Rekayasa Fondasi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 29 April 2025
Di tengah pesatnya perkembangan kota modern, pemanfaatan ruang bawah tanah menjadi sebuah keniscayaan. Tak hanya digunakan untuk basement bertingkat pada gedung pencakar langit, ruang ini juga menampung subway, pusat perbelanjaan bawah tanah, hingga fasilitas pertahanan sipil. Namun, seiring meningkatnya skala dan kedalaman penggalian, tantangan teknis dan risiko keselamatan pun meningkat secara eksponensial. Dalam konteks ini, monitoring galian pondasi (foundation pit monitoring) menjadi aspek vital untuk memastikan stabilitas struktur dan keselamatan lingkungan sekitar proyek.
Artikel ilmiah karya S.M. Zhang, J. Qian, Q.Y. Zhang, Y.S. Huang, dan X.Q. Wang dari Zhejiang University City College, memberikan tinjauan menyeluruh terhadap perkembangan riset dan teknologi dalam monitoring galian pondasi, baik secara global maupun domestik di Tiongkok. Artikel ini tidak hanya mengupas teori dasar, tetapi juga membahas inovasi alat ukur, sistem peringatan dini, studi kasus proyek nyata, hingga permasalahan aktual di lapangan.
Sejarah dan Evolusi Riset Monitoring Galian Pondasi
Global: Dari Teori Terzaghi ke Teknologi EMI
Riset monitoring galian pondasi secara global dimulai sejak tahun 1930-an oleh Terzaghi, bapak geoteknik, yang memperkenalkan metode total stress approach untuk memperkirakan kestabilan tanah dan beban struktur penahan. Pada 1950-an, pendekatan analisis heaving oleh Bjerrum dan Eide memperkaya studi deformasi tanah. Tahun 1960-an, instrumen monitoring mulai digunakan di tanah lunak Oslo dan Mexico City, meningkatkan akurasi prediksi berdasarkan data pengukuran nyata.
Memasuki abad ke-21, teknologi semakin berkembang. Venu Gopal Madhav Annamdas dan Yaowen Yang memperkenalkan penggunaan teknologi electromechanical impedance (EMI) untuk memantau struktur penahan galian. Ini menandai transisi dari metode mekanik konvensional ke sistem cerdas berbasis sensor dan jaringan informasi.
Tiongkok: Lompatan Besar Sejak Reformasi Ekonomi
Di Tiongkok, perkembangan signifikan dimulai pada 1980-an seiring kebijakan reformasi dan pembukaan ekonomi. Proyek konstruksi besar-besaran bermunculan, mendorong kebutuhan akan sistem monitoring yang lebih canggih.
Beberapa pencapaian penting antara lain:
Studi Kasus: Monitoring dan Dampak Penggalian pada Terowongan Sekitar
Salah satu isu yang paling menonjol dalam pembangunan bawah tanah adalah dampak penggalian terhadap terowongan atau infrastruktur sekitar. Dua studi penting diangkat dalam artikel:
1. Proyek East Road Overpass
2. Proyek Shanghai Square
Perkembangan Sistem Peringatan Dini & Manajemen Data
Salah satu tantangan utama dalam monitoring galian pondasi adalah integrasi dan konsistensi sistem peringatan dini. Banyak proyek masih menggunakan perangkat sederhana seperti theodolite atau water level gauge, dan frekuensi observasi bervariasi tergantung operator—dari satu kali seminggu hingga lebih dari sepuluh hari.
Solusi Inovatif:
Penggunaan Teknologi Baru dan Kecerdasan Buatan
Dalam upaya meningkatkan akurasi, beberapa teknologi mutakhir mulai diterapkan:
Masalah Aktual di Lapangan
Meskipun banyak inovasi telah dilakukan, sejumlah masalah teknis tetap menghantui proyek monitoring pondasi:
Analisis Kritis & Rekomendasi Tambahan
1. Perlunya Standarisasi Nasional
Tiongkok masih menghadapi kurangnya standarisasi nasional dalam monitoring galian pondasi. Mengingat tingginya risiko kecelakaan, pengembangan standar seperti frekuensi minimal monitoring, jenis sensor wajib, dan protokol integrasi data perlu segera dilakukan.
2. Pembelajaran dari Industri Internasional
Sektor konstruksi di negara-negara maju telah mengadopsi sistem Building Information Modelling (BIM) dan sensor IoT dalam integrasi sistem monitoring. Langkah ini dapat menjadi acuan bagi negara-negara berkembang dalam memperkuat fondasi digital pada proyek-proyek infrastruktur bawah tanah.
