Sumber Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025
Fenomena kekeringan pada musim kemarau akibat menurunnya sumber air tanah, seperti sumur, menjadi masalah serius di kawasan perumahan perkotaan. Sebaliknya, intensitas hujan yang tinggi saat musim penghujan sering menyebabkan banjir dan bencana lainnya. Dalam konteks ini, pemanenan air hujan (rainwater harvesting) menjadi solusi sederhana dan murah yang belum banyak diterapkan masyarakat, padahal sangat penting sebagai alternatif sumber air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Paper karya Mohamad Haifan dkk. (2023) ini mengangkat penerapan sistem pemanen air hujan di salah satu rumah warga di Perumahan Villa Mutiara, Kelurahan Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, dengan tujuan mengolah air hujan menjadi air bersih yang aman dan sehat untuk dikonsumsi.
Metode dan Komponen Sistem Pemanen Air Hujan
Sistem pemanenan air hujan yang diterapkan terdiri dari tiga komponen utama:
Air hujan yang masuk ke toran pertama disaring melalui filter pertama untuk menghilangkan kotoran kasar, kemudian air diendapkan selama sekitar 2 jam. Selanjutnya air dialirkan ke filter kedua yang berada di lantai bawah untuk penyaringan lebih halus sebelum masuk ke proses elektrolisis.
Teknologi Elektrolisis untuk Pengolahan Air Hujan
Teknologi elektrolisis yang digunakan dikembangkan oleh Vincentius Kirjito dari Yayasan Bina Swadaya. Proses ini menggunakan arus listrik DC yang dialirkan ke air hujan untuk menghasilkan dua jenis air berdasarkan pH:
Air basa dan asam ditampung dalam bak terpisah, masing-masing dua bak untuk air basa dan satu bak untuk air asam.
Studi Kasus: Implementasi di Perumahan Villa Mutiara, Ciputat
Instalasi pemanen air hujan dipasang di rumah warga di Jl. Intan II BB 10-12, dengan empat toran air berkapasitas total 2800 liter. Air hujan yang jatuh di atap dialirkan melalui talang dan pralon ke toran, kemudian disaring dan diendapkan sebelum diproses elektrolisis.
Hasil Pemanfaatan
Analisis dan Manfaat Sistem
Kritik dan Saran Pengembangan
Perbandingan dengan Studi Lain
Penelitian sebelumnya oleh Yulistyorini (2011) dan Aryanto (2017) juga menegaskan pentingnya pemanenan air hujan sebagai alternatif pengelolaan sumber daya air di perkotaan. Studi di wilayah lain menunjukkan bahwa teknologi sederhana dan biaya rendah sangat efektif meningkatkan akses air bersih di rumah tangga.
Kesimpulan
Penerapan sistem pemanen air hujan dengan proses elektrolisis di Perumahan Villa Mutiara, Ciputat, memberikan solusi nyata atas masalah kekurangan air bersih di perkotaan. Sistem ini mudah diterapkan, murah, dan menghasilkan air yang aman dikonsumsi serta bermanfaat untuk kesehatan. Dengan pengelolaan yang baik dan edukasi masyarakat, teknologi ini berpotensi menjadi model konservasi air yang dapat dikembangkan di berbagai wilayah urban di Indonesia.
Sumber Artikel
Mohamad Haifan, Sri Handayani, Ismojo. “Penerapan Sistem Pemanen Air Hujan (Rain Water Harvesting) Skala Rumah Tangga: Studi Kasus di RT 004/01, Kelurahan Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan.” Lentera Karya Edukasi: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, Vol. 3 No. 2, 2023, hlm. 63-72.
Sumber Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025
Ketersediaan air bersih yang berkelanjutan merupakan aspek penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung perilaku hidup bersih sehat, terutama di masa pandemi Covid-19. Data Survei Indonesia Water Institute (2021) menunjukkan konsumsi air bersih untuk cuci tangan meningkat hampir tiga kali lipat selama pandemi, dari 4-5 liter menjadi 20-25 liter per orang per hari. Namun, musim penghujan yang melimpah tidak diimbangi dengan kapasitas penyerapan air ke tanah, sehingga limpasan air hujan yang tidak terkendali berpotensi menimbulkan bencana banjir.
