Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 15 Mei 2025
Pendahuluan
Dalam beberapa dekade terakhir, industri konstruksi Malaysia mengalami lonjakan signifikan, terutama pada proyek-proyek besar seperti KLIA, MRT, dan Jembatan Kedua Penang. Namun, di balik geliat pertumbuhan fisik tersebut, muncul pertanyaan besar: apakah perusahaan konstruksi lokal cukup inovatif dalam mengadopsi teknologi baru? Disertasi oleh Ng Weng Seng berjudul "The Determinants of Firms' Innovativeness on Construction Technology in Malaysian Heavy Construction Sector" (2012) mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan pendekatan kuantitatif dan komprehensif.
Fokus Penelitian dan Relevansi
Penelitian ini sangat relevan dalam konteks adopsi teknologi pada sektor konstruksi berat (heavy construction), yang sering kali dianggap konservatif dan lamban terhadap perubahan. Sementara sektor manufaktur telah lama menjadi fokus kajian inovasi, sektor konstruksi justru kurang mendapat sorotan, padahal kontribusinya terhadap PDB Malaysia sangat signifikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi determinan utama yang memengaruhi tingkat inovasi perusahaan, dengan fokus pada:
Metodologi: Pendekatan Kuat dan Representatif
Studi ini menggunakan pendekatan survei dengan responden dari perusahaan Grade 7 yang terdaftar di CIDB—kategori tertinggi dalam klasifikasi kontraktor di Malaysia. Sebanyak 14 hipotesis diuji melalui teknik regresi berganda dan analisis faktor untuk menilai pengaruh masing-masing determinan terhadap tingkat inovasi.
Hasil Utama: Faktor Penentu Inovasi
1. Lingkungan Kompetitif Industri
Faktor ini memiliki pengaruh paling signifikan terhadap tingkat inovasi.
Perusahaan yang beroperasi di lingkungan kompetitif cenderung lebih adaptif terhadap teknologi baru.
Dua indikator penting: ketidakpastian lingkungan dan rivalitas kompetitif.
2. Jaringan Eksternal (External Cooperation Linkage)
Kolaborasi dengan universitas, pusat riset, dan lembaga pemerintah sangat menentukan keberhasilan adopsi inovasi.
Menariknya, kerja sama dengan universitas paling kuat pengaruhnya dibanding lembaga lainnya.
3. Karakteristik Organisasi dan Tugas
Jenis konstruksi, kehadiran serikat pekerja, dan intensitas manajemen turut memengaruhi inovasi.
Semakin kompleks proyek dan semakin tinggi keahlian SDM, semakin tinggi potensi adopsi teknologi.
4. Struktur Pasar
Fragmentasi industri dan lokasi operasi memiliki pengaruh, tetapi tidak sekuat dua faktor pertama.
Studi Statistik dan Validitas
Sebanyak 13 dari 14 hipotesis terbukti signifikan.
Skor reliabilitas (Cronbach's Alpha) tinggi untuk semua variabel.
Regresi berganda menguatkan bahwa variabel kompetisi industri dan jaringan eksternal adalah prediktor terkuat.
Studi Kasus dan Implikasi Nyata
Misalnya, perusahaan yang terlibat dalam proyek MRT lebih cenderung mengadopsi teknologi Building Information Modeling (BIM) dan sensor monitoring karena tuntutan teknis dan jadwal ketat. Perusahaan yang memiliki kerja sama dengan institusi seperti Universiti Teknologi Malaysia juga dilaporkan lebih progresif dalam inovasi material dan manajemen proyek.
Kritik dan Potensi Perbaikan
Keterbatasan geografis: Studi hanya fokus pada Malaysia, belum membandingkan dengan negara serumpun.
Keterbatasan data longitudinal: Studi ini bersifat cross-sectional, sehingga belum melihat tren jangka panjang.
Kurangnya integrasi dengan variabel budaya organisasi, yang juga diyakini memengaruhi inovasi.
