Manajemen Konstruksi

Mengungkap Akar Masalah Keterlambatan Pasokan Material Konstruksi: Studi Awal dari Brunei

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 31 Mei 2025


Pendahuluan: Mengapa Keterlambatan Material Adalah Masalah Global?

 

Keterlambatan proyek konstruksi adalah isu klasik yang terus menghantui industri global. Dalam konteks proyek berskala besar seperti perumahan nasional hingga infrastruktur publik, keterlambatan bukan hanya menimbulkan kerugian ekonomi, tetapi juga memicu ketidakpercayaan terhadap kontraktor dan lembaga pemerintahan.

 

Studi yang dilakukan oleh Rahman et al. (2017) di Brunei Darussalam menyuguhkan perspektif segar mengenai penyebab utama dari dua aspek kritis: kekurangan dan keterlambatan pasokan material. Walau terfokus pada Brunei, temuan ini memiliki relevansi luas terhadap negara-negara berkembang maupun maju yang mengalami fenomena serupa.

 

Metodologi Penelitian: Kombinasi Kajian Literatur dan Wawancara Lapangan

 

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap:

 

1. Literatur Review – untuk mengidentifikasi pola global dalam kekurangan material.

 

2. Diskusi Pakar Industri – guna memahami mekanisme rantai pasok material di Brunei.

 

3. Wawancara Semi-Terstruktur – melibatkan 15 narasumber, yaitu 10 pemasok material dan 5 kontraktor lokal.

 

Wawancara ini menggali pengalaman mereka dalam mengelola bahan bangunan dari berbagai sumber, baik lokal maupun impor, dengan rentang pengalaman 3 hingga 40 tahun.

 

Hasil Utama: 15 Faktor Penyebab Keterlambatan dan Kekurangan Material

 

Penelitian ini membagi akar permasalahan menjadi dua kategori besar:

 

Penyebab Kekurangan Material (6 Faktor)

 

1. Ketergantungan Impor Material

 

Sebagian besar material konstruksi di Brunei harus diimpor, seperti besi, baja, dan komponen modular. Hal ini menciptakan lead time yang panjang dan rentan terhadap gangguan logistik. Misalnya, selama proyek perumahan skala besar, kekurangan stok lokal menyebabkan keterlambatan signifikan.

 

Catatan industri: Ketergantungan pada impor juga terjadi di Indonesia, terutama untuk material seperti baja dan semen khusus.

 

2. Estimasi Volume Material yang Buruk

 

Kesalahan dalam perhitungan kebutuhan material bisa menyebabkan dua kerugian: kekurangan (yang menyebabkan re-ordering dan keterlambatan) dan kelebihan (yang meningkatkan biaya logistik dan penyimpanan).

 

3. Kualitas Pekerjaan Rendah

 

Pemasangan yang ceroboh oleh tenaga kerja menyebabkan material rusak dan harus diganti. Proses klaim garansi dan investigasi membutuhkan waktu yang tak sedikit.

 

4. Mutu Material Buruk

 

Defek yang terjadi selama proses pengiriman—seperti kerusakan saat transit—membuat material tak layak pakai. Misalnya, pintu kayu yang dikirim dari Malaysia ternyata penuh lubang karena serangan serangga.

 

5. Permintaan Tidak Konsisten

 

Untuk material seperti cat, permintaan tergantung preferensi warna yang fluktuatif. Jika warna tertentu tidak tersedia, pemesanan baru ke luar negeri bisa memakan waktu sebulan lebih.

 

6. Material Khusus & Proyek Spesifik

 

Untuk proyek seperti rumah sakit atau penjara, lampu dan peralatan spesifik sering kali harus dipesan dari Eropa atau Asia, sehingga waktu tunggu sangat lama.

 

Penyebab Keterlambatan Pasokan (9 Faktor)

 

1. Produktivitas Tenaga Kerja Rendah

 

Sebagian besar tenaga kerja berasal dari luar negeri (India, Bangladesh, Indonesia) dan banyak yang kurang terampil, terutama dalam penanganan material. Siklus pelatihan yang terus-menerus memperlambat produksi dan distribusi.

 

2. Cuaca Buruk

 

Sebagai negara tropis, Brunei mengalami hujan sepanjang tahun yang mengganggu pengiriman dan penempatan material seperti beton cor.

 

3. Regulasi Pemerintah

 

Beberapa material, seperti kayu, memerlukan izin impor khusus. Proses ini bisa memakan waktu lama, terutama jika ada kesalahan dalam dokumen.

 

4. Keputusan yang Lambat

 

Owner proyek sering menunda keputusan pembelian atau perubahan desain, terutama untuk produk finishing seperti ubin. Akibatnya, pemesanan material menjadi tertunda.

 

5. Kekurangan Bahan Baku di Pabrik

 

Misalnya, produsen cat di Singapura yang harus menunggu bahan kimia dari negara ketiga sebelum bisa memproduksi barang pesanan untuk Brunei.

 

6. Masalah Logistik

 

Brunei sebagai negara kecil sering mengalami masalah less container load (LCL), yang memperpanjang proses pengiriman dari pabrik ke proyek.

 

7. Perencanaan & Penjadwalan Buruk

 

Banyak kontraktor tidak memesan material sejak awal, menyebabkan keterlambatan ketika permintaan meningkat atau pasokan global terganggu (contoh: kelangkaan besi selama Olimpiade Beijing 2008).

