Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Merancang Terowongan Aman di Formasi Lempung Dalam: Pembelajaran dari Dua Dekade Pemantauan Galeri HADES dan GRD4

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025


Pengelolaan limbah nuklir jangka panjang menuntut infrastruktur bawah tanah yang stabil selama puluhan hingga ratusan tahun. Salah satu kandidat terbaik untuk penyimpanan geologis adalah formasi lempung dalam, seperti Boom Clay di Belgia dan Callovo-Oxfordian claystone di Prancis. Artikel ini menyajikan hasil analisis 20 tahun pemantauan struktur galeri bawah tanah di kedua lokasi penelitian: Connecting Gallery dari laboratorium HADES (Belgia) dan GRD4 Gallery dari Meuse/Haute-Marne URL (Prancis).

1. Konteks Proyek dan Signifikansinya

Tujuan utama dari studi ini:

  • Menilai stabilitas jangka panjang terowongan di lempung dalam.
  • Mengevaluasi pengaruh perilaku visko-plastik tanah terhadap struktur pelapis (lining).
  • Menyediakan dasar empiris untuk desain repositori limbah radioaktif geologis masa depan.

2. Galeri HADES: 20 Tahun Pemantauan di Boom Clay

Konstruksi Connecting Gallery

  • Lokasi: Mol, Belgia
  • Kedalaman: ±225 meter
  • Panjang: 85 meter
  • Pelapis: 83 cincin beton C75/90, tebal 40 cm, tanpa tulangan
  • Progres: 2–4 meter per hari

Instrumentasi

  • 270 strain gauge dipasang dalam pelapis beton
  • Monitoring sejak 2002, fokus pada 3 cincin utama (ring 15, 30, 50)
  • Tambahan: prisma topografi untuk memantau konvergensi cincin

Hasil Utama

  • Deformasi linier meningkat perlahan tapi konsisten
  • Bentuk cincin berubah menjadi oval horizontal (bentuk telur tidur)
  • Konvergensi:
    • Semi-minor axis berkurang 4 mm
    • Semi-major axis bertambah 8 mm
  • Stres di beton meningkat dari 0 → 30 MPa namun masih jauh di bawah kekuatan ultimate beton

Dampak PRACLAY Heater Test

  • Pada 2014, pemanasan 80°C menyebabkan perubahan pola deformasi akibat perubahan tegangan tanah.

3. Galeri GRD4: Eksperimen di Lempung Batu Prancis

Konstruksi GRD4 Gallery

  • Lokasi: Bure, Prancis
  • Formasi: Callovo-Oxfordian claystone
  • Panjang: 89 meter
  • Pelapis: beton bertulang C60/75, tebal 80 cm
  • Grouting:
    • 36 m grout konvensional
    • 30–40 m grout kompresibel
  • Progres rata-rata: 0.79 meter per hari

Instrumentasi

  • Strain gauge + pressure cell dipasang pada 4 cincin terpilih
  • Segmentasi deformasi disesuaikan berdasarkan jenis grout

Hasil Pemantauan

  • Konvergensi anisotropik:
    • Galeri paralel dengan tegangan horizontal utama: rasio Cv/Ch = 0.5
    • Galeri tegak lurus: rasio Cv/Ch = 4–5
  • Efek grout:
    • Grout kompresibel mengurangi deformasi
    • Grout konvensional menghasilkan regangan lebih besar
  • Perilaku mirip dengan HADES: peningkatan ovalisasi horizontal seiring waktu

4. Perbandingan Perilaku Jangka Panjang

Persamaan:

  • Keduanya menunjukkan perubahan bentuk galeri menjadi oval horizontal
  • Strain meningkat perlahan selama dekade
  • Tegangan meningkat seiring waktu tapi tidak menyebabkan keruntuhan

Perbedaan:

  • Boom Clay: lempung lunak, tanpa tulangan, lining tanpa grout
  • Claystone: batu lempung lebih kaku, pelapis bertulang + grout
  • GRD4 menunjukkan bahwa grout kompresibel mampu meredam tekanan dari konvergensi tanah

5. Analisis Stres: Model dan Validasi

Pendekatan Eurocode2

  • Digunakan untuk mengestimasi stres berdasarkan strain
  • Memperhitungkan creep dan shrinkage jangka panjang
  • Parameter dikalibrasi berdasarkan uji laboratorium selama 1 tahun
  • Stres puncak tetap di bawah ambang kerusakan beton → menunjukkan faktor keamanan memadai

6. Implikasi untuk Repositori Limbah Nuklir

  • Deformasi jangka panjang tidak dapat diabaikan, bahkan setelah 10–20 tahun
  • Desain pelapis harus fleksibel terhadap perubahan bentuk anisotropik
  • Monitoring berkala sangat krusial untuk deteksi dini perubahan perilaku galeri
  • Pemanfaatan grout kompresibel sangat disarankan pada kondisi anisotropi stres tinggi