Kaitan dengan Penelitian Sebelumnya
Temuan ini menguatkan teori Rogers tentang difusi inovasi, yang menekankan pentingnya konteks sosial dan jaringan dalam penyebaran teknologi. Juga sejalan dengan studi Aouad et al. (2010) tentang pentingnya kepemimpinan dan kerja sama lintas sektor dalam mempercepat inovasi konstruksi.
Relevansi dengan Tren Global
Kesimpulan: Membangun Inovasi dari Dalam
Disertasi ini menyimpulkan bahwa tingkat inovasi perusahaan konstruksi berat di Malaysia tidak hanya ditentukan oleh ukuran atau lokasi perusahaan, tetapi lebih pada sejauh mana mereka mampu bersaing di lingkungan dinamis dan membangun kerja sama yang aktif dengan pihak luar. Inovasi bukanlah hasil dari kebetulan, tetapi buah dari strategi, kolaborasi, dan adaptasi.
Referensi
Ng, W. S. (2012). The Determinants of Firms’ Innovativeness on Construction Technology in Malaysian Heavy Construction Sector. Universiti Utara Malaysia.
Teknologi Bangunan
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 15 Mei 2025
Pendahuluan: Inovasi Teknologi Sebagai Katalis Konstruksi Modern
Selama lebih dari setengah abad, industri konstruksi mengalami stagnasi dalam produktivitas. Meskipun teknologi digital tumbuh pesat di sektor lain, konstruksi cenderung lambat beradaptasi. Laporan riset David Saccardo (2020), berjudul "The Impact of Emerging Technology on the Value of Construction Projects", mencoba mengubah pandangan ini dengan mengevaluasi bagaimana teknologi-teknologi baru—dari BIM, drone, hingga augmented reality—dapat menambah nilai nyata pada proyek konstruksi.
Penelitian ini penting karena bukan hanya menyajikan daftar teknologi, tetapi juga mencoba menjawab pertanyaan krusial: apakah adopsi teknologi baru benar-benar meningkatkan efisiensi, kualitas, dan nilai proyek?
Metodologi: Kombinasi Kajian Literatur dan Wawancara Ahli
Saccardo menggabungkan dua pendekatan utama:
Temuan Utama: Teknologi dan Dampaknya terhadap Nilai Proyek
1. Building Information Modeling (BIM): Fondasi Inovasi
Kritik: Biaya awal tinggi dan adopsi rendah pada proyek kecil.
2. Virtual Prototyping (VP): Simulasi untuk Kesiapan Eksekusi
Tantangan: Kebutuhan biaya tinggi dan ketergantungan pada BIM.
3. Drone: Pengumpul Data Efisien
Nilai Tambah: Digital twin dan penghitungan earthwork volume secara otomatis.
4. Mobile Technology (MT): Konektivitas Tim Real-Time
Catatan: Tantangan adopsi pada tenaga kerja senior yang belum terbiasa dengan perangkat seluler.
5. Augmented & Mixed Reality (AR/MR): Visualisasi untuk Pengambilan Keputusan
Catatan: Teknologi mahal dan masih butuh pengembangan untuk menyamai pengalaman nyata.
6. Robotics: Otomatisasi untuk Efisiensi dan Presisi
Tantangan: Kurangnya studi cost-benefit dan adopsi masih minim.
7. Artificial Intelligence (AI): Analisis dan Prediksi Berbasis Data
Catatan: Masih bergantung pada kualitas data historis dan middleware untuk integrasi.
Diskusi: Apa yang Membuat Teknologi Memberikan Nilai Nyata?
Saccardo menyimpulkan bahwa nilai dari teknologi tidak hanya berasal dari fungsinya, tetapi dari interoperabilitas, kesiapan organisasi, dan konteks proyek.
Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tambah:
Nilai Tambah dan Kaitan dengan Industri
Komparasi dengan Studi Lain:
Sejalan dengan studi McKinsey (2017) bahwa digitalisasi dapat meningkatkan produktivitas konstruksi hingga 15%.
