Farmasi

Analisis Kinerja Industri Farmasi: Penyebab dan Tantangan yang Terjadi

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 11 Maret 2025


Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia (GPFI) memprediksi pertumbuhan industri akan melambat pada kuartal terakhir tahun ini sebab kontribusi yang menurun dari obat-obatan terkait Covid-19. Direktur Eksekutif GP Farmasi Elfiano Rizaldi menyatakan pertumbuhan 9,71% pada industri kimia, farmasi, dan obat tradisional dalam kuartal III/2021 banyak ditunjang sang permintaan obat terkait Covid-19 ketika terjadi lonjakan masalah pada Indonesia. Tidak hanya obat terkait Covid, namun jua multivitamin & penunjang kesehatan lainnya. "Di kuartal empat, permintaan obat Covid telah lebih minim bahkan minim sekali, akan tetapi buat pasien non-Covid belum pulang normal," tutur Elfiano ketika dihubungi Bisnis, Kamis (16/12/2021). Dia mensinyalir warga masih terdapat kekhawatiran dari warga buat mendapatkan layanan kesehatan secara pribadi pada tempat tinggal sakit.

Sementara itu, Elfiano menaksir pertumbuhan industri buat sepanjang tahun ini akan berkisar 9 % hingga 9,5 persen. Sebelumnya, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) industri kimia, farmasi, & obat tradisional tumbuh ekspansif selama 3 kuartal berturut-turut dalam tahun ini, yakni 11,46 persen, 9,15 persen, dan 9,71 persen. Disebutkan bahwa pertumbuhan terutama didukung sang peningkatan produksi obat-obatan buat memenuhi permintaan domestik dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Adapun, dengan perkiraan optimistis tidak akan gelombang Covid-19 berikutnya dalam tahun depan, pertumbuhan industri akan melambat 3% sampai 4% dalam 2022. "Kemungkinan pasien non-Covid masih belum pulang normal dalam tahun depan," ujarnya.

Dia pula berkata menurunnya perkara Covid-19 pada Tanah Air dalam beberapa bulan terakhir mengakibatkan industri mengalami kelebihan stok obat terkait pandemi. Karenanya, apabila terjadi gelombang ketiga pandemi sebab masuknya varian Omicron ke Indonesia, Elfiano mengungkapkan industri farmasi telah siap dengan stok obat yang memadai. "Kalau terjadi gelombang ketiga, dengan guidance dari WHO yang masih tetap memakai obat Covid varian Delta, kami sangat siap menyediakan obat-obatan terkait Covid," jelasnya.

Sumber: ekonomi.bisnis.com

Selengkapnya
Analisis Kinerja Industri Farmasi: Penyebab dan Tantangan yang Terjadi

Farmasi

Kemenperin Maksimalkan Upaya Peningkatan TKDN dalam Industri Farmasi Nasional

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 11 Maret 2025


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), Kementerian Perindustrian dan PT Surveyor Indonesia (Persero) bersepakat mendukung kemajuan industri farmasi Indonesia untuk bertumbuh dan berkembang sehingga makin layak menuju pasar global. Kepala Pusat P3DN Nila Kumalasari mengatakan P3DN memfasilitasi sertifikat TKDN sebanyak 9 ribu sertifikat dengan anggaran kurang lebih sebesar Rp 112 miliar pada tahun anggaran 2021. 

Hal ini disampaikan Nila saat menjadi narasumber acara Talk Series Surveyor Indonesia di Jakarta, Senin (15/11). "Alhamdulilah saat ini sudah terlampau dan bahkan lebih. Tahun depan kami merencanakan menambah anggaran itu," ujar  Nila dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (16/11).

Direktur Komersial PT Surveyor Indonesia (PTSI) Saifuddin Wijaya menyampaikan sejumlah tantangan dalam proses sertifikasi TKDN terkait persoalan kerahasiaan.