7. Refleksi & Rekomendasi Praktis

Untuk insinyur dan perencana:

  • Kombinasi data lapangan jangka panjang dan model Eurocode memberikan panduan realistis
  • Perlunya memasukkan visko-plastisitas dan anisotropi dalam perhitungan desain struktur bawah tanah

Untuk kebijakan nuklir nasional:

  • Studi ini memperkuat bukti bahwa penyimpanan di lempung dalam secara teknis layak dan aman
  • Perlu investasi berkelanjutan pada riset in situ dan monitoring berkala

Untuk akademisi:

  • Peluang penelitian lanjutan pada interaksi pelapis–lempung di bawah pemanasan jangka panjang (seperti PRACLAY Heater Test)

Sumber : Dizier, A., Scibetta, M., Armand, G., Zghondi, J., et al. Stability analysis and long-term behaviour of deep tunnels in clay formations. Geological Society, London, Special Publications, 536, 185–204. Published online: May 22, 2023.

Selengkapnya
Merancang Terowongan Aman di Formasi Lempung Dalam: Pembelajaran dari Dua Dekade Pemantauan Galeri HADES dan GRD4

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Strategi Pengendalian Risiko Konstruksi TBM di Atas Terowongan Operasional: Studi Kasus Chongqing Rail Transit

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025


Pendahuluan: Tantangan Konstruksi Terowongan Modern

Dalam era urbanisasi pesat, pembangunan jalur kereta bawah tanah kerap bersinggungan dengan infrastruktur eksisting, termasuk terowongan operasional yang telah berfungsi selama bertahun-tahun. Studi yang diulas kali ini menyoroti risiko dan solusi konstruksi Tunnel Boring Machine (TBM) di atas terowongan operasional, mengambil studi kasus nyata dari proyek Chongqing Rail Transit Line 5 di Tiongkok. Penelitian ini bukan hanya relevan secara teknis, tetapi juga penting bagi keselamatan publik dan efisiensi investasi infrastruktur perkotaan.

Latar Belakang dan Signifikansi Studi

Konstruksi terowongan baru di dekat atau di atas terowongan yang telah beroperasi menimbulkan tantangan teknis yang besar. Risiko utamanya meliputi deformasi tanah, perubahan gaya internal struktur, hingga potensi kerusakan pada terowongan lama yang dapat mengancam keselamatan operasional. Di banyak negara maju seperti Jepang, panduan teknis telah dikembangkan untuk mengendalikan risiko ini, namun di Tiongkok, kasus-kasus spesifik seperti TBM yang melintas di atas terowongan aktif masih membutuhkan kajian mendalam dan solusi berbasis data lapangan serta simulasi numerik.

Metodologi: Inspeksi Lapangan & Simulasi Numerik

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan utama:

  • Inspeksi Lapangan: Melakukan evaluasi langsung terhadap kesehatan struktur lining terowongan operasional (Operational Tunnel Lining/OTL).
  • Simulasi Numerik: Menganalisis deformasi, gaya internal, dan cakupan pengaruh akibat konstruksi TBM menggunakan perangkat lunak simulasi geoteknik.

Pendekatan kombinasi ini memungkinkan peneliti untuk memahami baik kondisi aktual maupun potensi risiko berdasarkan skenario rekayasa.

Temuan Utama: Dampak Konstruksi TBM terhadap Terowongan Operasional

  1. Deformasi Uplift pada Terowongan Lama
    • Konstruksi TBM di atas terowongan operasional menyebabkan kecenderungan uplift (pengangkatan) pada terowongan bawahnya.
    • Uplift terbesar terjadi pada bagian vault (atap lengkung) dibandingkan ballast bed (lantai rel).
    • Cakupan pengaruh deformasi membentuk pola paralelogram, dengan sumbu panjang sejajar terowongan operasional dan sumbu pendek sejajar terowongan TBM baru.
  2. Transformasi Mode Mekanis
    • Konstruksi TBM mengubah mode mekanis OTL dari kompresi eksentris kecil menjadi kompresi eksentris besar.
    • Area antara dua terowongan TBM (kiri dan kanan) menjadi titik paling rawan terhadap kerusakan struktural.
  3. Fluktuasi Gaya Dalam
    • Momen lentur dan gaya aksial pada OTL berfluktuasi signifikan dalam zona pengaruh.
    • Penurunan gaya dalam terjadi pada sambungan konstruksi terowongan operasional, menandakan potensi titik lemah struktur.

Studi Kasus: Proyek Chongqing Rail Transit Line 5

  • Dua terowongan TBM dibangun paralel di atas dua terowongan operasional kereta api Chongqing-Huaihua.
  • Jarak vertikal minimum antara TBM dan terowongan operasional hanya 8,946 meter, dengan jarak horizontal antar tepi terowongan TBM sekitar 14 meter.
  • Kondisi ini menimbulkan risiko tinggi karena beban konstruksi TBM dapat menambah deformasi dan gaya dalam pada terowongan lama, apalagi mengingat usia struktur yang sudah lama beroperasi.