Mirip dengan temuan dari KPMG (2020) tentang kebutuhan pengembangan kapabilitas digital di lapangan.
Implikasi Praktis:
Pemerintah dan pemilik proyek harus mempertimbangkan insentif untuk adopsi teknologi.
Kontraktor sebaiknya mengembangkan strategi digital jangka panjang.
Asosiasi industri dapat memainkan peran penting dalam literasi teknologi.
Kesimpulan: Menerjemahkan Potensi Teknologi Menjadi Nilai Proyek
Penelitian ini menyadarkan kita bahwa teknologi baru bukanlah sekadar "alat canggih" tetapi enabler nilai. Nilai tidak muncul secara otomatis, tetapi tergantung pada bagaimana teknologi tersebut diintegrasikan dengan strategi proyek, budaya organisasi, dan kesiapan SDM.
Adopsi ET (Emerging Technology) akan memberikan keunggulan kompetitif nyata jika dilakukan secara cermat dan terstruktur. Untuk masa depan, perlu riset lanjutan berbasis proyek nyata agar pengaruh waktu, biaya, dan kualitas dari masing-masing teknologi dapat diukur secara kuantitatif.
Referensi
Saccardo, D. (2020). The Impact of Emerging Technology on the Value of Construction Projects. Faculty of Society and Design, Bond University.
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 15 Mei 2025
Pendahuluan: Digitalisasi sebagai Pendorong Produktivitas Konstruksi
Industri konstruksi global tengah menghadapi tekanan untuk bertransformasi. Produktivitas yang stagnan, efisiensi rendah, serta tingginya angka kecelakaan dan pemborosan menjadi pemicu utama munculnya solusi berbasis teknologi. Di tengah revolusi industri 4.0, adopsi digital tools (DTs) menjadi peluang strategis bagi sektor konstruksi untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing. Paper berjudul "Digital Tools Adoption Towards Construction Industry Revolution" oleh Changsaar Chai dkk. (2022) membahas secara komprehensif tingkat adopsi, tantangan, dan masa depan digitalisasi di industri konstruksi Malaysia dan China.
Fokus Penelitian: Studi Empiris di Dua Negara Berkembang
Penelitian ini menggunakan pendekatan survei kuantitatif dengan responden profesional konstruksi di Malaysia dan China. Dengan 61 respons valid (30,5% dari total), data dianalisis menggunakan Principal Component Analysis (PCA) untuk mengidentifikasi faktor manfaat, tantangan, dan tren masa depan DTs. Hasilnya dibandingkan antar negara untuk menggambarkan kondisi aktual transformasi digital konstruksi di kedua negara.
Temuan Utama: Adopsi Digital Tools Masih Rendah
1. Tingkat Pengetahuan dan Preferensi Teknologi
Analisis Tambahan: Ini menunjukkan bahwa meskipun BIM dan Revit sudah masuk dalam arus utama, teknologi lanjutan seperti AI, big data, dan IoT belum diadopsi secara luas karena minimnya pelatihan dan keterbatasan infrastruktur.
2. Manfaat Utama Digital Tools
Konteks Nyata: Tingginya angka kecelakaan di sektor konstruksi China (1,99 kematian/hari) menjadikan teknologi sebagai alat mitigasi risiko yang penting.
3. Tantangan Penerapan DTs
Catatan Industri: Hambatan ini menunjukkan pentingnya penyusunan roadmap investasi digital dan pelatihan lintas generasi agar tidak terjadi "digital divide" antar pekerja.
4. Tren Masa Depan DTs
Diskusi Kritis: Apa yang Bisa Dipelajari?
Pelajaran dari Malaysia:
Pelajaran dari China:
Perbandingan dengan Negara Maju:
Negara seperti Singapura dan Inggris sudah lebih maju dalam integrasi teknologi, karena regulasi yang mewajibkan BIM dan insentif fiskal untuk adopsi digital.
