Teknik Pertambangan

Memahami Beta-Titanium dan Berbagai Tingkatan Grade Titanium

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 29 April 2025


Paduan titanium beta dicirikan dengan adanya bentuk alotropik beta (BCC) dari titanium, dan biasanya menggabungkan elemen lain di samping titanium dalam proporsi yang bervariasi. Unsur-unsur tambahan ini dapat mencakup molibdenum, vanadium, niobium, tantalum, zirkonium, mangan, besi, kromium, kobalt, nikel, dan tembaga.

Paduan ini menawarkan sifat mampu bentuk yang sangat baik dan mudah dilas. Mereka telah digunakan secara luas di bidang ortodontik sejak tahun 1980-an, secara bertahap menggantikan baja tahan karat untuk aplikasi tertentu. Dibandingkan dengan baja tahan karat, paduan titanium beta menunjukkan rasio kekuatan-ke-modulus elastisitas yang jauh lebih tinggi, memungkinkan defleksi elastis yang lebih besar pada pegas dan mengurangi gaya per unit perpindahan.

Namun, beberapa paduan titanium beta memiliki potensi untuk berubah menjadi fase omega-titanium heksagonal yang keras dan rapuh dalam kondisi tertentu, seperti suhu kriogenik atau paparan radiasi pengion.

Suhu transisi paduan titanium mengacu pada suhu di mana titanium mengalami transformasi alotropik dari fase alfa heksagonal yang padat menjadi fase beta kubik yang berpusat pada tubuh, yang tetap stabil hingga suhu leleh. Elemen paduan tertentu, yang disebut penstabil alfa, menaikkan suhu transisi alfa ke beta, sementara yang lain, yang dikenal sebagai penstabil beta, menurunkannya. Contoh penstabil alfa meliputi aluminium, galium, germanium, karbon, oksigen, dan nitrogen, sedangkan penstabil beta meliputi molibdenum, vanadium, tantalum, niobium, mangan, besi, kromium, kobalt, nikel, tembaga, dan silikon.

Sifat-sifat materi

Secara umum, titanium fase beta adalah fase yang lebih kuat dan fase alfa lebih kuat tetapi kurang tahan lama karena jumlah bidang slip yang lebih banyak pada struktur bcc fase beta dibandingkan dengan fase alfa hcp. Titanium dalam fase alfa-beta memiliki sifat mekanik yang berada di antara keduanya.

Titanium dioksida larut dalam logam pada suhu tinggi dan pembentukannya sangat energik. Kedua faktor tersebut berarti bahwa semua titanium kecuali titanium yang dimurnikan dengan sangat hati-hati memiliki sejumlah besar oksigen terlarut, sehingga dapat dianggap sebagai paduan Ti-O. Endapan oksida memberikan kekuatan (seperti disebutkan di atas), tetapi tidak terlalu sensitif terhadap perlakuan panas dan dapat mengurangi paduan dan ketangguhannya secara signifikan.

Banyak paduan juga mengandung titanium sebagai pengotor kecil, tetapi karena paduan biasanya diklasifikasikan berdasarkan unsur mana yang membentuk sebagian besar material, maka paduan tersebut biasanya tidak dianggap titanium. untuk menyukai Lihat subbagian aplikasi titanium.

Macam - macam grade titanium

Paduan titanium dikategorikan ke dalam berbagai tingkatan, masing-masing dengan komposisi dan sifat berbeda:

  • Kelas 1: Paduan titanium paling ulet dan paling lembut, cocok untuk pembentukan dingin dan lingkungan korosif.
  • Kelas 2: Titanium murni dengan kandungan oksigen standar.
  • Kelas 2H: Titanium murni dengan jaminan Kekuatan Tarik Ultimate (UTS) minimum yang lebih tinggi dibandingkan Kelas 2.
  • Kelas 3: Titanium murni dengan kandungan oksigen sedang.
  • Kelas 1-4: Paduan titanium murni komersial, dengan kekuatan tarik dan luluh yang meningkat dengan angka kelas yang lebih tinggi.
  • Kelas 5 (Ti-6Al-4V): Paduan yang paling umum digunakan, dengan 6% aluminium, 4% vanadium, dan elemen lainnya, menawarkan kekuatan, ketahanan korosi, dan kemampuan fabrikasi yang sangat baik.
  • Kelas 6 (Ti-5Al-2.5Sn): Mengandung 5% aluminium dan 2,5% timah, cocok untuk badan pesawat dan mesin jet karena kemampuan las dan kekuatannya pada suhu tinggi.
  • Kelas 7: Mirip dengan Kelas 2 tetapi dengan tambahan paladium untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi celah.
  • Kelas 9: Mengandung 3% aluminium dan 2,5% vanadium, menawarkan keseimbangan antara kemudahan pengelasan dan kekuatan tinggi.
  • Kelas 11: Mengandung paladium untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi.
  • Kelas 12: Mengandung molibdenum dan nikel untuk kemampuan las yang sangat baik.
  • Kelas 13-15: Mengandung nikel dan rutenium.
  • Kelas 16: Mengandung paladium untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi.
  • Kelas 17: Mirip dengan Kelas 16 dengan peningkatan ketahanan terhadap korosi.
  • Kelas 18: Mengandung aluminium, vanadium, dan paladium untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi.
  • Kelas 19-21: Mengandung berbagai kombinasi aluminium, vanadium, kromium, zirkonium, molibdenum, niobium, dan silikon.
  • Kelas 23 (Ti-6Al-4V-ELI): Mirip dengan Kelas 5 tetapi dengan pengurangan elemen interstisial untuk meningkatkan keuletan dan ketangguhan patah, biasanya digunakan untuk implan medis.
  • Kelas 24: Mengandung aluminium, vanadium, dan paladium.
  • Kelas 25: Mengandung aluminium, vanadium, nikel, dan paladium.
  • Kelas 26-29: Mengandung rutenium dalam proporsi yang bervariasi.
  • Kelas 30-32: Mengandung kobalt, timah, zirkonium, dan molibdenum.
  • Kelas 33-34: Mengandung nikel, paladium, rutenium, dan kromium.
  • Kelas 35: Mengandung aluminium, molibdenum, vanadium, besi, dan silikon.
  • Kelas 36: Mengandung niobium.
  • Kelas 37: Mengandung aluminium.
  • Kelas 38: Dikembangkan untuk pelapisan baja, mengandung aluminium, vanadium, dan besi, dengan sifat yang mirip dengan Kelas 5 tetapi dengan kemampuan kerja dingin yang lebih baik.

