Mengapa Pendanaan Kerja Sama Air Lintas Batas Semakin Penting?
Lebih dari 60% air tawar dunia mengalir melintasi dua negara atau lebih. Pengelolaan air lintas batas yang berkelanjutan dan kolaboratif bukan hanya kunci bagi akses air, tapi juga fondasi pembangunan ekonomi, stabilitas kawasan, dan perdamaian regional. Namun, banyak negara dan lembah sungai menghadapi tantangan besar dalam menemukan sumber dana yang memadai untuk mendukung kerja sama ini. Keterbatasan kapasitas fiskal, risiko investasi yang tinggi, serta kurangnya pemahaman tentang manfaat kerja sama sering kali menjadi penghambat utama.
Artikel ini mengupas secara kritis temuan utama, studi kasus, dan angka-angka penting dari laporan United Nations Economic Commission for Europe (UNECE) berjudul Funding and Financing of Transboundary Water Cooperation and Basin Development (2021). Dengan gaya bahasa yang mudah dipahami, artikel ini juga mengaitkan isu pendanaan air lintas batas dengan tren global, inovasi industri, serta memberikan opini dan rekomendasi strategis yang relevan untuk Indonesia dan negara berkembang lainnya.
Latar Belakang: Mengapa Pendanaan Air Lintas Batas Sulit?
Tantangan Utama
- Risiko Investasi Tinggi: Proyek lintas negara sering dianggap berisiko karena melibatkan berbagai kepentingan politik, ekonomi, dan hukum.
- Prioritas Anggaran: Negara sering memprioritaskan kebutuhan domestik, sehingga kerja sama lintas batas kurang mendapatkan alokasi dana.
- Kurangnya Manfaat Nyata: Manfaat kerja sama sering tidak terkomunikasikan dengan baik, sehingga dukungan politik dan fiskal minim.
- Keterbatasan Bantuan Internasional: Sebagian besar bantuan pembangunan (ODA) mengalir ke sektor WASH (Water, Sanitation, Hygiene), bukan ke proyek lintas batas. Sementara, investasi swasta cenderung masuk ke infrastruktur nasional, bukan lintas negara.
Dampak Global
Lebih dari 40% populasi dunia tinggal di dekat atau bergantung pada lebih dari 300 lembah sungai dan danau lintas negara. Namun, hanya 24 dari 153 negara yang melaporkan seluruh wilayah air lintas batasnya telah dikelola dalam kerangka kerja sama formal. Banyak negara juga mengidentifikasi keterbatasan sumber daya sebagai tantangan utama dalam kerja sama air lintas batas.
Struktur Kebutuhan Dana: Dari Biaya Inti hingga Proyek Infrastruktur
1. Biaya Inti (Core Costs)
Biaya inti mencakup:
- Gaji staf sekretariat lembaga bersama (RBO/joint body)
- Biaya operasional kantor, peralatan, kendaraan, komunikasi
- Biaya rapat dewan, menteri, atau kepala negara
Contoh: International Commission for the Protection of the Danube River (ICPDR) dan International Commission for the Protection of the Rhine (ICPR) memiliki anggaran tahunan sekitar US$ 1 juta, sebagian besar untuk biaya staf.
2. Biaya Program dan Proyek
Meliputi:
- Monitoring kualitas dan kuantitas air
- Penyusunan rencana strategis dan konsultasi pemangku kepentingan
- Implementasi rencana aksi, pembangunan, dan pemeliharaan infrastruktur (bendungan, irigasi, pembangkit listrik)
- Pengelolaan data, sistem peringatan dini, studi dampak lingkungan
Contoh: CICOS (International Commission of the Congo-Oubangui-Sangha Basin) menganggarkan €25 juta untuk implementasi rencana pengelolaan 2016–2020, namun realisasinya tertunda karena keterbatasan dana.
3. Biaya Awal Kerja Sama
Termasuk biaya negosiasi, pembangunan kepercayaan, dan penyusunan perjanjian. Sering kali didukung pihak ketiga seperti World Bank (Indus Waters Treaty 1960) atau UNDP (Mekong Agreement 1995).
Sumber Dana: Publik, Privat, hingga Inovasi Keuangan
A. Dana Publik
- Kontribusi Negara Anggota
- Sumber utama untuk biaya inti dan sebagian proyek.
- Contoh: MRC (Mekong River Commission) tiap negara anggota menyumbang sekitar US$ 2 juta per tahun.
- Pajak Regional
- Misal, CEMAC (Central African Economic and Monetary Community) mengenakan pajak impor 1% untuk mendanai CICOS.
- Stabilitas dana lebih baik dibanding kontribusi langsung negara.
