Pertanian
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025
Dalam artikel ini kita akan membahas jenis pohon yang menghasilkan makanan/minuman yang sangat popuuer di dunia yaitu coklat. Coklat dihasilkan dari pohon kakao yang memiliki nama ilmiah Theobroma cacao L. Kakao adalah tanaman budidaya yang berasal dari Amerika Selatan. Saat ini, tanaman ini ditanam di berbagai wilayah tropis di seluruh dunia. Biji kakao yang diproduksi oleh tanaman ini diolah menjadi berbagai produk yang dikenal masyarakat sebagai cokelat.
Botani pohon kakao
Kakao merupakan tanaman tahunan yang berbentuk pohon dan bisa tumbuh hingga mencapai ketinggian 10 meter di alam. Namun, dalam budi daya, tinggi pohon biasanya dibatasi menjadi tidak lebih dari 5 meter saja. Hal ini dilakukan supaya cabangnya dapat berkembang dengan baik. Bunga kakao tumbuh langsung dari batang tanaman dan biasanya diserbuki oleh serangga seperti lalat kecil, semut bersayap, afid, dan beberapa jenis lebah.
Buah kakao berkembang dari bunga yang telah diserbuki dan memiliki ukuran yang jauh lebih besar daripada bunganya. Buah ini biasanya berbentuk bulat hingga memanjang dan berubah warna dari hijau atau ungu. Dan kemudian berubah menjadi kuning kalau sudah matang. Di dalam buah terdapat biji yang dikelilingi oleh pulp berwarna putih. Pulp inilah yang akan difermentasi selama tiga hari setelah panen, kemudian biji dikeringkan di bawah sinar matahari.
Syarat pertumbuhan dan penyebaran
Kakao secara alami tumbuh di hutan yang memiliki iklim tropis. Tanaman kakao termasuk dalam kategori tanaman yang menyukai naungan, dengan kemungkinan hasil yang bervariasi antara 50 hingga 120 buah per pohon setiap tahunnya. Pada umumnya, kakao tumbuh dalam kelompok di sepanjang tepi sungai. Akarnya pohonnya kemungkinan akan terendam air dalam waktu yang cukup lama selama setahun. Tanaman ini biasanya ditemukan pada ketinggian rendah, di bawah 300 meter di atas permukaan laut, dan tumbuh subur di daerah dengan curah hujan antara 1.000 hingga 3.000 mm per tahun.
Asal-usul kakao berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan bagian utara Amerika Selatan (termasuk Kolombia, Ekuador, Venezuela, Brasil, Guyana, Suriname, dan Guyana Prancis). Selain itu, kakao juga telah diperkenalkan sebagai tanaman komersial ke banyak negara tropis di Afrika dan Asia.
Varietas, kecepatan pertumbuhan dan produksi
Terdapat beberapa varietas kakao, termasuk Criolo, Forastero, dan Trinitario. Criolo dikenal sebagai kakao mulia, sementara Forastero adalah varietas terbesar yang diolah dan ditanam. Trinitario merupakan hasil persilangan antara Forastero dan Criolo. Kakao mulia diproduksi dari varietas Criolo, sementara kakao curah berasal dari jenis Forastero.
Proses produksi biji kakao dimulai dari penanaman bibit, dan buahnya dapat dipanen setelah sekitar lima bulan. Proses ini meliputi pemeraman buah untuk memudahkan pengeluaran biji, pemecahan buah, fermentasi biji selama enam hari, perendaman dan pencucian untuk menghentikan fermentasi dan membersihkan biji, pengeringan untuk menurunkan kadar air dalam biji, penyortiran biji berdasarkan mutunya, dan penyimpanan dalam karung goni.
Produk Olahan Kakao
Produk olahan primer:
Produk olahan sekunder:
Standardisasi produk olahan kakao:
Produksi Indonesia
Sejak tahun 1930, kakao (Theobroma cacao L.) telah menjadi salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting dalam ekonomi Indonesia. Pada tahun 2010, Indonesia menempati posisi ketiga sebagai pengekspor biji kakao terbesar di dunia, setelah Negara Pantai Gading dan Ghana, dengan produksi biji kering.