Dalam konteks ini, konsep panen air hujan (rainwater harvesting) menjadi solusi penting untuk mengelola air secara terpadu dan berkelanjutan. Paper karya Restu Wigati dkk. (2021) ini mengangkat implementasi teknologi pemanenan air hujan di Mushola Baiturrahman, Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Walantaka, Kota Serang, sebagai upaya konservasi air sekaligus mendukung protokol kesehatan selama pandemi.
Metode dan Pelaksanaan Program Pengabdian Masyarakat
Metode Participatory Rural Appraisal (PRA)
Pendekatan PRA digunakan untuk melibatkan masyarakat secara aktif dalam sosialisasi dan implementasi teknologi rainwater harvesting. Sebanyak 20 warga sekitar mushola menjadi mitra program selama tiga bulan (Juli-September 2021).
Tahapan Kegiatan
Studi Kasus: Mushola Baiturrahman, Kelurahan Tegalsari Kota Serang
Data dan Analisis Kebutuhan Air
Kapasitas Tangki dan Volume Air Hujan
Berdasarkan data curah hujan bulanan rata-rata, volume air hujan yang dapat dipanen mencapai 833,76 m³ per tahun dengan surplus signifikan pada sebagian besar bulan kecuali Agustus yang mengalami defisit 3,63 m³.
Grafik supply air hujan menunjukkan bahwa pada bulan Januari hingga Juli dan September hingga Desember, volume air hujan yang tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan cuci tangan jamaah mushola.
Desain dan Inovasi Alat Pemanen Air Hujan
Alat pemanen air hujan yang dibuat dilengkapi dengan sensor otomatis pada kran air dan sabun untuk menghindari kontak tangan, mendukung protokol kesehatan Covid-19. Air hujan dialirkan dari atap melalui talang dan pipa ke bak filtrasi, kemudian disimpan dalam tangki penampungan yang siap digunakan.
Keunggulan Teknologi
Hasil dan Dampak Program
Analisis Kualitas Air
Pengujian laboratorium menunjukkan kualitas air hujan memenuhi standar PERMENKES No. 32 Tahun 2017 untuk higiene sanitasi dengan pH 7,19 dan TDS 10,25 mg/L, aman untuk keperluan cuci tangan.
Kritik dan Saran Pengembangan
Kesimpulan
Implementasi pemanenan air hujan di masa pandemi Covid-19 di Kota Serang melalui program PPUPIK berhasil meningkatkan akses air bersih alternatif untuk cuci tangan di mushola. Program ini tidak hanya mendukung protokol kesehatan, tetapi juga mengedukasi masyarakat tentang konservasi air dan pembangunan kota berkelanjutan. Dengan teknologi sederhana dan partisipasi aktif masyarakat, rainwater harvesting dapat menjadi solusi efektif menghadapi krisis air bersih dan tantangan pandemi.
Sumber Artikel
Restu Wigati, Enden Mina, Rama Indera Kusuma, Hendrian Budi Bagus Kuncoro, Woelandari Fathonah, dan Nyi Raden Ruyani. “Implementasi Pemanenan Air Hujan (Rainwater Harvesting) pada Masa Pandemi Covid-19 di Kota Serang.” Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks Untuk Masyarakat, Vol. 11 No. 1, 2021. Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Sumber Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025
Ketersediaan air bersih di kawasan perkotaan semakin menipis seiring dengan pesatnya pembangunan gedung bertingkat dan perumahan. Di sisi lain, kebutuhan air bersih terus meningkat, sehingga diperlukan manajemen air yang terpadu dan inovatif. Salah satu solusi yang diangkat dalam paper ini adalah pemanenan air hujan (rainwater harvesting) sebagai alternatif sumber air yang dapat mengurangi ketergantungan pada air PDAM dan air tanah, sekaligus mengatasi masalah limpasan air hujan yang dapat menyebabkan banjir.
Penelitian ini fokus pada pemanfaatan air hujan untuk keperluan pertamanan dan toilet di Gedung IV Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, dengan tujuan merancang sistem penampungan air hujan (PAH) yang dapat memenuhi 70% kebutuhan air tersebut.
Metode Penelitian: Deskriptif Kuantitatif dengan Data Curah Hujan dan Kebutuhan Air
Penelitian menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer meliputi luas atap Gedung IV (1315,56 m²), luas taman (981,74 m²), jumlah pengguna toilet (702 orang), serta data jumlah mahasiswa, dosen, dan staf. Data sekunder diperoleh dari tiga stasiun hujan di sekitar Surakarta: Mojolaban, Pabelan, dan BPSDA Solo.