3. Kombinasi Prediktif AI & Big Data
Penerapan AI melalui model prediktif deret waktu, neural network, atau deep learning pada kumpulan data deformasi dari ribuan proyek serupa bisa meningkatkan akurasi peringatan dini secara signifikan. Industri dapat mengembangkan data lake nasional untuk monitoring pondasi guna mendukung sistem berbasis pembelajaran mesin secara berkelanjutan.
Kesimpulan: Jalan Panjang Menuju Monitoring Pintar yang Tangguh
Monitoring galian pondasi telah mengalami lompatan besar dari alat ukur manual menuju teknologi prediktif berbasis sensor dan data. Namun, tantangan seperti integrasi sistem, akurasi alat, serta penerapan teknologi mutakhir masih menjadi pekerjaan rumah. Studi ini menggarisbawahi bahwa masa depan monitoring pondasi terletak pada otomatisasi, integrasi data, dan kecerdasan buatan.
Dengan semakin banyaknya pembangunan bawah tanah dan meningkatnya tuntutan keselamatan, sistem monitoring yang canggih bukan lagi pelengkap—tetapi fondasi utama bagi konstruksi modern yang aman dan berkelanjutan.
Sumber asli : Zhang, S.M., Qian, J., Zhang, Q.Y., Huang, Y.S., & Wang, X.Q. The Research Review on Monitoring of Foundation Pit. Zhejiang University City College, China. Dipresentasikan pada International Conference on Information Technology and Management Innovation (ICITMI 2015).
Rekayasa Fondasi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 29 April 2025
Pendahuluan: Menyatukan Teknologi dan Tanah dalam Geoteknik
Dalam dunia konstruksi, tanah adalah risiko terbesar dan paling tak terduga. Terlebih di negara seperti Bangladesh, yang dipenuhi sungai dan memiliki kondisi tanah yang sangat heterogen. Penelitian oleh Debojit Sarker, Md. Zoynul Abedin, Jewel Sarker & Zahirul Quaium dari Bangladesh University of Engineering and Technology membahas penggunaan MATLAB untuk memprediksi log bor berdasarkan data SPT (Standard Penetration Test) dan distribusi butiran tanah, sebagai solusi cerdas untuk efisiensi biaya dan perencanaan geoteknik yang lebih akurat.
Studi ini menggabungkan analisis numerik, pemetaan kontur, dan validasi model untuk prediksi risiko likuifaksi tanah dalam konteks proyek besar: Janjira Approach Road dari Padma Multipurpose Bridge Project.
Latar Belakang: Mengapa Data Tanah Sangat Penting?
Pekerjaan geoteknik membutuhkan pemahaman menyeluruh terhadap kondisi bawah permukaan. Namun, investigasi tanah sering kali dibatasi oleh anggaran, bukan oleh kebutuhan teknis. Hal ini menyebabkan:
Bangladesh, dengan geologi aluvial dan latar belakang gempa, membutuhkan metode canggih untuk memprediksi profil tanah secara spasial di luar titik pengujian.
Tujuan Penelitian
Fokus utama:
Lokasi Studi: Jalan Pendekat Janjira – Padma Bridge
Rincian lokasi:
Kondisi geologi:
Metodologi: Model MATLAB untuk Prediksi Log Bor
1. Input Data
Total data: lebih dari 600 data point dari 15 titik bor
2. Tools MATLAB yang Digunakan
3. Hasil Model
Studi Kasus: Evaluasi Risiko Likuifaksi
1. Apa Itu Likuifaksi?
Likuifaksi terjadi ketika tanah jenuh air berubah menjadi cair karena tekanan air pori tinggi akibat gempa. Ini menyebabkan:
2. Parameter Analisis
3. Skema Uji:
Validasi Model: Gempa Nepal 2015
Data Gempa:
Rumus Attenuasi PGA (Ulusay et al., 2004):
Untuk menguji keandalan model prediksi berbasis MATLAB, penelitian ini melakukan validasi menggunakan gempa nyata, yaitu gempa Nepal tahun 2015 dengan magnitudo 7.8 Mw. Rumus attenuasi dari Ulusay et al. (2004) digunakan untuk memperkirakan Peak Ground Acceleration (PGA) dengan formula:
log PGA = 0.65M – 0.9 log R – 0.44, di mana M adalah magnitudo gempa dan R adalah jarak dari sumber gempa (dalam kilometer). Dengan M = 7.8 dan R = 830 km, diperoleh nilai PGA sebesar ±0.12g. Hasil analisis menunjukkan bahwa untuk magnitudo 6.7, baik nilai Liquefaction Potential Index (LPI) hasil pengujian langsung (in-situ) maupun prediksi menunjukkan kategori "None". Sementara itu, untuk magnitudo 7.8, baik data in-situ maupun hasil prediksi menyatakan kategori "Low". Kesimpulannya, model berbasis MATLAB ini mampu memprediksi nilai LPI dan distribusi SPT dengan akurasi tinggi, menjadikannya alat yang praktis dan andal untuk perencanaan infrastruktur tahan gempa di daerah rawan likuifaksi.