- User & Polluter Fees
- Konsep “user pays” dan “polluter pays” masih jarang diterapkan di level lintas batas karena kompleksitas regulasi dan transaksi.
- Penjualan Data & Layanan
- MRC menjual data dan publikasi, namun pendapatan kurang dari US$ 500 per tahun—lebih sebagai cost recovery.
- Pinjaman dan Hibah Publik
- Pinjaman dari World Bank, AfDB, ADB, dan hibah dari GEF, UNDP, atau donor bilateral.
- Contoh: Proyek Rusumo Falls (Kagera River) mendapat pinjaman US$ 340 juta dari World Bank.
- Bantuan Teknis
- Pelatihan, workshop, dan pengembangan kapasitas dari GIZ, USAID, dan lainnya.
- Dana Iklim
- Green Climate Fund (GCF), Adaptation Fund (AF), dan IKI (Jerman) mendukung proyek adaptasi perubahan iklim lintas negara.
- Contoh: Niger Basin menerima dana GCF untuk Program PIDACC, proyek adaptasi iklim lintas 9 negara.
B. Dana Privat & Inovasi
- Pendanaan Filantropi
- Contoh: Great Lakes Commission (AS-Kanada) menerima donasi dari yayasan swasta.
- Namun, skala kontribusi masih kecil.
- Pembiayaan Swasta (Debt & Equity)
- Biasanya untuk proyek infrastruktur besar (hidro, irigasi, air minum).
- Skema Public-Private Partnership (PPP) umum digunakan, dengan struktur pembagian risiko dan pendanaan.
- Instrumen Inovatif
- Green Bonds, Social Impact Bonds, Blue Peace Bonds: obligasi khusus untuk proyek lingkungan/air.
- Contoh: Blue Peace Bonds diinisiasi SDC (Swiss) dan UNCDF, sedang pilot di OMVS dan OMVG (Afrika).
- Blended Finance
- Kombinasi dana publik dan privat untuk menurunkan risiko dan menarik investasi.
- Studi kasus: Proyek Bujagali Hydropower (Uganda) dan Nam Theun 2 (Laos) menggunakan blended finance.
Studi Kasus: Pelajaran dari Berbagai Benua
1. Mekong River Commission (Asia Tenggara)
- Kontribusi anggota: US$ 2 juta per negara per tahun.
- Reformasi: Desentralisasi fungsi monitoring ke negara anggota untuk efisiensi dan kemandirian finansial (target 2030).
- Pendanaan donor: Menurun seiring naiknya status ekonomi anggota, mendorong inovasi pendanaan.
2. CICOS (Afrika Tengah)
- Pendanaan: Kombinasi kontribusi negara dan pajak regional CEMAC.
- Tantangan: DRC hanya membayar 30% dari kewajiban 2004–2018, menyebabkan kekosongan staf dan ketergantungan pada donor.
- Solusi: Pertimbangan sanksi (kehilangan hak suara) dan relokasi kantor pusat.
3. Niger Basin Authority (Afrika Barat)
- Biaya staf: Naik dari €460.000 (2004) ke €732.000 (2008).
- Proyek PIDACC: Didanai GCF, AfDB, GEF, KfW, dan World Bank untuk adaptasi perubahan iklim.
- Pendanaan campuran: Negara anggota, hibah, dan pinjaman.
4. Bujagali Hydropower Project (Uganda)
- Nilai proyek: US$ 866 juta, debt-to-equity ratio 78:22.
- Pendanaan: World Bank, IFC, MIGA, EIB, AfDB, Proparco, AFD, DEG, KfW, FMO, dan bank komersial.
- Struktur PPP: Proyek berjalan lancar karena dukungan jaminan risiko politik dan partisipasi lintas negara.
5. Nam Theun 2 Hydropower Project (Laos)
- Nilai proyek: US$ 1,45 miliar, kapasitas 1.070 MW.
- Pendanaan: World Bank, ADB, MIGA, IDA, AFD, bank komersial internasional dan Thailand.
- Kepemilikan: Konsorsium EDF (35%), EGCO Thailand (25%), Pemerintah Laos (25%), Italian-Thai (15%).
Analisis Kritis: Kelebihan, Tantangan, dan Inovasi
Kelebihan
- Diversifikasi Sumber Dana: Kombinasi dana publik, privat, dan inovasi keuangan memperluas peluang pendanaan.
- Skema Blended Finance: Efektif menarik investasi swasta untuk proyek infrastruktur besar.
- Penguatan Institusi: RBO yang kuat dan transparan lebih mudah menarik dana dan dukungan lintas sektor.
