Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Kompleksitas dan Pentingnya Pengembangan Kapasitas di Sektor Air
Paper ini membahas secara mendalam konsep dan praktik pengembangan kapasitas (Capacity Development/CD) dalam sektor pengelolaan air. Pengembangan kapasitas tidak hanya soal peningkatan keterampilan individu, tetapi juga tentang membangun lingkungan yang kondusif agar pengetahuan dan kemampuan tersebut dapat diterapkan secara efektif. Dalam konteks sektor air yang kompleks dan dinamis, pengembangan kapasitas menjadi prasyarat utama agar pengelolaan air dapat berkelanjutan dan adaptif terhadap perubahan sosial, ekonomi, dan iklim.
Konsep dan Definisi Kapasitas
Tantangan dalam Pengembangan Kapasitas Sektor Air
Kerangka Pengembangan Kapasitas: Tiga Tingkatan
Studi Kasus dan Contoh Praktik
Teknologi dan Metode Pembelajaran Modern
Evaluasi dan Indikator Pengembangan Kapasitas
Opini dan Kritik
Pengembangan Kapasitas sebagai Pilar Keberlanjutan Sektor Air
Pengembangan kapasitas adalah fondasi utama untuk pengelolaan air yang efektif, adaptif, dan berkelanjutan. Dengan pendekatan yang holistik meliputi individu, organisasi, dan lingkungan pendukung, sektor air dapat menghadapi tantangan kompleks seperti perubahan iklim, urbanisasi, dan tekanan sosial ekonomi. Investasi berkelanjutan dalam pendidikan, pelatihan, teknologi, dan reformasi kelembagaan sangat penting untuk memastikan ketersediaan air yang aman dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Sumber Artikel
Blokland, M.W., Alaerts, G.J., Kaspersma, J.M., Hare, M. (2009). Capacity Development for Improved Water Management. UNESCO-IHE / UNW-DPC. Delft / Bonn.
Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Tantangan dan Peluang di Dunia yang Memanas
Bab ini mengkaji hubungan kompleks antara pembangunan berkelanjutan, pengentasan kemiskinan, pengurangan ketimpangan, dan tindakan iklim dalam konteks pembatasan pemanasan global hingga 1,5°C di atas tingkat pra-industri. Laporan ini menegaskan bahwa membatasi pemanasan pada 1,5°C dibanding 2°C dapat secara signifikan mengurangi risiko kemiskinan, ketimpangan, dan dampak buruk iklim lainnya, sekaligus memudahkan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Dampak Pemanasan 1,5°C terhadap Kemiskinan dan Ketimpangan
Sinergi dan Trade-Off antara Adaptasi, Mitigasi, dan Pembangunan Berkelanjutan
Jalur Pembangunan Berkelanjutan Menuju Dunia 1,5°C
Studi Kasus: Praktik Berbasis Komunitas dan Ekosistem
Tantangan dan Kondisi untuk Mencapai Tujuan
Opini dan Kritik
Jalan Menuju Masa Depan yang Adil dan Berkelanjutan
Pembatasan pemanasan global hingga 1,5°C membuka peluang besar untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, serta mempercepat pencapaian SDGs. Namun, ini menuntut transformasi sosial-ekonomi yang mendalam, penguatan kapasitas adaptasi, dan kebijakan inklusif yang mengatasi ketidaksetaraan. Pendekatan holistik yang mengintegrasikan adaptasi, mitigasi, dan pembangunan berkelanjutan menjadi kunci untuk masa depan yang lebih adil dan lestari.
Sumber Artikel
Roy, J., Tschakert, P., Waisman, H., Abdul Halim, S., Antwi-Agyei, P., Dasgupta, P., Hayward, B., Kanninen, M., Liverman, D., Okereke, C., Pinho, P.F., Riahi, K., dan Suarez Rodriguez, A.G. (2018). Sustainable Development, Poverty Eradication and Reducing Inequalities. In: Global Warming of 1.5°C. An IPCC Special Report on the impacts of global warming of 1.5°C above pre-industrial levels and related global greenhouse gas emission pathways, in the context of strengthening the global response to the threat of climate change, sustainable development, and efforts to eradicate poverty. Masson-Delmotte, V. et al. (eds.). In Press.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Desentralisasi sebagai Jawaban atas Ketimpangan dan Konflik
Tesis ini mengkaji implementasi desentralisasi di Indonesia, khususnya di Papua dan Papua Barat, dua provinsi dengan tantangan geografis, sosial, dan politik yang unik. Desentralisasi yang dimaksud adalah pemindahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk memperbaiki pelayanan publik dan memperkuat demokratisasi. Namun, meski sudah berjalan hampir dua dekade, hasilnya belum optimal, terutama dalam penyediaan layanan dasar dan akuntabilitas demokratis.