Kelebihan Model dan Nilai Tambah
Efisiensi Proyek:
Aplikasi Lanjutan:
Kritik Konstruktif:
Implikasi Industri: Mengubah Cara Kita Melihat Tanah
Penelitian ini menunjukkan bahwa teknologi seperti MATLAB:
Bangladesh, dan juga negara lain seperti Indonesia, sangat diuntungkan jika pendekatan ini digunakan di:
Kesimpulan: Teknologi untuk Konstruksi yang Lebih Aman
Model prediktif berbasis MATLAB terbukti:
Studi ini menginspirasi pentingnya integrasi data dan komputasi numerik dalam teknik sipil masa depan.
Sumber : Sarker, Debojit; Abedin, Md. Zoynul; Sarker, Jewel; Quaium, Zahirul (2015). Use of MATLAB in Identifying Borehole Log at a Particular Location of a Site. IABSE-JSCE Joint Conference on Advances in Bridge Engineering-III, Dhaka, Bangladesh.
Rekayasa Fondasi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 29 April 2025
Pendahuluan: Belajar dari Kegagalan dalam Teknik Geoteknik
Dalam dunia teknik sipil dan geoteknik, kegagalan struktur seperti runtuhnya jembatan, longsor tambang, atau kebocoran bendungan bukan hanya menimbulkan kerugian material, tapi juga bisa mengorbankan nyawa. Untuk mencegah kejadian serupa terulang, diperlukan metode sistematis untuk menyelidiki penyebab utamanya—Root Cause Analysis (RCA).
Makalah karya Prof. Dr. Heinz Konietzky dari TU Bergakademie Freiberg ini menjelaskan bagaimana RCA diterapkan dalam berbagai kasus teknik geoteknik. Artikel ini merangkum, menganalisis, dan mengembangkan isi dari paper tersebut dengan menambahkan konteks industri, studi kasus nyata, serta kritik dan relevansi terhadap praktik masa kini.
Apa Itu Root Cause Analysis dan Mengapa Penting?
Root Cause Analysis (RCA) adalah teknik investigasi mendalam untuk mencari penyebab utama suatu kegagalan. Bukan sekadar menyalahkan faktor di permukaan, RCA menggali hingga akar masalah agar solusi yang diambil benar-benar mencegah kegagalan berulang. RCA digunakan di berbagai sektor:
Tujuan Utama RCA:
Metodologi RCA: Pendekatan yang Berlapis
Makalah ini memaparkan beragam metode RCA, masing-masing dengan pendekatan dan kekuatannya:
Kekuatan Utama RCA: Data
Tidak ada RCA tanpa data. Proses pengumpulan data mencakup:
Aplikasi RCA: Studi Kasus Lapangan
1. Jembatan: Studi Kegagalan Jembatan Zijin, Tiongkok
Data:
Penyebab utama keruntuhan:
Metodologi: FTA dan SEA digunakan untuk menyusun diagram pohon kesalahan. Alur kegagalan jembatan divisualisasikan, dari awal kerusakan hingga kolaps total.
Ilustrasi:
FTA menunjukkan hubungan langsung antara X1 (arus air tinggi), X2 (beban lalu lintas berlebih), hingga G1 (keruntuhan total).
2. Pertambangan Batubara Bawah Tanah
Temuan Utama:
Dampak: Kegagalan desain penyangga atap yang menyebabkan roof fall (runtuhnya atap tambang).
Metode: FTA dan klasifikasi geomekanik digunakan untuk membentuk sistem dukungan penyangga baru.
Contoh Visual:
RCA berbentuk diagram menyimpulkan bahwa kelembaban dan keberadaan patahan adalah dua pemicu utama.
3. Kontrol Tanah di Tambang Batuan Keras
Penelitian oleh Dey & Barclay (2018) menemukan 10 faktor penyebab utama dari 40 yang diteliti, antara lain:
Solusi yang Disarankan:
4. Sumur Penyimpanan Garam
Studi oleh Berest et al. (2019) menunjukkan bahwa kebocoran pada casing dan semen sebagian besar disebabkan:
Tindakan Pencegahan:
5. Bendungan dan Fasilitas Penyimpanan Tailing
Metode RCA:
Penyebab Umum Kegagalan Bendungan:
Langkah Mitigasi:
Analisis Tambahan dan Kritis
Relevansi RCA dengan Industri Konstruksi Modern
Dalam proyek infrastruktur berskala besar, seperti IKN Nusantara di Indonesia, RCA bisa menjadi alat penting untuk mencegah kegagalan fondasi, jembatan, dan bendungan. RCA membantu manajemen proyek memahami akar masalah teknis sebelum muncul di lapangan.