Implikasi Praktis: Apa yang Harus Dilakukan?
Kritik terhadap Studi
Kesimpulan: Menuju Konstruksi Digital yang Inklusif dan Terstruktur
Studi ini menegaskan bahwa manfaat adopsi digital tools sangat besar, terutama dalam aspek biaya, keselamatan, dan kualitas proyek. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa tingkat adopsi masih tertinggal akibat tantangan teknis, budaya, dan struktural.
Malaysia dan China punya fondasi digital yang kuat, namun perlu langkah strategis agar bisa mengejar negara-negara "Stand Out" dalam indeks evolusi digital. Dengan mendorong adopsi teknologi berbasis kebutuhan nyata dan dukungan sistemik dari semua pemangku kepentingan, transformasi digital di sektor konstruksi bukan hanya mungkin, tapi juga mendesak.
Referensi
Chai, C. S., Chan, S., Xiong, L. Y., Lim, B. C., & Shan, J. (2022). Digital Tools Adoption Towards Construction Industry Revolution. Journal of Engineering Science and Technology, Special Issue on STAAUH, November (2022), 231–243.
Pengelolaan Air
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 15 Mei 2025
Pengantar: Air dan Tata Ruang dalam Ketegangan Regulasi
Dalam era pembangunan pesat dan krisis ekologi, air tak lagi sekadar sumber daya—melainkan komoditas strategis. Namun, pengelolaannya seringkali terpisah dari rencana tata ruang, yang seharusnya menjadi fondasi dalam mendesain masa depan wilayah. Studi oleh Silviani Junita dan Imam Buchori (2016) membedah efektivitas lembaga pemerintah dalam mengintegrasikan pola pengelolaan air ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dengan fokus di Provinsi Jawa Tengah.
Hasilnya? Integrasi yang diharapkan belum optimal. Artikel ini akan mengupas sebab-akibatnya, mengaitkan dengan tren kebijakan air nasional dan memberikan pandangan strategis ke depan.
Metodologi dan Fokus Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan basis deduktif. Data dikumpulkan dari:
Fokus utama adalah efektivitas koordinasi kelembagaan antar sektor—baik pusat maupun daerah—dalam menyatukan pola pengelolaan air dan perencanaan ruang.
Hasil Penelitian: Banyak Aturan, Minim Integrasi
Masalah Substansi Regulasi:
Struktur Lembaga:
Studi Kasus Jawa Tengah: Koordinasi Belum Tuntas
Fakta Lapangan:
Dampaknya:
Analisis & Opini: Ego Sektoral dan Masalah Klasik Tata Kelola
Kritik Penulis:
Perbandingan Global:
Saran Tambahan:
Penutup: Tata Ruang Tanpa Air adalah Rencana Tanpa Nyawa
Penelitian ini menyuarakan realita bahwa tata ruang tidak bisa berdiri sendiri tanpa integrasi yang kokoh dengan pola pengelolaan air. Dengan ancaman krisis air, fragmentasi kelembagaan dan regulasi yang bertabrakan adalah risiko besar bagi keberlanjutan pembangunan.
Kuncinya bukan menambah regulasi baru, tetapi menyatukan visi antara pengelolaan air dan tata ruang, dengan kelembagaan yang berfungsi aktif, bukan pasif.
Sumber:
Junita, S., & Buchori, I. (2016). Efektivitas kelembagaan pemerintah dalam integrasi pola pengelolaan sumber daya air dalam RTRW (Studi Kasus: Provinsi Jawa Tengah). Jurnal Wilayah dan Lingkungan, 4(1), 1–12.
Krisis Air
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 15 Mei 2025
Pengantar: Ironi Air di Tengah Kelimpahan
Kota Sorong, yang kini menjadi ibu kota Provinsi Papua Barat Daya, menyimpan ironi besar. Di musim hujan, air berlimpah menyebabkan banjir, namun di musim kemarau justru masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih. Riset oleh Pristianto dan Butudoka (2023) berupaya menjawab pertanyaan besar: bagaimana menata pengelolaan 11 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang membentang di wilayah pusat pemerintahan agar mampu mengantisipasi krisis air dan bencana secara terpadu?