 

8. Durasi Konstruksi yang Tidak Realistis

 

Proyek-proyek dengan waktu pelaksanaan sangat pendek memaksa kontraktor mengambil jalan pintas, termasuk memesan material darurat dengan biaya lebih tinggi.

 

9. Perubahan Desain atau Permintaan Klien

 

Perubahan tiba-tiba sering membutuhkan material baru yang harus diimpor, menambah tekanan pada waktu pengiriman.

 

Studi Kasus Nyata: Brunei & Negara Lain

 

  • Brunei: Ketergantungan pada bahan impor dari Cina dan Malaysia menyebabkan keterlambatan proyek-proyek perumahan pemerintah.
  • Saudi Arabia: Pada 1990-an, ledakan pembangunan menyebabkan kekurangan material serupa.
  • Indonesia: Terutama pada proyek-proyek pemerintah, keterlambatan akibat material dan perubahan desain adalah permasalahan rutin.

 

Kritik & Opini: Apa yang Bisa Ditingkatkan?

 

Meski penelitian ini cukup mendalam, terdapat ruang untuk penguatan:

 

Kuantifikasi Dampak: Studi selanjutnya sebaiknya memasukkan estimasi waktu atau biaya akibat masing-masing faktor.

 

Studi Perbandingan Regional: Menarik jika dilakukan studi serupa di negara ASEAN lain seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina untuk melihat pola umum.

 

Solusi Teknologi: Penggunaan sistem manajemen rantai pasok digital seperti BIM (Building Information Modeling) atau SCM tools dapat memperkecil kesalahan estimasi dan mempercepat keputusan.

 

Rekomendasi Praktis bagi Industri Konstruksi

 

1. Digitalisasi Inventaris dan Logistik

Gunakan perangkat lunak SCM untuk memantau stok dan waktu pengiriman secara real-time.

 

2. Konsolidasi Pengadaan

Bentuk asosiasi kontraktor untuk pengadaan bersama demi efisiensi pengiriman dan penghematan biaya.

 

3. Pelatihan Tenaga Kerja Lokal

Kurangi ketergantungan pada pekerja asing dengan investasi dalam pelatihan tenaga kerja lokal.

 

4. Perencanaan Material Sejak Tender

Kewajiban perencanaan pasokan material sebagai bagian dari dokumen tender.

 

Kesimpulan: Menyatukan Visi untuk Konstruksi yang Lebih Efisien

 

Penelitian oleh Rahman dkk. menyoroti kompleksitas tantangan dalam rantai pasok konstruksi yang seringkali diabaikan. Bukan hanya masalah logistik semata, melainkan akumulasi dari perencanaan yang lemah, keputusan lamban, ketergantungan impor, hingga perubahan desain dadakan. Temuan ini menjadi panggilan bagi para pemangku kepentingan industri untuk bergerak menuju sistem konstruksi yang lebih adaptif, terencana, dan berbasis data.

 

 

Sumber:

 

Rahman, M. M., Yap, Y. H., Ramli, N. R., Dullah, M. A., & Shamsuddin, M. S. W. (2017). Causes of shortage and delay in material supply: a preliminary study. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 271(1), 012037. DOI:10.1088/1757-899X/271/1/012037

Selengkapnya
Mengungkap Akar Masalah Keterlambatan Pasokan Material Konstruksi: Studi Awal dari Brunei

Manajemen Konstruksi

Mengurai Akar Pembengkakan Biaya Proyek Konstruksi: Pelajaran dari Jordan untuk Negara Berkembang

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 28 Mei 2025


Pendahuluan

Pembengkakan biaya (cost overrun) adalah masalah kronis di industri konstruksi, terutama di negara berkembang. Penelitian oleh Albtoush et al. (2021) berjudul Underlying Factors of Cost Overruns in Developing Countries: Multivariate Analysis of Jordanian Projects mengungkap empat penyebab utama pembengkakan biaya di Jordan: kesulitan finansial, masalah material, isu desain, dan pekerjaan tambahan. Studi ini menganalisis data dari 268 responden (kontraktor, konsultan, dan pemilik proyek) dengan metodologi kuantitatif dan factor analysis, memberikan wawasan mendalam tentang tantangan yang juga relevan bagi Indonesia dan negara berkembang lainnya.

 

Temuan Kunci dan Analisis

1. Penyebab Utama Pembengkakan Biaya
Berdasarkan analisis Relative Important Index (RII) dan factor analysis, berikut penyebab terbesar:

  • Kesulitan finansial (45.27% varian):

    • Keterlambatan pembayaran oleh pemilik proyek (RII: 0.779).

    • Ketidakstabilan arus kas (RII: 0.774).

    • Contoh: Proyek jalan tol di Jawa terlambat 2 tahun akibat keterlambatan pendanaan pemerintah.

  • Masalah material (7.39% varian):

    • Kenaikan harga material (RII: 0.788) dan biaya transportasi (RII: 0.790).

    • Data: Harga baja di Jordan naik 20% dalam 1 tahun (2020–2021).

  • Isu desain (6.87% varian):

    • Perubahan desain frekuentif (RII: 0.780) dan gambar tidak lengkap saat tender.

    • Studi kasus: Proyek apartemen di Amman mengalami rework 30% akibat revisi desain.

  • Pekerjaan tambahan (4.61% varian):

    • Permintaan tambahan dari pemilik (RII: 0.715) dan kelebihan volume pekerjaan.