Opini Kritis: Kekuatan dan Kelemahan RCA
Kekuatan:
Kelemahan:
Hubungan RCA dengan Tren Teknologi
Integrasi RCA dengan machine learning dan sensor IoT semakin berkembang. Dengan algoritma prediktif, sistem RCA masa depan bisa memetakan potensi kegagalan secara otomatis sebelum terjadi. Digital twin juga memungkinkan visualisasi RCA berbasis simulasi digital.
Kesimpulan: RCA adalah Investasi Keamanan
Root Cause Analysis bukan hanya alat investigasi pascakejadian, tetapi fondasi untuk membangun sistem teknik geoteknik yang lebih tahan bencana. Dari studi jembatan di Tiongkok, tambang batubara Afrika Selatan, hingga sumur penyimpanan garam global, penerapan RCA telah terbukti menyelamatkan biaya, waktu, dan yang terpenting—nyawa. RCA mengajarkan kita satu hal penting: setiap kegagalan menyimpan pelajaran, jika kita cukup bijak untuk mencarinya.
Sumber : Konietzky, Heinz (2021). Root Cause Analysis in Geotechnical Engineering – An Introduction. TU Bergakademie Freiberg.
Rekayasa Fondasi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 29 April 2025
Penelitian yang dilakukan oleh Josef Musílek, Petr Hrubý, dan Ondrej Stopka, dosen dari Institute of Technology and Business di České Budějovice, Republik Ceko, mengeksplorasi secara mendalam karakteristik tanah pasir sebagai tanah dasar fondasi bangunan. Artikel yang berjudul "Diversity of Characteristics of Sandy Soils in Relation to Foundation Engineering" ini dipresentasikan pada World Multidisciplinary Earth Sciences Symposium (WMESS) 2016 dan diterbitkan dalam IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. Penelitian ini memfokuskan pada analisis daya dukung tanah pasir, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan memberikan rekomendasi praktis untuk teknik fondasi.
Pendahuluan dan Klasifikasi Tanah Pasir
Tanah pasir merupakan salah satu jenis tanah non-kohesif yang memiliki karakteristik beragam dalam konteks rekayasa fondasi. Musílek dkk. menjelaskan bahwa tanah pasir didefinisikan sebagai kelompok tanah dengan ukuran butir antara 0,06 hingga 2 mm. Dalam konteks fondasi bangunan, tanah pasir dapat dibagi menjadi lima kelas berbeda, yaitu S1 hingga S5, masing-masing dengan karakteristik dan nilai daya dukung yang bervariasi.
Standar CSN 73 1001 (Standar Republik Ceko tentang Fondasi Struktur, Tanah Dasar di bawah Fondasi Dangkal) digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini untuk menilai kesesuaian tanah pasir sebagai tanah dasar fondasi. Para peneliti berfokus pada kategori geoteknik 1, yang mencakup struktur kecil dan sederhana dengan risiko yang minimal. Dalam kategori ini, penilaian desain fondasi bangunan dilakukan berdasarkan pengalaman dan survei geoteknik tanpa perlu pengujian lapangan yang mahal.
Karakteristik Daya Dukung Tanah Pasir
Daya dukung tanah pasir sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Nilai perkiraan daya dukung ditentukan berdasarkan standar CSN 73 1001 dan berlaku hingga kedalaman fondasi 1 meter. Untuk struktur yang lebih kompleks dan kedalaman fondasi yang lebih besar, pengujian di lokasi (in situ) diperlukan.
Penelitian ini menemukan bahwa nilai daya dukung tanah pasir sangat bergantung pada:
Hasil analisis menunjukkan pola yang menarik dalam nilai daya dukung tanah pasir berdasarkan lebar fondasi dan kelas tanah:
Pengaruh Lebar Fondasi
Penelitian menganalisis empat lebar fondasi yang berbeda: 0,5 meter, 1 meter, 3 meter, dan 6 meter. Fondasi dengan lebar 3 meter secara konsisten menunjukkan nilai daya dukung tertinggi untuk semua kelas tanah pasir (S1-S5). Nilai maksimum daya dukung mencapai 800 kPa untuk tanah pasir bergradasi baik (S1/SW).
Untuk fondasi dengan lebar 6 meter, nilai daya dukung lebih rendah, dengan nilai tertinggi mencapai 600 kPa (75% dari nilai maksimum) untuk kelas S1. Tren penurunan nilai daya dukung berlanjut untuk lebar fondasi 1 meter, dengan nilai tertinggi 500 kPa (62,5%) untuk kelas S1, dan mencapai nilai terendah untuk lebar fondasi 0,5 meter, dengan nilai tertinggi hanya 300 kPa (37,5%) untuk kelas S1.