Daerah-daerah penghasil kakao di Indonesia meliputi Sulawesi Selatan (28,26%), Sulawesi Tengah (21,04%), Sulawesi Tenggara (17,05%), Sumatera Utara (7,85%), Kalimantan Timur (3,84%), Lampung (3,23%), dan daerah lainnya (18,74%). Budidaya kakao di Pulau Jawa, terutama di Jawa Barat, masih belum berkembang secara signifikan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016, daerah di Jawa Barat yang memiliki produksi kakao terbesar adalah Cianjur, Bandung Barat, dan Sukabumi.
Kajian Metabolomik yang Sudah Dilakukan
Beberapa studi metabolomik tidak terarah (untargeted) telah dilakukan untuk melihat profil dan jenis-jenis metabolit yang terdapat pada biji kakao. Dari beberapa riset dapat diperoleh informasi bahwa kakao adalah salah satu unsur nutrisi yang paling kaya akan polifenol, terutama yang mengandung polifenol kelompok flavonoid, terutama kelompok flavan-3-oles (katekin, epicatechin dan oligomernya merupakan procanidines), walaupun flavonol seperti quercetin dan glukosida serta antokianya juga bisa ditemukan. Baru-baru ini telah dibuktikan bahwa flavonoid kakao dan turunannya sangat baik bermanfaat dalam pencegahan penyakit kardiovaskular dan degeneratif: antioksidan bersifat protektif terhadap radikal bebas dan spesies degeneratif lainnya mencegah oksidasi LDL; modulasi homeostasis vaskular, menghambat agregasi trombosit.
Kajian Metabolomik yang Dapat Dilakukan
Kajian metabolomik yang dapat dilakukan adalah untuk penentuan kualitas biji kakao dari masing-masing varietas dari segi metabolit yang dihasilkannya. Selain itu kajian metabolomik juga dapat dilakukan untuk menentukan/mengoptimasi proses fermentasi yang menghasilkan biji kakao berkualitas jika dilihat dari segi metabolit dan hubungannya dengan cita rasa cokelat yang dihasillkannya.
Manfaat
Biji kakao (biji kakao kering dan terfermentasi) memiliki 45-53,2% lemak dalam bentuk cocoa butter (juga dikenal sebagai theobroma oil) yang terdiri dari berbagai asam lemak. Biji kakao mengandung hingga 10% fenol dan flavenoids yang merupakan antioksidan yang berpotensi menghambat kanker atau penyakit kardiovaskular, serta potasium, magnesium, kalsium dan zat besi. Selain itu, mereka mengandung 1-3% theobromine dan kafein, alkaloid yang merangsang sistem saraf pusat. Kafein memiliki efek positif pada kewaspadaan mental, misalnya saat dikonsumsi dalam minuman berkafein.
Sumber: id.wikipedia.org
Pertanian
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025
Kopi atau kahwa adalah minuman yang dibuat dari biji kopi yang disangrai dan dihaluskan. Tanaman kopi ini ditanam di lebih dari 50 negara, dengan dua spesies utama yaitu Kopi Robusta dan Kopi Arabika.
Proses pembuatan kopi dimulai dari pemanenan biji yang telah matang, baik secara manual maupun menggunakan mesin. Kemudian biji kopi diproses dan dikeringkan sebelum dijadikan kopi gelondong. Proses berikutnya adalah penyangraian, dengan tingkat derajat yang bervariasi. Setelah disangrai, biji kopi dihaluskan menjadi bubuk sebelum dapat diseduh dan diminum.
Kopi pertama kali ditemukan oleh bangsa Etiopia sekitar 3000 tahun yang lalu. Sejak saat itu, kopi menjadi minuman populer yang dikonsumsi di seluruh dunia. Indonesia sendiri merupakan produsen kopi terbesar dengan produksi lebih dari 400 ribu ton per tahunnya. Selain memiliki rasa dan aroma yang menarik, kopi juga memiliki manfaat kesehatan seperti menurunkan risiko penyakit kanker, diabetes, batu empedu, dan penyakit jantung.