Analisis kebutuhan air didasarkan pada standar penggunaan air untuk toilet dan pertamanan, dengan asumsi penggunaan air toilet sebesar 20 liter per orang per hari dan kebutuhan air untuk pertamanan sekitar 0,3–0,4 liter per m² per hari.
Studi Kasus: Data Curah Hujan dan Kebutuhan Air Gedung IV Fakultas Teknik UNS
Data Curah Hujan dan Volume Air Hujan yang Dapat Ditampung
Berdasarkan data curah hujan bulanan selama satu tahun, total curah hujan mencapai 1408 mm (Mojolaban, BPSDA, Pabelan). Dengan luas atap 1315,56 m² dan koefisien runoff 0,9, volume air hujan yang dapat ditampung mencapai 1988,14 m³ per tahun (berdasarkan data gabungan tiga stasiun hujan). Jika menggunakan data Pabelan saja, volume air hujan yang dapat ditampung adalah 1667,28 m³ per tahun.
Kebutuhan Air untuk Toilet dan Pertamanan
Kebutuhan air total untuk toilet dan pertamanan di Gedung IV diperkirakan sebesar 1688 m³ per tahun, dengan kebutuhan 70% dari total sebesar 1181,6 m³ per tahun. Dengan demikian, potensi air hujan yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan sebesar 70% tersebut.
Perancangan Sistem Penampungan Air Hujan (PAH)
Kapasitas Tangki PAH
Kapasitas tangki PAH yang dirancang adalah 360 m³ berdasarkan data gabungan stasiun hujan Mojolaban, BPSDA, dan Pabelan, serta 290 m³ berdasarkan data Pabelan. Tangki dirancang dengan ukuran panjang 8 m, lebar 8 m, dan tinggi 6 m, menggunakan pasangan batu bata dan diletakkan di bawah tanah (ground water system).
Sistem Distribusi Air
Air hujan yang ditampung dialirkan menggunakan pompa ke atas untuk digunakan pada toilet dan pertamanan Gedung IV. Sistem ini bertujuan mengurangi penggunaan air PDAM dan air tanah, sekaligus mengurangi limpasan air hujan yang dapat menyebabkan banjir.
Analisis Anggaran
Rancangan anggaran untuk pembuatan tangki PAH berkapasitas 360 m³ sebesar Rp 113.500.000. Anggaran ini mencakup biaya pembangunan tangki, instalasi pompa, dan sistem distribusi air.
Nilai Tambah dan Implikasi Penelitian
Kritik dan Saran
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Penelitian Tri Yayuk Susana (2012) di Gedung Bank Indonesia menunjukkan potensi penghematan air PAM hingga 65,41% dengan sistem pemanenan air hujan untuk pertamanan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian di UNS yang menunjukkan pemenuhan kebutuhan air hingga 70%. Tren global juga mendukung pemanfaatan air hujan sebagai solusi konservasi air di perkotaan.
Kesimpulan
Penelitian ini berhasil merancang sistem penampungan air hujan berkapasitas 360 m³ yang dapat memenuhi 70% kebutuhan air untuk toilet dan pertamanan di Gedung IV Fakultas Teknik UNS. Dengan anggaran Rp 113,5 juta, sistem ini dapat menghemat penggunaan air PDAM dan mendukung pengelolaan air berkelanjutan di lingkungan kampus. Pengembangan dan pengelolaan yang baik akan meningkatkan manfaat sistem ini, sekaligus menjadi model konservasi air yang dapat direplikasi di lingkungan perkotaan lainnya.
Sumber Artikel
Siti Qomariyah, Solichin, Ardhiyanti Putri. “Analisis Pemanfaatan Air Hujan Dengan Metode Penampungan Air Hujan Untuk Kebutuhan Pertamanan Dan Toilet Gedung IV Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta.” Jurnal Matematika dan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, 2016.