Data menunjukkan bahwa fondasi dengan lebar 3 meter adalah yang paling optimal dalam kaitannya dengan daya dukung untuk semua kelas tanah pasir. Secara keseluruhan, perbedaan antara nilai daya dukung tertinggi dan terendah (antara kelas S1 dan S5) mencapai 575 kPa (72%) untuk lebar fondasi 3 meter.
Pengaruh Kelas Tanah Pasir
Penelitian ini menunjukkan bahwa kelas S1 (SW, pasir bergradasi baik) memiliki nilai daya dukung tertinggi untuk semua lebar fondasi, sedangkan kelas S5 (SC, pasir lempungan) memiliki nilai daya dukung terendah. Penurunan nilai daya dukung terjadi secara bertahap dari kelas S1 hingga S5:
Pola serupa juga diamati untuk lebar fondasi lainnya, meskipun dengan nilai absolut yang berbeda dan perbedaan antar kelas yang kurang signifikan.
Pengaruh Kandungan Butir Halus
Para peneliti mengidentifikasi bahwa kandungan butir halus merupakan faktor kunci yang mempengaruhi daya dukung tanah pasir. Berdasarkan kandungan butir halus, tanah pasir dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama:
Penelitian mencatat bahwa selain kandungan butir halus, tingkat gradasi butir pasir juga memainkan peran penting. Pasir heterogen dengan butiran berbagai ukuran (bergradasi baik) memiliki sifat yang jauh lebih baik daripada pasir bergradasi buruk (dengan ukuran butir yang seragam).
Analisis Perbandingan dan Implikasi Praktis
Studi ini memberikan wawasan berharga tentang perilaku tanah pasir sebagai tanah dasar fondasi. Beberapa temuan penting yang dapat diterapkan dalam praktik rekayasa fondasi meliputi:
Konteks yang Lebih Luas
Penelitian ini memberikan kontribusi signifikan pada bidang teknik fondasi, terutama untuk bangunan dalam kategori geoteknik 1. Namun, penting untuk mencatat bahwa nilai-nilai yang disajikan berlaku untuk kedalaman fondasi hingga 1 meter. Untuk struktur yang lebih kompleks atau fondasi yang lebih dalam, diperlukan pengujian lapangan yang lebih ekstensif.
Pendekatan yang diambil oleh Musílek dkk. melengkapi penelitian sebelumnya oleh Mayerhof (1950, 1974), Schmertmann (1970), dan De Beer (1965, 1970) yang juga menyelidiki daya dukung tanah pasir tetapi dengan fokus yang berbeda. Penelitian ini menyediakan referensi praktis untuk para insinyur dan perencana yang bekerja dengan proyek-proyek kecil dan sederhana, memungkinkan mereka untuk membuat keputusan berdasarkan data tanpa perlu pengujian lapangan yang mahal.
Keterbatasan dan Arah Penelitian Masa Depan
Meskipun penelitian ini memberikan informasi yang berharga, terdapat beberapa keterbatasan yang perlu dipertimbangkan:
Penelitian masa depan dapat memperluas temuan ini dengan:
Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan oleh Josef Musílek, Petr Hrubý, dan Ondrej Stopka memberikan analisis mendalam tentang karakteristik tanah pasir dalam konteks rekayasa fondasi. Temuan utama penelitian menunjukkan bahwa daya dukung tanah pasir sangat dipengaruhi oleh kelas tanah, lebar fondasi, dan kandungan butir halus.
Pasir bergradasi baik (S1/SW) dengan lebar fondasi 3 meter menunjukkan nilai daya dukung tertinggi hingga 800 kPa, sementara pasir lempungan (S5/SC) dengan lebar fondasi 0,5 meter menunjukkan nilai terendah 125 kPa. Penurunan signifikan dalam daya dukung terjadi dengan peningkatan kandungan butir halus, yang membagi tanah pasir menjadi tiga kelompok utama berdasarkan persentase butir halus (0-5%, 5-15%, dan 15-35%).
Penelitian ini menyediakan dasar yang kuat untuk pengambilan keputusan dalam rekayasa fondasi, terutama untuk bangunan kecil dan sederhana dalam kategori geoteknik 1. Dengan memahami karakteristik beragam tanah pasir, para insinyur dan perencana dapat mengoptimalkan desain fondasi, meningkatkan keamanan, dan mengurangi biaya konstruksi.
