Investigasi Energi & Lingkungan
Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 21 Mei 2025
Menelisik Kedalaman dan Arus: Analisis Hidrologi dan Oseanografi dalam Penentuan Lokasi PLTN di Banten
Penyediaan energi nasional merupakan tantangan krusial bagi Indonesia, khususnya dengan pertumbuhan ekonomi yang signifikan pasca krisis. Dalam upaya memenuhi kebutuhan energi ini, pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) muncul sebagai salah satu opsi strategis masa depan. Namun, pembangunan fasilitas sebesar PLTN tidak bisa sembarangan. Proses pemilihan tapak harus melalui serangkaian studi komprehensif, salah satunya adalah analisis hidrologi dan oseanografi yang mendalam. Artikel ini akan mengupas tuntas hasil penelitian yang berfokus pada seleksi tapak PLTN di Provinsi Banten, menyoroti aspek-aspek krusial seperti batimetri, pasang surut, potensi tsunami, dan ketersediaan sumber daya air, serta menawarkan analisis tambahan yang memperkaya pemahaman kita.
Urgensi Pemilihan Tapak PLTN yang Aman dan Efisien
Sejak tahun 1972, studi tapak dan kelayakan pembangunan PLTN di Indonesia telah bergulir intensif, dengan konsultan Newjec pada periode 1991-1996 merekomendasikan Ujung Lemahabang sebagai tapak terbaik setelah mengevaluasi 16 aspek. Tapak ini, secara fisik, dinilai mampu menampung sekitar 7200 MWe, meskipun hasil studi CADES menunjukkan kapasitas optimal sekitar 4000 MWe dengan pertimbangan stabilitas jaringan. Dengan proyeksi kebutuhan energi yang terus meningkat, inventarisasi calon tapak potensial di seluruh Indonesia menjadi agenda penting. Provinsi Banten, dengan kedekatannya terhadap pusat beban listrik di Pulau Jawa, menjadi prioritas awal dalam penelitian ini.
Pemilihan lokasi PLTN harus memenuhi standar keselamatan IAEA, dengan investigasi menyeluruh terhadap faktor penolak (exclusion factor), keselamatan (safety factor), dan kecocokan (suitability factor). Salah satu faktor penolak utama adalah potensi bencana alam katastropik. Pantai selatan Pulau Jawa, misalnya, tidak layak dijadikan tapak PLTN karena kerawanannya terhadap gempa dan tsunami yang disebabkan oleh keberadaan lempeng tektonik. Demikian pula, Selat Sunda juga dikecualikan karena keberadaan Gunung Anak Krakatau yang aktif, yang dalam sejarahnya pernah meletus dahsyat pada tahun 1883, memicu tsunami setinggi 40 meter dan menelan lebih dari 30.000 korban jiwa. Oleh karena itu, penelitian ini memfokuskan kajian pada pantai utara Banten.
PLTN yang berlokasi di tepi pantai harus tahan terhadap berbagai bahaya eksternal, terutama banjir. Banjir dapat diakibatkan oleh badai (storm surge), tsunami yang dipicu gempa dasar laut, letusan gunung api bawah laut, tumbukan meteor di perairan laut, curah hujan ekstrem, atau kegagalan struktur bangunan penyimpan air seperti dam dan waduk di daerah hulu. Tujuan utama penelitian ini adalah mengidentifikasi calon tapak potensial yang aman dari bahaya eksternal, baik yang bersifat alamiah maupun akibat aktivitas manusia, serta menjamin perlindungan terhadap operator PLTN, masyarakat, dan lingkungan dari bahaya radiasi pengion. Secara spesifik, penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran kondisi batimetri, pasang surut, dan hidrologi di wilayah calon tapak, mengevaluasi keselamatan PLTN dari aspek hidrologi dan oseanografi (potensi banjir pantai dan tsunami), dan menilai faktor kecocokan batimetri untuk fasilitas water intake.
Metodologi dan Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dengan mengandalkan data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas Perhubungan Laut, Dinas Pengairan, dan Dinas Kelautan Provinsi Banten. Data sekunder yang terkumpul kemudian diseleksi dan sebagian dikonfirmasi melalui peninjauan lapangan. Untuk menganalisis kelayakan tapak, digunakan sistem perangkingan berdasarkan parameter batimetri, pasang naik maksimum, dan potensi tsunami.