Nilai ini menawarkan beragam properti yang cocok untuk berbagai aplikasi di berbagai industri, termasuk dirgantara, medis, dan otomotif.


Disadur dari: en.wikipedia.org 

Selengkapnya
Memahami Beta-Titanium dan Berbagai Tingkatan Grade Titanium

Pertanian

Kedaulatan Pangan: Sebuah Tinjauan Mendalam

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 29 April 2025


Definisi

Konsep "kedaulatan pangan" berasal dari Via Campesina, sebuah organisasi petani internasional, pada tahun 1996, dan sejak saat itu telah diadopsi oleh berbagai entitas global, termasuk Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Awalnya diartikulasikan dalam "Deklarasi Nyéléni" pada tahun 2007 dan disempurnakan lebih lanjut di Eropa pada tahun 2011, kedaulatan pangan telah diintegrasikan ke dalam konstitusi dan undang-undang setidaknya di tujuh negara pada tahun 2020.

Sejarah

Kedaulatan pangan, sebuah gerakan yang sejalan dengan prinsip-prinsip Slow Food, muncul baru-baru ini namun mendapatkan momentumnya seiring dengan upaya berbagai negara untuk membangun sistem pangan yang mengatasi ketidakadilan.

Pertemuan global

"Deklarasi Nyéléni," yang diadopsi oleh 500 delegasi dari lebih dari 80 negara di Forum Kedaulatan Pangan 2007 di Sélingué, Mali, menggarisbawahi kedaulatan pangan sebagai hak masyarakat untuk mendapatkan makanan yang sehat dan sesuai dengan budaya mereka yang diproduksi secara berkelanjutan. Forum ini menekankan pada ekonomi lokal dan nasional, pertanian yang digerakkan oleh petani, serta keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Kebijakan kedaulatan pangan pemerintah

Tantangan dalam produksi, distribusi, dan akses pangan menyoroti dimensi politik. Para pengkritik berpendapat bahwa gerakan seperti Revolusi Hijau gagal mengatasi akses lahan dan kesenjangan ekonomi, sementara para pendukung kedaulatan pangan mengadvokasi kebijakan yang memberdayakan masyarakat lokal dan mempromosikan keanekaragaman pertanian. Contoh dari Venezuela dan Ekuador menggambarkan upaya untuk mengabadikan kedaulatan pangan ke dalam undang-undang, termasuk langkah-langkah untuk melindungi keanekaragaman hayati dan membatasi monokultur. Negara-negara lain seperti Mali, Bolivia, Nepal, Senegal, dan Mesir telah mengikuti langkah tersebut, mengintegrasikan kedaulatan pangan ke dalam kerangka hukum mereka.

Kedaulatan Pangan Masyarakat Adat

1. Dampak Global
Perubahan iklim menimbulkan tantangan yang signifikan terhadap ketahanan pangan masyarakat adat di seluruh dunia, terutama penduduk Kepulauan Pasifik dan mereka yang berada di Lingkar Utara, karena naiknya permukaan air laut dan erosi.

2. Perampasan Budaya
Ada kekhawatiran bahwa kedaulatan pangan masyarakat adat sedang dirampas sebagai masakan trendi untuk konsumsi umum, yang mengakibatkan permintaan yang lebih besar untuk makanan pokok budaya di luar masyarakat adat, sehingga menyulitkan populasi ini untuk mengakses makanan tradisional mereka.

3. Kedaulatan Pangan Pribumi di Amerika Serikat
Penduduk asli Amerika menghadapi tantangan langsung dalam memperoleh dan menyiapkan makanan tradisional mereka, yang menyebabkan masalah kesehatan seperti diabetes dan penyakit jantung. Perpindahan dari tanah leluhur telah berkontribusi pada kerawanan pangan massal, sehingga mendorong para aktivis untuk mengadvokasi revitalisasi praktik-praktik tradisional, mengembangkan ekonomi pangan lokal, dan menegaskan hak atas kedaulatan pangan dan benih.

