Manajemen & Kepemimpinan
Dipublikasikan oleh Melchior Celtic pada 14 Oktober 2025
Pernahkah Anda berada di situasi ini? Anda diberi sebuah proyek besar—sebuah inisiatif yang bisa mengubah arah tim atau bahkan perusahaan. Atasan Anda menepuk punggung Anda dan berkata, "Ini semua di tanganmu. Hasilnya bergantung padamu." Anda merasakan campuran antara semangat dan sedikit rasa takut. Ini adalah kesempatan besar.
Namun, saat Anda mulai bekerja, Anda menyadari sesuatu yang janggal. Anda bertanggung jawab atas hasilnya, tetapi Anda tidak memiliki kendali atas sumber dayanya. Anda butuh bantuan dari tim lain, tetapi manajer mereka punya prioritas berbeda. Anda perlu membuat keputusan cepat, tetapi setiap pengeluaran kecil harus melalui tiga lapis persetujuan. Anda memiliki semua beban tanggung jawab, tetapi tidak satu pun tuas kekuasaan yang benar-benar Anda butuhkan.
Ini adalah dilema klasik di tempat kerja modern, sebuah paradoks yang membuat banyak profesional berbakat merasa frustrasi dan tidak berdaya. Saya baru saja selesai membaca sebuah tesis PhD yang luar biasa dari Tracy Dodson di Universitas Glasgow yang tidak hanya mengupas masalah ini hingga ke akarnya, tetapi juga mengungkap beberapa kebenaran yang mengejutkan tentang sifat sejati dari akuntabilitas.
Penelitian ini, yang berjudul Accountability in Projects: Project Manager Perspective, muncul dari masalah nyata yang diangkat oleh para manajer proyek (MP) di berbagai konferensi. Mereka mengeluhkan adanya "ketidaksesuaian antara tuntutan untuk bertanggung jawab dan tingkat wewenang formal yang diperlukan". Tesis ini memberikan suara kepada 46 manajer proyek dari berbagai industri, dan apa yang mereka katakan akan mengubah cara Anda memandang tanggung jawab, kepemimpinan, dan cara menyelesaikan pekerjaan penting.
Apa yang saya temukan di dalamnya bukan hanya sekumpulan tips manajemen proyek, melainkan sebuah peta jalan psikologis untuk berkembang dalam lingkungan di mana pengaruh lebih berharga daripada otoritas formal.
Kebenaran yang Mengejutkan: Mereka Tidak Takut Akuntabilitas, Mereka Merangkulnya
Di banyak perusahaan, kata "akuntabilitas" sering kali diucapkan dengan nada serius, seolah-olah itu adalah pedang Damocles yang siap jatuh jika target tidak tercapai. Akuntabilitas sering disamakan dengan "siapa yang harus disalahkan". Namun, temuan pertama dan paling mengejutkan dari penelitian ini benar-benar menjungkirbalikkan asumsi tersebut.
Para manajer proyek terbaik tidak melihat akuntabilitas sebagai tekanan eksternal yang negatif. Sebaliknya, mereka secara aktif dan positif merangkulnya.
Bukan Perintah, Melainkan Pola Pikir: Kekuatan Akuntabilitas Diri
Studi ini menemukan bahwa bagi para profesional ini, akuntabilitas bukanlah sesuatu yang dipaksakan dari luar, melainkan sesuatu yang muncul dari dalam. Tesis ini menyebutnya akuntabilitas diri (self-accountability), yang terkait langsung dengan manajemen diri (self-management) mereka.
Ini adalah perubahan pola pikir yang fundamental. Bagi mereka, akuntabilitas adalah "tindakan positif untuk mencapai hasil yang disepakati secara konstruktif," bukan konsep negatif yang menyiratkan kesalahan. Para manajer proyek dalam studi ini sering mengatakan hal-hal seperti:
"Akuntabilitas adalah bagian dari jabatan saya—itu adalah definisi lain dari istilah manajer proyek!".
"Di sinilah akuntabilitas berada, dan saya memastikan dewan proyek saya menyadarinya—ini adalah dasar dari apa yang saya lakukan".
Bayangkan seorang pengrajin ahli, misalnya seorang pembuat biola. Tentu, dia bertanggung jawab kepada klien yang memesan biola tersebut. Tetapi akuntabilitas utamanya bukanlah kepada klien; akuntabilitas utamanya adalah pada standar keunggulan pribadinya, pada integritas karyanya. Dia bertanggung jawab pada keahliannya sendiri. Itulah akuntabilitas diri.
