Dalam menghadapi ketidakpastian global—dari krisis keuangan hingga pandemi—pemerintah dituntut tidak hanya untuk bekerja efisien, tetapi juga untuk tahan terhadap risiko. Di sinilah pentingnya integrasi antara manajemen kinerja (performance management) dan manajemen risiko (risk management).
Artikel ini menyoroti bagaimana dua sistem manajemen penting ini seringkali bekerja secara terpisah di sektor publik, dan bagaimana integrasi keduanya dapat menciptakan public value yang lebih besar. Penelitian ini mengambil studi kasus dari Pemerintah Daerah Friuli Venezia Giulia di Italia, sebuah wilayah dengan otonomi tinggi yang menjadi contoh representatif.
Sejak tahun 1990-an, reformasi administrasi publik di Italia dipengaruhi oleh paradigma New Public Management (NPM) yang menekankan efisiensi dan desentralisasi. Namun, banyak inisiatif reformasi justru gagal mencapai hasil yang diharapkan. Faktor utamanya adalah budaya birokrasi yang lebih menekankan kepatuhan formal dibanding substansi, serta ketidakmampuan lembaga publik untuk mengadopsi alat manajemen dari sektor swasta secara kontekstual.
Masalah lain adalah kesenjangan implementasi antara kebijakan dan praktik lapangan. Meski undang-undang telah mewajibkan integrasi manajemen risiko dan kinerja, kenyataannya kedua sistem ini masih berjalan sendiri-sendiri.
Metode Penelitian: Kombinasi Analisis Dokumen dan Wawancara Aktor Kunci
Penulis menggunakan pendekatan studi kasus kualitatif dengan dua metode utama:
- Analisis dokumen resmi (strategic plan, performance plan, rencana anti-korupsi)
- Wawancara mendalam dengan 13 pemangku kepentingan, termasuk manajer kinerja, manajer risiko, auditor internal, dan kepala dinas sektor pertanian.
Penelitian ini mengadopsi kerangka (dis)integrasi dari Täubig (2009), untuk mengidentifikasi apakah integrasi hanya bersifat formal (di atas kertas) atau juga substansial (di lapangan).
Studi Kasus: Pemerintah Daerah Friuli Venezia Giulia
Konteks Regional
Wilayah ini memiliki lebih dari 1,2 juta penduduk dan merupakan salah satu kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Italia. Sektor unggulannya adalah pertanian, khususnya produksi anggur putih. Namun, wilayah ini juga menghadapi tantangan besar seperti risiko air dan iklim.
Sebagai wilayah otonom, Friuli Venezia Giulia memiliki kewenangan administratif dan anggaran lebih besar dibandingkan provinsi lain. Oleh karena itu, ia menjadi tempat ideal untuk menguji efektivitas integrasi antara sistem manajemen kinerja dan risiko.
Hasil Analisis Dokumen: Integrasi Hanya Bersifat Formal
Analisis dokumen menunjukkan bahwa:
- Rencana Strategis, Rencana Kinerja, dan Rencana Anti-Korupsi secara formal saling terhubung.
- Setiap dokumen mengacu satu sama lain dan menggunakan terminologi yang seragam.
- Beberapa indikator dalam Rencana Kinerja sudah mencerminkan risiko, khususnya risiko korupsi.
Namun, integrasi ini belum mencakup risiko strategis lain seperti risiko kebijakan publik, perubahan iklim, atau risiko operasional yang lebih luas. Selain itu, perangkat lunak untuk kinerja dan risiko juga terpisah.
Hasil Wawancara: Fragmentasi dan Kepentingan Pribadi
Analisis wawancara menghasilkan temuan menarik:
- Manajer Kinerja hanya fokus pada pencapaian target, tanpa mempertimbangkan risiko yang dapat menghambatnya.
- Manajer Risiko lebih terfokus pada isu korupsi dan tidak memahami proses manajemen kinerja.
- Kepala Unit Pertanian hanya peduli pada target sektoralnya, tanpa melihat hubungan dengan risiko lintas sektor.
- Ketua Dewan Evaluasi menyadari bahwa para manajer bekerja seperti "organ pipa", yaitu bergerak secara terpisah tanpa harmoni.
Hampir semua aktor menampilkan kepentingan pribadi dalam menjalankan tugasnya. Mereka menolak mencampuri bidang lain karena merasa itu "bukan bagian dari pekerjaan saya."