 

2. Perbandingan dengan Negara Berkembang Lain
Tabel perbandingan menunjukkan kesamaan masalah di berbagai negara:

  • Fluktuasi harga material adalah masalah utama di 5 dari 10 negara (Jordan, India, Pakistan, dll.).

  • Keterlambatan pembayaran terjadi di 50% kasus, terutama di proyek pemerintah.

  • Perbedaan unik Jordan: Ketergantungan pada tenaga kerja asing memperparah keterlambatan subkontraktor.

 

3. Dampak Industri

  • Ekonomi: Pembengkakan biaya mengurangi ROI proyek infrastruktur hingga 15–30%.

  • Hubungan antar-pihak: Konflik antara kontraktor-pemilik meningkat akibat klaim delay.

 

Solusi dan Rekomendasi

1. Manajemen Finansial

  • Pendanaan di muka: Pemerintah harus memastikan dana tersedia sebelum tender.

  • Pembayaran bertahap otomatis: Mengadopsi sistem blockchain untuk transparansi.

 

2. Pengendalian Material

  • Kontrak harga tetap (fixed-price contract) untuk material strategis.

  • Optimasi logistik: Gunakan Just-In-Time untuk mengurangi biaya penyimpanan.

 

3. Perbaikan Proses Desain

  • BIM (Building Information Modeling): Kurangi kesalahan desain sejak awal.

  • Keterlibatan pemilik: Libatkan stakeholder dalam review desain untuk minim perubahan.

 

4. Regulasi Proyek

  • Sanksi untuk keterlambatan pembayaran: Contoh: Di Malaysia, pemain bayar denda 0.1%/hari.

  • Pelatihan SDM: Program sertifikasi untuk tenaga kerja lokal kurangi ketergantungan impor.

 

Kritik dan Nilai Tambah

Kelebihan Penelitian:

  • Metodologi kuat dengan multivariate analysis dan data primer.

  • Rekomendasi spesifik untuk konteks Jordan yang bisa diadaptasi negara lain.

Kekurangan:

  • Tidak membahas peran korupsi sebagai faktor tersembunyi pembengkakan biaya.

  • Contoh kasus terbatas pada proyek besar, kurang mencakup UMKM.

Tren Global:

  • Prefabrikasi: Solusi efisiensi biaya di Singapura (kurangi overrun hingga 25%).

  • Kontrak kolaboratif: Relational Contracting di Australia kurangi konflik perubahan desain.

 

Kesimpulan

Penelitian ini menyoroti bahwa pembengkakan biaya di proyek konstruksi bukan hanya masalah teknis, tetapi juga manajemen finansial, koordinasi antar-pihak, dan stabilitas ekonomi. Untuk Indonesia, temuan ini relevan mengingat kesamaan tantangan seperti:

  1. Keterlambatan pembayaran proyek pemerintah.

  2. Ketergantungan pada material impor.

  3. Rendahnya kualitas desain.

Dengan menerapkan solusi berbasis bukti dari Jordan, negara berkembang dapat memitigasi risiko cost overrun dan meningkatkan keberhasilan proyek.

 

 

Sumber:
Albtoush, A.M.F., Doh, S.I., & Rahman, R.A. (2021). Underlying Factors of Cost Overruns in Developing Countries: Multivariate Analysis of Jordanian Projects. IOP Conf. Ser.: Earth Environ. Sci. 682 012019. DOI:10.1088/1755-1315/682/1/012019.

 

Selengkapnya
Mengurai Akar Pembengkakan Biaya Proyek Konstruksi: Pelajaran dari Jordan untuk Negara Berkembang

Manajemen Konstruksi

Menguak Pola Korupsi Proyek Konstruksi di Indonesia: Sebuah Analisis Mendalam

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 27 Mei 2025


Pendahuluan: Korupsi dan Pembangunan, Dua Kutub yang Saling Bertentangan

 

Indonesia sebagai negara berkembang sangat bergantung pada pembangunan infrastruktur untuk memperkuat fondasi ekonominya. Namun, proses pembangunan seringkali diwarnai dengan praktik korupsi, terutama dalam proyek-proyek konstruksi yang melibatkan anggaran besar dan banyak pihak. Studi dari Felix Hidayat dan Sherly Mulyanto (2017) mencoba membedah anatomi korupsi dalam proyek konstruksi di Indonesia, mengungkap karakteristik, pola, serta dampaknya dengan pendekatan grounded theory.

 

Karakteristik Umum Proyek Konstruksi yang Terkorupsi

 

Berdasarkan analisis terhadap 15 putusan Mahkamah Agung terkait korupsi di sektor konstruksi, ditemukan pola menarik:

 

  • Mayoritas proyek merupakan proyek milik pemerintah, namun dieksekusi oleh kontraktor swasta.
  • Proyek yang terlibat korupsi dominan berupa pembangunan infrastruktur.
  • Lokasi proyek paling sering berada di Jawa dan Sumatera, dengan nilai kontrak rata-rata sebesar USD 195.000.
  • Sistem tender yang umum digunakan adalah lelang, namun transparansi pelaksanaannya dipertanyakan.

 

Titik Rawan Korupsi: Fase Pelaksanaan Proyek

 

Dari studi ini terungkap bahwa fase pelaksanaan konstruksi adalah momen paling rentan terhadap praktik korupsi. Bentuk korupsi paling umum adalah ketidaksesuaian volume pekerjaan dengan laporan progres, yang berdampak pada pembayaran yang tidak sesuai. Ini diperparah dengan adanya berita acara fiktif dan laporan rekayasa.