Latar Belakang: DAS Kecil, Masalah Besar
Sebelas DAS yang dikaji—termasuk Sungai Remu, Klagison, Klawoguk, dan Klasaman—memiliki luas total 341,35 km² dan dikategorikan sebagai DAS kecil. Namun, kontribusinya besar dalam membentuk dinamika hidrologi, sedimentasi, banjir, serta keterbatasan pasokan air baku. Ironisnya, hanya sekitar 30% penduduk Sorong yang mendapat layanan PDAM. Selebihnya bergantung pada air hujan dan sumur bor, yang kualitasnya pun bervariasi.
Metode Penelitian: Kombinasi Lapangan dan Laboratorium
Penelitian ini menggunakan pendekatan komprehensif:
Temuan Kunci: Kombinasi Ancaman dan Ketidaksiapan
1. Variasi Infiltrasi dan Permeabilitas
2. Kualitas dan Kuantitas Air
3. Tutupan Lahan dan Degradasi Hulu
Studi Kasus Banjir: Bukti Krisis Multidimensi
Sungai Pasar Baru, Remu, Klagison, dan Klawoguk menjadi pusat kejadian banjir besar di Sorong (2022), menelan kerugian hingga Rp 77,14 miliar. Faktor manusia (perilaku eksploitatif), kelembagaan (penegakan aturan lemah), dan ketidakhadiran sistem mitigasi menjadi penyebab utama.
Contoh visual kondisi lapangan menunjukkan sempadan sungai berubah menjadi pemukiman padat, bahkan hingga mendekati landasan pacu bandara. Hal ini bertentangan dengan Permen PUPR No. 28/2015 yang melarang aktivitas budidaya di sempadan sungai.
Opini & Kritik: Tata Kota Tanpa Sungai Adalah Bunuh Diri Ekologis
Penelitian ini menyoroti absennya konsep pembangunan kota berbasis DAS. Padahal, kota-kota seperti Jakarta, Surabaya, hingga Palembang mulai mengintegrasikan pengelolaan sungai ke dalam masterplan kotanya. Sorong perlu mencontoh konsep ini agar bisa menjelma sebagai kota pesisir yang tangguh dan berwawasan ekologi.
Poin Kritis:
Solusi Strategis: Dari Hulu ke Hilir, dari Pesisir ke Perkotaan
1. Tata Kelola Terintegrasi
2. Infrastruktur Pemantauan
3. Penataan Sempadan Sungai
4. Pendidikan Lingkungan dan Adat
5. Pembangunan Kota Berbasis DAS
Penutup: Dari Krisis Menuju Peluang Transformasi
Riset ini menjadi pionir dalam menyatukan analisis fisik, sosial, dan kelembagaan untuk mengelola 11 DAS di Sorong. Kunci keberhasilan bukan hanya teknologi, tapi juga political will, literasi masyarakat, dan penghormatan terhadap kearifan lokal.
Papua Barat Daya bisa menjadi model kota masa depan yang tahan bencana dan berkelanjutan, asal sungainya tidak hanya dilihat sebagai saluran air, tetapi sebagai jantung kehidupan masyarakat.
Sumber:
Pristianto, H., & Butudoka, M. A. (2023). Konsep Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dalam Mengantisipasi Bencana dan Krisis Air di Ibu Kota Propinsi Papua Barat Daya. Jurnal Ilmiah Ecosystem, 23(2), 290–307.
Analysis
Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 15 Mei 2025
Pendahuluan: Meningkatnya Kompleksitas dan Tantangan Manajemen Inoperabilitas
Di era modern, sistem yang dihadapi oleh para insinyur dan ilmuwan menjadi semakin kompleks. Kompleksitas ini muncul dari berbagai faktor, terutama kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas melalui jaringan sistem, yang menghasilkan interaksi yang dapat memicu perilaku tak terduga. Manajemen risiko disfungsi dalam sistem kompleks ini memerlukan pendekatan baru yang dapat menangani interaksi kompleks antar komponen.