Sumber Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025
Kota Bogor termasuk wilayah dengan curah hujan tinggi, rata-rata tahunan mencapai 3.500–4.000 mm, sehingga memiliki potensi besar untuk pemanenan air hujan. Namun, pemanfaatan air hujan di perkotaan masih terbatas, terutama untuk kebutuhan domestik non-konsumsi seperti mandi, mencuci, dan penyiraman toilet. Paper karya Armin Zuliarti dan Satyanto Krido Saptomo (2021) ini mengkaji perancangan sistem penampungan air hujan (PAH) skala unit rumah di Perumahan Villa Citra Bantarjati, Bogor, lengkap dengan desain filtrasi sederhana untuk meningkatkan kualitas fisik air hujan agar memenuhi standar air kelas II.
Metodologi Penelitian: Data Primer dan Sekunder serta Perancangan Filter
Penelitian dilakukan dengan pengumpulan data primer berupa luas atap rumah (25 m²) dan data sekunder berupa curah hujan maksimum selama 15 tahun terakhir (2006–2020) dari BMKG Bogor. Data penggunaan air rumah tangga juga dikumpulkan untuk menentukan kebutuhan air domestik non-konsumsi dengan asumsi 3 orang per rumah.
Perancangan penampungan air hujan menggunakan perangkat lunak AutoCAD dan SketchUp untuk menghasilkan desain bak penampungan berkapasitas 330 liter. Filter sederhana dirancang menggunakan media berlapis seperti spon, kapas, zeolit, arang aktif (GAC), pasir, dan kerikil dengan susunan dan ketebalan yang telah ditentukan untuk memaksimalkan kualitas air.
Studi Kasus dan Analisis Data Curah Hujan
Data curah hujan harian maksimum selama 15 tahun menunjukkan variasi antara 97,4 mm hingga 169,1 mm per hari, dengan rata-rata 127,31 mm dan deviasi standar 22,15 mm. Analisis frekuensi menggunakan distribusi Gumbel dan Log Pearson III menunjukkan curah hujan rencana untuk periode ulang 2 tahun sebesar 124,31 mm/hari, sesuai dengan standar perencanaan drainase perkotaan.
Intensitas curah hujan dihitung menggunakan rumus Mononobe dengan durasi hujan 120 menit, menghasilkan intensitas 27,15 mm/jam untuk periode ulang 2 tahun.
Perancangan Penampungan dan Neraca Air
Volume air hujan yang dapat dipanen dihitung menggunakan rumus Q = C × i × A, dengan koefisien runoff 0,8, intensitas curah hujan maksimum, dan luas atap 25 m². Hasilnya, rata-rata volume air hujan yang dapat ditampung adalah 155,31 liter/hari setelah memperhitungkan kehilangan 20% akibat limpasan.
Kapasitas bak penampungan yang dirancang sebesar 330 liter, cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik non-konsumsi rumah tangga dengan 3 orang, dengan kebutuhan air sekitar 660 liter/hari (220 liter/orang/hari). Simulasi neraca air menunjukkan bahwa kapasitas ini dapat memenuhi sekitar 30% kebutuhan air rumah tangga selama setahun.
Desain dan Susunan Filter Sederhana
Filter air hujan dirancang dengan media berlapis sebagai berikut (dari atas ke bawah):
Media filter ini berfungsi menghilangkan padatan tersuspensi, bau, zat organik, dan logam berat, sehingga air hujan yang dihasilkan memenuhi baku mutu air kelas II sesuai PP No. 82 Tahun 2001.
Hasil Pengujian Kualitas Air
Pengujian kualitas fisik dan kimia air hujan sebelum dan sesudah filtrasi menunjukkan peningkatan signifikan. Air hasil filtrasi bebas bau, jernih, dan memiliki parameter kimia seperti pH, nitrit, nitrat, dan amonia yang sesuai standar kelas II. Ini membuktikan efektivitas filter sederhana dalam meningkatkan kualitas air hujan untuk kebutuhan domestik non-konsumsi.
Analisis Biaya dan Efisiensi
Biaya operasional pompa untuk mengalirkan air hujan dari tangki ke rumah diperkirakan sekitar Rp 11.379 per tahun dengan konsumsi daya 8,42 kWh. Jika dibandingkan dengan tarif air PDAM golongan menengah (Rp 8.200/m³), penggunaan air hujan dapat menghemat pengeluaran air sekitar Rp 588.621 per tahun per rumah.