Angka-angka Penting dari Studi

  • Jarak vertikal minimum: 8,946 m
  • Jarak horizontal antar tepi TBM: 14 m
  • Pengaruh uplift dan deformasi: Lebih besar pada vault, berkurang pada ballast bed, dengan pola pengaruh berbentuk paralelogram
  • Mode kompresi berubah: Dari eksentris kecil ke eksentris besar, meningkatkan risiko kerusakan

Strategi Pengendalian Risiko

Penelitian ini mengusulkan beberapa solusi berbasis hasil simulasi dan evaluasi lapangan:

  • Kontrol parameter TBM: Menyesuaikan tekanan muka, kecepatan penggalian, dan volume pengisian untuk meminimalkan gangguan pada tanah sekitar.
  • Backfilling dengan pea-gravel dan grouting: Mengisi rongga antara lining dan tanah dengan kerikil halus dan grouting untuk meningkatkan stabilitas dan mencegah deformasi berlebih.
  • Bottom grouting: Menguatkan bagian bawah terowongan operasional untuk menahan uplift dan perubahan gaya internal.
  • Monitoring real-time: Penggunaan sistem monitoring otomatis untuk mendeteksi perubahan deformasi dan gaya dalam secara langsung selama proses konstruksi.

Kritik dan Komparasi dengan Penelitian Lain

Penelitian ini unggul dalam menggabungkan data lapangan dengan simulasi numerik, memberikan gambaran komprehensif mengenai risiko dan solusi yang dapat diterapkan. Namun, pendekatan ini masih memiliki keterbatasan:

  • Generalisasi solusi: Setiap proyek memiliki kondisi geologi dan struktur yang unik, sehingga solusi dari studi ini perlu disesuaikan dengan kondisi lokal.
  • Kurangnya analisis biaya: Penelitian lebih menekankan aspek teknis, sementara keputusan di lapangan sering kali dipengaruhi oleh pertimbangan ekonomi.
  • Perbandingan internasional: Studi ini dapat diperkaya dengan membandingkan hasilnya dengan kasus serupa di negara lain, misalnya penerapan teknologi monitoring otomatis di Jepang atau sistem penguatan struktur di Eropa.

Relevansi dengan Tren Industri dan Pembelajaran Digital

Topik ini sangat relevan dengan tren global di bidang konstruksi infrastruktur dan smart city. Penggunaan simulasi numerik, monitoring otomatis, dan penguatan struktur berbasis data adalah bagian dari transformasi digital di sektor konstruksi. Untuk platform pembelajaran, artikel ini juga menjadi contoh pembelajaran berbasis studi kasus nyata yang mengintegrasikan teori, simulasi, dan aplikasi lapangan.

Opini dan Rekomendasi

Penelitian ini sangat direkomendasikan bagi para insinyur sipil, manajer proyek, dan pemangku kepentingan di bidang infrastruktur perkotaan. Studi ini tidak hanya memberikan solusi teknis, tetapi juga menekankan pentingnya kolaborasi antara tim lapangan dan tim analisis untuk memastikan keselamatan dan keberlanjutan proyek. Untuk pengembangan ke depan, integrasi machine learning dalam monitoring dan prediksi deformasi struktur dapat menjadi terobosan berikutnya.

Kesimpulan

Konstruksi TBM di atas terowongan operasional adalah tantangan besar yang membutuhkan pendekatan multidisiplin. Studi kasus Chongqing Rail Transit Line 5 membuktikan bahwa kombinasi inspeksi lapangan, simulasi numerik, dan pengendalian parameter konstruksi dapat secara signifikan mengurangi risiko kerusakan struktur lama. Solusi yang ditawarkan dapat menjadi acuan berharga bagi proyek-proyek serupa di masa depan, baik di Tiongkok maupun di negara lain yang menghadapi tantangan serupa.

Sumber : Lu F, Li L, Chen Z, Liu M, Li P, Gao X, Ji C, Gong L (2023), Risk analysis and countermeasures of TBM tunnelling over the operational tunnel. Front. Earth Sci. 11:1103405. doi: 10.3389/feart.2023.1103405

Selengkapnya
Strategi Pengendalian Risiko Konstruksi TBM di Atas Terowongan Operasional: Studi Kasus Chongqing Rail Transit

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Menguak Rahasia Terowongan di Tanah Lunak: Eksperimen Revolusioner dengan TBM Mini

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025


Latar Belakang & Signifikansi 

Penelitian oleh Arora dkk. (2020) dari Colorado School of Mines ini menyoroti tantangan konstruksi terowongan di tanah lunak (squeezing ground), seperti lempung dan batuan kaya lempung, yang menyebabkan deformasi besar dan risiko keruntuhan. Studi ini menggunakan model fisik inovatif yang mensimulasikan penggalian dengan Tunnel Boring Machine (TBM) mini di bawah tekanan triaksial, meniru kondisi lapangan hingga kedalaman 500 meter. 

