Pendahuluan
Dalam lanskap global yang semakin kompleks, isu rule of law tidak lagi sekadar wacana normatif, tetapi menjadi tulang punggung bagi pembangunan nasional yang berkelanjutan. Dalam tesis bertajuk "Rule of Law as Instrument for National Development" oleh Abere Adamu Mekonin (2012), konsep ini diangkat dari sudut pandang sosiologi hukum untuk menunjukkan bagaimana rule of law menjadi instrumen vital dalam menjamin demokrasi, hak asasi manusia, tata kelola pemerintahan yang baik, hingga pemberantasan korupsi di negara-negara berkembang, khususnya kawasan Afrika Timur.
Studi ini memadukan teori modernisasi pembangunan dan pendekatan berbasis hak untuk menggambarkan keterkaitan erat antara stabilitas hukum dengan efektivitas pembangunan nasional.
Landasan Teoretis dan Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis dokumen serta wawancara semi-terstruktur terhadap aktor pembangunan di Afrika Timur. Pendekatan teoritisnya berakar pada Modernisation Development Theory, yang memandang pembangunan sebagai hasil dari transformasi struktural dan institusional yang didukung oleh sistem hukum yang kuat.
Penekanan diberikan pada kerangka hak-hak asasi manusia, prinsip demokrasi, dan good governance sebagai indikator keberhasilan pembangunan yang harus dikawal oleh supremasi hukum.
Rule of Law sebagai Pengatur Keseimbangan Aktor Pembangunan
Dalam konteks negara berkembang, aktor pembangunan utama terdiri dari pemerintah dan warga negara. Mekonin menegaskan bahwa keberhasilan pembangunan mensyaratkan adanya keseimbangan antara keduanya, yang hanya dapat dicapai melalui penegakan hukum yang adil, konsisten, dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
Data penting dari studi:
Dalam wawancara lapangan di Afrika Timur, terungkap bahwa mayoritas responden menyatakan ketidakpercayaan terhadap lembaga negara karena seringkali hukum tidak diterapkan secara adil. Hal ini berdampak langsung pada partisipasi publik dalam proses pembangunan.
Demokrasi dan Rule of Law: Hubungan Simbiotik
Penelitian ini menunjukkan bahwa demokrasi dan rule of law saling memperkuat. Demokrasi memberikan ruang bagi akuntabilitas dan partisipasi, sedangkan hukum berfungsi sebagai pagar yang menjamin bahwa kebebasan dan hak warga tidak dilanggar oleh kekuasaan negara.
Contoh nyata:
Di beberapa negara di Afrika Timur, pemilu yang diselenggarakan tanpa pengawasan hukum yang kuat justru menimbulkan konflik dan memperdalam krisis kepercayaan terhadap institusi negara.
Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Sistem Peradilan Independen
Mekonin mengutip studi oleh Clair (2003–2004) atas 154 negara berkembang, yang menunjukkan bahwa sistem peradilan independen adalah kunci perlindungan HAM. Namun, di negara berkembang, sistem hukum kerap dipolitisasi, sehingga pelanggaran HAM sulit dituntaskan.
Fakta penting:
Burton (2005) dalam studinya atas 177 negara menunjukkan bahwa pelanggaran HAM secara sistematis lebih banyak terjadi di negara dengan indeks rule of law yang rendah.
Korupsi dan Hukum: Dua Kekuatan yang Bertolak Belakang
Korupsi menjadi hambatan utama dalam pembangunan karena melemahkan institusi dan menyerap dana publik untuk kepentingan pribadi. Mekonin mengangkat data dari World Bank yang menyebutkan bahwa lebih dari $1 triliun USD per tahun hilang akibat praktik korupsi di negara berkembang.
Studi kasus konkret:
Dalam sektor konstruksi, Nicholas Ambraseys dan Regot Bilham (2011) menunjukkan bahwa 83% korban gempa bumi dalam 30 tahun terakhir berasal dari negara korup, karena bangunan tak sesuai standar akibat penyelewengan dana publik.
Kebebasan Berekspresi sebagai Pilar Pembangunan yang Terlupakan
Kebebasan berekspresi adalah instrumen vital untuk menjaga akuntabilitas pemerintah. Mekonin menekankan bahwa ketika ekspresi publik dibungkam, peluang untuk mengoreksi kebijakan pembangunan yang keliru pun tertutup.
Sisi filosofis:
Mengutip Patrick Henry: "Give me liberty or give me death", Mekonin menekankan bahwa ekspresi adalah bentuk kemanusiaan paling hakiki yang wajib dilindungi hukum.
Institusi sebagai Pilar Rule of Law
Dalam Bab 6 tesis, Mekonin membedah dua institusi utama:
- Pemerintah, yang harus menjalankan regulasi secara adil dan terbuka.
- Organisasi komunitas, sebagai aktor akar rumput yang mampu mengawasi jalannya pembangunan dan menjadi jembatan partisipasi warga.
Data wawancara:
Banyak informan menyatakan bahwa organisasi masyarakat sipil lebih dipercaya dibanding lembaga negara karena dinilai lebih responsif dan transparan.
Kritik dan Rekomendasi
Penelitian ini menyuguhkan kritik tajam terhadap negara-negara berkembang yang belum menjadikan hukum sebagai fondasi kebijakan pembangunan. Banyak program pembangunan yang gagal karena abai terhadap prinsip-prinsip hukum dan keadilan sosial.
Opini penulis (Mekonin):
Negara-negara Global South seharusnya mencontoh negara-negara dengan sistem hukum mapan dalam menegakkan demokrasi dan hak warga, bukan hanya mengejar pertumbuhan ekonomi nominal.
Kesimpulan
Penegakan rule of law bukan sekadar formalitas legal, melainkan fondasi utama yang menjamin bahwa pembangunan berjalan secara inklusif, adil, dan berkelanjutan. Tanpa sistem hukum yang independen dan dipercaya, pembangunan hanya akan melayani segelintir elit, meninggalkan mayoritas rakyat dalam kemiskinan dan ketidakadilan.
Pesan utama:
Rule of law bukan pelengkap, tapi syarat mutlak untuk pembangunan nasional yang bermartabat.
Sumber asli:
Mekonin, A. A. (2012). Rule of Law as Instrument for National Development. Two Years Master’s Thesis in Development Studies (Major: Sociology of Law), Faculty of Social Sciences, Lund University.