Pendahuluan: Latar dan Fokus Penelitian
Paper karya Lillian Buus dan Marianne Georgsen ini membahas metodologi desain pembelajaran untuk mengembangkan program pembelajaran pendek (short learning programmes) di lingkungan pendidikan lanjutan dan berkelanjutan. Konteksnya adalah School of Continuing Education, VIA University College, Denmark, yang selama lima tahun terakhir berfokus pada kursus berbasis blended learning dengan siklus desain yang cepat: perancangan, penyelenggaraan, dan penyelesaian dalam waktu singkat.
Isu utama yang diangkat adalah kesenjangan keterampilan dan peran guru ketika berpindah dari pengajaran tatap muka tradisional ke pembelajaran daring dan campuran. Meskipun ada dukungan dari desainer pembelajaran profesional, para pengajar kerap memusatkan desain pada konten, kurikulum, dan teknis, sementara aspek peran guru dan proses belajar siswa sering terabaikan.
Vignette: Potret Nyata Tantangan di Lapangan
Paper ini diawali dengan vignette yang menggambarkan dua dosen sedang merancang ulang modul “Practical Methods in Social Science”.
Dalam workshop bersama desainer pembelajaran:
-
Fokus utama mereka: menambahkan materi bacaan baru, memanfaatkan video, dan mempertahankan pola tatap muka.
-
Yang terabaikan: alur proses belajar siswa, integrasi aktivitas daring, dan inovasi berbasis potensi teknologi.
-
Resistensi: muncul ketika diminta mengurangi jam tatap muka, karena diyakini hanya interaksi langsung yang dapat mengamati pembelajaran terjadi.
Vignette ini merepresentasikan hambatan kognitif dan budaya—guru melihat teknologi sebagai “tambahan” alih-alih kesempatan mendesain ulang proses pembelajaran.
Rumusan Masalah Penelitian
Penulis mengajukan pertanyaan utama:
Bagaimana sebuah metodologi desain pembelajaran dapat menggabungkan tingkat strategis, taktis, dan operasional sehingga memfasilitasi kerja desain guru, terlepas dari pengalaman mereka sebelumnya?
Pertanyaan ini mengandung tiga tantangan:
-
Inklusi guru tanpa pengalaman daring.
-
Membangun kerangka profesional yang menghargai keahlian tiap pihak.
-
Desain efektif untuk program pendek.
-
Mendukung transformasi identitas guru menjadi fasilitator online.
Kerangka Teori: Definisi dan Pendekatan Desain Pembelajaran
Penulis mendefinisikan learning design sebagai metodologi yang memungkinkan pengajar (dengan atau tanpa latar teknologi) merancang, menggambarkan, dan membagikan struktur proses pembelajaran secara eksplisit. Tiga dimensi inti yang perlu diintegrasikan adalah:
-
Konten – materi ajar dan kurikulum.
-
Pedagogi – prinsip dan strategi pembelajaran.
-
Teknologi – media dan alat digital.
Pendekatan ini menuntut kolaborasi antara guru, desainer pembelajaran, dan produser kursus. Dengan demikian, desain bukan sekadar tugas individual, tetapi bagian dari strategi organisasi.
Metodologi Desain: Tiga Tingkat Kegiatan
Metodologi yang diusulkan memadukan tiga tingkat:
1. Tingkat Strategis
-
Menentukan visi organisasi terkait digitalisasi.
-
Menetapkan kerangka kerja yang mendukung adopsi blended learning.
-
Menyediakan sumber daya dan waktu bagi pengajar.
2. Tingkat Taktis
-
Menerjemahkan strategi menjadi rencana pengembangan modul atau program.
-
Memilih pendekatan blended learning yang sesuai konteks.
-
Mengatur workshop kolaboratif.
3. Tingkat Operasional
-
Implementasi desain oleh tim (guru, desainer, teknisi).
-
Uji coba, evaluasi, dan revisi desain.
-
Fokus pada pengalaman belajar siswa dan peran fasilitasi guru.