Metodologi dan Studi Kasus
Penelitian menggunakan pendekatan studi kasus kualitatif dan kuantitatif di empat wilayah: Jayawijaya (pendidikan), Asmat (akses layanan kesehatan), Manokwari (tata kelola air minum), dan analisis sistem pemilihan lokal “noken” di Papua. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, analisis dokumen, dan data spasial menggunakan GIS.
Temuan Utama dan Analisis
1. Pendidikan di Jayawijaya: Uniformitas Kebijakan dan Kegagalan Insentif
2. Akses Layanan Kesehatan di Asmat: Ketimpangan Spasial
3. Tata Kelola Air Minum di Manokwari: Desain Institusional yang Tidak Sinkron
4. Sistem Pemilihan “Noken” dan Demokratisasi Lokal
Analisis Teoritis: Desentralisasi sebagai Hubungan Principal-Agent dan Dimensi Geografis
Opini dan Kritik
Rekomendasi Kebijakan
Tantangan dan Harapan Desentralisasi di Papua
Tesis ini menegaskan bahwa desentralisasi di Papua dan Papua Barat menghadapi tantangan besar yang bersifat struktural, geografis, dan kultural. Meskipun desentralisasi memberikan peluang untuk demokratisasi dan peningkatan pelayanan publik, tanpa penyesuaian kebijakan dan penguatan kapasitas lokal, hasilnya tetap jauh dari harapan. Pendekatan yang mengintegrasikan konteks lokal, perbaikan insentif, dan penguatan monitoring menjadi kunci untuk mewujudkan pemerintahan yang efektif dan demokratis di wilayah ini.
Sumber Artikel
Efriandi, Tri. (2021). Decentralization and the challenges of local governance in Indonesia: Four case studies on public service provision and democratization in Papua and West Papua. University of Groningen.
Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Swedia di Garis Depan Adaptasi Iklim Dunia
Swedia, negara Skandinavia dengan reputasi tinggi dalam inovasi lingkungan, menghadapi tantangan perubahan iklim yang semakin nyata. Laporan “Sweden’s Adaptation Communication” (ADCOM, 2022) kepada UNFCCC memaparkan capaian, tantangan, dan strategi nasional Swedia dalam membangun masyarakat yang tahan iklim. Resensi ini mengulas laporan tersebut secara kritis, menyoroti data, studi kasus, kebijakan, serta pelajaran yang bisa diadopsi negara lain.
Gambaran Umum: Kondisi, Kerangka Hukum, dan Institusi Adaptasi Swedia
Fakta Kunci
Kerangka Kelembagaan dan Regulasi
Dampak, Risiko, dan Kerentanan: Studi Kasus dan Data
Tren Iklim & Proyeksi
Bencana Iklim: Data dan Studi Kasus
1. Kebakaran Hutan & Kekeringan
2. Banjir dan Hujan Ekstrem
3. Kenaikan Muka Laut dan Erosi Pantai
4. Gelombang Panas
5. Dampak pada Air Minum dan Sanitasi
Dampak Sektoral: Analisis Spesifik
Pertanian & Ketahanan Pangan
Kehutanan
Infrastruktur & Tata Kota
Energi
Kesehatan
Reindeer Herding & Budaya Sami
Kebijakan, Strategi, dan Implementasi
Strategi Nasional Adaptasi (2018)
Rencana Aksi dan Implementasi
Pendanaan & Dukungan
Studi Kasus Adaptasi: Inovasi dan Pembelajaran
1. Taman Hyllie, Malmö
2. Pemetaan Cloudburst di Botkyrka
3. Adaptasi Kehutanan
4. Rencana Aksi Komunitas Sami
Tantangan, Hambatan, dan Gap
Kesenjangan Implementasi
Gap Pengetahuan
Hambatan Praktis
Pelajaran, Praktik Baik, dan Rekomendasi
Praktik Baik
Rekomendasi
Hubungan dengan Tren Global dan Industri
Kritik dan Opini
Kelebihan
Kekurangan
Menuju Swedia Tangguh Iklim dan Inklusif
Laporan Adaptation Communication Sweden 2022 menunjukkan bahwa Swedia berada di jalur yang tepat dalam membangun masyarakat tahan iklim, namun tantangan besar tetap ada. Kunci keberhasilan ada pada inovasi, kolaborasi lintas sektor, penguatan kapasitas lokal, dan integrasi keadilan sosial dalam seluruh kebijakan. Dengan memperkuat praktik baik dan mempercepat adopsi solusi berbasis alam serta digitalisasi, Swedia dapat menjadi model global dalam adaptasi iklim yang inklusif dan berkelanjutan.
Sumber Artikel
Ministry of the Environment, Sweden. (2022). Sweden’s Adaptation Communication. A report to the United Nations Framework Convention on Climate Change, November 2022.
Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Peta Krisis Ketahanan Pangan Arab
Laporan “Arab Environment: Food Security” (AFED 2014) adalah salah satu dokumen paling komprehensif yang membedah tantangan dan prospek ketahanan pangan di dunia Arab. Dengan menggabungkan data empiris, studi kasus, dan analisis kebijakan, laporan ini membedah akar krisis pangan—mulai dari kelangkaan air, degradasi lahan, perubahan iklim, hingga ketergantungan impor—serta menawarkan peta jalan inovatif menuju ketahanan pangan berkelanjutan.