Kelebihan dan Nilai Tambah Penelitian
Kritik dan Saran
Kesimpulan
Perancangan penampungan air hujan dengan filtrasi sederhana di Perumahan Villa Citra Bantarjati menunjukkan potensi besar dalam memenuhi kebutuhan air domestik non-konsumsi. Dengan kapasitas tangki 330 liter dan filter media berlapis, air hujan yang dihasilkan memenuhi standar mutu air kelas II. Sistem ini dapat menghemat biaya air PDAM dan mendukung konservasi sumber daya air di daerah dengan curah hujan tinggi seperti Bogor. Implementasi dan pengembangan lebih lanjut sangat direkomendasikan untuk meningkatkan keberlanjutan dan cakupan pemanfaatan air hujan di perkotaan.
Sumber Artikel
Armin Zuliarti, Satyanto Krido Saptomo. "Perancangan Penampungan Air Hujan dengan Filtrasi Sederhana Skala Unit Rumah di Perumahan Villa Citra Bantarjati." JSIL Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan, Vol. 06 No. 03, Desember 2021, Institut Pertanian Bogor.
Sumber Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025
Air merupakan sumber kehidupan yang sangat vital, terutama di wilayah perkotaan yang menghadapi tantangan besar dalam penyediaan air bersih. Paper berjudul Potensi dan Multifungsi Rainwater Harvesting (Pemanenan Air Hujan) di Sekolah bagi Infrastruktur Perkotaan karya Rofil dan Maryono (2017) membahas pemanfaatan air hujan sebagai solusi konservasi sumber daya air yang efektif dan multifungsi, khususnya di lingkungan sekolah yang merupakan bagian penting dari infrastruktur perkotaan.
Indonesia dengan curah hujan tahunan antara 2.000–4.000 mm memiliki potensi besar untuk mengelola air hujan, namun pengelolaan yang belum optimal menyebabkan masalah banjir saat musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Paper ini mengulas bagaimana sekolah sebagai aset besar dan tersebar di wilayah perkotaan dapat menjadi pusat pemanenan air hujan yang tidak hanya memenuhi kebutuhan air bersih sekolah, tetapi juga berkontribusi pada pengelolaan air di tingkat kawasan.
Metode Pemanenan Air Hujan: Prinsip dan Sarana Prasarana
Prinsip Pengelolaan Air Hujan pada Bangunan
Pengelolaan air hujan pada bangunan sekolah dan persilnya bertujuan mendukung siklus hidrologi, konservasi air, pemenuhan kebutuhan air, dan mitigasi banjir. Prioritas pengelolaan meliputi:
Prinsip ini memastikan air hujan yang jatuh tidak langsung mengalir ke saluran pembuangan, melainkan dimanfaatkan dan diserap kembali ke tanah, mengurangi risiko banjir dan kekeringan.
Sarana dan Prasarana Pemanenan Air Hujan
Berbagai sarana yang dapat digunakan antara lain:
Gambar-gambar ilustrasi dalam paper menunjukkan desain dan fungsi masing-masing sarana ini, yang dapat diterapkan sesuai kondisi lahan dan kebutuhan sekolah.
Studi Kasus dan Analisis Potensi di Sekolah
Potensi Pemanenan Air Hujan di Sekolah
Sekolah memiliki luas atap yang cukup besar dan tersebar di berbagai wilayah, menjadikannya aset strategis untuk pemanenan air hujan. Potensi ini dihitung berdasarkan:
Dengan mengakumulasi potensi tiap sekolah, dapat diperoleh gambaran kontribusi signifikan terhadap suplai air bersih di kawasan perkotaan. Studi Ioja et al. (2014) bahkan mengaitkan potensi ruang terbuka hijau di sekolah dengan konektivitas ruang terbuka hijau kota, yang berkontribusi pada sistem pengelolaan air hujan kota secara keseluruhan.
Multifungsi Pemanenan Air Hujan bagi Infrastruktur Perkotaan
Manfaat utama pemanenan air hujan di sekolah meliputi:
Angka dan Fakta Pendukung
Nilai Tambah dan Implikasi Edukasi
Selain manfaat teknis, pemanenan air hujan di sekolah juga berfungsi sebagai media edukasi konservasi air bagi siswa dan masyarakat sekitar. Dengan mengintegrasikan program ini ke dalam kurikulum dan kegiatan sekolah, generasi muda dapat lebih sadar pentingnya pengelolaan sumber daya air berkelanjutan.