Ruang lingkup penelitian hidrologi dan oseanografi difokuskan sepanjang pantai utara Banten, mulai dari Tanjung Pujut (Kabupaten Serang) hingga Mauk (Kabupaten Tangerang). Namun, karena keterbatasan waktu dan dana, penelitian awal ini lebih bersifat eksplorasi data sekunder yang terbatas pada parameter dan lokasi tertentu. Analisis batimetri dilakukan sepanjang Pantai Utara dari Tanjung Pujut hingga Tanjung Pasir, sedangkan kondisi pasang surut dianalisis berdasarkan data yang tersedia. Identifikasi keberadaan sungai juga dilakukan untuk memperkirakan pengaruhnya terhadap keberadaan PLTN.
Hasil dan Pembahasan: Menimbang Pro dan Kontra Setiap Lokasi
Provinsi Banten, yang terletak di bagian Barat Pulau Jawa, secara geografis berada pada koordinat 105°1’11” – 106°7’12” Bujur Timur dan 5°7’50” – 7°1’1” Lintang Selatan, dengan luas total 8.800,83 km$^2$. Wilayah ini berbatasan dengan Laut Jawa di Utara, Samudra Indonesia di Selatan, Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta di Timur, serta Selat Sunda di Barat. Meskipun Provinsi Banten terdiri dari empat kabupaten dan dua kota, penelitian ini memfokuskan kajian pada Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon, dan Kota Tangerang yang berada di wilayah pantai utara.
1. Kondisi Batimetri dan Kebutuhan Water Intake
Batimetri atau kontur kedalaman dasar laut adalah informasi vital dalam penentuan lokasi PLTN, terutama kaitannya dengan fasilitas air pendingin. Untuk PLTN di Pulau Jawa, air laut lebih disarankan sebagai sumber pendingin untuk menjamin kontinuitas debitnya, mengingat debit air sungai yang fluktuatif musiman. Persyaratan umum untuk water intake adalah kedalaman perairan 10-15 meter, dengan jarak dari pantai yang semakin pendek akan mengurangi biaya konstruksi. Selain itu, lokasi tidak boleh mengalami pendangkalan atau sedimentasi yang cepat, harus memenuhi persyaratan kualitas air (suhu, pH, TSS, TDS, turbiditas), dan tidak menimbulkan konflik kepentingan dengan kegiatan lain.
Berdasarkan analisis batimetri:
Tanjung Pontang: Kedalaman 15 meter dapat dicapai sekitar 4 km dari tepi pantai, menjadikannya cukup layak untuk pembangunan fasilitas water intake.
Tanjung Kait: Meskipun masih layak, wilayah ini kurang menguntungkan dari sisi batimetri. Kedalaman laut 15 meter baru tercapai sekitar 6 km dari garis pantai, yang berarti biaya konstruksi water intake akan lebih tinggi.
Tanjung Pasir: Wilayah ini cukup layak untuk pembangunan water intake, dengan jarak garis pantai ke kedalaman 15 meter sekitar 2,5 km.
Berdasarkan faktor kecocokan batimetri dengan kelayakan pembangunan fasilitas water intake, urutan rangking calon tapak terbaik adalah: Tanjung Pujut (Skor 5), Tanjung Pasir (Skor 4), Tanjung Pontang (Skor 3), Tanjung Kait (Skor 2), dan Teluk Banten (Skor 1).
2. Pasang Surut dan Potensi Tsunami: Ancaman Alam yang Perlu Diwaspadai
Data pasang surut muka air laut dan tsunami sangat vital untuk PLTN di tepi pantai. Data ini digunakan untuk analisis faktor penolak (apabila potensi tsunami katastropik mungkin terjadi dalam kurun waktu operasi PLTN, tapak akan ditolak), analisis penyebaran material radioaktif jika terjadi kecelakaan, dan penentuan desain basis kebutuhan air pendingin. Kombinasi pasang naik tinggi dengan curah hujan ekstrem juga dapat memicu banjir pantai.
Secara geografis, pantai barat Provinsi Banten memiliki ancaman serius terhadap tsunami yang dipicu oleh letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda. Sejarah mencatat letusan dahsyat Krakatau pada 26 Agustus 1883 yang menghasilkan tsunami setinggi 40 meter dan menewaskan lebih dari 30.000 orang. Meskipun Krakatau lenyap pasca letusan tersebut, Anak Krakatau muncul kembali dan terus aktif. Tsunami yang dibangkitkan oleh letusan Anak Krakatau pada tahun 2004 di Selat Sunda juga mempengaruhi Teluk Banten, meskipun tingkat keparahannya masih dalam tahap studi lebih lanjut.
Berdasarkan data pasang surut dan potensi tsunami:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tanjung Kait dan Tanjung Pasir lebih cocok ditinjau dari aspek tsunami yang mungkin ditimbulkan oleh Gunung Krakatau. Ini mungkin mengacu pada posisi geografis relatif mereka yang sedikit lebih terlindungi dibandingkan wilayah lain di pantai utara Banten.