 Metodologi & Temuan Kunci 

1. Model Fisik & Material Sintetis 

   - Batuan sintetis (campuran lempung, semen, dan air) dirancang meniru sifat mudstone alami, dengan UCS 4.47 MPa dan modulus elastisitas 0.65 GPa. 

   - TBM mini dilengkapi sensor untuk memantau torsi, tekanan, dan laju ekskavasi. 

2. Hasil Eksperimen 

   - Deformasi Time-Dependent: Setelah 168 jam, deformasi radial meningkat 35-55% di lokasi tertentu (Tabel 3-3). 

   - Akustik Emisi (AE): Terjadi 1.588 event AE selama ekskavasi, dengan peningkatan 60% pasca-ekskavasi akibat creep (Gambar 3-11). 

   - Longitudinal Displacement Profile (LDP): Deformasi maksimum 1.45% di area terjauh dari muka terowongan (Gambar 3-13). 

3. Klasifikasi Squeezing Ground 

   - "Squeezing number" (S) diperkenalkan untuk memprediksi tingkat deformasi: 

     - S < 1: Deformasi minimal (<1%). 

     - S > 17: Deformasi ekstrem (>10%) (Tabel 2-3). 

 Studi Kasus & Validasi 

- Terowongan John Street (Kanada): Tekanan horizontal 13-30x lebih besar dari vertikal menyebabkan deformasi moderat (Gambar 2-3). 

- Terowongan Laodongshan (China): Batuan grade V dengan S = 7.78 mengakibatkan konvergensi horizontal 402 mm (Gambar 2-4). 

- Terowongan Stillwater (AS): 26% panjang terowongan mengalami deformasi 2-5% (Gambar 2-6). 

 Kritik & Rekomendasi 

- Keterbatasan: Model belum menguji efek sistem penyangga (support) atau kondisi anisotropik. 

- Aplikasi Industri: Temuan ini bisa direplikasi untuk proyek terowongan dalam atau pertambangan, dengan penyesuaian parameter material. 

- Saran Penelitian Lanjutan: Perlunya eksperimen dengan variasi GSI dan pengaruh air tanah. 

 Kesimpulan 

Studi ini memberikan pemahaman komprehensif tentang mekanisme squeezing ground dan alat prediksi deformasi melalui squeezing number. Implementasi model fisiknya menjadi landasan baru untuk desain terowongan yang lebih aman dan ekonomis. 

Sumber :  Arora, K., Gutierrez, M., & Hedayat, A. (2020). Experimental Study of Tunnels in Squeezing Ground Conditions. University Transportation Center for Underground Transportation Infrastructure, Colorado School of Mines. 

Selengkapnya
Menguak Rahasia Terowongan di Tanah Lunak: Eksperimen Revolusioner dengan TBM Mini

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Memahami Stabilitas Muka Terowongan: Peran Free Span, Forepole Umbrella, dan Drainase Muka di Bawah Muka Air Tanah

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025


Stabilitas muka terowongan adalah tantangan teknis penting, terutama saat penggalian dilakukan di bawah muka air tanah atau dalam kondisi geoteknik yang buruk. Penelitian dalam dokumen ini menyajikan pendekatan Limit Analysis terkini untuk mengevaluasi efek dari tiga aspek utama yang sering dihadapi dalam proyek-proyek terowongan modern: panjang free span, penguatan dengan forepole umbrella, dan drainase muka baik dalam kondisi steady-state maupun transient.

1. Pengaruh Free Span terhadap Stabilitas Muka Terowongan

Free span mengacu pada bagian dari muka terowongan yang tidak diberi penyangga setelah penggalian. Studi ini menunjukkan bahwa:

  • Peningkatan panjang free span mengurangi kestabilan muka terowongan, namun tidak secara langsung memengaruhi geometri blok rotasi di depan muka.
  • Panjang free span maksimal yang dapat stabil sendiri (LMAX) berkisar antara 1 hingga 3 meter, tergantung pada kohesi tanah (c) dan sudut gesek dalam (φ). Misalnya, untuk tanah dengan φ=30° dan c=25 kPa, muka terowongan hanya bisa stabil sendiri jika free span-nya kurang dari 1 m.
  • Pada kondisi dengan φ ≥ 35°, mekanisme yang diajukan mampu memprediksi tekanan runtuh dengan akurasi tinggi, menunjukkan deviasi <3.5 kPa dibandingkan simulasi numerik dengan OptumG2.

