Pendidikan dan Pelatihan

Meningkatkan Kompetensi Tenaga Kerja Konstruksi Indonesia dalam Menghadapi Bencana Gempa: Analisis Program Pelatihan SMARTQuake UNS

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Mei 2025


Pendahuluan

Indonesia sebagai negara yang berada di jalur cincin api (ring of fire) dunia sangat rentan terhadap gempa bumi. Dalam rentang 2009 hingga 2019 saja, tercatat lebih dari 71.000 kejadian gempa di tanah air. Situasi ini menjadi tantangan serius bagi sektor konstruksi, karena kegagalan struktur akibat gempa dapat menimbulkan kerugian besar, baik dari sisi materi maupun korban jiwa.

Tantangan tersebut diperparah oleh kenyataan bahwa mayoritas tenaga kerja konstruksi di Indonesia, seperti tukang dan mandor, lebih banyak mengandalkan pengalaman dan belajar secara autodidak. Pelatihan formal dan sistematis mengenai teknik bangunan tahan gempa sangat jarang diakses oleh mereka. Menjawab kebutuhan tersebut, Grup Riset SMARTQuake dari Universitas Sebelas Maret (UNS) menggagas program pelatihan peningkatan kompetensi tenaga kerja konstruksi yang berfokus pada kesadaran dan kesiapsiagaan terhadap bencana gempa.

Latar Belakang Program

Dengan menggandeng Dinas PUPR Kabupaten Pacitan, Jawa Timur—daerah dengan risiko gempa tinggi—program ini menargetkan peningkatan kualitas tukang, mandor, hingga pelayan tukang di wilayah tersebut. Pacitan sendiri pernah mengalami gempa besar (7.8 Mw) pada 1994 dan kembali diguncang gempa berkekuatan 5.3 Mw pada 2016.

Kegiatan pelatihan dirancang dalam tiga tahap:

  1. Tahap pertama (2022): Edukasi dasar mengenai seismisitas Indonesia dan mitigasi bencana.

  2. Tahap kedua: Teknik pencampuran material beton sesuai standar bangunan tahan gempa.

  3. Tahap ketiga: Pekerjaan detailing baja tulangan untuk struktur sederhana.
     

Metodologi Program

Program ini dilaksanakan dalam empat tahapan:

  1. Identifikasi masalah mitra melalui dialog dengan Dinas PUPR Pacitan.

  2. Persiapan selama tiga bulan: penyusunan materi, undangan peserta, hingga kuisioner pre dan post-test.

  3. Pelaksanaan pelatihan selama satu hari di Kantor Dinas PUPR.

  4. Monitoring dan evaluasi berbasis pre-test dan post-test untuk mengukur peningkatan kompetensi.
     

Sebanyak 39 peserta dari berbagai usia dan profesi hadir. Peserta paling dominan berasal dari rentang usia 41–50 tahun, yang diasumsikan memiliki pengaruh sosial di lingkungan kerja masing-masing.

Hasil Program dan Data Kunci

Pelatihan menghasilkan peningkatan rata-rata skor post-test sebesar 33% dibandingkan pre-test:

  • Rerata pre-test: 50 (rentang nilai 20–80)

  • Rerata post-test: 66 (rentang nilai 30–100)
     

Grafik persebaran skor menunjukkan peningkatan kompetensi merata di hampir semua peserta, terutama dalam pengetahuan seismik dasar, karakteristik gempa bumi, dan strategi mitigasi. Hasil ini menegaskan bahwa penyampaian materi yang sistematis dan aplikatif memberikan dampak positif.

Studi Kasus: Dampak Nyata

Seorang kepala tukang berusia 47 tahun dari Kecamatan Punung mengaku bahwa sebelumnya ia tidak tahu pentingnya detailing tulangan untuk menghindari keruntuhan bangunan. Setelah mengikuti pelatihan, ia mengadopsi teknik pengikatan yang lebih rapi dan kuat, dan membagikannya kepada 6 rekan tukangnya. Efek domino seperti ini menandakan keberhasilan program tidak hanya pada peserta langsung, tetapi juga menyebar ke lingkungan kerjanya.

Kritik dan Nilai Tambah

A. Kelebihan Program:

  • Menargetkan kelompok rentan (pekerja informal) yang selama ini terabaikan dalam pelatihan resmi.

  • Menggunakan pendekatan terstruktur dan berbasis riset.