Sejarah singkat
Penemuan biji kopi dimulai sekitar tahun 800 SM di Afrika, terutama di Etiopia, di mana biji tersebut dikonsumsi untuk kebutuhan protein dan energi. Bangsa Arab kemudian mengadopsi pengolahan biji kopi dengan metode lebih maju, yang kemudian menjadi populer di kalangan umat Islam pada abad ke-13.
Pada abad ke-17, biji kopi dibawa ke Eropa, di mana bangsa Belanda menjadi salah satu yang pertama dalam budidaya kopi. Pada tahun 1690, biji kopi diperkenalkan di Pulau Jawa yang saat itu merupakan koloni Belanda. Kemudian, Raja Prancis menerima pohon kopi sebagai hadiah, tetapi seorang angkatan laut, Gabriel Mathieu di Clieu, membawa sebagian dari pohon tersebut ke Martinik, yang menjadi titik awal budidaya kopi yang sukses di sana.
Pada tahun 1727, pemerintah Brasil mengirimkan Letnan Kolonel Palheta ke Prancis untuk membawa pulang bibit kopi, tetapi gagal. Namun, Palheta berhasil mendekati istri gubernur Prancis dan membawa pulang biji kopi yang memungkinkan Brasil untuk memulai budidaya kopi dalam skala besar.
Sejarah waktu:
Biji Kopi
Terdapat dua jenis spesies utama biji kopi yang dominan di pasaran, yaitu Kopi Arabika dan Robusta. Arabika memiliki cita rasa terbaik dan tumbuh di ketinggian 600–2000 m di negara-negara beriklim tropis. Sementara Robusta, ditemukan di Kongo pada tahun 1898, memiliki rasa lebih pahit, sedikit asam, dan biasanya ditumbuhkan di daerah dengan ketinggian 800 m di atas permukaan laut. Selain itu, terdapat jenis kopi lainnya, seperti kopi luwak, yang merupakan turunan dari Arabika. Kopi luwak memiliki harga jual tertinggi karena proses unik pembentukannya melalui fermentasi di dalam perut hewan luwak, memberikan cita rasa yang unik pula.
Klasifikasi biji kopi dan grade kopi
Penanganan kopi melibatkan penentuan grade dan klasifikasi green beans agar kualitasnya dapat diidentifikasi dengan jelas. Tujuan utamanya adalah untuk menciptakan standar kualitas kopi yang komprehensif dan memastikan penetapan harga yang adil. Namun, sistem penilaian dan klasifikasi green beans berbeda di setiap negara karena dipengaruhi oleh faktor budaya dan kultural yang berbeda. Setiap negara produsen kopi memiliki metode dan standar sendiri dalam menentukan grade dan klasifikasi green beans, yang seringkali juga digunakan sebagai standar minimum ekspor.
Klasifikasi green beans bergantung pada beberapa faktor seperti ketinggian tempat tumbuhnya tanaman kopi, varietas kopi, pengolahan biji kopi, ukuran dan bentuk biji, serta kualitas cupping. Hal ini memungkinkan untuk membedakan antara kopi yang berkualitas tinggi dan rendah. Misalnya, kopi yang ditanam di ketinggian optimal cenderung memiliki biji yang lebih besar dan padat, menghasilkan profil rasa yang terbaik.
Prosedur klasifikasi green beans juga memperhitungkan jumlah dan jenis cacat biji kopi, serta densitas biji. Metode klasifikasi ini dapat bervariasi antar negara tergantung pada kebutuhan dan persyaratan pembeli green beans. Contohnya, Indonesia menggunakan sistem penilaian dengan grade yang berbeda berdasarkan total cacat biji kopi.
Setiap negara memiliki pendekatan yang berbeda dalam menentukan grade dan klasifikasi green beans sesuai dengan kebutuhan lokal dan internasional, dan tidak selalu dapat disamakan atau dipaksakan standarisasinya ke negara lain.