2. Efektivitas Forepole Umbrella sebagai Sistem Penguatan

Forepole umbrella adalah metode penguatan yang umum digunakan dalam New Austrian Tunneling Method (NATM), terutama untuk tanah kohesif lunak. Penelitian ini menemukan bahwa:

  • Dua mode kegagalan utama dari elemen forepole yang diperhitungkan adalah gaya geser dan momen lentur.
  • Penerapan forepole umbrella berhasil menurunkan tekanan runtuh hingga 30–40%, tergantung jenis dan dimensi elemen struktural yang digunakan.
  • Studi kasus menggunakan tiga konfigurasi:
    • Light umbrella (diameter 25 mm, jarak 1 m): tekanan runtuh berkurang dari 27.4 kPa menjadi 20.5 kPa.
    • Heavy umbrella (diameter 139.7 mm, ketebalan 14.2 mm, jarak 0.3 m): penurunan lebih signifikan.
  • Ditemukan bahwa untuk penguatan ringan, mekanisme runtuh terdiri dari dua blok; sementara pada penguatan berat, cukup satu blok rotasi karena tanah di bawah payung mengalami kegagalan lokal.

3. Pengaruh Drainase Muka dalam Kondisi Jenuh Air

Advance drainage sangat penting dalam menjaga stabilitas terowongan di bawah muka air tanah. Penelitian ini membedakan efeknya dalam dua kondisi:

3.1 Kondisi Steady-State

  • Drainase borehole (dua titik di bagian atas muka) dapat mengurangi tekanan runtuh hingga 25–30%.
  • Penempatan borehole (“upper” vs “lower”) tidak terlalu signifikan kecuali pada variasi posisi muka air tanah:
    • Upper drainage efektif saat Hw/D > 4.
    • Lower drainage lebih baik untuk Hw/D < 3.
  • Geometri keruntuhan juga berubah: tanpa drainase, mekanisme cenderung horizontal dan panjang ke depan; dengan drainase, lebih vertikal dan mendekati crown tunnel.

3.2 Kondisi Transient

  • Dalam kondisi waktu nyata, pore pressure negatif berkembang sesaat setelah penggalian, memberikan efek stabilisasi sementara.
  • Seiring waktu, tekanan negatif ini hilang akibat rembesan, dan muka terowongan bisa runtuh jika tidak didukung dengan cukup cepat.
  • Drainase mempercepat pengembalian ke steady-state namun dapat menyebabkan penurunan permukaan yang lebih besar (settlement), terutama akibat kombinasi aliran air dan rendahnya tekanan dukungan.

4. Validasi dan Perbandingan Model

Seluruh pendekatan analitis dibandingkan dengan model numerik dari FLAC3D dan OptumG2:

  • Perbedaan tekanan runtuh antara pendekatan analitis dan simulasi <5%, menjadikan metode ini efisien untuk estimasi awal desain tanpa komputasi berat.
  • Model ini cocok untuk tanah berfriksi tinggi (φ ≥ 35°) namun perlu disesuaikan untuk kondisi lempung atau tanah jenuh dengan kohesi tinggi.

Refleksi & Relevansi Industri

Dalam praktik rekayasa bawah tanah, kesalahan dalam memperkirakan stabilitas muka dapat menyebabkan over-excavation, collapse, bahkan kerugian finansial besar. Pendekatan Limit Analysis yang diperluas seperti dalam studi ini memberikan kerangka kerja cepat namun andal untuk merancang:

  • Durasi advance tunneling yang aman.
  • Desain penguatan dengan data geoteknik minimum.
  • Strategi drainase berbasis kondisi air tanah lokal.

Penelitian ini relevan bagi proyek-proyek subway, terowongan air bersih, dan infrastruktur bawah tanah lainnya, terutama di wilayah berair tinggi seperti kota pesisir dan daerah aluvial.

Sumber : PhD Thesis tentang Stabilitas Muka Terowongan: Analisis Free Span, Penguatan Forepole Umbrella, dan Drainase di Bawah Muka Air Tanah.

Selengkapnya
Memahami Stabilitas Muka Terowongan: Peran Free Span, Forepole Umbrella, dan Drainase Muka di Bawah Muka Air Tanah

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Prediksi Deformasi Tanah Akurat Berbasis AI: Pembelajaran dari Proyek Terowongan Crossrail London

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025


Pendahuluan: Tantangan Tersembunyi dalam Konstruksi Terowongan Kota

Di balik kemajuan infrastruktur kota modern yang melibatkan jaringan terowongan bawah tanah seperti MRT, subway, dan jalur kereta cepat, tersimpan tantangan serius: penurunan tanah (settlement) yang berpotensi merusak bangunan di permukaan maupun bawah tanah. Masalah ini tidak hanya disebabkan oleh faktor geologi, tapi juga oleh kombinasi interaksi kompleks antara berbagai parameter teknis, geometris, dan geoteknik.

Untuk menjawab tantangan ini, studi dari tim peneliti di Pan African University dan beberapa universitas di Kenya mengembangkan model prediksi berbasis Artificial Neural Network (ANN) dengan pendekatan baru bernama Partial Dependency Approach (PDA). Studi ini menggunakan data nyata dari proyek Crossrail London dan menunjukkan bahwa sifat indeks tanah, seperti moisture content, plasticity limit, dan plasticity index, adalah faktor dominan yang sering diabaikan.