Sumber: Musílek, J., Hrubý, P., & Stopka, O. (2016). Diversity of Characteristics of Sandy Soils in Relation to Foundation Engineering. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 44, 022017.
Rekayasa Fondasi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 29 April 2025
Latar Belakang dan Signifikansi Penelitian
Pondasi dangkal sering dipilih karena efisiensi biaya dan waktu konstruksi singkat, namun prediksi penurunannya masih menjadi tantangan. Penelitian oleh Tarawneh dkk. (2019) ini mengembangkan formula berbasis kecerdasan buatan (Artificial Neural Networks/ANN dan Genetic Programming-Symbolic Regression/GP-SR) untuk memprediksi penurunan pondasi di tanah granuler dengan akurasi tinggi. Studi ini menawarkan solusi praktis bagi insinyur geoteknik dengan memanfaatkan data uji penetrasi kerucut (CPT) dan uji beban lapangan.
Metodologi dan Studi Kasus
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan utama:
1. Eksperimen Lapangan:
- Database dari 44 uji beban pondasi (270 titik data) pada tanah granuler pasca-perbaikan tanah (Dynamic Compaction/Rapid Impact Compaction).
- Parameter input: lebar pondasi (B), tekanan beban (P), dan resistansi ujung CPT (qₑ).
- Output: Penurunan (S) yang diukur dengan dial gauge.
2. Pemodelan Kecerdasan Buatan:
- ANN: Dibangun dengan 3 lapisan (input, hidden, output) menggunakan fungsi aktivasi sigmoid. Data dibagi menjadi 70% pelatihan, 15% validasi, dan 15% pengujian.
- GP-SR: Menggunakan software Eureqa untuk menghasilkan formula matematis berbasis genetika.
Temuan Kunci dan Angka Penting
- Akurasi Model:
- ANN Model 1 mencapai R² 0.93, MSE 0.16, dan MAE 0.2, menjadi yang terbaik dibandingkan model lain.
- GP-SR menghasilkan dua formula dengan R² 0.84 dan 0.78.
Perbandingan antara FEM dan ANN dalam Prediksi Penurunan Tanah
Dalam menganalisis penurunan tanah akibat beban, terdapat perbedaan signifikan antara hasil yang diperoleh menggunakan Finite Element Method (FEM) dan Artificial Neural Network (ANN).
FEM cenderung over-prediksi penurunan tanah. Misalnya, pada beban 337.5 kPa, FEM memprediksi penurunan sebesar 5.14 mm, padahal hasil aktualnya hanya 2.67 mm, yang berarti prediksi FEM dua kali lebih besar daripada kenyataannya.
Sebaliknya, ANN lebih akurat dalam memprediksi penurunan tanah. Hasilnya hanya memiliki deviasi kurang dari 1 mm dibandingkan dengan data lapangan, menunjukkan bahwa ANN mampu memberikan prediksi yang lebih mendekati kenyataan.
Formula ANN untuk Prediksi Penurunan:
Formula ANN dihitung menggunakan persamaan yang melibatkan tekanan (P), beban efektif (qₑ), dan lebar pondasi (B). Formula tersebut berbentuk ekspresi yang memperhitungkan turunan variabel-variabel ini untuk menghasilkan estimasi penurunan tanah.
Dengan menggunakan ANN, prediksi penurunan tanah menjadi lebih akurat karena ANN dapat menangani hubungan kompleks antara variabel-variabel tersebut.
Analisis dan Nilai Tambah
1. Kelebihan ANN:
- Cepat dan efisien setelah pelatihan data.
- Adaptif untuk berbagai kondisi tanah granuler selama masih dalam rentang data pelatihan.
2. Kritik terhadap FEM:
- Metode konvensional seperti Mohr-Coulomb pada FEM terlalu konservatif, berpotensi menyebabkan desain berlebihan.
3. Aplikasi Industri:
- Cocok untuk proyek infrastruktur cepat seperti jalan tol atau jembatan di daerah berpasir.
- Integrasi dengan IoT untuk real-time monitoring penurunan pondasi.
Kesimpulan dan Rekomendasi
- ANN dan GP-SR terbukti lebih unggul dalam prediksi penurunan dibanding FEM.
- Rekomendasi:
- Gunakan ANN untuk proyek dengan data CPT memadai.
- Lakukan kalibrasi model secara berkala dengan data baru untuk meningkatkan akurasi.
Sumber : Tarawneh, B., AL Bodour, W., & Al Ajmi, K. (2019). Intelligent Computing Based Formulas to Predict the Settlement of Shallow Foundations on Cohesionless Soils. The Open Civil Engineering Journal, 13, 1-9.