 

Pihak paling sering terlibat adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), karena mereka memiliki wewenang atas verifikasi pekerjaan fisik dan persetujuan pembayaran.

 

Menariknya, intervensi masyarakat juga ditemukan sebagai faktor eksternal yang signifikan, terutama pada proyek-proyek di daerah terpencil seperti Nusa Tenggara dan Papua. Di wilayah ini, pengaruh budaya lokal dan lemahnya infrastruktur memperbesar risiko manipulasi.

 

Dampak Teknis dan Hukum Korupsi Proyek

 

Korupsi pada proyek konstruksi tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga gagalnya fungsi bangunan:

 

  • Dari 15 kasus, empat proyek mengalami kegagalan konstruksi, seperti jalan rusak dan bangunan roboh.
  • Satu proyek gagal memenuhi masa umur desain.

 

Dari sisi hukum, vonis rata-rata untuk pelaku korupsi adalah 44,8 bulan penjara dan denda USD 10.716. Nilai ini tidak sebanding dengan kerugian proyek yang mencapai 16,7% hingga 33,4% dari nilai kontrak. Bahkan, di beberapa wilayah, seperti Papua, kerugian bisa mencapai 80% dari total anggaran.

 

Pola Korupsi: Sebuah Rantai Sistemik

 

Penelitian ini menyusun urutan tindakan korupsi sebagai berikut:

 

1. Penetapan volume kerja fiktif atau melebihi kenyataan.

2. Manipulasi laporan progres untuk menyesuaikan dengan pembayaran.

3. Pengesahan pembayaran oleh PPK berdasarkan dokumen palsu.

4. Pembiaran dari pengawas atau konsultan yang berperan pasif.

 

Pola ini menunjukkan bahwa korupsi bukanlah tindakan individu semata, tetapi merupakan konspirasi sistemik yang melibatkan banyak aktor.

 

Perspektif Kritis dan Komparatif

 

Jika dibandingkan dengan studi oleh Le et al. (2014) di Tiongkok, Indonesia menunjukkan pola yang mirip, terutama pada:

 

  • Manipulasi dokumen kontrak
  • Substitusi material tidak layak
  • Evaluasi tender yang tidak sesuai aturan

 

Namun, studi di Indonesia menambahkan satu faktor penting: intervensi eksternal, seperti tekanan budaya lokal dan kondisi geografis yang menyulitkan pengawasan.

 

Solusi dan Rekomendasi Praktis

 

Berdasarkan temuan ini, berikut rekomendasi untuk berbagai pemangku kepentingan:

 

Untuk Pemerintah:

 

  • Terapkan sistem e-procurement berbasis blockchain.
  • Perkuat fungsi pengawasan melalui inspektorat independen.
  • Naikkan hukuman denda agar sebanding dengan nilai kerugian.

 

Untuk Kontraktor:

 

  • Tingkatkan transparansi pelaporan proyek.
  • Terapkan audit internal berkelanjutan.
  • Bangun budaya integritas dalam organisasi.

 

Untuk Akademisi:

 

  • Lakukan riset lanjutan berbasis lokasi proyek.
  • Teliti pengaruh intervensi sosial terhadap keputusan teknis proyek.

 

Penutup: Integritas adalah Fondasi Pembangunan

 

Korupsi dalam proyek konstruksi bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan bentuk pengkhianatan terhadap cita-cita pembangunan. Studi oleh Hidayat dan Mulyanto menunjukkan bahwa membenahi sektor konstruksi tidak cukup hanya dengan penguatan teknis, tetapi juga penanaman nilai integritas di seluruh lapisan pelaku.

 

Penelitian ini dapat diakses di MATEC Web of Conferences, SICEST 2016 melalui tautan resmi: https://doi.org/10.1051/matecconf/201710105018

Selengkapnya
Menguak Pola Korupsi Proyek Konstruksi di Indonesia: Sebuah Analisis Mendalam

Manajemen Konstruksi

Triple Constraint Proyek Konstruksi di Jakarta Saat Pandemi: Mengurai Akar Masalah dan Solusi Praktis

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Mei 2025


Pengantar: Mengapa Triple Constraint Krusial dalam Proyek Konstruksi?

 

Dalam manajemen proyek, keberhasilan selalu dikaitkan dengan tercapainya tiga elemen utama yang dikenal sebagai triple constraint: waktu, biaya, dan mutu. Ketiga faktor ini membentuk fondasi yang saling terhubung, di mana perubahan satu variabel akan berdampak pada dua lainnya. Dalam konteks pandemi Covid-19, tekanan terhadap triple constraint semakin kompleks, terutama di pusat aktivitas konstruksi seperti Jakarta. Studi oleh Monika Natalia dkk. (2021) memberikan gambaran komprehensif terhadap berbagai faktor penyebab kendala dalam pelaksanaan proyek konstruksi di Jakarta selama pandemi.

 

Metodologi Penelitian: Kuantitatif, Terstruktur, dan Representatif

 

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner kepada 38 responden dari lima proyek konstruksi aktif di Jakarta. Responden terdiri dari manajer proyek, engineer, safety officer, hingga tim K3. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan SPSS v.22 melalui uji validitas, reliabilitas, korelasi Pearson, dan regresi linier berganda untuk mengidentifikasi faktor paling dominan yang mengganggu pelaksanaan proyek.

