Manajemen Air

Resensi Kritis IWRM di WS Aceh Meureudu: Mengurai Benang Kusut Pengelolaan Air Terpadu

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 15 Mei 2025


Pengantar: Air dalam Simpangan Kepentingan

Air adalah kebutuhan fundamental yang semakin terancam oleh perubahan iklim, ledakan populasi, dan ekspansi ekonomi. Terlepas dari kenyataan bahwa wilayah Sungai Aceh Meureudu memiliki curah hujan tahunan hingga 3.000 mm dan cekungan air tanah seluas 708.284 km², akses masyarakat terhadap air bersih masih terbatas. Di sinilah konsep Integrated Water Resources Management (IWRM) menjadi krusial sebagai pendekatan lintas sektor yang menjamin keberlanjutan sumber daya air.

Paper karya Lely Masthura et al. (2023) menawarkan gambaran komprehensif mengenai bagaimana IWRM diimplementasikan di WS Aceh Meureudu, termasuk peran para pemangku kepentingan, benturan regulasi, dan praktik koordinasi kelembagaan yang kerap mandek di tengah jalan.

Apa Itu IWRM dan Mengapa Penting?

IWRM adalah kerangka kerja terpadu yang menggabungkan aspek teknis, lingkungan, sosial, dan kelembagaan dalam pengelolaan air. Fokus utamanya adalah memastikan pemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan tanpa mengorbankan ekosistem. IWRM bertujuan menjembatani kepentingan antara:

  • Sektor pengguna air (rumah tangga, industri, pertanian)
  • Pemangku kepentingan kelembagaan (pemerintah pusat dan daerah)
  • Pengelola lingkungan (konservasi dan mitigasi kerusakan air)

WS Aceh Meureudu, sebagai salah satu wilayah strategis nasional, menjadi medan uji penting implementasi IWRM di Indonesia.

Fakta Lapangan: Krisis Air dalam Kemelimpahan

Kebutuhan vs Ketersediaan:

  • Kebutuhan air bersih WS Aceh Meureudu: 2.917,64 liter/detik
  • Pemenuhan dari PDAM: sangat minim
  • Penggunaan air isi ulang: 78,25% di Pidie Jaya, 65,28% di Sabang

Masalah Kritis:

  • Sumur dalam dan sumur tidak terlindung masih digunakan secara masif
  • Musim kemarau: kekeringan di 14 kecamatan
  • Musim hujan: banjir akibat meluapnya sungai Kr. Aceh, Kr. Baro, dan Kr. Tiro
  • Rasio debit maksimum terhadap minimum (Qmax/Qmin) > 75: indikasi ketimpangan ekstrem

Stakeholder dan Struktur Lembaga: Banyak, Tapi Tak Sinkron

a. Regulator

Lembaga yang bertanggung jawab pada kebijakan: Bappeda, Bapedal, Gubernur, Dinas Teknis

b. Operator

Mengelola pelaksanaan lapangan: Dinas Lingkungan Hidup, BWSSum1, Dinas Pertanian, Dinas Pengairan, dll.

c. Developer

Menangani pembangunan infrastruktur: BWSSum1 dan instansi kehutanan

d. User

Masyarakat, PDAM, dan sektor industri

e. Coordinator

Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA) — penghubung semua unsur di atas

Ironisnya, meski semua unsur telah terbentuk, koordinasi antarlembaga masih lemah. Banyak kebijakan TKPSDA tidak dijalankan karena tumpang tindih peraturan dan lemahnya political will sektor-sektor.

Studi Kasus: Tumpang Tindih Kewenangan dan Pajak yang Tak Tertagih

Permasalahan Air Tanah:

  • Izin dikeluarkan oleh Dinas ESDM Provinsi
  • Penarikan pajak air tanah: belum dilakukan karena kabupaten/kota belum memiliki Perbup/Perwal

Akibatnya:

  • Tidak ada kontrol pemanfaatan air tanah secara efektif
  • Ketimpangan kewenangan pusat-daerah

Ini memperlihatkan bagaimana konflik horizontal antarsektor dan konflik vertikal antarjenjang pemerintahan melemahkan efektivitas pengelolaan air.