Gambaran Umum: Fakta, Angka, dan Tren Ketahanan Pangan
Ketergantungan Impor dan Defisit Pangan
Krisis Air: Jantung Masalah Pangan Arab
Studi Kasus dan Data Lapangan
1. Abu Dhabi: Krisis Air dan Strategi Ketahanan
2. Maroko: Green Morocco Plan (GMP)
3. GCC: Investasi Luar Negeri dan Strategi Cadangan
4. Rainfed Agriculture dan Petani Kecil
5. Post-Harvest Losses (PHL)
Analisis Kritis: Tantangan, Kesenjangan, dan Peluang
Tantangan Utama
Peluang dan Solusi
Studi Perbandingan dan Tren Global
Kritik dan Opini
Kelebihan Laporan
Kekurangan
Rekomendasi Kebijakan
Hubungan dengan Tren Industri dan Kebijakan Global
Kesimpulan: Jalan Panjang Menuju Ketahanan Pangan Arab
Laporan AFED 2014 menegaskan bahwa tantangan pangan di dunia Arab sangat kompleks—berakar pada krisis air, produktivitas rendah, dan ketergantungan impor. Namun, peluang perbaikan terbuka lebar melalui efisiensi irigasi, adopsi teknologi, kerja sama regional, dan diversifikasi pangan. Dengan kebijakan terintegrasi, investasi berkelanjutan, dan inovasi lintas sektor, dunia Arab dapat membalikkan tren krisis menjadi peluang menuju ketahanan pangan berkelanjutan.
Sumber Artikel
AFED (2014). Arab Environment: Food Security. Annual Report of the Arab Forum for Environment and Development, 2014; A. Sadik, M. El-Solh and N. Saab (Eds.); Beirut, Lebanon. Technical Publications.
Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Gender, Interseksionalitas, dan Adaptasi Iklim
Isu perubahan iklim dan adaptasi bukan sekadar soal teknis atau ekologi, melainkan juga sangat terkait dengan keadilan sosial, gender, dan kerentanan multidimensi. Studi “Intersectional Approaches to Gender Mainstreaming in Adaptation-Relevant Interventions” yang diterbitkan Adaptation Fund (2022) membedah bagaimana strategi gender mainstreaming dalam program adaptasi iklim harus bertransformasi menjadi lebih interseksional—yaitu, mengakui dan mengatasi tumpang tindih kerentanan dan identitas sosial (gender, usia, etnis, status ekonomi, disabilitas, dll). Artikel ini mengulas isi, data, studi kasus, serta kritik dan rekomendasi praktis dari laporan penting ini.
Konsep Kunci: Dari Gender Mainstreaming Menuju Interseksionalitas
Evolusi Gender Mainstreaming
Mengapa Interseksionalitas Penting dalam Adaptasi Iklim?
Metodologi Studi
Temuan Utama: Praktik & Tantangan Interseksionalitas
1. Interseksionalitas dalam Kebijakan dan Program
2. Studi Kasus: Praktik Interseksional di Lapangan
Tanzania: Toolkit Pamoja Voices
Nepal: GESI dalam Penyuluhan Pertanian
Bangladesh: “Double Vulnerabilities” Gender dan Etnisitas
Analisis Sektor: Interseksionalitas dalam Adaptasi
1. Pertanian & Ketahanan Pangan
2. Kehutanan
3. Pengurangan Risiko Bencana
4. Air, Sanitasi, dan Kesehatan
Tantangan Implementasi: Data, Kapasitas, dan Politik
Nilai Tambah & Rekomendasi Praktis
Nilai Tambah Interseksionalitas
Rekomendasi
Hubungan dengan Tren Global & Industri
Kritik dan Opini
Kelebihan
Kekurangan
Kesimpulan: Interseksionalitas, Gender, dan Adaptasi Iklim—Dari Wacana ke Aksi
Studi Adaptation Fund ini menegaskan bahwa tanpa lensa interseksional, upaya adaptasi iklim berisiko memperkuat ketimpangan lama dan menciptakan kerentanan baru. Dengan mengadopsi pendekatan interseksional dalam gender mainstreaming, program adaptasi dapat menjadi lebih inklusif, adil, dan efektif. Kunci suksesnya adalah data terpilah, pelibatan kelompok rentan, inovasi metode, dan komitmen perubahan struktural. Transformasi ini adalah proses bertahap, namun setiap langkah kecil menuju interseksionalitas akan memperkuat ketahanan masyarakat di era krisis iklim.
Sumber Artikel
Adaptation Fund Board. (2022). A Study on Intersectional Approaches to Gender Mainstreaming in Adaptation-Relevant Interventions. AFB/B.37-38/Inf.1, 17 February 2022.