Latar Belakang: Mengapa Prediksi Settlement Itu Kompleks dan Penting

Dalam proyek terowongan kota, deformasi tanah sangat dipengaruhi oleh:

  • Operasi mesin bor (TBM)
  • Geometri terowongan
  • Sifat mekanik dan indeks tanah

Metode prediksi tradisional, seperti regresi linier atau model numerik, kerap gagal menangkap kompleksitas interaksi antar parameter. ANN memang menawarkan akurasi tinggi, tetapi masih sering dianggap sebagai black-box model yang kurang transparan.

Melalui integrasi dengan Partial Dependency Plot (PDP), ANN dalam studi ini berhasil memberikan gambaran yang lebih jelas tentang parameter mana yang paling berpengaruh, serta bagaimana interaksinya memengaruhi deformasi.

Studi Kasus: Proyek Crossrail London

Lokasi dan Data

  • Lokasi: Hyde Park, London
  • Formasi tanah: London Clay Formation (LCF)
  • Diameter terowongan: 7,1 m
  • Kedalaman: 34,5 m
  • Metode penggalian: Earth Pressure Balance (EPB)

Data Monitoring:

  • 239 titik pemantauan permukaan
  • 104 titik pemantauan bawah tanah
  • Monitoring dilakukan saat penggalian terowongan Westbound (TBM1) oleh Crossrail

Metodologi: Dua Model, Satu Tujuan

1. Multiple Linear Regression (MLR)

  • 12 parameter dimasukkan, termasuk:
    • Jarak horizontal dan vertikal terhadap TBM
    • Tekanan muka TBM
    • Volume loss
    • Moisture content, plastic limit, plasticity index
    • Stiffness horizontal dan vertikal
  • R² model permukaan: 0,8193
  • R² model bawah tanah: 0,8991

Namun, model ini tidak bisa menangkap interaksi parameter secara mendalam.

2. Artificial Neural Network (ANN) + PDA

  • Menggunakan Bayesian Regularization (BR) sebagai algoritma pelatihan
  • Model optimal menggunakan:
    • 5 neuron
    • 3000 epoch
    • RMSE permukaan: 0,133
    • Akurasi permukaan: 90%, bawah tanah: 88%

Keunggulan utama: ANN berbasis PDA mampu memvisualisasikan interaksi antara parameter, misalnya:

  • Ketika plasticity index dan trough width meningkat bersama, dampaknya menurun.
  • Namun, kombinasi moisture content dan shear strength justru memberikan dampak negatif saat nilai salah satu rendah.

Temuan Utama: Parameter Paling Mempengaruhi Settlement

1. Moisture Content (X10)

  • Pengaruh besar terhadap subsurface settlement
  • Dihubungkan dengan fluktuasi muka air tanah saat penggalian berlangsung

2. Plasticity Index (X12) dan Plastic Limit (X11)

  • Semakin tinggi PI → semakin kecil potensi deformasi
  • Interaksinya dengan parameter geometri seperti transverse trough width signifikan

3. Shear Strength (Su) dan Stiffness (Eh)

  • Turun drastis saat tekanan muka TBM naik → menyebabkan deformasi naik

4. TBM Face Pressure (X3)

  • Interaksi tinggi dengan sifat mekanik dan indeks
  • Kenaikan face pressure → subsurface settlement meningkat drastis

5. Volume Loss (X4)

  • Faktor penting, tapi tidak sepenting lebar trough (X5)

Pentingnya Partial Dependency Approach (PDA)

Salah satu kekuatan model ini adalah kemampuannya menunjukkan efek interaksi dua variabel terhadap settlement secara visual dan kuantitatif. Misalnya:

  • Kombinasi nilai rendah dari X1 (jarak dari TBM) dan X12 (PI) → memberikan efek settlement maksimal
  • Sementara pasangan variabel dengan efek searah seperti X7 (Su) dan X10 (MC) → interaksinya justru minimal

Artinya, hubungan linier atau korelasi tinggi antar variabel tidak selalu menjamin interaksi kuat. Inilah yang tidak bisa ditangkap oleh model MLR biasa.

Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya

1. Chen et al. (2019):

  • Menggunakan GRNN untuk prediksi settlement → RMSE = 1,35
  • Model ANN-PDA dalam studi ini: RMSE jauh lebih kecil = 0,133

2. Zhang et al. (2020):

  • Gunakan XGBoost → RMSE = 0,11
  • ANN model ini hampir setara, tapi dengan visualisasi interaksi lebih unggul

3. Khatami et al. (2013):

  • Gunakan ANN untuk twin tunnel settlement
  • Tidak mempertimbangkan sifat indeks tanah → hasil kurang representatif untuk clay

Kesimpulan: Studi ini adalah yang pertama mengintegrasikan indeks tanah secara komprehensif dalam prediksi ANN untuk kasus nyata proyek besar.