 

Hasil Utama: Tiga Faktor Paling Mempengaruhi Triple Constraint

 

Dari belasan faktor yang dianalisis, tiga sub-faktor ditemukan memiliki pengaruh signifikan terhadap pelaksanaan proyek selama pandemi, yaitu:

 

1. Kualitas Bahan yang Kurang Baik (X2.3)

 

Koefisien regresi: 0,302

T hitung: 2,641 (signifikan karena > t tabel)

 

Implikasi: Mutu material menjadi krusial. Saat pandemi, banyak kontraktor mengalami kesulitan impor bahan, atau harus menggunakan alternatif berkualitas rendah. Ini memicu rework dan keterlambatan.

 

2. Penerapan Teknologi Baru yang Belum Dikuasai (X8.2)

 

Koefisien regresi: 0,268

T hitung: 2,962

 

Analisis: Transisi ke metode konstruksi modern seperti BIM, prefabrikasi, atau teknologi jarak jauh memang terpaksa dilakukan. Namun, minimnya pelatihan dan kesiapan menyebabkan proyek berjalan lambat.

 

3. Kesulitan Melihat Laporan Laba Rugi per Proyek (X9.4)

 

Koefisien regresi: 0,194

T hitung: 3,324

 

Konsekuensi: Manajemen keuangan yang tidak transparan dan lambat memicu keterlambatan pengambilan keputusan, penundaan pembayaran vendor, hingga stagnasi proyek.

 

Konteks Nyata: Studi Kasus Proyek Rusun PIK Jakarta Timur

 

Salah satu proyek yang ditinjau adalah pembangunan Rusun PIK di Jakarta Timur. Proyek ini mengalami keterlambatan akibat pembatasan pekerja, sulitnya distribusi material, serta ketidakmampuan mengadaptasi teknologi kerja jarak jauh. Tim manajemen kesulitan mengevaluasi progres karena absennya sistem digital yang solid.

 

Korelasi Faktor Tambahan: Kompleksitas Tidak Hanya dari Tiga Sub-Faktor

 

Meskipun hanya tiga faktor yang signifikan secara statistik, analisis korelasi Pearson menunjukkan hubungan kuat pada beberapa sub-faktor lain:

 

  • Komunikasi antara wakil owner dan kontraktor (X7.2): r = 0,607 (kuat)
  • Proses evaluasi kemajuan pekerjaan yang lambat (X6.6): r = 0,648
  • Konflik antara kontraktor dan konsultan (X4.8): r = 0,635

 

Ketiga faktor ini tidak signifikan dalam regresi, namun tetap berpengaruh dalam dinamika proyek, khususnya dalam koordinasi harian dan pengambilan keputusan.

 

Interpretasi Tambahan: Mengapa Ini Terjadi?

 

Pandemi memaksa proyek bekerja dalam keterbatasan:

 

  • WFH dan pembatasan mobilitas membuat inspeksi lapangan terbatas.
  • Pasokan bahan terganggu karena lockdown dan pembatasan impor.
  • Adopsi teknologi dilakukan terburu-buru tanpa pelatihan memadai.
  • Manajemen keuangan proyek lemah karena tekanan arus kas dan pelaporan yang manual.

 

Perbandingan dengan Studi Sebelumnya

 

Penelitian ini senada dengan studi Dartok (2021) di Batam yang menunjukkan bahwa 50,16% keterlambatan proyek berasal dari masalah material, dan 26% dari PHK pekerja. Ini menunjukkan pola yang konsisten secara nasional: pasokan dan sumber daya manusia menjadi titik lemah utama saat pandemi.

 

Rekomendasi Praktis: Apa yang Bisa Dilakukan?

 

Berdasarkan temuan ini, beberapa strategi bisa diterapkan untuk mencegah kendala berulang:

 

  • Digitalisasi Sistem Manajemen Keuangan: Gunakan software ERP atau project cost management tools.
  • Peningkatan Kapasitas SDM: Pelatihan teknologi baru sebelum implementasi proyek.
  • Audit Mutu Material Secara Berkala: Lakukan pengecekan menyeluruh sebelum material digunakan.

 

Peningkatan Transparansi Laporan: Setiap proyek harus memiliki sistem laporan laba rugi mingguan yang dapat diakses stakeholder.

 

  • Kolaborasi Lebih Baik antara Tim Proyek: Sering kali kendala muncul karena miskomunikasi antara konsultan, kontraktor, dan pemilik proyek. Komunikasi terstruktur dan sistem feedback digital dapat meminimalkan konflik.
  • Penjadwalan Ulang Proyek dengan Fleksibilitas: Fleksibilitas dalam penjadwalan ulang proyek selama kondisi force majeure seperti pandemi harus diadopsi sebagai protokol standar.
  • Manajemen Risiko yang Adaptif: Memasukkan skenario pandemi dan gangguan rantai pasok sebagai parameter risiko baru dalam dokumen awal proyek.

 

Kesimpulan: Triple Constraint Butuh Penanganan Holistik

 

Kunci dari keberhasilan proyek bukan sekadar menyelesaikan bangunan tepat waktu atau dalam anggaran, tetapi menjaga keseimbangan antara mutu, waktu, dan biaya. Pandemi menantang semua itu secara bersamaan. Studi Monika Natalia dkk. membuktikan bahwa kelemahan dalam mutu material, ketidaksiapan teknologi, dan buruknya sistem keuangan internal menjadi pemicu utama kegagalan proyek konstruksi di Jakarta. Tanpa perbaikan sistemik, triple constraint akan selalu menjadi sumber masalah dalam kondisi krisis.