Opini & Kritik: Paradoks dalam Regulasi dan Implementasi

Kelebihan IWRM:

  • Pendekatan sistemik dan kolaboratif
  • Mampu mengakomodasi kepentingan multipihak

Kekurangan Implementasi:

  • Fragmentasi kewenangan
  • Lemahnya komitmen politik dan pendanaan
  • Koordinasi lintas sektor hanya sebatas formalitas

Perbandingan Praktik Global:

Singapura sukses membangun DTSS (Deep Tunnel Sewerage System) yang mengubah air limbah jadi air siap konsumsi. Indonesia, sebaliknya, masih berjuang memastikan air tidak sekadar tersedia, tetapi juga layak dan merata.

Rekomendasi Praktis

  1. Penguatan TKPSDA sebagai aktor utama dalam harmonisasi lintas sektor
  2. Sinkronisasi regulasi pusat-daerah dengan memperjelas ranah kewenangan
  3. Digitalisasi sistem informasi air untuk pemantauan debit dan kualitas secara real time
  4. Peningkatan literasi air masyarakat untuk mengurangi tekanan permintaan
  5. Evaluasi rutin terhadap kebijakan IWRM berbasis dampak nyata, bukan hanya dokumen

Penutup: Menuju Tata Kelola Air yang Adil dan Efektif

WS Aceh Meureudu menyimpan potensi air yang besar namun belum dikelola secara optimal akibat kendala regulasi, lemahnya koordinasi kelembagaan, dan absennya mekanisme insentif-sanksi yang efektif. IWRM seharusnya tidak berhenti sebagai konsep, tetapi dijalankan sebagai prinsip tata kelola yang menyatukan visi pembangunan dan keberlanjutan lingkungan.

Sumber:
Masthura, L., Wignyosukarto, B. S., Fahriana, N., & Ardhyan, M. Z. (2023). Keterpaduan Lintas Sektoral dalam Pengembangan Kebijakan Integrated Water Resources Management (IWRM) pada Wilayah Sungai Aceh Meureudu Provinsi Aceh. Jurnal Daur Lingkungan, 6(1), 40–47.

 

Selengkapnya
Resensi Kritis IWRM di WS Aceh Meureudu: Mengurai Benang Kusut Pengelolaan Air Terpadu

Manajemen Air

Mengelola Air Secara Terpadu: Panduan Strategis IWRM untuk Dunia yang Kekurangan Air

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 15 Mei 2025


Pendahuluan: Saat Air Bukan Lagi Hak, tapi Tantangan

Air bersih adalah hak dasar manusia, namun semakin langka karena tekanan populasi, polusi, dan perubahan iklim. Di sinilah konsep Integrated Water Resources Management (IWRM) atau Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu hadir sebagai solusi strategis. Paper Integrated Water Resources Management dari GWP Technical Advisory Committee (2000) merupakan salah satu dokumen dasar yang menjabarkan prinsip, tantangan, dan cara implementasi IWRM secara komprehensif.

Apa Itu IWRM?

IWRM adalah proses yang mendorong pengelolaan dan pengembangan air, tanah, dan sumber daya terkait secara terkoordinasi. Tujuannya adalah memaksimalkan kesejahteraan ekonomi dan sosial secara adil tanpa mengorbankan keberlanjutan ekosistem vital.

Empat Prinsip Dublin yang Mendasari IWRM:

  1. Air adalah sumber daya terbatas dan rentan.
  2. Manajemen air harus partisipatif.
  3. Perempuan berperan penting dalam pengelolaan air.
  4. Air harus dipandang sebagai barang ekonomi.

Tantangan Global dalam Pengelolaan Air

1. Kesenjangan Akses

Sekitar 20% populasi dunia tidak memiliki akses air minum aman, dan 50% tidak memiliki sanitasi memadai. Kondisi ini berdampak pada kesehatan, produktivitas, dan ketimpangan sosial.