4. Tantangan dan Solusi
Terganggunya jalur pangan tradisional terkait dengan terputusnya hubungan antara masyarakat adat dengan tanah leluhur mereka, yang dipicu oleh faktor-faktor seperti rasisme dan kolonialisme. Terbatasnya akses terhadap makanan tradisional telah menyebabkan prevalensi kerawanan pangan dan masalah kesehatan yang lebih tinggi di kalangan masyarakat adat, yang diperparah oleh prevalensi makanan olahan. Meskipun merupakan negara berdaulat, suku-suku asli Amerika menerima dukungan terbatas dari pemerintah AS dalam merehabilitasi jalur makanan tradisional, yang menyoroti perlunya pengakuan yang lebih besar terhadap kedaulatan suku dalam proses pengambilan keputusan.

Kedaulatan pangan vs ketahanan pangan

Kedaulatan Pangan:
Kedaulatan pangan, sebuah konsep yang dicetuskan pada tahun 1996 oleh para produsen skala kecil yang terorganisir dalam gerakan sosial transnasional La Via Campesina (LVC), menekankan perlunya masyarakat memiliki kendali atas produksi, pengolahan, dan distribusi pangan mereka. Tidak seperti ketahanan pangan, yang berfokus pada memastikan akses terhadap makanan yang cukup dan bergizi, kedaulatan pangan melangkah lebih jauh dengan mengadvokasi petani kecil dan pertanian yang dimiliki secara kolektif, perikanan, dan sektor-sektor penghasil pangan lainnya. Hal ini bertujuan untuk menangkal jalur industrialisasi pangan dan mendorong distribusi yang adil atas lahan pertanian, air, dan benih, serta dukungan terhadap pertanian skala kecil yang produktif.

Ketahanan Pangan:
Ketahanan pangan, sebagaimana didefinisikan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), mengacu pada ketersediaan, akses, dan pemanfaatan makanan yang cukup, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan makanan untuk hidup aktif dan sehat. Meskipun ketahanan pangan menekankan pada jaminan akses terhadap nutrisi yang cukup bagi semua orang, ketahanan pangan dapat bergantung pada produksi dalam negeri dan impor global. Namun, para kritikus berpendapat bahwa fokus pada ketahanan pangan sering kali mengarah pada dukungan terhadap pertanian korporat berskala besar dan industri, yang dapat berkontribusi pada perampasan produsen kecil dan degradasi ekologi dalam skala global.

Kritik terhadap Revolusi Hijau

Teori Sistem Pangan

Philip McMichael membahas dikotomi antara "pertanian dunia" berdasarkan Perjanjian Pertanian WTO dan gerakan kedaulatan pangan, yang menekankan pada lokalisme agroekologi. Penelitian terbaru oleh Harriet Friedman menunjukkan bahwa adopsi "makanan dari tempat lain" sudah terjadi dalam rezim lingkungan perusahaan.

Kritik
1. Asumsi yang salah: Beberapa ahli berpendapat bahwa gerakan kedaulatan pangan membuat asumsi yang salah, terutama mengenai pertanian skala kecil sebagai pilihan gaya hidup. Para pengkritik berpendapat bahwa meskipun gerakan ini mengkritik ideologi ekonomi neoliberal, gerakan ini mengabaikan masalah kelaparan di bawah rezim sosialis.
2. Model Politik-Hukum: Terdapat kekurangan konsensus dalam gerakan kedaulatan pangan mengenai bidang politik dan hukum untuk menuntut demokratisasi. Para pengkritik mempertanyakan kesesuaian antara kedaulatan nasional dengan kedaulatan masyarakat lokal.
3. Krisis Petani: Henry Bernstein mengkritik penggambaran gerakan ini mengenai populasi petani sebagai sebuah kategori sosial yang terpadu, dengan menyoroti keragaman di dalam komunitas-komunitas ini. Dia berpendapat bahwa kecenderungan konservatif gerakan ini muncul dari reaksi terhadap globalisasi.


Disadur dari: en.wikipedia.org 

Selengkapnya
Kedaulatan Pangan: Sebuah Tinjauan Mendalam

Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah

Memperkuat Fondasi: Metode dan Material Modern dalam Stabilisasi Tanah untuk Konstruksi Unggul

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 29 April 2025


Pendahuluan

Studi kelayakan lokasi proyek geoteknik sangat penting sebelum memulai proyek konstruksi. Survei lokasi diperlukan untuk memahami karakteristik lapisan tanah yang menjadi dasar pengambilan keputusan lokasi proyek. Kriteria desain geoteknik berikut harus dipertimbangkan selama pemilihan lokasi:

  • Beban desain dan fungsi struktur
  • Jenis pondasi yang akan digunakan
  • Daya dukung lapisan tanah

Praktik saat ini adalah memodifikasi sifat-sifat teknik tanah asli yang bermasalah agar memenuhi spesifikasi desain. Tinjauan ini berfokus pada metode stabilisasi tanah, yang merupakan salah satu dari beberapa metode perbaikan tanah.

Stabilisasi tanah bertujuan untuk meningkatkan kekuatan tanah dan meningkatkan ketahanan terhadap pelunakan oleh air dengan mengikat partikel-partikel tanah, membuat partikel-partikel tersebut kedap air, atau kombinasi keduanya. Biasanya, teknologi ini memberikan solusi struktural alternatif untuk masalah praktis. Proses stabilisasi yang paling sederhana adalah pemadatan dan drainase. Proses lainnya adalah dengan memperbaiki gradasi ukuran partikel, dan peningkatan lebih lanjut dapat dicapai dengan menambahkan pengikat ke tanah yang lemah.