Proses Kolaboratif dan Teknik Partisipatif
Penulis menekankan workshop desain sebagai ruang utama untuk:
-
Menyusun storyboard yang menggabungkan aktivitas guru dan siswa.
-
Mengidentifikasi titik kritis peran guru dalam lingkungan daring.
-
Mengeksplorasi potensi teknologi untuk membentuk pengalaman belajar.
Teknik ini mendorong co-creation—guru bukan hanya “pengguna akhir” desain, tetapi kontributor aktif.
Temuan dan Hasil Studi
Meskipun paper ini tidak berisi data kuantitatif masif, ada temuan kunci:
-
Perubahan peran guru: dari penyampai materi menjadi fasilitator dan pengelola interaksi daring.
-
Gap keterampilan: banyak guru kesulitan mengartikulasikan prinsip pedagogis dan mengimajinasikan penggunaan teknologi.
-
Efektivitas workshop: ketika guru didampingi desainer pembelajaran, desain menjadi lebih berorientasi pada proses belajar siswa.
Refleksi dari implementasi menunjukkan bahwa desain kolaboratif dapat mempercepat adopsi blended learning bahkan untuk guru yang awalnya skeptis.
Makna Teoretis dari Temuan
Secara konseptual, penelitian ini menguatkan gagasan bahwa:
-
Transformasi digital di pendidikan tidak bisa hanya fokus pada infrastruktur dan konten, tetapi harus menyentuh role identity guru.
-
Desain pembelajaran adalah proses sosial-kognitif yang memerlukan dialog antara visi organisasi, kapasitas individu, dan realitas teknis.
-
Pengalaman langsung dalam proyek kolaboratif lebih efektif membangun keterampilan desain daripada pelatihan teoretis semata.
Kritik terhadap Pendekatan
Beberapa catatan kritis:
-
Keterbatasan data kuantitatif
Paper ini lebih bersifat konseptual-reflektif, sehingga klaim efektivitas metode belum diperkuat angka hasil pembelajaran. -
Potensi bias institusional
Karena studi diambil dari konteks satu institusi, ada risiko hasilnya tidak sepenuhnya generalisable. -
Kurang eksplorasi teknologi spesifik
Meskipun teknologi disebut penting, detail platform atau fitur yang paling efektif tidak dibahas mendalam.
Implikasi Praktis
Dari sisi implementasi, pendekatan ini:
-
Cocok untuk organisasi pendidikan yang ingin mengubah program tatap muka menjadi blended learning dalam waktu singkat.
-
Memerlukan komitmen manajemen untuk memberi ruang kolaborasi guru-desainer.
-
Dapat mengurangi resistensi guru melalui keterlibatan aktif dalam proses desain.
Potensi dan Arah Penelitian Selanjutnya
Penulis menyarankan untuk:
-
Mengembangkan studi longitudinal tentang dampak metodologi ini terhadap hasil belajar siswa.
-
Mengeksplorasi adaptasi metode di sektor atau negara lain.
-
Memperdalam pemetaan keterampilan guru yang diperlukan di era pembelajaran digital.
Secara ilmiah, temuan ini membuka peluang untuk mengintegrasikan desain pembelajaran, pengembangan profesional guru, dan strategi organisasi menjadi satu kerangka kerja yang saling memperkuat.
Kesimpulan
Paper ini menyumbang wawasan penting tentang metodologi desain pembelajaran kolaboratif untuk program pendek di pendidikan lanjutan dan berkelanjutan. Pendekatan tiga tingkat (strategis, taktis, operasional) memberi struktur yang memfasilitasi guru dari berbagai latar belakang pengalaman, sekaligus menempatkan peran mereka sebagai fasilitator daring di pusat desain.
Implikasinya bagi dunia pendidikan adalah jelas: tanpa kerangka desain yang melibatkan guru secara aktif, inovasi digital cenderung terjebak dalam adaptasi parsial yang tidak mengubah esensi proses belajar. Metodologi ini memberi arah bagaimana transisi itu bisa dilakukan secara sistematis dan inklusif.