  • Mengedepankan kolaborasi pemerintah daerah dan universitas.
     

B. Keterbatasan:

  • Cakupan geografis terbatas (hanya Kabupaten Pacitan).

  • Materi tahap lanjut belum terlaksana (hanya tahap 1 terealisasi pada 2022).

  • Tidak mengukur perubahan praktik kerja di lapangan pasca pelatihan.
     

Perbandingan dengan Studi Sebelumnya

Penelitian serupa di Palu (Amir et al., 2013) dan Merauke (Doloksaribu et al., 2019) juga menunjukkan bahwa pelatihan berbasis mitigasi gempa sangat diperlukan di daerah rawan. Namun, model SMARTQuake unggul karena dibangun dalam kurikulum bertahap dan memiliki rencana keberlanjutan jangka panjang.

Implikasi dan Rekomendasi

  • Untuk Pemerintah Daerah: Replikasi program ke wilayah lain dengan risiko seismik tinggi seperti Lombok, Padang, dan Jayapura.

  • Untuk Sektor Konstruksi Swasta: Menjadikan pelatihan ini sebagai prasyarat perekrutan.

  • Untuk Akademisi: Mendorong keterlibatan mahasiswa teknik sipil dalam program pelatihan berbasis masyarakat.
     

Kesimpulan

Program pelatihan kompetensi tenaga kerja konstruksi oleh SMARTQuake UNS merupakan contoh ideal sinergi antara akademisi dan pemerintah dalam menghadapi tantangan gempa bumi di sektor konstruksi. Meski masih berada pada tahap awal, keberhasilan program ini menunjukkan arah yang benar dalam membentuk tenaga kerja yang tidak hanya mahir secara teknis, tetapi juga sadar risiko bencana.

Dengan kelanjutan ke tahap teknis dan perluasan wilayah, program ini berpotensi menjadi model nasional pelatihan konstruksi berbasis mitigasi gempa di Indonesia.

 

Sumber:
Erik Wahyu Pradana, dkk. (2022). Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja Konstruksi untuk Menumbuhkan Kesadaran dan Kesiapsiagaan terhadap Bencana Gempa. Jurnal Masyarakat Mandiri, 6(6), 4689–4699. DOI: 10.31764/jmm.v6i6.11075

Selengkapnya
Meningkatkan Kompetensi Tenaga Kerja Konstruksi Indonesia dalam Menghadapi Bencana Gempa: Analisis Program Pelatihan SMARTQuake UNS

Pendidikan dan Pelatihan

Mitigasi Gempa Lewat Pelatihan Tenaga Kerja Konstruksi: Studi Kasus Kabupaten Pacitan

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 20 Mei 2025


Mengapa Kesiapsiagaan Bencana di Sektor Konstruksi Begitu Mendesak?

Indonesia adalah negara dengan risiko gempa bumi tertinggi di dunia karena berada di atas tiga lempeng aktif: Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Dari tahun 2009 hingga 2019, tercatat lebih dari 71.000 kejadian gempa. Gempa besar seperti Aceh (2004), Yogyakarta (2006), dan Padang (2009) adalah pengingat keras bahwa kesiapsiagaan tidak bisa ditunda—terutama dalam sektor konstruksi.

Namun sayangnya, banyak tenaga kerja konstruksi Indonesia masih bertumpu pada pengalaman dan pembelajaran otodidak, dengan partisipasi minim dalam pelatihan teknis. Hal ini menjadi tantangan besar, terlebih di tengah ambisi besar pemerintah dalam membangun infrastruktur nasional.

Pelatihan SMARTQuake di Pacitan: Upaya Nyata dari Akademisi

Latar Belakang

Kabupaten Pacitan, salah satu wilayah dengan aktivitas seismik tinggi di Indonesia, menjadi lokasi pilot project pelatihan mitigasi bencana gempa untuk tenaga kerja konstruksi. Kegiatan ini diinisiasi oleh Grup Riset SMARTQuake dari Universitas Sebelas Maret (UNS), bekerja sama dengan Dinas PUPR Pacitan.