"Proses sertifikasi TKDB sebenarnya tidak banyak kendala, apalagi sudah ada self assessment. Kendalanya justru masalah kerahasiaan," ujar Saifuddin.

Saifuddin mengatakan Surveyor Indonesia sebagai verifikator sudah berkomitmen menjaga kerahasiaan tersebut lewat nondisclosure agreement (NDA) yang telah ditandatangani bersama. Kata Saifuddin, PTSI melakukan verifikasi untuk industri farmasi berdasarkan bobot bukan perhitungan cost base. 

"Harapannya dengan sistem pembobotan bisa menjaga kerahasiaan formula obat dari proses hingga bahan baku yang dinilai," ucap Saifudjdint. 

Direktur Utama PTSI M Haris Witjaksono mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari partisipasi PTSI dalam program sosialisasi TKDN. "Kendala-kendala yang ada bisa dikomunikasikan secara gamblang sehingga bisa mendapatkan solusi," ungkap Haris.

Direktur Produksi dan Distribusi Farmasi, Kementerian Kesehatan, Agusdini Banun, mengatakan Indonesia saat ini masih sangat rentan dengan kemandirian terhadap bahan baku obat dan alat kesehatan. "Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perindustrian bekerja sama mendorong kemandirian tersebut," kata Agusdini.

Presiden Direktur PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia Pamian Siregar berharap TKDN dapat mendorong kemandirian industri sehingga mampu mendorong bahan baku obat di dalam negeri. 

"Karena itu kami berharap kebijakan tentang TKDN di industri farmasi ini bisa terus dikembangkan sehingga bisa bersaing dengan produk impor dari segi harga," ucap Pamian.

Kepala Divisi Perencanaan dan Strategi Bisnis PT Bio Farma (Persero) Taufik Wilmansyah mengatakan Bio Farma mendapatkan manfaat nyata dari adanya sertifikasi TKDN pada beberapa produknya. 

"Program sertifikasi TKDN, terutama dengan adanya E-Katalog, angin segar buat industri farmasi. Kami mengeluarkan PCR Test bersertifikasi TKDN dengan verifikasi dari PTSI, dan program tersebut banyak digunakan selama pandemi," kata Taufik. 

Sumber: ekonomi.republika.co.id
 

 

Selengkapnya
Kemenperin Maksimalkan Upaya Peningkatan TKDN dalam Industri Farmasi Nasional

Farmasi

Strategi Mengurangi Ketergantungan pada Impor Bahan Baku

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 11 Maret 2025


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, industri farmasi memiliki peran strategis dalam upaya mengatasi pandemi, khususnya untuk produksi dan distribusi obat-obatan untuk penanganan Covid-19.

“Saat ini terdapat 222 industri farmasi di Indonesia yang menghasilkan komoditas multidimensional berupa obat-obatan sebagai produk kesehatan, iptek, dan ekonomi,” ujar Budi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/4).

Budi menjelaskan dari sisi ekonomi industri farmasi merupakan salah satu sektor industri yang tetap tumbuh selama pandemi, baik itu dari nilai pasar maupun nilai investasi. Ia menambahkan, saat ini Indonesia masih berupaya keras keluar dari pandemi Covid-19. Upaya tersebut membutuhkan partisipasi dan dukungan sinergis dari seluruh pihak, termasuk industri farmasi.

“Pertumbuhan industri ini tentunya akan memberikan akses yang semakin baik pada produksi farmasi yang aman, berkhasiat, dan bermutu bagi masyarakat, sehingga derajat kesehatan masyarakat akan meningkat,” ujar Budi.

Ia menambahkan salah satu program yang perlu didukung adalah vaksinasi COVID-19. Sebagai game changer dalam penanganan pandemi, kata Menkes, vaksinasi harus dilakukan secara luas dan secepat mungkin sesuai dengan standar mutu yang berlaku. Tujuannya agar berhasil mencapai target herd immunity. “Untuk itu saya mengharapkan dukungan dari industri farmasi untuk bersama pemerintah menyukseskan program vaksinasi ini,” tutur Budi.

