Menilik Peta Persaingan Industri Farmasi di Indonesia

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja

19 Februari 2024, 07.48

ekbis.sindonews.com

Liputan6.com, Jakarta - Fitch Solutions menjelaskan terdapat lebih dari 200 produsen dan distributor farmasi di Indonesia, termasuk 29 perusahaan multinasional. Lalu bagaimana posisi perusahaan multinasional dan farmasi?

Sebagian besar produsen lokal berspesialisasi dalam produksi vaksin dan obat-obatan tradisional yang dijual bebas dan murah. Saat ini terdapat empat lagi laboratorium farmasi pemerintah yang fokus pada produksi obat-obatan yang masuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional.

PT. Perusahaan pengobatan rumahan seperti Kalbe Farma Tbk (KLBF) dan PT. Kimia Farma Tbk (KAEF) menguasai 70% pasar. Sisanya 30% pasar farmasi Indonesia dikuasai oleh perusahaan farmasi asing seperti Bayer, Pfizer, GlaxoSmithKline, Mitsubishi Tanabe Pharma dan Merck. Hal ini dijelaskan dalam laporan tantangan. Laporan farmasi dan layanan kesehatan Indonesia mencakup perkiraan 10 tahun hingga tahun 2030.

Menurut Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia, sekitar 95% obat-obatan yang diproduksi secara lokal dikonsumsi di rumah. 5% sisanya diekspor. 10 perusahaan teratas semuanya merupakan perusahaan lokal dan menguasai sekitar 40% pasar berdasarkan volume.

Industri dalam negeri saat ini mengimpor 90% bahan bakunya, namun kerentanan ini secara bertahap diatasi melalui investasi pada pengelolaan stok dan fasilitas manufaktur hulu.

Fitch Solutions mengatakan salah satu hambatan terbesar bagi produsen farmasi asing untuk memulai operasinya di Indonesia adalah posisi industri farmasi yang masuk dalam daftar investasi negatif. Berdasarkan Perpres No. 36/20210, investor dilarang memiliki lebih dari 75% saham perusahaan farmasi Indonesia (meningkat menjadi 85% pada tahun 2014).

Saat ini, berdasarkan UU Kementerian Kesehatan 1010/2008, perusahaan asing yang tidak memiliki pabrik di dalam negeri tidak dapat mendistribusikan produknya dan bergantung pada perusahaan (dan pabrik) lain untuk mengelola produknya. “Kinerja banyak perusahaan farmasi di tanah air semakin meningkat,” tulis Fitch Solutions, Sabtu (26 Juni 2021).

Insentif Pemerintah untuk menciptakan industri farmasi nasional dan mengurangi ketergantungan impor akan diperkuat melalui reformasi untuk mendorong ketersediaan produk farmasi, sehingga memungkinkan produsen farmasi melakukan variasi lokal dalam rantai pasokan mereka.

Termasuk dalam paket stimulus pemerintah ke-11 yang diluncurkan pada Maret 2016 untuk mendorong produksi dalam negeri lima sektor produk, termasuk bahan baku medis khususnya bioteknologi, vaksin, ekstrak herbal, bahan aktif dan alat kesehatan.

“Sebagai hasil dari paket ini, Kimia Farma dan Kalbe Farma baru-baru ini melakukan investasi di industri hulu farmasi dengan mendirikan pabrik yang dapat memasok bahan baku,” tulis Fitch Solutions.

Di masa lalu, peraturan pemerintah mendorong penanaman modal dalam negeri oleh perusahaan asing. Hal ini memicu protes dari Kamar Dagang AS dan 13 produsen obat internasional yang menjual obat mereka di Indonesia karena tidak ada fasilitas produksi di sana pada saat itu. Juga Astellas Pharma, AstraZeneca, Eli Lily, Merck Sharp, Dohme, Novo Nordisk, Roche, Servier dan Wyeth.

Perusahaan farmasi asing yang beroperasi di Indonesia diwakili oleh asosiasi dagang. Misalnya, IPMG terdiri dari 28 perusahaan farmasi global yang berbasis penelitian dan memiliki sekitar 10.000 karyawan lokal.

Sejak tahun 1999, anggota IPMG telah meluncurkan lebih dari 250 produk baru uke Indonesia untuk mengobati kanker, penyakit menular, penyakit jantung dan penyakit lainnya.

Disadur dari: https://www.liputan6.com/saham/read/4591906/melihat-peta-persaingan-sektor-farmasi-di-indonesia