Ini menunjukkan bahwa budaya akuntabilitas yang sejati tidak dibangun melalui sistem kontrol dan hukuman yang ketat. Sebaliknya, ia tumbuh dari dalam, didorong oleh profesionalisme, kebanggaan, dan rasa kepemilikan yang mendalam. Para pemimpin yang ingin menumbuhkan akuntabilitas di tim mereka seharusnya tidak bertanya, "Bagaimana cara membuat orang bertanggung jawab?" melainkan, "Bagaimana cara menciptakan kondisi di mana orang-orang terbaik dapat mengambil tanggung jawab?"
Ketidaksesuaian Besar: "Saya Bertanggung Jawab, Tapi Apakah Saya yang Memegang Kendali?"
Meskipun para manajer proyek ini merangkul akuntabilitas, mereka menghadapi satu masalah besar yang berulang: kesenjangan antara tanggung jawab yang mereka emban dan wewenang formal yang mereka miliki. Tesis ini mengonfirmasi adanya "ketidaksesuaian (mismatch) antara tuntutan untuk menjadi akuntabel dan tingkat wewenang formal yang dibutuhkan".
Seorang responden secara konsisten menyatakan bahwa "akuntabilitas mereka melebihi wewenang formal yang diberikan". Bayangkan Anda diminta bertanggung jawab atas jadwal proyek, tetapi Anda tidak punya wewenang untuk mengganti anggota tim yang berkinerja buruk atau mempercepat pembelian peralatan penting. Inilah realitas sehari-hari bagi banyak manajer proyek.
Aturan Main Tak Tertulis untuk Menyelesaikan Pekerjaan
Lalu, bagaimana mereka berhasil? Mereka tidak menyerah atau menunggu izin. Sebaliknya, mereka mengembangkan serangkaian "strategi perilaku" yang canggih untuk menjembatani kesenjangan tersebut. Mereka menciptakan wewenang mereka sendiri.
🚀 Sumber Kekuatan Sejati: Bukan jabatan; melainkan keahlian, kredibilitas, dan kepercayaan yang Anda bangun. Temuan menunjukkan PM berpengalaman secara aktif membangun hubungan dengan dewan proyek sebelum proyek dimulai untuk menciptakan kepercayaan ini. Mereka menggunakan keahlian mereka sebagai bentuk wewenang.
🧠 Inovasi di Dalam Kesenjangan: Karena kurangnya tuas formal, PM terbaik menjadi ahli dalam pengaruh, persuasi, dan negosiasi. Mereka harus "menemukan solusi" dan "terus maju" bahkan ketika mereka tidak memiliki izin formal.
💡 Pelajaran untuk Kita Semua: Jangan menunggu izin. Bangun pengaruh Anda dan ciptakan wewenang Anda sendiri. Ini adalah pergeseran dari menunggu kekuasaan didelegasikan menjadi secara aktif mengembangkannya.
Secara tidak sengaja, kesenjangan antara wewenang dan akuntabilitas ini berfungsi seperti program pengembangan kepemimpinan yang intensif. Kondisi ini memaksa para manajer untuk berevolusi dari sekadar administrator yang mengandalkan aturan formal menjadi pemimpin sejati yang mengandalkan pengaruh, kecerdasan emosional, dan kemampuan membangun hubungan. Organisasi yang menciptakan kesenjangan ini, meskipun mungkin membuat frustrasi, sebenarnya sedang menguji dan melatih para pemimpin masa depan mereka.
Menarik Garis Batas: "Saya Akan Membangun Rumahnya, Anda yang Menjualnya"
Salah satu wawasan paling tajam dari tesis ini adalah tentang bagaimana para manajer proyek secara sadar menarik garis batas akuntabilitas mereka. Ini adalah pelajaran penting bagi siapa saja yang ingin mengelola ekspektasi dan menjaga kewarasan di tempat kerja.
Mengapa Proses Adalah Produknya
Penelitian ini menemukan bahwa manajer proyek secara eksplisit menerima akuntabilitas atas proses manajemen proyek—yaitu, menyelesaikan proyek sesuai lingkup, jadwal, dan anggaran yang disepakati. Namun, mereka secara eksplisit menolak akuntabilitas atas manfaat bisnis akhir yang diharapkan dari proyek tersebut.
Seorang manajer proyek menjelaskannya dengan sempurna: "Saya jarang terlibat dalam pengembangan business case. Tugas saya adalah memberikan apa yang diperintahkan... Saya hanya bertanggung jawab atas prosesnya, bukan hasil akhirnya". Yang lain menyatakan bahwa "manfaat bisnis adalah akuntabilitas dewan proyek, bukan saya".