Sumber: news.republika.co.id
 

 

Selengkapnya
Strategi Mengurangi Ketergantungan pada Impor Bahan Baku

Farmasi

Menggali Pentingnya Penelitian Bahan Baku Obat Alternatif di Indonesia

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 11 Maret 2025


Pandemi COVID-19 seharusnya menjadi sebuah kewaspadaan bagi kita, terutama dalam hal obat-obatan dan alat kesehatan. Kebutuhan obat-obatan terus meningkat di masa pandemi saat ini. Sayangnya, hal tersebut tidak diimbangi dengan produksi obat dan alat kesehatan dalam negeri yang masih rendah dan rendah. Ada banyak permasalahan yang muncul terkait ketersediaan obat-obatan dan pengobatan rumahan. Distribusi, proses produksi serta ketersediaan bahan baku farmasi.

Dikutip Tempo.co edisi Kamis 23 September 2021, Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir mengatakan industri farmasi Indonesia sedang tidak sehat. Menurut dia, permasalahan utamanya adalah lebih dari sembilan puluh persen bahan baku pembuatan obat masih diimpor dari luar negeri. Padahal, keanekaragaman hayati Indonesia merupakan yang terbesar di dunia, imbuhnya. Pencapaian kemandirian kesehatan memerlukan perbaikan di banyak bidang, terutama di industri farmasi dan alat kesehatan. Idenya adalah dengan dibentuknya holding farmasi yang mencakup seluruh institusi pemerintah dan swasta di Indonesia, maka akan terhindar dari permasalahan yang berkaitan dengan industri farmasi dan alat kesehatan.

Salah satu tujuan utama didirikannya perusahaan farmasi ini adalah agar para insinyur dan peneliti dapat berproduksi dari atas hingga bawah tanpa Indonesia bergantung pada bahan baku impor. Mengurangi impor bahan baku medis atau BBO tidak dapat dicapai dalam semalam. Meski kebutuhan obat dalam negeri sudah mencapai 90% dari permintaan, namun bahan baku farmasi masih bergantung pada impor yang mencapai 90-95%. Keluhan bermunculan mengenai ketersediaan pasokan medis selama pandemi COVID-19, dimana banyak perusahaan farmasi mengeluhkan keterlambatan produksi bahkan penundaan produksi karena kurangnya BBO.

Karena setiap negara yang mengimpor bahan baku obat-obatan menetapkan kebutuhan bahan bakunya masing-masing untuk menjamin pengendalian penyakit menular di negara tersebut. Kondisi ini menunjukkan sulitnya membicarakan pendirian perusahaan farmasi.

BBO penting karena Indonesia kalah bersaing. Harga bahan baku impor jauh lebih rendah dibandingkan investasi sendiri, kata Honesti Basyir dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI. Kini saatnya menciptakan persaingan agar Indonesia tidak bergantung pada obat-obatan impor. Kajian Raharni et al (2018) dari Balitbang Kementerian Kesehatan Indonesia dengan judul Kemandirian dan Ketersediaan Obat di Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN): Kebijakan, Biaya dan Produksi Obat menyebutkan bahwa Indonesia tidak ada. begitulah aturannya. obat Masalah utama dalam mencapai kemerdekaan adalah ketergantungan Indonesia pada obat-obatan impor. Selain itu, Raharni dkk (2018) menunjukkan bahwa permasalahan swasembada terkait dengan kurangnya tenaga ahli yang mampu memproduksi bahan medis, masih terbatasnya infrastruktur teknologi medis, dan belum adanya sistem politik untuk memimpin industri farmasi pekerja.

Pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan obat Jika berbicara tentang keanekaragaman hayati Indonesia, khasiat obat masih ada dalam bidang pengobatan. Dalam hal standardisasi, kontinuitas merupakan perhatian bersama bagi berbagai organisasi dan produsen. Bahan alam seperti singkong, sagu dan jagung dapat dimanfaatkan sebagai pati obat dan nantinya digunakan sebagai bahan baku obat.