Kritik dan Saran Pengembangan
Kritik
Saran
Kesimpulan
Pemanenan air hujan di sekolah merupakan solusi konservasi air yang efektif dan multifungsi, memberikan manfaat besar bagi sumber daya air, lingkungan, dan sosial di kawasan perkotaan. Sekolah sebagai infrastruktur besar dan tersebar memiliki potensi strategis untuk menjadi pusat pengelolaan air hujan yang terintegrasi dengan sistem perkotaan. Dengan manajemen yang baik dan dukungan stakeholder, pemanfaatan air hujan di sekolah dapat berkontribusi signifikan dalam mengatasi krisis air bersih dan dampak perubahan iklim di perkotaan Indonesia.
Sumber Artikel (Bahasa Asli)
Rofil, Maryono. “Potensi dan Multifungsi Rainwater Harvesting (Pemanenan Air Hujan) di Sekolah bagi Infrastruktur Perkotaan.” Proceeding Biology Education Conference, Vol. 14, No. 1, Oktober 2017, hlm. 247–251. Universitas Diponegoro, Semarang.
Krisis Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 04 Juni 2025
Krisis air bersih di wilayah pesisir perkotaan, khususnya Jakarta Utara, telah menjadi isu yang semakin mendesak. Air tanah di kawasan ini umumnya payau atau asin, sementara air PDAM tidak selalu terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah13. Dalam konteks inilah, inovasi pemanenan air hujan (rainwater harvesting) menjadi solusi strategis yang relevan, murah, dan ramah lingkungan untuk meningkatkan akses air bersih di kawasan padat penduduk dan pesisir134.
Studi Kasus: Implementasi Sistem Pemanenan Air Hujan di Kelurahan Kali Baru
Latar Belakang dan Permasalahan
Kelurahan Kali Baru, RW 01, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, merupakan kawasan pesisir dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai nelayan dan buruh harian lepas13. Air tanah di sini mengandung mineral tinggi sehingga terasa asin/payau, sedangkan air PAM terlalu mahal bagi sebagian besar warga1. Keterbatasan akses air bersih membuat masyarakat sangat rentan terhadap masalah kesehatan dan sanitasi.
Inisiatif Sosialisasi dan Edukasi
Tim dari Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta dan berbagai pihak lain melakukan sosialisasi sistem pemanenan air hujan pada 24 Agustus 2024, melibatkan perwakilan RT, RW, dan karang taruna setempat1. Edukasi ini bertujuan membuka wawasan warga tentang alternatif sumber air bersih selain air sumur bor dan PDAM, serta mendorong penerapan sistem penadahan air hujan di lingkungan mereka.
Ragam Sistem Pemanenan Air Hujan yang Disosialisasikan
1. Sumur Resapan
Sumur resapan adalah metode klasik yang mengalirkan air hujan dari atap melalui talang ke dalam sumur di halaman rumah. Air yang melebihi kapasitas penampungan akan disalurkan ke sumur resapan, membantu pengisian ulang air tanah dan mengurangi limpasan permukaan yang berpotensi menyebabkan banjir1. Lokasi sumur resapan harus dipilih dengan hati-hati, tidak boleh terlalu dekat dengan septik tank demi mencegah kontaminasi.
2. Kolam Retensi Dalam Tanah
Metode ini menggunakan kolam atau wadah di bawah permukaan tanah untuk menampung air hujan. Penggunaan pompa diperlukan untuk mendistribusikan air ke rumah-rumah warga. Sistem ini cocok diterapkan di lingkungan dengan lahan terbatas, meski biaya pompa menjadi pertimbangan tambahan1.
3. Kolam Retensi Permukaan
Kolam retensi di atas permukaan tanah lebih cocok untuk rumah dengan halaman luas. Air dari atap atau permukaan lain dialirkan ke kolam, lalu dipompa ke bak penampungan rumah warga. Sistem ini memudahkan akses dan pemeliharaan, namun membutuhkan ruang yang cukup1.
4. Metode Sederhana Skala Rumah Tangga
Bagi warga dengan keterbatasan lahan, metode sederhana seperti penggunaan toren, bak air, atau galon bekas sebagai wadah penampung sangat efektif14. Air hujan dialirkan dari atap melalui pipa ke wadah penampungan, lalu digunakan untuk kebutuhan domestik seperti mencuci, mandi, dan menyiram tanaman. Pelapisan atap dak dengan material anti air juga disarankan agar air hujan dapat ditampung tanpa merusak struktur bangunan.
