Efisiensi Air Hujan untuk Gedung Pemerintah: Studi Kasus Gedung Dinkes Pemalang dan Desain Tangki 800 m³

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

04 Juni 2025, 07.26

pixabay.com

Perkembangan kawasan perkotaan sering kali tidak diiringi oleh perencanaan konservasi air yang memadai. Akibatnya, kota-kota besar menghadapi dua paradoks sekaligus: banjir saat musim hujan dan kelangkaan air bersih saat musim kemarau. Gedung-gedung pemerintah pun tak lepas dari masalah ini, termasuk Gedung Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemalang yang masih mengandalkan air PAM untuk menyiram taman dan toilet.

Dalam konteks itulah, penelitian oleh Felicia Isfandyari dan Sri Amini Yuni Astuti menjadi sangat relevan. Studi ini meneliti apakah air hujan yang selama ini terbuang bisa dijadikan sumber air alternatif yang andal untuk memenuhi kebutuhan sanitasi dan pertamanan di gedung Dinkes Pemalang.

Tujuan Penelitian: Mengoptimalkan Air Hujan untuk Kebutuhan Non-Konsumsi

Penelitian ini memiliki tiga sasaran utama:

  1. Menghitung kebutuhan air untuk toilet dan taman di Gedung Dinkes Pemalang.
  2. Menganalisis ketersediaan air hujan dari atap gedung.
  3. Mendesain sistem penampungan (tangki) air hujan yang efisien, ekonomis, dan berfungsi maksimal sepanjang tahun.

Studi Kasus: Gedung Dinas Kesehatan Pemalang

Karakteristik Lokasi

  • Terletak dekat kawasan perkampungan dan jalan raya.
  • Minim drainase, sehingga air hujan kerap melimpas ke jalan dan menimbulkan genangan.
  • Seluruh air untuk toilet dan taman masih menggunakan air PAM (berbayar).

Potensi yang Belum Dimanfaatkan

  • Luas atap: 2.220 m²
  • Luas taman: 800 m²
  • Jumlah pegawai: 131 orang
  • Jumlah toilet: 21 unit
  • Rata-rata curah hujan tahunan (2012–2016): 2.034,2 mm/tahun

➡️ Dari data ini terlihat bahwa gedung memiliki luas atap dan frekuensi hujan yang ideal untuk pemanenan air hujan.

Metodologi: Dari Pengukuran Lapangan ke Simulasi Neraca Air

Studi ini menggunakan data primer (pengukuran lapangan) dan data sekunder (curah hujan dari Stasiun Banjardawa, ±5,5 km dari lokasi studi). Analisis dilakukan menggunakan:

  • Perhitungan kebutuhan air berdasarkan SNI dan referensi Wardhana (1999),
  • Hujan andalan dengan probabilitas 80%,
  • Koefisien runoff atap 0,95,
  • Neraca air bulanan (input-output),
  • Desain dimensi tangki berbasis kebutuhan maksimum saat musim kemarau.

Hasil Utama: Volume, Kebutuhan, dan Desain Tangki

1. Kebutuhan Air Toilet dan Taman

Mengacu pada data jumlah pegawai (131 orang) dan asumsi 10% tamu tambahan, serta kebutuhan air per hari:

  • Toilet: 20 liter/orang/hari
  • Taman: 2 liter/m²/hari

➡️ Kebutuhan maksimum: 156,054 m³/bulan atau ±5.202 liter/hari

2. Ketersediaan Air Hujan

Dengan luas atap 2.220 m², koefisien runoff 0,95, dan hujan andalan bulanan tertinggi 221 mm (probabilitas 80%), maka:

  • Volume air hujan maksimum: 466,089 m³/bulan

➡️ Artinya, air hujan mampu mencukupi kebutuhan air toilet dan taman hingga 3 kali lipat pada bulan-bulan basah.

