Kontruksi Modern
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 30 April 2025
Pendahuluan: Menjawab Tantangan Konstruksi Modern
Di tengah kompleksitas dan dinamika proyek konstruksi modern, efisiensi waktu dan biaya menjadi tolok ukur utama keberhasilan. Salah satu pendekatan yang mulai banyak dikaji dan diimplementasikan untuk menjawab tantangan ini adalah constructability—yaitu integrasi keahlian konstruksi ke dalam seluruh tahap proyek, mulai dari perencanaan, perancangan, hingga pelaksanaan. Artikel karya Dony Yunianto, Jati Utomo Dwi Hatmoko, dan Arif Hidayat ini menyajikan evaluasi mendalam terhadap penerapan constructability pada dua proyek nyata: Gedung Universitas Diponegoro dan proyek apartemen swasta di Semarang.
Penelitian ini bukan hanya mengukur tingkat penerapan constructability, tetapi juga menyoroti peran stakeholder serta dampak nyata terhadap siklus hidup proyek.
Apa Itu Constructability dan Mengapa Penting?
Constructability merupakan konsep strategis yang menekankan pentingnya keterlibatan konstruksi sejak tahap awal proyek. Pendekatan ini mampu:
Mengurangi rework atau pekerjaan ulang
Meningkatkan efisiensi desain
Meminimalisir waste time
Menyederhanakan proses pengadaan
Menurunkan biaya total proyek secara jangka panjang
Banyak proyek gagal tepat waktu dan anggaran karena keterputusan informasi antara perencana dan pelaksana. Di sinilah constructability menjadi jembatan yang menjamin kelancaran dan kesinambungan proses.
Studi Kasus: Proyek Universitas Diponegoro vs Proyek Apartemen Swasta
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Responden berasal dari pihak pemilik proyek, kontraktor, dan tim teknis. Penilaian dilakukan berdasarkan 34 konsep constructability yang dikembangkan dari model CII, Nima (2001), dan Trigunarsyah (2004), yang mencakup tahap:
Perencanaan awal dan konsep
Perancangan dan pengadaan
Pra-konstruksi
Konstruksi
Tingkat penerapan constructability diukur dengan skala Likert 1–4:
Nilai <1: sangat rendah
1–2: sedang
2–3: tinggi
3–4: sangat tinggi
Analisis:
Proyek apartemen swasta memiliki penerapan constructability “sangat tinggi”, sedangkan proyek universitas berada di kategori “tinggi”.
Gap terbesar terlihat pada tahap pra-konstruksi. Hal ini menunjukkan pentingnya perencanaan teknis yang matang dan sinergi antar tim sejak awal.
Dampak Terhadap Siklus Hidup Proyek
Proyek Universitas Diponegoro (Design-Bid-Build)
Sistem kontrak terpisah antar tahap proyek.
Total waktu: ±28 bulan.
Waste time: ±16 bulan (lebih dari 50% waktu proyek).
Tantangan birokrasi APBN dua tahun anggaran menyebabkan inefisiensi.
Simulasi Alternatif: Design and Build
Durasi diperkirakan hanya ±9 bulan.
Potensi efisiensi waktu: 68% lebih singkat.
Namun, realisasi sulit karena keterbatasan sistem birokrasi pemerintah.
Proyek Apartemen Swasta (Design and Build)
Tahap desain dan konstruksi dilakukan bersamaan (overlapping).
Total waktu jauh lebih optimal.
Tidak ada jeda yang signifikan antara tahap desain dan pelaksanaan.
Nilai Tambah dan Opini: Apa yang Bisa Dipelajari?
Kelebihan Penelitian
Penilaian berbasis parameter konseptual yang kuat (CII, Nima, Trigunarsyah)
Studi kasus nyata dengan data primer dari stakeholder proyek
Penggunaan kombinasi kualitatif dan kuantitatif menambah kedalaman analisis
Kritik dan Keterbatasan
Keterbatasan jumlah proyek hanya dua unit—belum representatif untuk kesimpulan nasional
Belum mengeksplorasi integrasi teknologi seperti BIM atau digital twin yang kini makin relevan dengan constructability
Konteks birokrasi proyek pemerintah belum sepenuhnya dijawab oleh solusi teknis
Implikasi Praktis dan Rekomendasi
Reformasi Proyek Pemerintah
Dorong sistem kontrak design and build berbasis tahun jamak
Libatkan kontraktor sejak perencanaan awal
Tim Teknis Internal
Bentuk tim teknis lintas fase sebagai “penjaga informasi”
Bertugas menjaga kontinuitas desain, mengawal pelaksanaan, dan mengevaluasi kesesuaian lapangan
Penguatan Peran Perencana
Wajib terlibat hingga tahap konstruksi
Kewajiban dicantumkan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK)
Penggunaan Alat Digital
Gunakan BIM untuk meningkatkan koordinasi lintas fase
Buat sistem aplikasi baku untuk monitoring constructability
Kesimpulan
Penerapan constructability terbukti mampu mempercepat waktu pelaksanaan dan meningkatkan kualitas proyek, terutama jika diterapkan sejak tahap awal oleh seluruh stakeholder. Proyek apartemen swasta menjadi contoh keberhasilan sistem design and build, di mana waktu proyek lebih singkat, peran stakeholder lebih solid, dan kualitas desain lebih baik.
Sebaliknya, proyek Universitas Diponegoro mencerminkan keterbatasan pendekatan tradisional design-bid-build. Meski tidak gagal, proyek mengalami pemborosan waktu yang signifikan akibat tidak terintegrasinya perencanaan dan pelaksanaan.
Penelitian ini menjadi pengingat pentingnya kolaborasi lintas fungsi dan keterbukaan desain terhadap masukan konstruksi sejak awal. Dengan penguatan manajemen dan kebijakan yang mendukung, constructability bisa menjadi fondasi utama pengelolaan proyek konstruksi di Indonesia ke depan.
Sumber Artikel
Yunianto, D., Hatmoko, J. U. D., & Hidayat, A. (2014). Evaluasi Penerapan Constructability pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung. Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil, Vol. 20, No. 2.
Tersedia di: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/mkts/article/view/20877