Studi Angka dan Efektivitas: Hasil Survei dan Implementasi di Lapangan
Profil Sosial Ekonomi Warga Kali Baru
Hasil survei di 8 RW pesisir Kelurahan Kali Baru menunjukkan mayoritas kepala keluarga bekerja sebagai nelayan (30%) dan buruh harian lepas (22%)3. Jumlah penduduk mencapai 86.361 jiwa dengan 28.787 rumah tangga, dan 15.991 rumah tangga tinggal di RW yang berbatasan langsung dengan laut3. Kondisi ekonomi yang menengah ke bawah membuat alternatif air bersih menjadi kebutuhan mendesak.
Instalasi Komunal dan Skala Rumah Tangga
Program SPAH (Sistem Pemanenan Air Hujan) dari SIL UI membangun dua instalasi komunal di RW 01 dan RW 15, masing-masing berkapasitas 2.000 liter4. Di lokasi dengan lahan terbatas, tangki dipasang secara paralel (masing-masing 1.050 liter)3. Instalasi ini menggunakan bahan-bahan sederhana dan mudah didapat: tangki air, pipa, talang, dakron/kertas penyaring, dan stop kran. Sosialisasi dan pelatihan pemeliharaan dilakukan untuk memastikan keberlanjutan sistem.
Penggunaan dan Partisipasi Masyarakat
Setelah sosialisasi dan pemasangan instalasi, warga mulai rutin memanfaatkan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti mandi, mencuci, dan kebutuhan ibadah di musala34. Survei partisipasi menunjukkan peningkatan penerimaan dan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas air hujan setelah edukasi dan demonstrasi langsung.
Kualitas dan Keamanan Air Hujan
Hasil pengujian fisikokimia air hujan dari instalasi SPAH menunjukkan bahwa air memenuhi standar baku mutu air bersih Kementerian Kesehatan RI untuk kebutuhan domestik34. Namun, kebersihan tandon dan saluran harus dijaga, terutama setelah musim kemarau, dengan membuang air pertama selama 15–20 menit untuk membersihkan saluran dari kotoran atap sebelum air ditampung4.
Analisis Nilai Tambah, Kritik, dan Potensi Replikasi
Kelebihan dan Dampak Positif
Tantangan dan Kekurangan
Perbandingan dengan Studi dan Tren Nasional
Penelitian serupa di berbagai kota pesisir Indonesia menunjukkan bahwa pemanenan air hujan dapat meningkatkan akses air bersih hingga 30–50% di permukiman padat3. Di tingkat global, negara-negara seperti Singapura dan Australia telah menjadikan rainwater harvesting sebagai bagian dari kebijakan tata kota berkelanjutan.
Rekomendasi dan Saran Pengembangan
Simulasi Dampak dan Potensi Penghematan
Jika sistem pemanenan air hujan diadopsi oleh 10% rumah tangga di Kelurahan Kali Baru (sekitar 2.800 rumah), dengan rata-rata penampungan 1.000 liter per rumah, potensi penghematan air bersih mencapai 2,8 juta liter setiap kali musim hujan. Jika diperluas ke seluruh Jakarta Utara, dampaknya akan sangat signifikan terhadap ketahanan air kota dan pengurangan beban PDAM.
Kesimpulan: Investasi Ramah Lingkungan dan Masa Depan Kota Pesisir
Pemanenan air hujan terbukti menjadi solusi praktis, murah, dan ramah lingkungan untuk mengatasi krisis air bersih di kawasan pesisir padat penduduk seperti Kelurahan Kali Baru, Jakarta Utara. Dengan dukungan edukasi, kolaborasi, dan inovasi, sistem ini dapat direplikasi di banyak kota pesisir lain di Indonesia. Selain menghemat biaya dan meningkatkan akses air bersih, pemanenan air hujan juga mendukung konservasi lingkungan dan ketahanan masyarakat terhadap perubahan iklim.
Sumber Artikel (Bahasa Asli)
Denny Magni Sundara, Silsila Jana Firdasa Sembiring, Tio Rivaldi, Adji Putra Abriantoro. "Sosialisasi Sistem Pemanen Air Hujan di Kelurahan Kali Baru RW. 01." KAMI MENGABDI, VOLUME 4 NOMOR 2, November 2024, Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.