Komponen Stabilisasi

Stabilisasi tanah melibatkan penggunaan agen stabilisasi (bahan pengikat) pada tanah yang lemah untuk meningkatkan sifat-sifat geotekniknya seperti kompresibilitas, kekuatan, permeabilitas, dan daya tahan. Komponen teknologi stabilisasi meliputi tanah dan atau mineral tanah serta agen stabilisasi atau pengikat (bahan semen).

1. Tanah

Sebagian besar stabilisasi harus dilakukan pada tanah lunak (tanah berlanau, lempungan gambut, atau tanah organik) untuk mencapai sifat-sifat teknik yang diinginkan. Menurut Sherwood (1993), material granular berbutir halus adalah yang paling mudah distabilkan karena luas permukaannya yang besar relatif terhadap diameter partikelnya. Tanah lempung dibandingkan dengan tanah lainnya memiliki luas permukaan yang besar karena bentuk partikelnya yang pipih dan memanjang. Di sisi lain, material lanau dapat sensitif terhadap perubahan kecil dalam kelembaban, dan oleh karena itu, dapat terbukti sulit selama stabilisasi (Sherwood, 1993). Tanah gambut dan tanah organik kaya akan kandungan air hingga sekitar 2000%, porositas tinggi, dan kandungan organik tinggi. Konsistensi tanah gambut dapat bervariasi dari berlumpur hingga berserat, dan dalam banyak kasus, endapannya dangkal, tetapi dalam kasus terburuk, dapat mencapai beberapa meter di bawah permukaan (Pousette, et al 1999; Cortellazzo dan Cola, 1999; Åhnberg dan Holm, 1999). Tanah organik memiliki kapasitas pertukaran yang tinggi; hal ini dapat menghambat proses hidrasi dengan menahan ion kalsium yang dilepaskan selama hidrasi kalsium silikat dan kalsium aluminat dalam semen untuk memenuhi kapasitas pertukaran. Pada tanah seperti itu, keberhasilan stabilisasi harus bergantung pada pemilihan pengikat dan jumlah pengikat yang tepat yang ditambahkan (Hebib dan Farrell, 1999; Lahtinen dan Jyrävä, 1999, Åhnberg et al, 2003).

2. Agen Stabilisasi

Ini adalah material hidraulik (pengikat primer) atau non-hidraulik (pengikat sekunder) yang ketika bersentuhan dengan air atau dengan adanya mineral pozzolanik bereaksi dengan air untuk membentuk material komposit semen. Pengikat yang umum digunakan adalah:

  • Semen
  • Kapur
  • Abu terbang

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Tanah yang Distabilkan

Beberapa faktor dapat mempengaruhi kekuatan tanah yang distabilkan, termasuk:

  • Bahan organik
  • Sulfat
  • Sulfida
  • Pemadatan
  • Kandungan air
  • Suhu
  • Efek pembekuan-pencairan dan pengeringan-pembasahan

Metode Stabilisasi

Stabilisasi tanah dapat dicapai dengan dua cara, yaitu: (1) stabilisasi in-situ dan (2) stabilisasi ex-situ.

1. Stabilisasi In-Situ

Metode ini melibatkan perbaikan tanah di tempat tanpa memindahkannya. Salah satu teknik stabilisasi in-situ yang umum adalah metode pencampuran dalam (Deep Mixing Method/DMM). DMM digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan mengurangi kompresibilitas tanah lunak.

2. Stabilisasi Ex-Situ

Metode ini melibatkan penggalian tanah dan memindahkannya ke lokasi lain untuk distabilkan.

Studi Kasus dan Angka Penting

  • Penggunaan kapur dalam stabilisasi tanah dapat meningkatkan indeks plastisitas tanah dari 21% menjadi 9%.
  • Penambahan 12% abu terbang ke dalam tanah dapat menghasilkan peningkatan kekuatan geser tanah sebesar 60%.

Kesimpulan

Stabilisasi tanah merupakan proses penting dalam rekayasa geoteknik yang bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat tanah yang bermasalah. Pemilihan metode stabilisasi yang tepat bergantung pada faktor-faktor seperti jenis tanah, kondisi lokasi, dan persyaratan proyek.

Sumber: Gregory Paul Makusa. SOIL STABILIZATION METHODS AND MATERIALS IN ENGINEERING PRACTICE. Luleå University of Technology, 2012.

Selengkapnya
Memperkuat Fondasi: Metode dan Material Modern dalam Stabilisasi Tanah untuk Konstruksi Unggul

Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah

Evaluasi Campuran EarthZyme dan Limbah Cement Kiln Dust (CKD) untuk Stabilisasi Subgrade Jalan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 29 April 2025


Pendahuluan

Teknik stabilisasi tanah banyak digunakan dalam konstruksi jalan untuk meningkatkan sifat-sifat material subgrade. Penggunaan aditif dan stabilisator baru untuk memperbaiki sifat tanah dapat mengurangi biaya konstruksi dan mengurangi dampak negatif material tersebut terhadap lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan material nano berbasis cairan bernama EarthZyme (EZ) dan limbah cement kiln dust (CKD) sebagai campuran untuk memperbaiki sifat-sifat tanah.

Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, digunakan campuran dua jenis tanah yang disiapkan dari campuran tanah berpasir dan tanah berbutir halus. Uji pemadatan dilakukan pada tanah yang distabilisasi dengan CKD untuk menentukan hubungan antara kepadatan dan kadar air. Uji tekan bebas (Unconfined Compression Test/UCS) juga dilakukan pada spesimen tanpa perlakuan, spesimen yang hanya diberi CKD, dan spesimen yang diberi CKD dan EZ setelah periode perawatan selama tujuh hari.

Hasil dan Diskusi

1. Sifat Pemadatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan CKD ke dalam tanah mengurangi nilai kepadatan kering maksimum (Maximum Dry Density/MDD) sebesar 10 hingga 12%.

2. Kuat Tekan Bebas (UCS)

Penambahan CKD ke dalam tanah menurunkan nilai kuat tekan bebas (UCS) sebesar 5 hingga 15%. Stabilisasi tanah dengan EZ memiliki efek yang tidak signifikan pada hasil yang diperoleh dari uji tekan bebas.

3. EarthZyme (EZ)

EarthZyme adalah stabilisator tanah non-toksik yang digunakan dengan tanah lempung untuk mengurangi biaya pemeliharaan jalan karena meningkatkan pemadatan dan meningkatkan nilai kekuatan. Penerapan EZ dalam perbaikan tanah menyebabkan nilai kekuatan tanah yang lebih tinggi, yang memungkinkan penggunaan tanah yang buruk, sehingga mengurangi ketergantungan normal pada tanah granular.

4. Cement Kiln Dust (CKD)

CKD adalah produk sampingan dari proses produksi semen Portland. CKD dapat digunakan sebagai alternatif untuk kapur, semen Portland, dan fly ash yang telah digunakan dalam konstruksi jalan. Penggunaan CKD tidak hanya efektif dalam meningkatkan kekuatan tanah, tetapi juga dalam meminimalkan biaya konstruksi.

5. Studi Kasus dan Angka Penting

  • Penambahan CKD mengurangi MDD dari 10 hingga 12%.
  • Penambahan CKD menurunkan nilai UCS dari 5 hingga 15%.
  • Stabilisasi tanah dengan EZ memiliki efek yang tidak signifikan pada hasil UCS.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penambahan CKD ke dalam tanah campuran (pasir dan tanah berbutir halus) cenderung menurunkan nilai MDD dan UCS. Penggunaan EarthZyme dalam kombinasi dengan CKD tidak memberikan peningkatan signifikan pada kuat tekan bebas tanah. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengeksplorasi potensi penggunaan EZ dan CKD dengan jenis tanah lain dan dalam kondisi yang berbeda.

Sumber: A. H. Abdulkareem, S. O. Eyada, N. S. Mahmood. Improvement of a subgrade soil by using EarthZyme and cement kiln dust waste. Civil Engineering Journal, 2023.

Selengkapnya
Evaluasi Campuran EarthZyme dan Limbah Cement Kiln Dust (CKD) untuk Stabilisasi Subgrade Jalan

Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah

Studi Pemanfaatan Lumpur Pengolahan Air dan Campuran Tanah Lunak sebagai Material Liner

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 29 April 2025


Pengelolaan limbah dari instalasi pengolahan air (water treatment plant/WTP) selalu menjadi tantangan lingkungan yang signifikan. Salah satu limbah utama dari WTP adalah lumpur pengolahan air (water treatment sludge/WTS) yang dihasilkan selama proses pengendapan dan filtrasi. Penelitian terbaru oleh Marchiori et al. (2022) mengusulkan solusi inovatif dengan menggunakan WTS sebagai bahan campuran untuk menghasilkan material liner yang berkelanjutan untuk fasilitas penyimpanan limbah.

Dasar Pemikiran dan Tujuan Penelitian

Liner berbasis lempung dan geosintetik umumnya digunakan sebagai penghalang hidrolik di berbagai fasilitas pembuangan limbah padat, kolam tailing pertambangan, dan teknologi pengolahan air limbah berbasis tanah. Fungsi utamanya adalah mencegah pencucian senyawa berbahaya ke dalam tanah dan air tanah. Namun, penggunaan lempung dan geosintetik memiliki beberapa keterbatasan, termasuk biaya tinggi, kelangkaan bahan baku, dan dampak lingkungan dari ekstraksi lempung.

Studi ini bertujuan untuk mengkarakterisasi dan menganalisis parameter fisik, kimia, dan mekanis dari WTS, tanah lunak, dan empat campuran WTS:tanah dengan rasio 05:95%, 10:90%, 15:85%, dan 20:80%. Analisis ini dilakukan untuk mengevaluasi rasio terbaik untuk memproduksi liner berbasis limbah untuk aplikasi teknik sipil, khususnya untuk fasilitas penyimpanan limbah.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan komprehensif dengan serangkaian pengujian untuk mengevaluasi karakteristik geoteknik, kimia, dan mekanis dari semua sampel.