Rekayasa Fondasi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 29 April 2025
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Asaadi dan Mohammad Sharifipour, dosen dari Departemen Teknik Sipil Universitas Razi, Iran, hadir sebagai kontribusi penting dalam upaya memahami fenomena likuifaksi tanah dan interaksinya dengan fondasi tiang tunggal. Artikel berjudul "Numerical simulation of liquefaction susceptibility of soil interacting by single pile" yang diterbitkan pada Juni 2015 di International Journal of Mining and Geo-Engineering (IJMGE) ini menyajikan analisis mendalam tentang perilaku dinamis sistem tanah-tiang selama gempa bumi dengan fokus khusus pada kerentanan terhadap likuifaksi.
Latar Belakang dan Signifikansi Penelitian
Likuifaksi tanah telah lama dikenal sebagai salah satu penyebab utama kegagalan struktur selama gempa bumi besar. Catatan sejarah dari berbagai gempa bumi signifikan seperti Niigata (1964), Loma-Prieta (1989), Kobe (1995), dan Tohoku (2011) menunjukkan bahwa likuifaksi menyebabkan kerusakan parah pada banyak struktur yang didukung oleh fondasi tiang. Mengingat konsekuensi serius dari fenomena ini, kemampuan untuk memprediksi potensi ketidakstabilan yang disebabkan oleh peningkatan tekanan air pori menjadi pertimbangan penting dalam desain fondasi dalam yang tahan terhadap gempa.
Asaadi dan Sharifipour menekankan bahwa pengalaman lapangan dari gempa bumi masa lalu mengindikasikan bahwa likuifaksi umumnya terjadi pada kedalaman kurang dari 15 meter. Pemahaman tentang batasan kedalaman ini menjadi dasar untuk parameter model yang digunakan dalam penelitian mereka.
Metodologi dan Pendekatan Numerik
Penelitian ini menggunakan pendekatan simulasi numerik melalui metode elemen hingga dengan program FLAC2D. Para peneliti mengembangkan model dua dimensi dengan menggunakan konstitutif Mohr-Coulomb elastoplastis nonlinear untuk mewakili perilaku tanah dan elemen elastis linear untuk tiang beton.
Geometri model terdiri dari 600 zona dalam 12 baris dan 50 kolom dengan dimensi 60 m secara lateral dan 15 m secara vertikal. Tiang dimodelkan dengan 12 elemen dengan tiga derajat kebebasan (dua perpindahan dan satu rotasi) pada setiap node, dan ditetapkan pada bagian bawah dalam kedua arah translasi dan rotasi untuk mensimulasikan tiang ujung tetap.
Salah satu aspek penting dari penelitian ini adalah pemodelan interaksi tanah-tiang melalui elemen antarmuka yang tersedia dalam perangkat lunak FLAC2D. Elemen-elemen ini dimodelkan melalui pegas penghubung geser dan normal, yang dipilih sekitar sepuluh kali kekakuan ekuivalen dari zona tetangga yang paling kaku.
Untuk mensimulasikan likuifaksi, peneliti menggunakan model Finn yang tersedia di FLAC2D, yang menggabungkan persamaan empiris Byrne (1991) ke dalam model plastisitas Mohr-Coulomb standar. Model ini memungkinkan perhitungan tekanan air pori berlebih selama pembebanan gempa dengan mengukur regangan volumetrik yang tidak dapat dipulihkan.
Parameter Studi dan Variasi Model
Penelitian ini mempertimbangkan tiga jenis tanah dengan kepadatan relatif berbeda:
Selain itu, tiga riwayat waktu gempa bumi yang tercatat dengan frekuensi predominan berbeda diterapkan pada dasar model:
Setiap riwayat waktu percepatan gempa bumi diskalakan sebagai 0,2g dan 0,4g untuk nilai percepatan puncak, memungkinkan analisis pengaruh intensitas gempa.
Temuan Utama
1. Pengaruh Kepadatan Relatif Tanah
Hasil simulasi menunjukkan bahwa kerentanan likuifaksi tanah menurun dengan kedalaman seiring dengan peningkatan kepadatan relatif tanah. Untuk semua kasus, ditemukan bahwa kerentanan likuifaksi pada kedalaman rendah lebih tinggi dibandingkan dengan kedalaman tinggi. Ketika kepadatan tanah meningkat, wilayah yang mengalami likuifaksi bergeser ke permukaan.
Temuan penting lainnya adalah bahwa tanah di sekitar tiang mengalami tekanan air pori berlebih yang lebih rendah, yang merupakan hasil dari deformasi geser yang lebih kecil karena efek perkuatan dari fondasi tiang. Di dekat tiang, jumlah maksimum rasio tekanan pori berlebih (Ru) kurang dari 0,95 dalam semua kasus, menunjukkan bahwa likuifaksi tanah secara teoritis tidak terjadi di sekitar tiang.