3. Kondisi Hidrologi dan Sedimentasi Pantai Banten
Pantai utara Banten umumnya merupakan perairan dangkal dengan dasar perairan didominasi lumpur berpasir. Perairan Laut Jawa dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim barat dan musim timur. Suhu air di Teluk Banten berkisar antara 28-31,5°C dengan rata-rata 29,5°C. Salinitas di pesisir utara sekitar 28-33,8 ppm, dengan salinitas rendah saat musim hujan (Januari-Februari) akibat masuknya air hujan melalui muara sungai.
Teluk Banten telah mengalami pendangkalan, yang dibuktikan dengan keberadaan benteng Speelwijk sejauh 300 meter ke arah daratan dari lokasi aslinya di tepi pantai. Selain itu, proses pendangkalan signifikan juga terjadi di sisi timur Teluk Banten yang disebabkan oleh limpasan Sungai Ciujung. Pendangkalan ini juga terjadi di muara Sungai Ciujung Lama dan endapan dari Sungai Cibanten. Sisi barat Teluk Banten mengalami tingkat pendangkalan yang relatif kecil.
Ketersediaan data historis mengenai kejadian dan atau potensi bencana alam yang sifatnya katastropik menjadi faktor penapis awal. Potensi banjir sungai di pantai diperkirakan terjadi pada flood plain (dataran banjir) sungai-sungai besar. Untuk analisis ini, diperlukan studi mendalam dengan karakteristik meteorologi, topografi, dan oseanografi, serta kajian probable maximum flood (PMF).
Berdasarkan potensi banjir sungai dan sedimentasi:
Sungai-sungai besar yang bermuara di pantai utara Provinsi Banten meliputi Ci Banten, Ciujung, Cikande, Cipangaur, Cisadane, dan St.Angke. Sungai Ciujung di dekat muara bercabang-cabang, sebagian bermuara di Tanjung Pujut dan sebagian lainnya di sisi barat Teluk Banten.
Integrasi Hasil dan Rekomendasi: Membangun Perspektif Holistik
Berdasarkan analisis hidrologi dan oseanografi, dapat ditarik beberapa kesimpulan penting terkait seleksi tapak PLTN di Provinsi Banten:
Potensi Banjir dan Sedimentasi: Dari aspek potensi banjir, Tanjung Pujut, Tanjung Kait, dan Tanjung Pasir menunjukkan kategori "Baik", mengindikasikan risiko banjir sungai yang lebih rendah dibandingkan Teluk Banten dan Tanjung Pontang. Namun, masalah sedimentasi di Teluk Banten menjadi perhatian serius, mengingat pendangkalan yang terus terjadi akibat limpasan sungai dan endapan. Teluk Banten secara keseluruhan kurang ideal untuk pembangunan PLTN karena isu sedimentasi yang signifikan.
Secara keseluruhan, meskipun Tanjung Pujut sangat unggul dalam aspek batimetri, potensi tsunami dan risiko banjir harus menjadi pertimbangan utama. Lokasi-lokasi seperti Tanjung Kait dan Tanjung Pasir menunjukkan harapan lebih baik dalam mitigasi tsunami, namun perlu dilengkapi dengan data hidrologi dan oseanografi yang lebih komprehensif, terutama terkait pasang surut dan sedimentasi.
Perspektif dan Nilai Tambah
Penelitian ini memberikan fondasi yang kuat dalam proses seleksi tapak PLTN di Provinsi Banten, dengan fokus pada aspek hidrologi dan oseanografi. Namun, terdapat beberapa area yang dapat diperdalam untuk meningkatkan akurasi dan keandalan temuan:
Secara keseluruhan, penelitian ini menegaskan kompleksitas dalam pemilihan lokasi PLTN. Setiap calon tapak memiliki karakteristik uniknya sendiri yang perlu dianalisis secara cermat. Dengan integrasi data yang lebih lengkap, model simulasi yang canggih, dan pertimbangan multi-aspek, Indonesia dapat melangkah lebih dekat menuju pembangunan PLTN yang aman, efisien, dan berkelanjutan untuk memenuhi tantangan energi di masa depan. Kemitraan antara peneliti, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya akan menjadi kunci keberhasilan dalam merealisasikan visi energi nasional ini.
Sumber
Yarianto S. Budi Susilo. (2006). Analisis Hidrologi Dan Oseanografi Dalam Seleksi Tapak PLTN Di Wilayah Provinsi Banten. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir Vol. 8 No.2.