Karakterisasi Geoteknik:

  • Distribusi ukuran partikel
  • Permukaan spesifik (SS)
  • Berat jenis (Gs)
  • Batas Atterberg
  • Pemadatan Normal Proctor

Karakterisasi Kimia:

  • Analisis oksida melalui X-ray fluorescence (XRF)
  • Karakterisasi mineralogi dengan X-ray diffraction (XRD)
  • Pencitraan dengan scanning electron microscope (SEM) dengan energy dispersive spectrometer (EDS)
  • Pengukuran pH

Pengujian Mekanis:

  • Pengujian ekspansibilitas
  • Konsolidasi oedometrik
  • Uji kompresi triaksial terkonsolidasi tak terdrainase (CU)
  • Permeabilitas head jatuh

Lumpur pengolahan air diperoleh dari Instalasi Pengolahan Air "ETA Caldeirão" di Guarda, Portugal, sedangkan tanah lunak dikumpulkan dari lokasi konstruksi di Castelo Branco, Portugal.

Temuan Utama

1. Karakteristik Geoteknik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah lunak diklasifikasikan sebagai pasir bergradasi baik (SW), sementara WTS dan semua campuran diklasifikasikan sebagai pasir bergradasi baik dengan lanau (SW-SM) menurut klasifikasi standar USCS. Tanah memiliki plastisitas rendah dengan indeks plastisitas (PI) sekitar 7%, sedangkan WTS kering tergolong material non-plastik (NP), meskipun dalam keadaan basah memiliki plastisitas tinggi sekitar 140%.

Berat jenis (Gs) WTS adalah 2,04, lebih rendah dari tanah (2,77), yang menyebabkan penurunan berat unit kering dari campuran seiring dengan penambahan WTS. Untuk campuran dengan WTS kering, ketika kandungan WTS meningkat dari 5% menjadi 20%, plastisitas menurun dari 6% menjadi 1%.

2. Komposisi Kimia dan Mineralogi

Analisis XRF menunjukkan bahwa komposisi WTS didominasi oleh alumina (Al₂O₃) sebesar 60,4% dan silika (SiO₂) sebesar 29,9%. Kandungan alumina yang tinggi ini menjelaskan penurunan berat unit kering campuran seiring dengan penambahan WTS. Semua campuran memiliki kandungan Al₂O₃ + SiO₂ + Fe₂O₃ lebih dari 90%, yang potensial menunjukkan aktivitas pozzolanik.

Analisis XRD mengungkapkan keberadaan mineral utama seperti kuarsa, muskovit, dan kaolinit dalam WTS dan tanah. Hasil SEM menunjukkan peran WTS sebagai material pengisi yang memberikan granulometri lebih halus dan campuran lebih homogen.

Nilai pH campuran berkisar antara 4,2 hingga 4,6, lebih rendah dibandingkan dengan tanah dan WTS yang memiliki pH 6,0. Penurunan pH ini mungkin disebabkan oleh reaksi kimia yang terjadi selama pencampuran WTS dengan air suling.

3. Performa Mekanis

Kompresibilitas: Indeks kompresi (Cc) campuran serupa dengan tanah asli, menunjukkan bahwa karakteristik deformabilitas tidak berubah secara signifikan dengan penambahan WTS. Nilai Cc untuk semua material kurang dari 0,5, konsisten dengan tanah lempung yang dipadatkan.

Ekspansibilitas: Indeks ekspansibilitas (Is) menurun dari 22% untuk tanah menjadi 10% untuk campuran 20:80%, menunjukkan stabilisasi tanah dengan penambahan WTS, menghasilkan material yang lebih stabil.

Kekuatan Geser: Penambahan WTS ke tanah lunak berdampak positif, dengan peningkatan sudut gesek internal efektif (φ') dan penurunan kohesi (c'). Nilai φ' meningkat dari 20° untuk tanah menjadi 31° untuk campuran 15:85%, dan kohesi menurun dari 10 kPa untuk tanah menjadi 0 kPa untuk campuran 15:85% dan 20:80%.

4. Konduktivitas Hidrolik

Konduktivitas hidrolik (k) adalah parameter terpenting untuk liner bawah atau penutup akhir fasilitas pembuangan limbah. Liner lempung yang dipadatkan harus memiliki permeabilitas sama dengan atau lebih rendah dari 1 x 10⁻⁹ m/s sesuai dengan peraturan lingkungan di sebagian besar negara.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa campuran dengan performa terbaik terkait permeabilitas adalah campuran dengan penambahan 15% WTS. Tanah yang dipadatkan memiliki permeabilitas rendah yang memenuhi persyaratan untuk material liner. Meskipun penambahan WTS meningkatkan nilai k hingga satu tingkat magnitude (10x), permeabilitas campuran tetap lebih dekat dengan tanah lempung daripada pasir.

Campuran 15:85% mencapai nilai di bawah 10⁻⁹ m/s dalam semua pengujian, menjadikannya campuran optimal untuk aplikasi liner.