2. Pengaruh Amplitudo Maksimum Gempa
Gempa Kobe dengan dua amplitudo maksimum berbeda (PGA = 0,2g dan 0,4g) digunakan untuk menganalisis efek percepatan puncak gempa. Hasil menunjukkan bahwa tanah mengalami likuifaksi untuk kedua nilai amplitudo maksimum, tetapi inisiasi likuifaksi lebih cepat untuk PGA = 0,4g.
Perpindahan horizontal pada kepala tiang dan sejarah waktu penurunan tanah di sekitar tiang juga dianalisis. Seperti yang diharapkan, dengan meningkatnya amplitudo maksimum gempa, deformasi meningkat baik secara horizontal maupun vertikal. Perpindahan horizontal maksimum pada kepala tiang adalah 34 mm untuk PGA = 0,2g dan 44 mm untuk PGA = 0,4g (nilai puncak absolut). Penurunan tanah di sekitar tiang setelah goncangan adalah 13 mm (untuk PGA = 0,2g) dan 15 mm (untuk PGA = 0,4g), yang secara signifikan lebih kecil daripada nilai-nilai untuk lapangan bebas, masing-masing 80 dan 100 mm.
3. Pengaruh Frekuensi Predominan Gempa
Tiga riwayat waktu gempa bumi yang berbeda (Kocaeli, Kobe, dan Bam) dengan frekuensi predominan berbeda (0,29, 0,95, dan 4,1 Hz) diterapkan pada model untuk mempertimbangkan efek konten frekuensi.
Hasil menunjukkan bahwa kerentanan likuifaksi tanah untuk kedua area, di dekat tiang dan lapangan bebas, menurun ketika nilai frekuensi predominan gempa meningkat, dan tingkat disipasi meningkat dengan peningkatan frekuensi. Waktu utama di mana perubahan utama dalam tekanan air pori dimulai tidak berkorelasi dengan frekuensi predominan gempa, tetapi sepenuhnya bergantung pada peningkatan pertama dalam amplitudo gempa.
Hasil perhitungan juga menunjukkan bahwa frekuensi yang lebih rendah menyebabkan deformasi yang lebih besar baik secara horizontal maupun vertikal. Perpindahan horizontal maksimum kepala tiang dan penurunan maksimum tanah di sekitarnya terjadi pada gempa Kocaeli dan masing-masing sama dengan 170 mm dan 24 mm (nilai puncak absolut).
Implikasi untuk Desain Fondasi Tahan Gempa
Temuan dari studi ini memiliki implikasi penting untuk desain fondasi dalam yang tahan terhadap gempa, terutama di daerah dengan potensi likuifaksi tinggi. Beberapa implikasi utama meliputi:
Keterbatasan dan Arah Penelitian Masa Depan
Meskipun studi ini memberikan wawasan berharga tentang kerentanan likuifaksi tanah yang berinteraksi dengan tiang tunggal, beberapa keterbatasan perlu diakui:
Arah penelitian masa depan dapat mencakup:
Kesimpulan
Studi yang dilakukan oleh Asaadi dan Sharifipour memberikan kontribusi signifikan untuk pemahaman kita tentang kerentanan likuifaksi tanah yang berinteraksi dengan tiang tunggal selama gempa bumi. Melalui serangkaian simulasi numerik, mereka menunjukkan bahwa kerentanan likuifaksi tanah dipengaruhi oleh kepadatan relatif tanah, amplitudo maksimum gempa, dan frekuensi predominan gempa.
Secara khusus, mereka menemukan bahwa tiang dapat secara efektif mengurangi potensi likuifaksi di sekitarnya dengan mencegah deformasi geser besar melalui perkuatan tanah. Hasil ini memiliki implikasi praktis untuk desain fondasi dalam yang tahan terhadap gempa, terutama di daerah dengan potensi likuifaksi tinggi.
Meskipun model numerik yang digunakan dalam studi ini memiliki beberapa keterbatasan, pendekatan yang digunakan memberikan dasar yang kuat untuk penelitian lebih lanjut tentang interaksi kompleks antara tanah yang mengalami likuifaksi dan fondasi tiang selama gempa bumi.
Dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas peristiwa seismik di seluruh dunia, penelitian semacam ini menjadi semakin penting untuk pengembangan pedoman desain yang lebih baik untuk infrastruktur tahan gempa, yang pada akhirnya dapat membantu mengurangi kerugian akibat gempa bumi di masa depan.
Sumber: Asaadi, A., & Sharifipour, M. (2015). Numerical simulation of liquefaction susceptibility of soil interacting by single pile. International Journal of Mining and Geo-Engineering, 49(1), 47-56.