Namun, tidak ada satu pun produsen pati obat. Saat ini, kebutuhan pati obat masih bergantung pada impor dari berbagai negara. Pengolahan bahan baku obat yang berasal dari keanekaragaman hayati Indonesia, khususnya singkong, merupakan salah satu cara untuk mencapai kemandirian kesehatan di sektor farmasi. Biji singkong atau ubi jalar dapat dipilih sebagai bahan baku obat-obatan yang kemudian diubah menjadi pati singkong, karena tanaman singkong sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan.

Menurut detik.com edisi Minggu 21 September 2021, produksi singkong akan mencapai 19 juta ton (2018), menjadikan Indonesia sebagai produsen singkong terbesar keempat di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa produksi singkong juga dapat menunjang produksi pati singkong untuk industri farmasi. Berdasarkan Global Cassava Starch Market 2018, industri tepung alami Indonesia terus tumbuh untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat hingga mencapai 2,5-3,7 juta ton per tahun. Sumber daya industri tepung dalam negeri masih bergantung pada satu produk pokok yaitu singkong (tapioka), namun persaingan masih sedikit karena model pengelolaan sumber daya tepung masih tradisional.

Jumlah pati alam yang dihasilkan biasanya tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri, sehingga pada tahun 2016-2018 akan diimpor lebih dari 1.000.000 ton tapioka. Jumlah tapioka yang dijual di pasar dunia sekitar 6 hingga 8 juta ton atau setara dengan 6 hingga 7% dari jumlah pati alami yang dijual. Pati memegang peranan penting dalam industri pengolahan pangan. Pati dasar seperti tepung tapioka. Pati alami seperti tapioka, sorgum, sagu dan pati lainnya banyak menghadapi permasalahan ketika digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan non makanan. Apabila dimasak, pati terbentuk dalam waktu yang lama (membutuhkan banyak tenaga) dan pastanya mengeras serta tidak transparan.

Selain itu, sangat lengket dan tidak tahan terhadap perlakuan asam. Di sisi lain, industri membutuhkan pati dan bahan yang sesuai untuk keperluan tertentu, dan pati yang tidak dimodifikasi atau alami adalah jenis pati yang diproduksi di pabrik pengolahan..

Pengawetan pati merupakan modifikasi fisik pati yang paling sederhana, dimana pati mengeras sempurna dengan cara memasaknya dalam air kemudian mengeringkan pasta pati menggunakan pengering semprot atau pengering ledakan. Karena telah melalui proses gelatinisasi, pati kering tidak lagi tampak seperti butiran pati. Pati agar-agar bersifat instan dan larut dalam air dingin. Proses modifikasi pati lainnya adalah penggunaan ekstruder. Teknologi ini menggabungkan pengangkutan, pencampuran, kenaikan suhu, pemotongan dan proses lain yang terjadi di ekstruder, sehingga menghasilkan modifikasi termokimia pati.

Kini setelah program inovatif penggunaan tepung singkong sebagai obat telah dilaksanakan, program inovatif ini harus terus mengurangi pangsa obat-obatan di banyak negara. Ketersediaan, kuantitas dan harga yang kompetitif bahan obat berkelanjutan dari pati singkong akan menjadi salah satu bahan baku terkait bioindustri senilai Rp 26 triliun per tahun.

Inisiatif pemanfaatan singkong sebagai bahan baku obat-obatan juga mendukung pemerataan pembangunan dengan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah berpenghasilan rendah. Selain itu perolehan ilmu pengetahuan dan teknologi pembuatan obat dari pati singkong juga akan berdampak, karena teknologi pengolahan obat dari pati singkong belum tersedia dan dapat dikembangkan secara internasional.