Studi Kasus dan Perbandingan Numerik

Penelitian ini menunjukkan perbedaan signifikan dalam parameter kunci di antara berbagai campuran:

Berat Unit Kering Maksimum:

  • Tanah: 1,74 g/cm³
  • Campuran 05:95%: 1,68 g/cm³
  • Campuran 10:90%: 1,58 g/cm³
  • Campuran 15:85%: 1,50 g/cm³
  • Campuran 20:80%: 1,44 g/cm³

Indeks Plastisitas (PI):

  • Tanah: 7%
  • WTS basah: 140%
  • WTS kering: Non-plastik
  • Campuran 05:95%: 6%
  • Campuran 10:90%: 5%
  • Campuran 15:85%: 3%
  • Campuran 20:80%: 1%

Indeks Ekspansibilitas (Is):

  • Tanah: 22%
  • Campuran 05:95%: 15%
  • Campuran 10:90%: 13%
  • Campuran 15:85%: 12%
  • Campuran 20:80%: 10%

Sudut Gesek Internal Efektif (φ'):

  • Tanah: 20°
  • Campuran 05:95%: 24°
  • Campuran 10:90%: 25°
  • Campuran 15:85%: 31°
  • Campuran 20:80%: 30°

Konduktivitas Hidrolik (k):

  • Tanah: 6 x 10⁻¹¹ - 3 x 10⁻⁹ m/s
  • Campuran 05:95%: 1 x 10⁻⁹ - 6 x 10⁻⁹ m/s
  • Campuran 10:90%: 7 x 10⁻¹⁰ - 2 x 10⁻⁹ m/s
  • Campuran 15:85%: 2 x 10⁻¹⁰ - 1 x 10⁻⁹ m/s
  • Campuran 20:80%: 8 x 10⁻¹⁰ - 2 x 10⁻⁸ m/s

Kontribusi dan Implikasi

Penelitian ini memberikan kontribusi signifikan untuk praktik teknik sipil yang berkelanjutan dan manajemen limbah:

  1. Valorisasi Limbah: Memanfaatkan WTS sebagai bahan berharga baru dalam kerangka ekonomi sirkular, meminimalkan dampak lingkungan dari pembuangan limbah.
  2. Material Liner Alternatif: Menghasilkan material liner berbasis limbah yang dapat digunakan untuk fasilitas penyimpanan limbah padat, kolam tailing pertambangan, dan teknologi pengolahan air limbah berbasis tanah.
  3. Pengurangan Ekstraksi Bahan Baku: Mengurangi kebutuhan akan lempung dan bahan geosintetik yang mahal dan berdampak lingkungan tinggi.
  4. Optimalisasi Rasio Campuran: Mengidentifikasi rasio optimal 15:85% WTS:tanah yang memberikan performa terbaik untuk aplikasi liner.

Keterbatasan dan Penelitian Lebih Lanjut

Meskipun penelitian ini memberikan hasil yang menjanjikan, beberapa keterbatasan dan area untuk penelitian lebih lanjut diidentifikasi:

  1. Evaluasi Jangka Panjang: Diperlukan pengujian tambahan untuk mengevaluasi konsolidasi material dengan tanah dalam jangka panjang.
  2. Risiko Pencucian: Potensi pencucian senyawa berbahaya dari limbah (misalnya, garam besi dan aluminium) ke dalam tanah perlu dievaluasi lebih lanjut.
  3. Aktivitas Pozzolanik: Meskipun komposisi kimia menunjukkan potensi aktivitas pozzolanik, pengujian spesifik seperti analisis FTIR diperlukan untuk konfirmasi.
  4. Variabilitas WTS: Keanekaragaman dalam analisis kimia dan indeks plastisitas di antara berbagai studi mengungkapkan variabilitas WTS, yang mungkin dipengaruhi oleh metode pengolahan air dan jenis koagulan yang digunakan.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa inkorporasi WTS dapat meningkatkan atau setidaknya tidak mengganggu sifat-sifat tanah untuk digunakan sebagai material liner di fasilitas penyimpanan limbah padat, kolam pertambangan, dan teknologi pengolahan air limbah berbasis tanah. Campuran 15:85% WTS:tanah memberikan hasil terbaik yang memenuhi persyaratan konduktivitas hidrolik untuk material liner, yaitu sama dengan atau lebih rendah dari 10⁻⁹ m/s.

Pemanfaatan kembali WTS untuk tujuan ini memungkinkan produksi material bernilai tambah baru dalam lingkup ekonomi sirkular, sejalan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan dan pengurangan dampak lingkungan. Pendekatan ini tidak hanya memberikan solusi untuk manajemen limbah WTP tetapi juga menghasilkan material konstruksi berkelanjutan yang dapat diaplikasikan dalam berbagai proyek teknik sipil dan lingkungan.

Sumber: Marchiori, L., Studart, A., Albuquerque, A., Andrade Pais, L., Boscov, M. E., & Cavaleiro, V. (2022). Mechanical and Chemical Behaviour of Water Treatment Sludge and Soft Soil Mixtures for Liner Production. The Open Civil Engineering Journal, 16, e187414952211101. DOI: 10.2174/18741495-v16-e221115-2022-27.

Selengkapnya
Studi Pemanfaatan Lumpur Pengolahan Air dan Campuran Tanah Lunak sebagai Material Liner

Teknik Elektro

Teknologi: Apa yang dimaksud Digital Data?

