari penelitian ini adalah penyertaan wawasan dari 15 informan kunci, yang kontribusinya sangat penting dalam membentuk narasi penelitian ini. Para informan ini berasal dari berbagai latar belakang, termasuk akademisi, tokoh-tokoh berpengaruh di lembaga swadaya masyarakat, warga Jakarta, dan pejabat tinggi pemerintah.
4. Kesimpulan
Indonesia sedang berada di puncak dari sebuah upaya transformasi: pemindahan ibu kota. Pemindahan ini bukan hanya tentang mengubah kursi administratif, tetapi juga merupakan pernyataan visi, ambisi, dan langkah bangsa ke masa depan. Dibayangkan untuk mengimbangi pertumbuhan Jakarta yang meluas dan masalah lingkungan, ibu kota baru ini bertujuan untuk melambangkan modernitas, inklusivitas, dan keberlanjutan. Sebagaimana diuraikan dalam RPJMN 2020-2024, proyek ini memiliki struktur keuangan yang komprehensif dan terencana dengan cermat, mencari dana dari sumber publik dan swasta. Cetak biru yang terperinci ini menandai komitmen pemerintah untuk meletakkan dasar-dasar bagi sebuah kota yang dirancang untuk abad ke-21 dan seterusnya.
Namun, seperti halnya semua usaha yang ambisius, proyek ini memiliki tantangan. Jakarta, kota metropolitan yang ramai dan telah menjadi ibu kota negara, akan mempertahankan dominasi budaya dan ekonominya. Ketahanan kota ini sangat penting, mengingat tantangan lingkungannya, terutama kerentanannya terhadap penurunan permukaan tanah dan banjir. Di sisi lain, kemunculan ibu kota baru ini menghadirkan peluang yang menguntungkan, terutama bagi sektor swasta. Sektor swasta dapat membina hubungan simbiosis mutualisme dengan tujuan pemerintah melalui investasi strategis di bidang infrastruktur, real estat, dan berbagai fasilitas. Kemitraan ini akan digarisbawahi oleh model pendapatan yang mencakup biaya pengguna langsung, konsesi, manfaat pajak, dan banyak lagi, yang mendorong pertumbuhan bersama.
Disadur dari: www.tandfonline.com
Green Supply Chain Management
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025
Pendahuluan
Studi "Green Supply Chain Management for Competitive Advantage" oleh Jamila Nasser Malti (2021) menyoroti pentingnya implementasi Green Supply Chain Management (GSCM) sebagai strategi untuk meningkatkan keunggulan kompetitif organisasi. Berdasarkan model keberlanjutan perusahaan, penelitian ini mengeksplorasi pendekatan yang diambil oleh manajer rantai pasokan untuk mengintegrasikan praktik ramah lingkungan ke dalam operasi mereka, termasuk penggunaan teknologi dan manajemen pemasok. Dengan pendekatan kualitatif berbasis kasus tunggal, penelitian ini mengidentifikasi praktik utama GSCM, seperti pengadaan hijau, distribusi hijau, dan pemulihan investasi, sebagai faktor kunci dalam mencapai keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan wawancara semi-terstruktur dengan delapan peserta, terdiri dari empat pemimpin perusahaan dan empat staf operasional rantai pasokan di sebuah perusahaan manufaktur di Lebanon. Data juga dikumpulkan melalui dokumen arsip perusahaan dan dianalisis menggunakan analisis tematik untuk mengidentifikasi pola dan tema utama.
Temuan Utama
Studi Kasus dan Data Pendukung
Rekomendasi Strategis
Kesimpulan
Studi ini menunjukkan bahwa implementasi GSCM memberikan keuntungan kompetitif yang signifikan bagi organisasi, termasuk pengurangan biaya operasional, peningkatan efisiensi, dan peningkatan citra perusahaan. Dengan fokus pada keterlibatan menyeluruh, sertifikasi lingkungan, dan penggunaan alat pengukuran seperti Balanced Scorecard, perusahaan dapat menciptakan dampak positif yang berkelanjutan bagi lingkungan dan bisnis mereka.
Sumber Artikel:
Malti, J. N. (2021). Green Supply Chain Management for Competitive Advantage. Doctoral Dissertation, Walden University.