2. Persaingan Kebutuhan

Dengan lebih dari 70% air digunakan untuk irigasi, meningkatnya populasi dan permintaan pangan memicu konflik antar sektor: pertanian vs domestik vs industri vs ekosistem.

3. Polusi & Krisis Ekosistem

Limbah pertanian dan industri mencemari air permukaan dan tanah. Kualitas air menurun drastis di banyak wilayah, mengancam biodiversitas dan kesehatan manusia.

4. Variabilitas Iklim

Variasi musiman dan tahunan hujan memperparah krisis air, terutama di negara berkembang. Ketidakpastian iklim menambah risiko kekeringan dan banjir ekstrem.

Implementasi IWRM: Bukan Teori, Tapi Aksi Nyata

Paper ini tidak hanya memberi kerangka konseptual, tetapi juga peta jalan implementasi melalui tiga elemen kunci:

1. Lingkungan Pendukung (Enabling Environment)

Termasuk kebijakan nasional, peraturan hukum, dan sistem informasi. Pemerintah perlu menciptakan kondisi agar semua aktor dapat berperan aktif dan bertanggung jawab.

2. Peran Kelembagaan

Pembagian peran di berbagai level harus jelas. Mulai dari lembaga pusat pembuat kebijakan hingga komunitas lokal pelaksana lapangan. Koordinasi lintas sektor mutlak diperlukan.

3. Instrumen Manajerial

  • Penilaian sumber daya dan permintaan air
  • Mekanisme resolusi konflik
  • Alat regulasi: tarif, insentif ekonomi, teknologi monitoring

Studi Kasus Nyata: Tamil Nadu, India

Dalam basin Sungai Vaigai di India, IWRM diterapkan dengan menggabungkan partisipasi masyarakat, teknologi pendukung pengambilan keputusan (decision support system), dan dialog antar sektor. Model ini terbukti membantu meredakan konflik antara pengguna air hulu dan hilir serta lintas sektor (pertanian vs perkotaan).

Analisis Kritis & Tambahan Opini

Paper ini merupakan fondasi penting bagi negara-negara berkembang yang ingin mengadopsi IWRM. Namun ada beberapa hal yang perlu diperkuat:

  • Konteks Lokal: Tidak ada satu solusi universal. IWRM harus diadaptasi dengan karakter sosial, budaya, dan politik tiap negara.
  • Tantangan Implementasi: Banyak negara memiliki regulasi bagus di atas kertas tapi lemah di eksekusi karena minim pendanaan, kapasitas institusi, atau kemauan politik.
  • Nilai Ekonomi vs Sosial: Konsep air sebagai barang ekonomi bisa menimbulkan resistensi jika tidak dibarengi perlindungan untuk kelompok miskin.

Perbandingan dengan Pendekatan Lain

Berbeda dari pendekatan sektoral, IWRM menyatukan semua aspek air—kuantitas, kualitas, sumber daya, dan pemakai—dalam satu sistem. Ini memberikan efisiensi dan keadilan jangka panjang.

Relevansi IWRM di Era Perubahan Iklim

Di tengah ancaman iklim dan pertumbuhan penduduk, IWRM menjadi alat vital untuk:

  • Mengurangi risiko konflik air lintas negara
  • Menjaga keberlanjutan ekosistem air tawar
  • Menjamin keadilan akses dan keberlanjutan ekonomi

Kesimpulan: Saatnya Mengintegrasikan, Bukan Memisahkan

IWRM bukan sekadar pendekatan teknokratik, melainkan paradigma baru yang menempatkan air sebagai hak, tanggung jawab bersama, dan aset ekonomi. Paper ini menjadi pedoman penting bagi pembuat kebijakan, akademisi, dan pelaku lapangan yang ingin mengelola air secara efisien, adil, dan berkelanjutan.

Sumber

Global Water Partnership. (2000). Integrated Water Resources Management. TAC Background Papers No. 4.

 

Selengkapnya
Mengelola Air Secara Terpadu: Panduan Strategis IWRM untuk Dunia yang Kekurangan Air
page 1 of 1