Disintegrasi Nyata: Bukti Kegagalan dalam Praktik
Meskipun ada dokumen yang terintegrasi, praktik lapangan menunjukkan:
- Tidak ada model yang menjembatani antara tujuan strategis dan risiko operasional.
- Alat bantu manajemen (software) tidak terintegrasi antara sistem kinerja dan risiko.
- Budaya organisasi lebih mementingkan kepatuhan administratif daripada penciptaan nilai publik.
Disintegrasi ini diperkuat oleh temuan bahwa indikator risiko tidak digunakan sebagai dasar untuk menyusun tujuan organisasi, dan sebaliknya, tujuan tidak mempertimbangkan kemungkinan gangguan dari risiko eksternal.
Studi Mikro: Departemen Pertanian sebagai Ilustrasi
Departemen Pertanian menjadi fokus mikro studi karena:
- Merupakan penyumbang utama PDB regional
- Sangat terdampak oleh risiko air dan cuaca ekstrem
Namun, wawancara menunjukkan bahwa manajer di sektor ini tidak pernah menghubungkan risiko hidroklimat dengan pencapaian target produksi atau distribusi. Bahkan, mitigasi risiko seperti adaptasi teknologi atau penggunaan data cuaca tidak menjadi bagian dari Performance Plan.
Kritik dan Analisis Tambahan
Kelebihan Penelitian:
- Pendekatan metodologis yang kuat dengan triangulasi dokumen dan wawancara
- Mengangkat realitas birokrasi dengan cara empiris dan tidak normatif
- Menawarkan kerangka disintegrasi sebagai alat analisis yang relevan
Kekurangan:
- Studi hanya pada satu wilayah, sehingga kurang generalisasi
- Fokus risiko terlalu sempit pada isu korupsi
- Tidak menguji dampak langsung integrasi terhadap efisiensi anggaran
Relevansi Global dan Lokal
Temuan dari Italia ini sangat relevan untuk negara berkembang, termasuk Indonesia, yang sedang giat memperbaiki tata kelola sektor publik melalui integrasi sistem informasi dan akuntabilitas berbasis hasil.
Reformasi semacam Rencana Aksi Nasional Pencegahan Korupsi (RAN-PK) dan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) akan gagal apabila tidak memperhitungkan disintegrasi aktor dan software seperti yang terjadi di Italia.
Rekomendasi Praktis
- Bangun Budaya Risiko: Pelatihan rutin tentang risiko strategis bagi semua pegawai negeri.
- Integrasi Sistem IT: Gabungkan perangkat lunak kinerja dan risiko menjadi satu sistem terpadu.
- Tentukan Tujuan Berdasarkan Risiko: Formulasikan tujuan organisasi berdasarkan analisis risiko strategis.
- Revisi Proses Evaluasi Kinerja: Tambahkan indikator risiko dalam evaluasi pencapaian target.
- Tingkatkan Kepemimpinan Transformasional: Pimpinan harus mendorong lintas sektoral, bukan hanya sektoral sempit.
Kesimpulan: Integrasi Butuh Lebih dari Sekadar Dokumen
Artikel ini secara kuat menunjukkan bahwa integrasi manajemen kinerja dan risiko di sektor publik tidak cukup dilakukan di atas kertas. Integrasi sejati membutuhkan perubahan budaya organisasi, pemetaan tanggung jawab yang jelas, dan perangkat teknologi yang mendukung.
Ketika manajer hanya fokus pada tugas sektoralnya dan sistem informasi dikelola secara terpisah, maka integrasi hanyalah ilusi. Untuk benar-benar menciptakan nilai publik, organisasi pemerintah harus mengadopsi sistem yang tidak hanya terhubung secara struktural tetapi juga secara fungsional dan kultural.
Saran untuk Optimasi SEO dan Publikasi Web
Kata Kunci Utama:
- Integrasi manajemen risiko dan kinerja
- Reformasi sektor publik
- Sistem evaluasi kinerja pemerintah
- Disintegrasi organisasi publik
- Studi kasus Friuli Venezia Giulia
Strategi Internal Linking:
- Artikel tentang SAKIP dan RAKIP di Indonesia
- Manajemen risiko sektor publik
- Teknologi digital untuk akuntabilitas publik
Sumber Asli Artikel
Bracci, E., Bruno, A., D’Amore, G., & Ievoli, R. (2024). The Integration of Performance Management and Ri