 

Dalam kerangka ke depan, industri konstruksi Indonesia harus belajar dari pandemi dengan memperkuat teknologi, sumber daya manusia, serta keuangan proyek. Tidak cukup hanya bertahan, proyek-proyek masa depan harus tangguh menghadapi krisis. Transformasi digital, budaya belajar yang cepat, dan kolaborasi lintas fungsi bukan lagi pilihan—melainkan kebutuhan.

 

 

Sumber:

Natalia, M., Riswandi, R., Oktaviani, D., & Putri, M. H. (2021). Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kendala Triple Constraint Proyek Konstruksi di Kota Jakarta Akibat Pandemi Covid-19. Siklus: Jurnal Teknik Sipil, 7(2), 160–174. https://doi.org/10.31849/siklus.v7i2.7397

Selengkapnya
Triple Constraint Proyek Konstruksi di Jakarta Saat Pandemi: Mengurai Akar Masalah dan Solusi Praktis

Manajemen Konstruksi

Membedah Akar Masalah Rework dalam Proyek Konstruksi Mesir: Dampak, Faktor, dan Solusi Efektif

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 19 Mei 2025


Pendahuluan

 

Industri konstruksi Mesir memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional, menyumbang lebih dari 15% PDB negara tersebut. Namun, di balik angka pertumbuhan yang mengesankan, proyek konstruksi Mesir kerap dilanda pembengkakan biaya dan keterlambatan waktu. Salah satu penyebab utamanya adalah "rework" atau pengerjaan ulang.

 

Rework adalah upaya mengoreksi kesalahan atau ketidaksesuaian pekerjaan sebelumnya agar sesuai dengan spesifikasi awal. Dalam studi oleh Al-Janabi et al. (2020), rework terbukti menjadi penyebab dominan rendahnya performa proyek, baik dari sisi biaya maupun durasi. Penelitian ini mencoba mengidentifikasi akar penyebab rework di Mesir, menilai dampaknya, serta memberikan rekomendasi strategis berbasis data dari 67 profesional konstruksi pada 19 proyek bernilai 45 juta hingga 5,25 miliar EGP.

 

Apa Itu Rework dan Mengapa Ia Begitu Merugikan?

 

Rework bukan sekadar kesalahan kecil. Ia merupakan biaya tersembunyi yang menggerogoti efisiensi proyek. Dampaknya bisa mencakup:

  • Kenaikan biaya proyek hingga 5-10% dari nilai kontrak
  • Penundaan jadwal mencapai 10-70%
  • Kehilangan motivasi pekerja
  • Ketidakpuasan klien

 

Studi Josephson et al. (2002) mencatat bahwa rework bisa menyita 7,1% waktu kerja dan menyumbang 4,4% dari total biaya proyek. Dalam konteks Mesir, angka-angka ini bahkan bisa lebih besar karena tantangan ekonomi dan sistem manajemen yang belum terstandardisasi.

 

10 Kategori Penyebab Rework: Temuan Utama Penelitian

 

Penelitian ini mengidentifikasi 87 faktor penyebab rework, yang dikelompokkan ke dalam 10 kategori:

 

1. Faktor Eksternal

 

Situasi ekonomi nasional (nilai tukar, inflasi) adalah penyebab rework paling krusial (T.I.I.R.I: 68%).

Dampaknya langsung terasa pada harga material, upah, dan jadwal proyek.

 

2. Faktor Konstruksi

 

Penjadwalan yang dipaksakan atau schedule compression (T.I.I.R.I: 51,75%) menempati urutan kedua.

Perubahan oleh klien setelah pekerjaan berjalan juga signifikan (T.I.I.R.I: 41%).

 

3. Faktor Desain

 

Perubahan desain karena tabrakan dengan utilitas bawah tanah (T.I.I.R.I: 47,83%) sering terjadi pada proyek infrastruktur.

Desain yang belum matang saat tender juga menghambat.

 

4. Faktor Klien

 

Perubahan spesifikasi dan kurangnya studi kelayakan sejak awal sangat berpengaruh.

Klien sering mengubah rencana tanpa mempertimbangkan dampak teknis.

 

5. Faktor Kontraktor dan Subkontraktor

 

Kekurangan dana dan arus kas menjadi tantangan utama (T.I.I.R.I: 41,54%).

Pemilihan subkontraktor tanpa kriteria kompetensi turut memperburuk situasi.

 

6. Faktor Supervisi

 

Perencanaan aktivitas yang buruk dari tim pengawas (T.I.I.R.I: 38,36%) adalah penyumbang signifikan.

 

 

7. Faktor Material dan Peralatan

 

Ketiadaan material saat dibutuhkan (T.I.I.R.I: 37,6%) menyebabkan jeda dan pemborosan waktu.

 

 

8. Faktor Lokasi Proyek

 

Kondisi tanah yang buruk, air tanah tinggi, dan ketiadaan investigasi awal lapangan adalah masalah umum.

 

 

9. Faktor Tenaga Kerja

 

Kekurangan tenaga kerja terampil dan mutu pengerjaan rendah menjadi tantangan serius.

 

 

10. Faktor Dokumen Kontrak

 

Dokumen kontrak yang kabur atau tidak lengkap mengarah pada klaim dan perubahan pekerjaan.