Implikasi Praktis: Untuk Siapa dan Mengapa Ini Penting

1. Bagi Insinyur Geoteknik:

  • Harus mempertimbangkan moisture content dan plasticity dalam desain penyangga terowongan
  • Hindari pendekatan yang hanya mengandalkan kuat geser dan modulus elastisitas

2. Bagi Desainer dan Perencana Terowongan:

  • Model ini bisa digunakan sebagai alat bantu pengambilan keputusan dalam menentukan parameter operasional TBM
  • Bisa digunakan pada tahap feasibility maupun monitoring real-time

3. Bagi Peneliti dan Pengembang AI Teknik Sipil:

  • ANN berbasis PDA bisa dikembangkan untuk prediksi deformasi pada proyek lainnya: bendungan tanah, fondasi, dinding penahan
  • Potensial dikombinasikan dengan sistem BIM dan IoT

Kesimpulan: Bukan Hanya Soal Prediksi, Tapi Juga Transparansi dan Pemahaman

Model ANN berbasis Partial Dependency Approach dalam studi ini menawarkan pendekatan prediktif yang tidak hanya akurat, tapi juga transparan. Ini adalah kunci penting bagi proyek-proyek besar yang melibatkan interaksi parameter kompleks dan risiko geoteknik tinggi.

Dengan akurasi tinggi, visualisasi yang intuitif, serta kemampuan menangkap interaksi parameter yang selama ini tersembunyi, pendekatan ini bisa menjadi standar baru dalam analisis deformasi tanah untuk proyek terowongan modern.

Sumber : Samar Ali Hassan, Stanley Muse Shitote, Joseph Ng’ang’a Thuo, Dennis Cheruiyot Kiplangat. Predictive Models to Evaluate the Interaction Effect of Soil-Tunnel Interaction Parameters on Surface and Subsurface Settlement. Civil Engineering Journal, Vol. 8, No. 11, November 2022.

 

Selengkapnya
Prediksi Deformasi Tanah Akurat Berbasis AI: Pembelajaran dari Proyek Terowongan Crossrail London

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Strategi Konstruksi Terowongan Efektif di Zona Batuan Lemah: Studi Kasus Tambang Lega-Dembi Ethiopia

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025


Pendahuluan: Menguak Tantangan Stabilitas Terowongan di Dunia Pertambangan

Konstruksi dan pemeliharaan terowongan di tambang bawah tanah adalah tantangan geoteknik yang kompleks, terutama di daerah dengan kondisi batuan yang lemah dan tidak stabil. Salah satu contoh ekstremnya terjadi di tambang emas Lega-Dembi di Ethiopia. Tambang ini telah mengalami tiga keruntuhan besar sejak 2018, yang berdampak pada terhambatnya produksi dan risiko keselamatan pekerja.

Artikel ilmiah berjudul “Numerical analysis of underground tunnel deformation: a case study of Midroc Lega-Dembi gold mine” membahas pendekatan numerik dalam mengevaluasi deformasi terowongan serta solusi teknik yang paling efektif untuk menghadapinya. Melalui model simulasi tiga dimensi dan studi kasus nyata, riset ini membuka jalan bagi rancangan sistem penyangga yang lebih tangguh dan adaptif terhadap kondisi batuan ekstrem.

Lega-Dembi: Lokasi Strategis dengan Risiko Geoteknik Tinggi

Tambang ini terletak di ketinggian 2200 m, di bawah Pegunungan Lega-Dembi di Ethiopia Selatan, dengan kedalaman penggalian mencapai 440 meter. Daerah ini kaya akan emas dengan produksi tahunan 4.500 kg dan total cadangan lebih dari 37 juta ton bijih, namun dikelilingi oleh formasi batuan rapuh seperti talcose schist, gneiss, dan zona sesar aktif.

Tiga kegagalan utama terjadi akibat tekanan geologi dan deformasi dinding terowongan:

  • Tahun 2018: Keruntuhan muka terowongan pertama.
  • Tahun 2019: Rusaknya headrace tunnel sepanjang 20 meter.
  • Januari 2021: Rockfall besar yang mengakibatkan gagalnya sistem penyangga berupa rock bolt sepanjang 4 meter.

Metodologi: Simulasi Numerik 2D dan 3D

Peneliti menggunakan kombinasi metode kontinu dan diskontinu dengan tiga perangkat lunak:

  • RS2 (2D finite element)
  • FLAC3D (3D finite difference)
  • 3DEC (3D distinct element)

Model yang dibangun menggambarkan bentuk terowongan horseshoe dengan lebar 6 m dan tinggi 7,5 m. Model ini memperhitungkan zona pengaruh tekanan sejauh 24 meter dari dinding terowongan untuk meniru realitas geoteknik.

Hasil Simulasi: Apa Penyebab dan Solusinya?

Deformasi Maksimal: 0,40 meter di sisi kanan terowongan

Dengan deformasi sebesar 5,84% dari radius terowongan, struktur diklasifikasikan dalam kategori "severe squeezing" berdasarkan kurva Hoek. Artinya, batuan mengalami deformasi signifikan yang sulit dikontrol hanya dengan penyangga sederhana.