Ini seperti seorang arsitek atau kontraktor. Mereka bertanggung jawab untuk membangun rumah sesuai dengan cetak biru, anggaran, dan jadwal (prosesnya). Mereka tidak bertanggung jawab atas berapa harga jual rumah tersebut di pasar atau seberapa bahagia keluarga yang akan tinggal di dalamnya (manfaat bisnisnya).
Ini bukanlah tindakan mengelak dari tanggung jawab. Sebaliknya, ini adalah tindakan kejelasan profesional yang canggih. Para manajer proyek ini secara intuitif menerapkan prinsip "lingkaran kendali". Mereka fokus pada apa yang bisa mereka kendalikan secara langsung (proses proyek) dan menolak untuk dinilai berdasarkan hasil yang dipengaruhi oleh banyak faktor di luar kendali mereka (kondisi pasar, strategi penjualan, adopsi pengguna).
Pandangan Pribadi Saya dan Kritik Halus
Secara pribadi, saya sangat mengapresiasi tesis ini karena memberikan suara yang begitu otentik kepada para praktisi. Ini adalah wawasan "dari lapangan" yang sering kali hilang dalam teori manajemen yang muluk-muluk. Namun, di sinilah letak kritik halus saya: meskipun temuannya sangat relevan, format akademis dari tesis aslinya membuatnya sulit diakses oleh para profesional yang paling bisa memanfaatkannya. Cara analisanya agak terlalu abstrak untuk pemula. Tulisan ini adalah upaya saya untuk menjembatani kesenjangan tersebut, menerjemahkan emas akademis ini menjadi kebijaksanaan praktis.
Perangkat Sang Ahli: Alat untuk Menciptakan Kejelasan dan Membangun Kepercayaan
Jadi, bagaimana para manajer proyek ini menciptakan kejelasan dan membangun kepercayaan yang mereka butuhkan untuk berhasil? Penelitian ini menyoroti beberapa alat dan taktik praktis.
Rencana Proyek Bukan Sekadar Dokumen, Melainkan Awal dari Percakapan
Studi ini mengidentifikasi bahwa "rencana proyek adalah alat utama untuk membangun wewenang manajer proyek". Namun, ada masalah: rencana tersebut sering kali "tidak cukup preskriptif" dan setelah disetujui, sering kali "diletakkan di laci dan tidak pernah dilihat lagi".
Nilai sebenarnya dari rencana proyek bukanlah dokumen itu sendiri, melainkan proses sosial untuk menciptakannya. Para manajer proyek berpengalaman menggunakan proses perencanaan sebagai alasan untuk mengadakan percakapan penting yang menyelaraskan ekspektasi, menegosiasikan batasan, dan yang terpenting, membangun kepercayaan dengan dewan proyek dan pemangku kepentingan lainnya.
Kesimpulan: Mendefinisikan Ulang Kepemilikan di Tempat Kerja Modern
Kembali ke dilema awal kita—memiliki tanggung jawab besar tanpa wewenang yang cukup. Tesis Tracy Dodson tidak menawarkan solusi ajaib, tetapi memberikan sesuatu yang jauh lebih berharga: sebuah perubahan perspektif.
Akuntabilitas sejati bukanlah sesuatu yang diberikan atau dipaksakan kepada Anda; itu adalah sesuatu yang Anda ambil. Itu adalah pola pikir yang didorong oleh profesionalisme dan kebanggaan atas pekerjaan Anda. Dan ketika Anda menghadapi kesenjangan antara tanggung jawab dan wewenang, itu bukanlah tanda kegagalan sistem, melainkan undangan untuk memimpin. Itu adalah kesempatan untuk membangun pengaruh, mengasah keterampilan persuasi Anda, dan mendapatkan kepercayaan dari orang-orang di sekitar Anda.
Pelajaran dari para manajer proyek ini sangat jelas: berhentilah menunggu untuk diberi kekuasaan. Mulailah dengan mengambil kepemilikan. Definisikan dengan jelas apa yang berada dalam kendali Anda, komunikasikan batasan tersebut, dan kemudian laksanakan dengan keunggulan tanpa kompromi. Itulah jalan menuju penguasaan sejati.
Jika Anda tertarik untuk mendalami data di balik wawasan ini, saya sangat merekomendasikan untuk membaca tesis aslinya. Ini adalah bacaan yang kaya bagi siapa saja yang serius tentang kepemimpinan. (https://theses.gla.ac.uk/84472/)
Tentu saja, memahami konsep-konsep ini adalah satu hal, tetapi mempraktikkannya adalah hal lain. Keterampilan seperti negosiasi, pengaruh, dan komunikasi yang efektif sangat penting. Jika Anda ingin mengasah kemampuan Anda, kursus online seperti yang ditawarkan oleh(https://diklatkerja.com/) bisa menjadi langkah praktis berikutnya.