Pembuatan minuman kopi
Biji kopi yang telah dipanen kemudian dipisahkan dari cangkangnya melalui metode pengeringan di bawah sinar matahari atau penggilingan menggunakan mesin. Setelah itu, biji kopi mengalami proses pemanggangan untuk meningkatkan cita rasa dan warnanya. Selanjutnya, biji kopi digiling untuk memperbesar luas permukaannya agar ekstraksi menjadi lebih efisien. Penggilingan dilakukan dengan cermat untuk menghasilkan rasa, aroma, dan penampilan yang baik. Setelah digiling, biji kopi siap untuk direbus dengan baik dan sempurna. Proses perebusan memerlukan perhatian terhadap berbagai variabel seperti komposisi biji kopi dan air, suhu air, dan waktu perebusan agar menghasilkan minuman kopi yang berkualitas. Proses dekafeinasi juga dapat dilakukan untuk mengurangi kadar kafeina dalam kopi.
Penjualan dan distribusi
Penjualan dan distribusi kopi merupakan bagian integral dari ekonomi kopi global. Brasil tetap menjadi pemimpin dalam ekspor kopi, namun Vietnam juga meningkatkan ekspornya secara signifikan, khususnya biji robusta. Sementara itu, Indonesia menjadi produsen terbesar kopi arabika yang telah dicuci, sementara Honduras berkembang pesat dalam produksi kopi organik. Harga kopi global mengalami penurunan signifikan pada tahun 2013, menciptakan tantangan bagi industri kopi. Di Thailand, biji kopi gading hitam dimakan oleh gajah untuk mengurangi rasa pahit, menjadikannya kopi termahal di dunia.
Di Indonesia, konsumsi kopi meningkat secara signifikan, didorong oleh pertumbuhan kedai kopi specialty dan kafe waralaba. Pasar kopi juga diperdagangkan sebagai komoditas di pasar komoditas global, dengan kontrak berjangka untuk arabika dan robusta diperdagangkan di bursa berbeda di seluruh dunia. Kopi tetap menjadi salah satu komoditas ekspor penting bagi negara-negara berkembang. Hari Kopi Internasional, yang dimulai di Jepang pada tahun 1983, dirayakan di berbagai negara pada tanggal 29 September setiap tahunnya.
Jenis-jenis minuman kopi:
Kopi Hitam: Kopi hitam adalah kopi murni yang dibuat dengan merebus biji kopi tanpa tambahan perisa lain.
Espresso: Espresso adalah jenis kopi yang dibuat dengan mengekstraksi biji kopi menggunakan uap panas pada tekanan tinggi.
Latte (Coffee Latte): Latte adalah kopi espresso yang dicampur dengan susu dalam rasio 3:1.
Café au Lait: Café au Lait mirip dengan latte, tetapi menggunakan campuran kopi hitam dan susu.
Caffè Macchiato: Caffè Macchiato adalah espresso yang diberi sedikit susu dalam rasio 4:1.
Cappuccino: Cappuccino adalah kopi dengan tambahan susu, krim, dan serpihan cokelat.
Dry Cappuccino: Dry cappuccino adalah varian cappuccino dengan sedikit krim dan tanpa susu.
Frappé: Frappé adalah espresso yang disajikan dingin.
Kopi Instan: Kopi instan berasal dari biji kopi yang dikeringkan dan dijadikan granul.
Irish Coffee: Irish coffee adalah kopi yang dicampur dengan whiskey.
Kopi Tubruk: Kopi tubruk adalah kopi asli Indonesia yang dimasak bersama gula.
Melya: Melya adalah kopi dengan tambahan bubuk cokelat dan madu.
Kopi Mocha: Kopi Mocha mirip dengan cappuccino dan latte, tetapi dengan tambahan sirup cokelat.
Oleng: Oleng adalah jenis kopi khas Thailand yang dimasak dengan jagung, kacang kedelai, dan wijen.
Sumber: id.wikipedia.org
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025
Direktur Jenderal Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lakhsana Toli Handko, menyoroti pengembangan kebun raya dengan perhatian khusus. Dia mengapresiasi minat masyarakat terhadap kebun raya yang memiliki lima fungsi utama: konservasi, penelitian, pendidikan, pariwisata, dan jasa lingkungan. Handko menekankan pentingnya inovasi untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi tersebut.