 

Studi Kasus: Proyek-Proyek Bernilai Miliaran di Mesir

 

Dari 19 proyek yang diteliti, 16 di antaranya adalah proyek baru bernilai ratusan juta hingga miliaran EGP, mencakup:

  • Gedung perumahan
  • Jembatan dan jalan
  • Stasiun metro bawah tanah
  • Rumah sakit dan gedung komersial

 

Fakta menarik: proyek perumahan mendominasi dengan 40,3% responden bekerja pada sektor ini. Hal ini mencerminkan tren pertumbuhan pesat sektor properti di Mesir.

 

Dampak Langsung dan Tidak Langsung dari Rework

 

Rework memiliki dua jenis dampak:

  • Dampak langsung: biaya kerja ulang, tambahan material, waktu tenaga kerja.
  • Dampak tidak langsung: stres pekerja, konflik kontrak, hilangnya proyek lanjutan, reputasi buruk.

 

Menurut Love (2002), dampak tak langsung bisa mencapai 3-6 kali lebih besar dari biaya langsung. Di proyek Mesir, keterlambatan akibat rework sering kali memicu tuntutan hukum antar pihak.

 

Analisis Tambahan dan Opini: Mengapa Rework Terjadi dan Bagaimana Mencegahnya?

 

Berdasarkan temuan, akar rework adalah kombinasi lemahnya koordinasi, kurangnya perencanaan awal, dan tekanan ekonomi. Dalam konteks Mesir:

  • Kebijakan moneter yang fluktuatif berdampak pada harga material.
  • Klien sering membuat keputusan teknis tanpa data lapangan.
  • Kontraktor kekurangan dana operasional dan pekerja terampil.

 

Solusi Praktis yang Direkomendasikan:

  • Penguatan studi kelayakan dan investigasi tanah sebelum pelaksanaan.
  • Sistem manajemen proyek digital seperti BIM untuk sinkronisasi desain dan lapangan.
  • Kriteria ketat dalam seleksi subkontraktor dan pelatihan rutin tenaga kerja.
  • Penyusunan dokumen kontrak yang rinci dan legalistik.

 

Perbandingan dengan Negara Lain

 

Berikut perbandingan penyebab rework antara Mesir dan negara lain:

  • Australia: Keterlibatan klien berlebih, teknologi usang
  • Palestina: Penipuan kontraktor, tekanan jadwal
  • China: Kualitas material, proses manajemen lemah
  • Nigeria: Instruksi kerja tak jelas, pekerja tak terampil

Mesir unik karena pengaruh besar kondisi ekonomi makro terhadap proyek mikro.

 

Kesimpulan

 

Penelitian ini berhasil mengidentifikasi faktor-faktor penyebab utama rework di proyek konstruksi Mesir. Yang paling dominan adalah pengaruh situasi ekonomi, disusul oleh penjadwalan yang dipaksakan dan perubahan desain. Dampaknya sangat signifikan, terutama pada proyek-proyek bernilai besar.

 

Untuk meminimalisir dampak rework, diperlukan perubahan pendekatan dari semua stakeholder: mulai dari perencanaan awal yang matang, penggunaan teknologi, hingga pengelolaan sumber daya manusia yang profesional.

 

 

Sumber

 

Al-Janabi, A. M., Abdel-Monem, M. S., & El-Dash, K. M. (2020). Factors causing rework and their impact on projects' performance in Egypt. Journal of Civil Engineering and Management, 26(7), 666-689. https://doi.org/10.3846/jcem.2020.12916

Selengkapnya
Membedah Akar Masalah Rework dalam Proyek Konstruksi Mesir: Dampak, Faktor, dan Solusi Efektif

Manajemen Konstruksi

Visual Management dalam Lean Construction — Meningkatkan Transparansi dan Efisiensi Proyek Konstruksi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 09 Mei 2025


Dalam dunia konstruksi yang penuh dengan dinamika dan banyak pihak terlibat, komunikasi visual menjadi kunci utama keberhasilan proyek. Artikel ini menyoroti betapa pentingnya penggunaan Visual Management (VM) sebagai bagian dari pendekatan Lean Construction. Diadaptasi dari kesuksesan lean manufacturing milik Toyota, pendekatan lean dalam konstruksi bertujuan mengurangi limbah dan meningkatkan nilai proyek. VM menjadi alat bantu yang sangat efektif dalam mendukung tujuan tersebut karena menyederhanakan komunikasi dan pengambilan keputusan langsung di lapangan.

Tujuan Penelitian dan Metodologi

Penelitian ini bertujuan menganalisis penggunaan dan efektivitas 12 alat visual dalam proyek konstruksi di India. Data dikumpulkan melalui survei terhadap 725 profesional konstruksi (kontraktor, konsultan, akademisi, dan lembaga pemerintah), yang menghasilkan 153 tanggapan valid. Metode analisis yang digunakan meliputi:

  • Reliability analysis (nilai Cronbach’s alpha: 0,869)
  • Relative Importance Index (RII)
  • Two-step cluster analysis dengan perangkat lunak SPSS 23

Pendekatan kuantitatif dan kualitatif dikombinasikan untuk memberikan gambaran menyeluruh.

