Memahami Matahari sebagai Bintang Terdekat dari Bumi

Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi

10 Mei 2024, 07.34

Sumber: brin.go.id

Matahari adalah salah satu bintang yang paling dekat dengan bumi. Aktivitas dan pengaruhnya sangat besar terhadap kehidupan manusia. Sehingga, berbagai penampakan fisik, aktivitas, dan fenomena yang terjadi selalu menjadi kajian yang menarik.

Salah satu kajian matahari dan aktivitasnya adalah tentang pergerakan bintik matahari. “Di matahari ada bintik-bintik yang disebut sunspotSunspot mengalami perubahan dalam setiap kemunculannya,” ungkap periset Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Johan Muhamad, dalam Dialog, Obrolan, Fakta Ilmiah Populer dalam Sains Antariksa (DOFIDA), secara daring, Jumat (15/3).

Selain sunspot, lidah api atau prominensa adalah fenomena matahari yang juga menarik untuk dikaji. “Kami mengkaji filamen tersebut dari mulai evolusinya, pembentukannya, sampai kemudian karakteristiknya. Sehingga, kita bisa ketahui kira-kira yang akan berbahaya bagi bumi itu seperti apa,” jelasnya.

Fenomena lain yang menjadi kajian periset yakni cuaca antariksa. Cuaca antariksa adalah keadaan di lingkungan antariksa, khususnya antara matahari dan bumi. Seperti halnya cuaca di bumi, cuaca antariksa bersifat dinamis dan sangat bergantung pada aktivitas matahari.

Berbagai aktivitas matahari dapat secara langsung mengubah kerapatan dan tekanan plasma di ruang antarplanet dan ionosfer. Selain itu meningkatkan tekanan magnetik pada magnetosfer bumi, dan dapat menyebabkan munculnya berbagai macam fenomena alam yang terkait dengan medan magnet dan medan listrik di bumi.

Siklus Matahari

Menurut Johan, di samping berbagai fenomena tersebut, gerhana matahari merupakan salah satu peristiwa yang paling umum diketahui. Tahun 2023, terjadi gerhana matahari total di Indonesia bagian timur.

“Kami melakukan ekspedisi untuk melakukan pengamatan gerhana matahari dan data-datanya itu sangat banyak. Termasuk kami kerja sama juga dengan Institut Teknologi Sumatra (ITERA) menggunakan data mereka untuk mengkaji bentuk-bentuk korona matahari,” tuturnya.

Korona matahari yaitu lapisan terluar dari atmosfer matahari yang bentuknya menyerupai mahkota dan dapat menjadi penanda siklus matahari. Siklus matahari adalah daur aktivitas matahari yang berulang setiap sekitar sebelas tahun sekali.

Artinya, aktivitas matahari tidak selalu sama di setiap saat. Terkadang, matahari sangat aktif melepaskan energi eksplosif. Sementara, di periode lainnya matahari bersikap sangat tenang.

Manusia telah lama mengenal keberadaan siklus sebelas tahun ini. Setidaknya, keberadaan siklus matahari telah terdokumentasikan dengan baik sejak abad 18. Saat ini, kita sedang berada di awal siklus ke-25, yang diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2024-2025.

Pada saat itu, aktivitas matahari diperkirakan akan meningkat dengan frekuensi kejadian flare dan lontaran massa korona kemungkinan akan bertambah.

Masyarakat dapat mengetahui kondisi cuaca antariksa dengan memantau web penyedia layanan informasi cuaca antariksa. Tersedia juga layanan informasi seperti ini melalui web Space Weather Information and Forecast Services (SWIFtS) di laman http://swifts.brin.go.id/.

Di dalam web SWIFtS, masyarakat dapat menemukan informasi mengenai aktivitas matahari yang terjadi dalam 24 jam terakhir. Selain itu, kondisi geomagnet dan ionosfer global serta regional wilayah Indonesia. Data-data yang disampaikan dalam SWIFtS merupakan rangkuman dari hasil pengamatan yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia dan dunia, serta pengamatan dari antariksa.

“Selain itu, masyarakat juga dapat mengetahui prediksi cuaca antariksa dalam 24 jam mendatang berdasarkan hasil analalisis para peneliti di Pusat Riset Antariksa BRIN. Laman web SWIFtS ditampilkan dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, untuk memfasilitasi pembaca dari Indonesia dan mancanegara,” pungkas Johan. 

Sumber: https://brin.go.id/