Handko mengungkapkan bahwa kegiatan komersial telah lama ada di kebun raya, termasuk kafe, wisma, dan hotel, namun saat ini dikelola oleh mitra dengan transparansi dan akuntabilitas. Pengelolaan kebun raya dibagi antara tiga pengelola, yakni Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, Deputi Bidang Prasarana, dan Direktorat Pengelolaan Koleksi, untuk memastikan efisiensi dan fokus pada penelitian.
Perbaikan infrastruktur di kebun raya termasuk rencana penghancuran lapangan tenis beton dan rumah-rumah lama untuk meningkatkan asupan air. Selain itu, jalan-jalan yang rusak sedang diperbaiki untuk meningkatkan keselamatan pengunjung.
BRIN juga mengembangkan inisiatif inovatif seperti program Glow untuk meningkatkan pendidikan dan pariwisata di kebun raya. Program ini terinspirasi dari kebun raya di luar negeri yang menawarkan wisata malam dan saat ini diadakan pada hari Sabtu dan Minggu, dengan rencana untuk diadakan maksimal empat kali dalam seminggu di masa mendatang.
Sebagai informasi, sejumlah kebun raya yang memiliki program sejenis Glow antara lain terdapat di Desert Botanical Garden (Phoenix, Arizona), Singapore Botanic Gardens (Singapura), Fairchild Tropical Botanic Garden (Miami, USA), Atlanta Botanical Garden (Atlanta), dan Botanical Garden Berlin (Jerman).
Sumber: brin.go.id
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brojonegoro mengharapkan bahwa pembuatan atau pengembangan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan domestik akan mengikuti kemajuan dalam era Revolusi Industri 4.0. Dalam pengumuman dana riset kepada PTNBH, Menristek Bambang menyatakan bahwa tantangan bagi perusahaan dan perguruan tinggi negeri adalah bagaimana memanfaatkan teknologi yang sesuai dengan arus Revolusi Industri 4.0. Acara ini diselenggarakan secara virtual di Jakarta pada hari Selasa.
Bambang menggarisbawahi bahwa banyak masyarakat Indonesia yang tinggal di pedesaan dan bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber utama penghidupan. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan produktivitas pertanian, diperlukan teknologi yang tepat guna. Namun, pengadopsian teknologi ini dalam era Revolusi Industri 4.0 tidaklah mudah. Oleh karena itu, penggunaan teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi di sektor pertanian.
Contohnya, para peneliti tidak hanya mengubah traktor menjadi traktor digital, tetapi juga mengembangkan teknologi untuk mendeteksi kematangan buah mangga menggunakan kecerdasan buatan atau sensor. Tujuan utamanya adalah menciptakan daya saing dan efisiensi dalam kegiatan perekonomian sehari-hari yang berbasis pertanian.
Menurut Direktur BRIN, Indonesia perlu memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan penelitian secara maksimal untuk meningkatkan nilai tambah produk. Kegiatan penelitian dan inovasi di Indonesia bertujuan untuk menghasilkan teknologi tepat guna, menggantikan impor, meningkatkan produk lokal, komersialisasi, peningkatan nilai, dan pengembangan teknologi terkini.
Sumber: www.antaranews.com
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025
Studi Generale Program Studi Teknik Biosistem di Institut Teknologi Sumatera (ITERA) mengadakan acara yang membahas Penerapan Teknologi untuk Pertanian Presisi secara daring pada Rabu (9/9/2020). Pertanian 4.0 atau pertanian presisi merupakan sistem pertanian yang menggunakan teknologi dan teknik yang tepat untuk menghindari pemborosan sumber daya. Bidang ini menjadi salah satu fokus utama dalam Program Studi Teknik Biosistem di ITERA.
Dalam acara tersebut, dua topik utama dibahas, yaitu Praktik Pertanian Presisi dengan Rasa Lingkungan yang dipelajari melalui studi kasus di Brasil, dan Teknologi Telemonitoring berbasis IoT untuk alat dan mesin pertanian.