Tujuan Pelatihan

  • Meningkatkan kompetensi teknis tenaga kerja konstruksi

  • Menumbuhkan kesadaran dan kesiapsiagaan terhadap bahaya gempa

  • Mendorong partisipasi aktif dalam pembangunan infrastruktur tahan gempa

Struktur Pelatihan dan Strategi Implementasi

Tahapan Pelaksanaan:

  1. Identifikasi Permasalahan: Kolaborasi UNS dan Dinas PUPR untuk merancang solusi kompetensi.

  2. Persiapan: Penyusunan materi, pemilihan peserta, dan pembuatan instrumen evaluasi (pre-test & post-test).

  3. Pelaksanaan: Dilakukan dalam satu hari dengan 39 peserta dari kontraktor, mandor, tukang, hingga pelayan tukang.

  4. Evaluasi: Pengukuran dampak pelatihan secara kuantitatif dengan metode pre-post test.

Temuan Utama: Dampak Signifikan Pelatihan

Statistik Pre dan Post-Test

  • Rerata nilai pre-test: 50 (rentang nilai: 20–80)

  • Rerata nilai post-test: 66 (rentang nilai: 30–100)

  • Peningkatan kompetensi: 33%

Data ini menunjukkan bahwa bahkan pelatihan satu hari yang dirancang dengan baik mampu menghasilkan peningkatan signifikan dalam pemahaman peserta terkait gempa dan mitigasinya.

Profil Peserta

  • Usia dominan: 41–50 tahun

  • Implikasi: Peserta dianggap sebagai senior di lingkungan kerja, sehingga berpotensi menjadi agen pengetahuan yang menyebarkan informasi ke rekan kerja yang lebih muda.

Analisis Kritis dan Nilai Tambah

Kelebihan Program:

  • Terstruktur dan terukur

  • Kolaboratif antara kampus dan pemerintah daerah

  • Mendorong keberlanjutan kompetensi melalui tahapan pelatihan lanjutan

Kekurangan dan Tantangan:

  • Durasi pelatihan terlalu singkat untuk cakupan materi penting

  • Perluasan cakupan peserta (misal: konsultan perencana & pengawas) belum terealisasi

  • Materi teknis (beton & baja tulangan) baru akan diberikan di pelatihan tahap berikutnya

Peluang Strategis:

  • Replikasi program di wilayah rawan gempa lain (Palu, Malang, Bireuen, dll)

  • Integrasi materi mitigasi gempa dalam pelatihan bersertifikasi nasional

  • Digitalisasi materi pelatihan untuk skala yang lebih luas

Perbandingan dengan Program Serupa di Indonesia

Pelatihan sejenis juga dilakukan di berbagai daerah:

  • Kota Palu: Pelatihan membangun rumah sederhana tahan gempa (Amir et al., 2013)

  • Magelang & Wonosobo: Fokus pada penguatan struktur dan pengetahuan teknis

  • Merauke & Pekanbaru: Pelatihan beton dan teknik campuran

Kegiatan di Pacitan melengkapi mosaik upaya nasional dalam menciptakan ekosistem tenaga kerja konstruksi yang sadar bencana.

Implikasi Industri dan Kebijakan

  1. Urgensi Sertifikasi Mitigasi Bencana bagi tukang dan mandor

  2. Revitalisasi kurikulum pelatihan konstruksi oleh kementerian terkait

  3. Pentingnya kemitraan akademisi–pemerintah–industri dalam menyiapkan tenaga kerja berdaya saing

Kesimpulan: Mitigasi Bencana Dimulai dari Lapangan

Pelatihan yang dilaksanakan oleh Grup Riset SMARTQuake membuktikan bahwa pendekatan berbasis komunitas, jika dijalankan dengan strategi dan dukungan yang tepat, mampu menghasilkan dampak nyata. Dengan peningkatan nilai post-test sebesar 33%, pelatihan ini tidak hanya meningkatkan pemahaman teknis, tetapi juga menumbuhkan kesadaran kolektif akan pentingnya konstruksi tahan gempa.

Langkah selanjutnya adalah replikasi, pelatihan lanjutan, dan integrasi dalam kebijakan pelatihan nasional.

Sumber Jurnal:
Pradana, E. W., Sangadji, S., Bhayusukma, M. Y., dkk. (2022). Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja Konstruksi untuk Menumbuhkan Kesadaran dan Kesiapsiagaan terhadap Bencana Gempa. Jurnal Masyarakat Mandiri, Vol. 6, No. 6, Hal. 4689–4699.
DOI: https://doi.org/10.31764/jmm.v6i6.11075

Selengkapnya
Mitigasi Gempa Lewat Pelatihan Tenaga Kerja Konstruksi: Studi Kasus Kabupaten Pacitan
page 1 of 1