3. Volume dan Desain Tangki Penampungan

  • Jumlah hari kering (musim kemarau): 153 hari (Juni–Oktober)
  • Volume tangki yang dibutuhkan untuk menjamin pasokan selama kemarau:

V = (177 × 153 × 20)/1000 + (800 × 153 × 2)/1000 = 786,42 m³
(dibulatkan ke 800 m³)

  • Desain tangki:
    • Bahan: Ferrocement (concrete tank)
    • Lokasi: Di bawah tanah
    • Dimensi: 20 m (panjang) × 10 m (lebar) × 4 m (tinggi)

Analisis Neraca Air Bulanan

Peneliti menyusun neraca air selama satu tahun, membandingkan input (curah hujan) dengan output (kebutuhan toilet dan taman). Hasilnya:

  • Semua bulan menunjukkan kelebihan pasokan air (surplus).
  • Selama musim hujan, air hujan melimpah dan bahkan bisa digunakan untuk cadangan.
  • Kapasitas tangki 800 m³ cukup untuk menjembatani kebutuhan selama musim kemarau, dengan cadangan tersimpan dari bulan-bulan basah.

Kelebihan Sistem Pemanenan Air Hujan (PAH)

Berdasarkan hasil penelitian dan tinjauan pustaka, PAH di Gedung Dinkes Pemalang berpotensi memberikan manfaat besar:

1. Efisiensi Biaya Operasional

Dengan menggunakan air hujan untuk kebutuhan toilet dan taman, pengeluaran air dari PAM bisa ditekan secara signifikan.

2. Pencegahan Genangan dan Banjir Lokal

Tangki bawah tanah tidak hanya menyimpan air, tapi juga mengurangi limpasan ke jalan yang selama ini menyebabkan genangan saat hujan deras.

3. Konservasi Air Tanah

Dengan memanfaatkan air hujan, eksploitasi air tanah dapat dikurangi, memperpanjang umur sumur-sumur dangkal di area sekitarnya.

Opini Tambahan: Apa yang Bisa Ditingkatkan?

Meskipun penelitian ini sangat aplikatif dan relevan, ada beberapa peluang pengembangan:

  • Integrasi Sistem Filterisasi dan Pemanfaatan untuk Konsumsi: Jika ditambah sistem penyaringan, air hujan juga bisa digunakan untuk cuci tangan, wudhu, dan bahkan air minum darurat.
  • Penerapan Panel Surya untuk Pompa Tangki: Memperkuat aspek keberlanjutan energi dalam sistem.
  • Duplikasi ke Gedung Pemerintah Lain: Hasil desain dan simulasi ini bisa dijadikan standar untuk gedung-gedung pemerintah lain di wilayah tropis.

Studi Komparatif: Bagaimana Penelitian Ini Dibandingkan?

  • Tri Yayuk Susana (2012): Menemukan efisiensi 65,41% dalam penyediaan air taman dengan sistem PAH 300.000 L di Bank Indonesia.
  • Ahmad Zaki (2008): Menganalisis PAH di FMIPA UI, menunjukkan bahwa 1.988 m³ air hujan bisa ditampung dan digunakan untuk kebutuhan toilet kampus.
  • Penelitian Ini: Lebih lengkap karena menyertakan desain neraca air tahunan dan mempertimbangkan musim kemarau, serta didukung desain tangki konkret yang terukur.

➡️ Artinya, studi ini unggul dalam memberikan hasil praktis yang bisa langsung diadopsi.

Rekomendasi Kebijakan dan Praktik

Bagi pemerintah daerah dan instansi teknis, hasil riset ini bisa dijadikan acuan untuk:

  • Mewajibkan PAH di setiap pembangunan gedung pemerintah baru.
  • Memberikan insentif untuk gedung lama yang menambahkan sistem PAH.
  • Mengintegrasikan PAH dalam program konservasi air perkotaan dan pengurangan banjir.

Kesimpulan: Langit Sebagai Sumber Daya Terabaikan

Penelitian oleh Isfandyari dan Astuti membuktikan bahwa air hujan bukan sekadar air yang jatuh dari langit, melainkan potensi besar yang selama ini diabaikan. Dengan desain tangki 800 m³ dan neraca air yang matang, gedung Dinas Kesehatan Pemalang bisa menjadi role model konservasi air skala mikro di sektor publik.

Ketika sebagian kota berjuang membeli air tangki atau memperdalam sumur bor, PAH menawarkan solusi cerdas, murah, dan berkelanjutan. Dan dalam era krisis air global, ini bukan hanya inovasi teknis—melainkan juga revolusi mental terhadap cara kita memperlakukan air.

Sumber Asli Artikel:

Isfandyari, F., & Astuti, S. A. Y. (2024). Analisis Pemanfaatan Air Hujan untuk Kebutuhan Pertamanan dan Toilet Gedung Dinas Kesehatan Pemalang. Universitas Islam Indonesia.