Evaluasi Sistem Penyangga:

  • Tanpa penyangga: deformasi 0,36 m
  • Dengan rock bolt saja: deformasi berkurang ke 0,28 m
  • Kombinasi rock bolt dan shotcrete: deformasi menurun drastis menjadi 0,11 m

Efektivitas kombinasi sistem: mampu menurunkan deformasi hingga 69,44% dibandingkan kondisi tanpa penyangga.

Analisis Parameter Geoteknik: Apa yang Paling Berpengaruh?

1. Geological Strength Index (GSI)

  • Penurunan GSI 50% → deformasi naik 80,17%
  • Kenaikan GSI 50% → deformasi turun 93,39%

2. Unconfined Compressive Strength (UCS)

  • Penurunan 50% → deformasi naik 99,85%

3. Young’s Modulus (E)

  • Penurunan 50% → deformasi naik 93,10%

4. Disturbance Factor (D)

  • Peningkatan dari 0 ke 1 → deformasi naik 59,49%

5. Rock Joints

  • Terowongan tanpa retakan: 0,18 m
  • Terowongan dengan full jointed: 1,08 m
    Kenaikan deformasi: 142,85%

Kesimpulan penting: GSI dan UCS adalah faktor penentu paling dominan dalam kestabilan terowongan.

Validasi Model dan Studi Pembanding

Peneliti membandingkan model mereka dengan studi oleh Yu et al. (Da Pingshan Tunnel, Tiongkok) dan menemukan hasil yang selaras. Ini memperkuat akurasi model numerik yang digunakan, bahkan dalam kondisi geologi yang sangat berbeda.

Continuum vs Discontinuum: Mana yang Lebih Akurat?

  • Metode kontinu (RS2 & FLAC3D) lebih praktis dan cepat digunakan.
  • Metode diskontinu (3DEC) memberi prediksi displacement lebih kecil karena mempertimbangkan efek retakan alami dalam batuan.

Keduanya menunjukkan pola tegangan yang serupa, namun metode diskontinu lebih cocok untuk batuan retak yang kompleks seperti pada Lega-Dembi.

Rekomendasi Konstruksi: Kombinasi Sistem Penyangga

Untuk mencapai stabilitas optimal, studi ini menyarankan:

  • Pemasangan rock bolt sepanjang 4 meter
  • Penggunaan shotcrete setebal 100 mm dengan kekuatan 30 MPa
  • Pengaturan jarak antar rock bolt sesuai pola deformasi dominan
  • Pemantauan berkala terhadap parameter GSI dan UCS

Analisis Kritis dan Nilai Tambah Penelitian

Kelebihan:

  • Kombinasi 3 pendekatan numerik memberi gambaran holistik.
  • Disertai validasi model dan studi kasus nyata.
  • Relevan untuk tambang lain dengan struktur batuan lemah dan kompleks.

Kekurangan:

  • Belum menguji variasi bentuk penampang terowongan lain (selain horseshoe).
  • Data lapangan bersifat lokal; perlu studi lanjutan untuk tambang dengan geologi berbeda.

Dampak dan Arah Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini relevan untuk:

  • Industri pertambangan yang sering mengalami kegagalan struktur bawah tanah.
  • Perancang sistem penyangga terowongan yang membutuhkan data teknis empiris.
  • Akademisi dan peneliti geoteknik yang fokus pada optimasi desain infrastruktur bawah tanah.

Arah lanjutan yang disarankan:

  • Mengintegrasikan machine learning untuk prediksi real-time deformasi.
  • Pengembangan sistem monitoring deformasi berbasis sensor digital di lapangan.

Kesimpulan: Originalitas dan Kepraktisan yang Teruji

Studi deformasi di tambang Lega-Dembi ini memperlihatkan pentingnya perpaduan model numerik dan data geoteknik aktual dalam memahami serta menangani keruntuhan terowongan. Kombinasi rock bolt dan shotcrete terbukti sebagai solusi yang paling efektif, terutama untuk kondisi batuan yang sangat lemah.

Lebih dari sekadar simulasi, riset ini menyuguhkan kerangka kerja nyata yang bisa digunakan oleh industri untuk mengurangi risiko kecelakaan, menekan biaya perbaikan, dan meningkatkan umur proyek tambang bawah tanah.

Sumber : Nagessa Zerihun Jilo, Siraj Mulugeta Assefa, & Eleyas Assefa. Numerical analysis of underground tunnel deformation: a case study of Midroc Lega-Dembi gold mine. Scientific Reports, 14, 7964 (2024). DOI: 10.1038/s41598-024-57621-x

Selengkapnya
Strategi Konstruksi Terowongan Efektif di Zona Batuan Lemah: Studi Kasus Tambang Lega-Dembi Ethiopia
« First Previous page 501 of 1.352 Next Last »