Visual Management Tools: Alat yang Menyederhanakan Kompleksitas

Berikut ini beberapa alat visual yang dievaluasi dalam penelitian:

Big Room

Big Room adalah ruang kolaboratif yang dilengkapi dengan papan informasi, kode warna, dan jadwal kerja (LPS). Pertemuan harian 15 menit (disebut hurdle meeting) menjadi sarana untuk mengevaluasi status proyek, membahas kendala, dan menyelaraskan jadwal antar tim. RII Big Room: 92% (paling tinggi dalam survei)

5S (Sort, Set in Order, Shine, Standardize, Sustain)

Teknik manajemen lokasi kerja ini berasal dari Jepang dan bertujuan mengatur, membersihkan, dan menstandarkan lingkungan kerja agar lebih efisien. 5S memungkinkan pengurangan waktu pencarian alat dan meningkatkan disiplin visual. RII 5S: 91%

Last Planner System (LPS)

Sistem perencanaan kolaboratif lima tahap ini memungkinkan perencanaan jangka pendek yang realistis dan disepakati bersama, mengurangi ketidakpastian di lapangan. RII LPS: 90%

Building Information Modeling (BIM)

BIM digunakan untuk menyatukan semua informasi desain dan teknik dalam satu model digital. BIM membantu dalam clash detection dan memvisualisasikan hasil akhir proyek sejak awal. RII BIM: 88%

Augmented Construction Field Visualization

Teknologi realitas tertambah ini memproyeksikan desain 3D ke lokasi nyata, memudahkan stakeholder memahami hasil akhir dan melakukan revisi desain sebelum pekerjaan dimulai. RII: 85%

Temuan Utama: RII dan Cluster Analysis

Penelitian mengidentifikasi tiga kategori utama alat berdasarkan nilai RII:

  1. Paling signifikan:
    • Big Rooms (92%)
    • 5S (91%)
    • LPS (90%)
  2. Signifikan:
    • BIM (88%)
    • Display boards (86%)
    • Augmented reality (85%)
  3. Kurang signifikan:
    • Poka-Yoke (mistake proofing): 85%
    • Color coding: 84%
    • Kanban cards: 83%
    • Andon: 73%
    • Heijunka: 72%

Salah satu insight menarik dari cluster analysis adalah bahwa BIM, meskipun tidak mendapatkan RII tertinggi, menjadi predictor paling kuat dalam meningkatkan nilai proyek.

Studi Kasus: Praktik Visual Management di Lapangan

Salah satu studi kasus menampilkan pelaksanaan Big Room yang memperlihatkan manfaat besar dalam menyelaraskan komunikasi antar kontraktor dan subkontraktor. Misalnya, dengan memasang informasi status proyek secara visual, semua pekerja dari berbagai latar belakang bahasa dapat langsung memahami prioritas dan kendala tanpa harus melalui rapat panjang.

Sebagai contoh, ketika proyek mengalami keterlambatan dalam pengiriman beton pracetak, papan visual menampilkan status logistik real-time yang memungkinkan tim proyek segera mengatur ulang urutan pekerjaan. Ini menghindarkan biaya idle tinggi yang biasanya muncul karena informasi tidak tersebar dengan cepat.

Tantangan dan Hambatan

Meskipun manfaatnya jelas, masih banyak proyek yang belum menerapkan visual management. Alasan utamanya:

  • Minimnya pelatihan bagi pekerja dan manajer proyek
  • Ketergantungan pada metode komunikasi tradisional
  • Ketidaktahuan akan manfaat VM sebagai bagian dari strategi lean

Penggunaan alat seperti Heijunka masih sangat minim, padahal teknik ini dapat mengatur produksi secara merata dan menghindari kelebihan stok yang sering kali membebani lokasi proyek.

Rekomendasi Penulis

Penulis memberikan beberapa rekomendasi kunci:

  1. Pendidikan dan Pelatihan
    Semua stakeholder harus diberikan pelatihan tentang alat VM dan manfaatnya terhadap efisiensi proyek.
  2. Eksplorasi lebih lanjut terhadap Heijunka
    Meski RII rendah, Heijunka sangat bermanfaat untuk mengatur logistik dan pengadaan sesuai kebutuhan real-time.
  3. Integrasi Big Room secara luas
    Karena Big Room menggabungkan banyak alat visual dalam satu tempat, sangat disarankan untuk diterapkan di semua proyek berskala besar.
  4. Motivasi berbasis visual
    Menampilkan kinerja pekerja terbaik di papan informasi dapat menjadi pendorong budaya kerja yang lebih kompetitif dan produktif.

Opini Penulis Resensi: Visual Management sebagai Masa Depan Lean Konstruksi

Artikel ini menjadi jembatan penting antara teori lean dan praktik lapangan yang nyata. Visual Management tidak hanya sekadar alat komunikasi, tetapi juga platform koordinasi, pemantauan, hingga motivasi kerja. Dalam konteks proyek-proyek konstruksi di Indonesia yang juga memiliki masalah fragmentasi stakeholder dan keterlambatan logistik, pendekatan ini sangat relevan.

Dengan era digital yang terus berkembang dan adopsi teknologi seperti BIM semakin umum, visual management menjadi pilar utama dalam transformasi manajemen konstruksi yang lebih transparan, efisien, dan kolaboratif. Ini bukan sekadar tren, tapi kebutuhan.

Sumber asli artikel:
Subhav Singh & Kaushal Kumar. A study of lean construction and visual management tools through cluster analysis. Ain Shams Engineering Journal, 12 (2021), 1153–1162.

 

Selengkapnya
Visual Management dalam Lean Construction — Meningkatkan Transparansi dan Efisiensi Proyek Konstruksi
page 1 of 3 Next Last »