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 29 April 2025


Informasi terkomputerisasi, dalam hipotesis data dan kerangka data, adalah data yang digunakan sebagai serangkaian gambar terpisah, yang masing-masing dapat mengambil salah satu dari sejumlah nilai terbatas dari beberapa kumpulan huruf, seperti huruf atau angka. Sebuah ilustrasi dapat berupa arsip konten, yang terdiri dari serangkaian karakter alfanumerik. Bentuk paling umum dari informasi terkomputerisasi dalam kerangka data saat ini adalah informasi paralel, yang disampaikan melalui serangkaian dua digit (bit) yang masing-masing dapat memiliki salah satu dari dua nilai, salah satu atau 1.

Informasi tingkat lanjut dapat dibedakan dengan informasi analog, yang diucapkan dengan nilai dari rangkaian angka asli yang tiada henti. Informasi analog ditransmisikan melalui sebuah tanda analog, yang tidak hanya mempunyai nilai-nilai yang persisten tetapi dapat berubah secara terus-menerus seiring berjalannya waktu, sebuah karya waktu yang bernilai nyata dan persisten. Salah satu kasusnya adalah pembahasan variasi bobot dalam gelombang suara.

Kata maju berasal dari sumber yang sama dengan kata digit dan digitus (kata Latin untuk jari), karena jari sering digunakan untuk menghitung. Matematikawan George Stibitz dari fasilitas Chime Phone Research menggunakan kata canggih yang mengacu pada denyut listrik cepat yang dipancarkan oleh sebuah gadget yang direncanakan untuk mengarahkan dan menembakkan senjata antipesawat pada tahun 1942. Istilah ini paling umum digunakan dalam komputasi dan gadget, khususnya di mana data dunia nyata diubah menjadi bentuk numerik paralel seperti dalam suara terkomputerisasi dan fotografi terkomputerisasi.

Digital clock. The time shown by the digits on the face at any instant is digital data. The actual precise time is analog data.

Simbol ke konversi digital

Karena gambar (misalnya, karakter alfanumerik) tidak ada habisnya, mengolah gambar dengan hati-hati adalah atau mungkin lebih mudah daripada mengubah data nonstop atau analog menjadi data terkomputerisasi. Daripada memeriksa dan melakukan kuantisasi seperti dalam perubahan analog-ke-digital, prosedur seperti survei dan pengkodean digunakan.

Perangkat input gambar biasanya terdiri dari sekumpulan tombol yang disurvei secara berkala untuk melihat tombol mana yang dipertukarkan. Informasi akan hilang jika, dalam satu waktu survei, dua saklar ditekan, atau satu saklar ditekan, dilepaskan, dan ditekan lagi. Penghitungan ini dapat dilakukan oleh prosesor khusus yang ada di dalam gadget agar tidak membebani CPU secara maksimal. Ketika gambar yang tidak terpakai telah dimasukkan, perangkat biasanya mengirimkan penghalang, dalam format khusus, sehingga CPU dapat mempelajarinya.

Untuk gadget dengan sejumlah saklar (seperti tombol pada joystick), status masing-masing dapat dikodekan sebagai bit (biasanya untuk habis dan 1 untuk ditekan) dalam satu kata. Biasanya berguna ketika kombinasi penekanan tombol cukup besar, dan terkadang digunakan untuk meneruskan status tombol pengubah di konsol (seperti pindahkan dan kontrol). Tapi itu tidak menskalakan untuk mendukung lebih banyak kunci daripada jumlah bit dalam satu byte atau kata.

Gadget dengan banyak saklar (seperti konsol komputer) biasanya mengatur saklar-saklar ini dalam jaringan filter, dengan saklar orang pada titik persimpangan garis x dan y. Ketika sebuah saklar ditekan, saklar tersebut menghubungkan garis x dan y yang membandingkan secara bersamaan. Survei (dalam hal ini biasa disebut pengecekan) dilakukan dengan menggerakkan setiap garis x secara berurutan dan mengidentifikasi garis y mana pada titik tersebut yang memiliki bendera, dengan cara ini tombol mana yang ditekan. Ketika prosesor konsol mendeteksi bahwa kunci telah berubah status, ia mengirimkan tanda ke CPU yang menunjukkan kode pemeriksaan kunci dan status modernnya. Gambar kemudian dikodekan atau diubah menjadi angka berdasarkan status tombol pengubah dan pengkodean karakter yang diperlukan.

Pengkodean khusus dapat digunakan untuk aplikasi tertentu tanpa kehilangan informasi. Meskipun demikian, menggunakan pengkodean standar seperti ASCII berisiko jika simbol seperti 'ß' harus dikonversi tetapi tidak sesuai standar.

Diperkirakan bahwa pada tahun 1986, kurang dari 1% kapasitas inovatif dunia untuk menyimpan data telah terkomputerisasi dan pada tahun 2007 hingga saat ini sudah mencapai 94%. Tahun 2002 diasumsikan sebagai tahun dimana umat manusia mampu menyimpan lebih banyak data secara komputerisasi dibandingkan dengan pengaturan analog (“awal zaman maju”).

Kondisi

Informasi lanjutan datang dalam tiga kondisi berikut:
informasi saat istirahat, informasi dalam perjalanan, dan informasi dalam pemanfaatan. Privasi, ketajaman, dan aksesibilitas harus diawasi di tengah seluruh siklus hidup dari 'lahir' hingga pemusnahan informasi.


Disadur dari: en.wikipedia.org

Selengkapnya
Teknologi: Apa yang dimaksud Digital Data?
« First Previous page 521 of 1.350 Next Last »