Tantangan
- Keterbatasan Dana Publik: Krisis ekonomi (misal, pandemi COVID-19) menurunkan kontribusi negara anggota.
- Kompleksitas Politik: Sengketa atau ketidakstabilan politik antar negara penghambat utama investasi.
- Risiko Investasi: Mata uang, hukum, dan stabilitas politik jadi pertimbangan utama investor.
- Akses Dana Iklim: Proses aplikasi rumit, kapasitas SDM RBO terbatas, dan prioritas dana iklim belum jelas untuk air lintas batas.
Inovasi dan Peluang
- Blue Peace Bonds: Potensi besar sebagai instrumen blended finance, asalkan ada kepemimpinan politik kuat dan kerangka hukum jelas.
- Endowment Fund: Dana abadi untuk mendukung proyek konservasi dan pemberdayaan masyarakat di lembah sungai.
- Digitalisasi dan Big Data: Pemanfaatan teknologi untuk monitoring, transparansi, dan efisiensi pengelolaan dana.
Implikasi untuk Indonesia dan Negara Berkembang
- Keragaman Bencana dan Sumber Air: Indonesia memiliki banyak sungai lintas provinsi dan negara (misal, Timor, Papua), sehingga model pendanaan lintas batas sangat relevan.
- Keterbatasan Dana APBN: Blended finance dan instrumen inovatif dapat menjadi solusi untuk proyek infrastruktur air berskala besar.
- Penguatan RBO Lokal: Pembentukan dan penguatan lembaga pengelola DAS lintas provinsi/negara menjadi kunci.
- Kolaborasi Multi-Sektor: Sinergi pemerintah, swasta, donor, dan masyarakat sipil diperlukan untuk mengatasi tantangan pendanaan dan implementasi.
Rekomendasi Strategis
- Bangun Kerangka Hukum dan Institusi yang Kuat
- Perjanjian internasional dan kelembagaan yang jelas meningkatkan kepercayaan investor dan donor.
- Diversifikasi Sumber Dana
- Kombinasikan dana publik, hibah, pinjaman, dan investasi swasta.
- Manfaatkan instrumen inovatif seperti blue bonds, green bonds, dan blended finance.
- Transparansi dan Akuntabilitas
- Laporan keuangan dan dampak harus terbuka, dengan audit independen.
- Komunikasi Manfaat Kerja Sama
- Identifikasi dan sosialisasikan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan dari kerja sama lintas batas.
- Penguatan Kapasitas SDM
- Pelatihan dan pertukaran pengalaman antar RBO, pemerintah, dan sektor swasta.
- Akses Dana Iklim dan Inovasi
- Siapkan proposal proyek berbasis adaptasi perubahan iklim, integrasikan dengan agenda nasional dan regional.
Opini dan Kritik
Pendanaan kerja sama air lintas batas adalah isu strategis yang semakin mendesak di era perubahan iklim dan urbanisasi. Laporan UNECE membuktikan tidak ada solusi tunggal atau “jalan pintas” untuk masalah pendanaan ini. Setiap lembah sungai dan negara memiliki konteks unik yang membutuhkan kombinasi strategi berbeda.
Kritik utama adalah masih terbatasnya implementasi instrumen inovatif di negara berkembang, baik karena keterbatasan kapasitas, regulasi, maupun political will. Selain itu, terlalu banyak ketergantungan pada donor dan lembaga internasional dapat mengancam kemandirian dan keberlanjutan kerja sama. Indonesia dan negara berkembang lain harus mulai berani berinovasi, memperkuat institusi, dan membangun ekosistem pendanaan yang adaptif dan kolaboratif.
Kesimpulan: Menuju Ekosistem Pendanaan Air Lintas Batas yang Tangguh
Pendanaan kerja sama air lintas batas bukan sekadar soal mencari dana, tetapi juga membangun kepercayaan, institusi, dan ekosistem kolaborasi lintas negara. Dengan memadukan dana publik, privat, dan inovasi keuangan, serta memperkuat tata kelola dan komunikasi manfaat, negara-negara dapat mengoptimalkan potensi air lintas batas untuk pembangunan berkelanjutan, ketahanan iklim, dan perdamaian kawasan.
Indonesia dapat mengambil pelajaran berharga dari studi kasus global, mulai dari reformasi kontribusi anggota, inovasi blended finance, hingga penguatan institusi dan digitalisasi. Investasi pada data, teknologi, dan kolaborasi lintas sektor adalah kunci untuk membangun masa depan pengelolaan air lintas batas yang lebih resilien dan inklusif.
Sumber
United Nations Economic Commission for Europe (UNECE). (2021). Funding and Financing of Transboundary Water Cooperation and Basin Development. ECE/MP.WAT/61.