Acara Studium Generale dihadiri oleh lebih dari 350 peserta, termasuk dosen, praktisi, akademisi dari berbagai universitas di Indonesia, serta mahasiswa ITERA. Acara ini disiarkan secara daring melalui Zoom dan YouTube. Narasumber yang hadir berasal dari latar belakang yang berbeda, yaitu Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Agustami Sitorus, S.TP, M.Si, dan akademisi dari Fakultas Teknologi IPB University Dr. Ir. Mohamad Solahudin, M.Si. Acara tersebut dimoderatori oleh Dosen Teknik Biosistem ITERA, Budi Priyonggo, S.T., M.Si.
Dr. Ir. Mohamad Solahudin, M.Si, memberikan solusi terkait penerapan pertanian presisi di Indonesia berdasarkan pengalaman sistem pertanian presisi di Brasil. Salah satunya adalah mengusulkan penyatuan luas lahan melalui organisasi kelompok tani atau gabungan kelompok tani sebagai alternatif atas lahan individual yang terbatas.
Tidak hanya itu, pemilihan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan lahan juga perlu disesuaikan dengan skala luas lahan dan ketersediaan sumber daya, serta penerapan metode budidaya yang lebih efisien.
Dr. Mohamad Solahudin menambahkan bahwa pemanfaatan teknologi monitoring dan control berbasis IoT harus melibatkan tenaga mekanis secara selektif. Oleh karena itu, pelatihan penggunaan alat dan mesin yang menggunakan teknologi Pertanian Presisi dan penyuluhan mengenai manfaatnya dalam meningkatkan hasil produksi, mengurangi penggunaan input, dan menjaga keberlanjutan lingkungan sangat diperlukan.
Dukungan dari kebijakan pemerintah setempat terkait dengan penyediaan infrastruktur pertanian, termasuk kebijakan finansial terkait dengan paket kredit untuk memiliki peralatan, baik secara individu maupun dalam kelompok, juga memengaruhi kesuksesan pertanian presisi.
"Penerapan praktik pertanian dengan alat yang efisien dan ekonomis, didukung oleh teknologi informasi dan metode konservasi tanah dan air yang baik, akan meningkatkan produksi dan kualitas berbagai hasil pertanian, yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing di pasar global," kata Dr. Solahudin.
Teknologi Telemonitoring
Sementara itu, Agustami Sitorus, S.TP, M.Si dari LIPI, membahas tentang pemanfaatan teknologi telemonitoring berbasis IoT untuk alat dan mesin pertanian, yang menekankan perbedaan antara telemonitoring dan telekontroling. Perbedaan utama antara keduanya adalah bahwa dalam telemonitoring, outputnya berupa informasi data yang terus-menerus, sementara dalam telekontroling, selain informasi data, juga dapat menghasilkan informasi tertentu dan melakukan tindakan tertentu.
Menurut Agustomi M.Si., dengan memanfaatkan IoT, dapat diketahui bagaimana cara mengolah data sesuai dengan kebutuhan agar menjadi informasi yang lebih cepat dan akurat untuk melakukan pemantauan di berbagai lingkungan, baik itu rumah tanaman maupun lahan pertanian terbuka.
Sumber: www.itera.ac.id
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025
Tiga peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terpilih menjadi Science Diplomats of Asia 2021. Ketiganya adalah dr Eddy Kurniawan. Masteria Yunovirsa Putra dan Dr. Indri Badria Adilina. Hal tersebut diumumkan pada acara ``Pengumuman Pemenang 2021'' yang diadakan secara online pada Jumat sore, 1 Oktober. ASIAN Science Diplomats (ASD) merupakan jaringan ilmuwan muda Asia, khususnya di ASEAN, yang mempunyai misi untuk mendorong perkembangan ilmu pengetahuan di kawasan Asia Tenggara.