Artikel ilmiah ini, "Modeling Interactions for Inoperability Management: from Fault Tree Analysis (FTA) to Dynamic Bayesian Network (DBN)", membahas tantangan pemodelan dan analisis propagasi inoperabilitas dalam jaringan sistem kompleks. Artikel ini menawarkan solusi inovatif dengan menjembatani Fault Tree Analysis (FTA) dan Dynamic Bayesian Networks (DBN) untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang bagaimana kegagalan menyebar dalam sistem yang saling berhubungan.
Inti Pembahasan Artikel: Mengatasi Keterbatasan FTA dengan DBN
Artikel ini berfokus pada keterbatasan Fault Tree Analysis (FTA) dalam memodelkan sistem kompleks dan bagaimana Dynamic Bayesian Networks (DBN) dapat digunakan untuk mengatasi keterbatasan ini.
FTA adalah teknik deduktif yang telah lama digunakan untuk menganalisis kegagalan sistem. Namun, FTA memiliki beberapa kelemahan utama:
Untuk mengatasi keterbatasan ini, penulis mengusulkan pendekatan dua langkah:
Dynamic Bayesian Networks: Kekuatan Pemodelan Interaksi Dinamis
Dynamic Bayesian Networks (DBN) adalah model grafis probabilistik yang ampuh untuk menganalisis evolusi variabel dari waktu ke waktu. DBN memungkinkan pemodelan dependensi kompleks, termasuk:
Langkah-langkah Transformasi: Dari FTA ke DBN
Artikel ini menguraikan proses terstruktur untuk mengubah fault tree menjadi dynamic Bayesian network:
Studi Kasus Ilustratif: Sistem Pasokan Daya
Untuk mengilustrasikan pendekatan yang diusulkan, artikel ini menyajikan studi kasus sederhana dari sistem pasokan daya. Studi kasus ini menunjukkan bagaimana DBN dapat digunakan untuk memodelkan pengaruh sinyal gangguan eksternal pada tingkat kegagalan komponen dan inoperabilitas sistem secara keseluruhan.
Analisis Mendalam: Kekuatan, Keterbatasan, dan Implikasi
Artikel ini secara efektif menunjukkan bagaimana DBN dapat memperluas kemampuan FTA untuk menganalisis sistem kompleks. Dengan memasukkan dependensi dinamis dan pengaruh eksternal, model DBN memberikan representasi yang lebih realistis tentang perilaku sistem dan propagasi inoperabilitas.
Namun, penting untuk mempertimbangkan beberapa hal:
Terlepas dari tantangan ini, pendekatan yang diusulkan memiliki implikasi yang signifikan untuk berbagai aplikasi:
Kesimpulan: Menuju Pemodelan Inoperabilitas yang Lebih Realistis
Artikel ini menyajikan kontribusi yang berharga untuk bidang manajemen risiko dan keandalan sistem. Dengan menjembatani FTA dan DBN, artikel ini menawarkan metodologi yang lebih kuat untuk memodelkan dan menganalisis propagasi inoperabilitas dalam sistem kompleks. Studi kasus ini menyoroti potensi pendekatan ini untuk meningkatkan pemahaman kita tentang perilaku sistem dan untuk mendukung pengambilan keputusan yang lebih baik.
Penelitian di masa depan dapat berfokus pada pengembangan metode yang lebih efisien untuk membangun dan memvalidasi model DBN skala besar, serta pada penerapan pendekatan ini untuk berbagai aplikasi dunia nyata.
Sumber Artikel:
Tchangani, A., & Pérès, F. (2020). Modeling Interactions for Inoperability Management: from Fault Tree Analysis (FTA) to Dynamic Bayesian Network (DBN). IFAC PapersOnLine, 53(3), 342-347.