“Saya bersyukur telah terpilih menjadi salah satu dari 28 penerima Asia Science Diplomat Award 2021 dari negara-negara ASEAN. Masteria Putra dan Indri Badria Adilina turut membenarkan penghargaan tersebut, sedangkan Eddy Kurniawan mengatakan, “Para pemenang penghargaan diharapkan dapat berperan sebagai duta perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan di negaranya masing-masing.”
Edi Kurniawan, seorang peneliti di Pusat Penelitian Fisika, Badan Riset dan Inovasi (BRIN), lahir di Pemalang pada tanggal 15 Agustus 1982. Ia menyelesaikan studi doktoralnya di Swinburne University of Technology, Australia. Sepanjang karirnya, Edi telah menulis berbagai publikasi internasional dan menjadi pembicara di berbagai seminar ilmiah. Dia memegang tidak kurang dari sepuluh paten selama satu dekade terakhir, salah satunya berkaitan dengan sistem pemantauan drone untuk menjaga jarak di keramaian.
Sementara itu, Dr. Masteria Yunovilsa Putra, peneliti bidang Bioteknologi Kesehatan di Pusat Penelitian Bioteknologi, BRIN, lahir di Padang pada tanggal 16 November 1984. Beliau telah mempelajari senyawa aktif dari keanekaragaman hayati laut yang berpotensi sebagai antikanker, antibakteri, dan antivirus. Upaya yang sedang dilakukannya berfokus pada pengungkapan potensi senyawa aktif dalam bahan alam untuk tujuan pengobatan. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Koordinator Penelitian Penemuan dan Pengembangan Obat dan Koordinator Kegiatan Uji Klinis Imunomodulator Herbal untuk Penanganan COVID-19 di LIPI. Sepanjang karir penelitiannya, Masteria telah mempublikasikan tidak kurang dari 43 artikel di jurnal internasional, 8 makalah konferensi, dan memperoleh 2 paten.
Indri Badria Adilina, peneliti di Pusat Penelitian Kimia, BRIN, menguasai bahasa Inggris, Jepang, Jerman, dan Prancis. Beliau memiliki spesialisasi dalam penelitian di bidang kimia, khususnya kimia hijau, katalisis, dan biomassa. Indri menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Chiba, Jepang, pada tahun 2013. Sebagai seorang peneliti, Indri telah menerima berbagai penghargaan nasional dan internasional, termasuk AONSA Young Research Fellowship (2020), ISIS Impact Awards (2019), L'Oreal-UNESCO for Women in Science National Fellowship (2013), dan Chiba University Environmental Award (2012).
Menurut Masteria, setiap negara membutuhkan ilmuwan yang dapat menjadi panutan bagi generasi muda. "Oleh karena itu, pemilihan ASD yang berusia di bawah 45 tahun merupakan salah satu langkah untuk mencari ilmuwan-ilmuwan potensial di tingkat ASEAN," ujarnya.
Lebih lanjut Indri Badria Adilina menjelaskan bahwa jaringan ASD juga berfungsi sebagai platform untuk menumbuhkan pemahaman yang erat di antara para ilmuwan di negara-negara ASEAN. "Di Asia Tenggara banyak sekali ilmuwan-ilmuwan yang handal, terutama ilmuwan muda. Oleh karena itu, diperlukan sebuah wadah untuk memfasilitasi diskusi yang lebih produktif di antara mereka, untuk bersama-sama mencari solusi dari berbagai isu global yang sedang kita hadapi," ujar Indri.
ASD juga memberikan kesempatan bagi para peneliti untuk belajar bagaimana mengkomunikasikan hasil penelitian mereka secara efektif kepada para pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan. Menurut Indri, tujuan akhirnya adalah agar para peneliti dapat berkontribusi dalam membuat kebijakan berbasis sains untuk mengatasi isu-isu global.
"ASD Award memberikan wadah untuk memilih peneliti-peneliti handal di bidang keilmuan masing-masing yang juga berpotensi menjadi diplomat sains. Kami akan dilatih lebih lanjut mengenai diplomasi sains dan bagaimana berkontribusi dalam pembuatan kebijakan berbasis sains dengan para pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan," pungkas Indri.
Sumber: brin.go.id