Oleh karena itu, hal ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengurangi impor bahan baku medis dari berbagai negara. Secara keseluruhan, industri farmasi Indonesia masih mengimpor 95% bahan baku produk farmasi (BBO). Sekitar 851 jenis dan bahan tambahan BBO aktif dan bahan aktif farmasi/API. Dengan jumlah bahan sebanyak 441, mayoritas industri farmasi Indonesia bergerak di bidang farmasi manufaktur atau industri manufaktur. Industri farmasi masih bergantung pada impor BBO, termasuk API dan bahan baku/penolong terutama dari Tiongkok, India, Jepang, dan Eropa. Inovasi produksi obat dengan menggunakan tepung singkong (salah satunya di Pusat Teknologi Bati - Lampung) diharapkan dapat membuat industri farmasi dalam negeri tidak perlu lagi mengimpor obat dari luar negeri.

Jika didukung dengan beberapa aspek seperti sumber daya manusia yang baik, kebijakan medis dan metode produksi, maka akan dimungkinkan untuk mengurangi terulangnya penundaan dan mengurangi lamanya proses medis dengan mengurangi kegiatan Penelitian dan Pengembangan BBO. Kegiatan akan fokus pada upaya mendorong dan mengakui keistimewaan industri farmasi dalam produksi bahan baku farmasi.

Sumber: www.kompas.com
 

 

Selengkapnya
Menggali Pentingnya Penelitian Bahan Baku Obat Alternatif di Indonesia

Farmasi

Mengemuka: Industri Farmasi dan Alat Kesehatan Menuju Era Industri 4.0

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 11 Maret 2025


JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menetapkan industri farmasi dan alat kesehatan sebagai kawasan strategis penerapan Industri 4.0. 

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengatakan, karena kepentingan strategis sektor medis di masa pandemi COVID-19, industri terpaksa mengadopsi Industri 4.0. 

Oleh karena itu, pemerintah berupaya keras meningkatkan daya saing alat kesehatan dan industri kesehatan dengan mendorong teknologi digital. “Pemanfaatan teknologi digital mulai dari tahap produksi hingga distribusi ke konsumen,” ujarnya. Hal itu diungkapkannya pada acara Hannover Messe 2021, Rabu (14 April 2021).

Untuk mengetahui kesiapan sektor-sektor tersebut dalam melaksanakan peta jalan Making Indonesia 4.0, Kementerian Keuangan, Industri, dan Energi melakukan penilaian Indeks Indonesia Siap Industri 4.0 (INDI 4.0). 

Sementara itu, Kepala Kementerian Kesehatan dan Alat Kesehatan Arianti Anaya mengatakan pihaknya telah membuat peta jalan untuk mempercepat pengembangan industri kesehatan dan alat kesehatan menuju Industri 4.0. Proyek Indonesia 4.0 dipimpin oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). 

“Guna mewujudkan peta jalan tersebut, dibutuhkan sinergi antara stakeholders guna meningkatkan kapabilitas dari pabrik untuk memproduksi alat kesehatan yang diperlukan,” ujarnya.

Sumber: money.kompas.com
 

 

Selengkapnya
Mengemuka: Industri Farmasi dan Alat Kesehatan Menuju Era Industri 4.0

Farmasi

Strategi Menperin Mendorong Industri Farmasi Lokal Memimpin di Tanah Air

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 11 Maret 2025


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mendukung industri farmasi dan alat kesehatan menjadi swasta di Tanah Air. Mengurangi ketergantungan terhadap produk impor secara bertahap. 

“Kami mendorong industri kefarmasian dan alkes untuk menjadi pemain penting dan menjaga negara kita. Selain itu, sektor kefarmasian dan alkes termasuk sektor yang paling banyak diminati meski di tengah pandemi COVID-19. adalah salah satu sektor yang paling diminati karena kekuatannya." Hal itu diungkapkannya dalam keterangan yang dikeluarkan, Minggu (7 Mei 2020). 

Menperin menyebutkan, pihaknya punya beberapa strategi untuk mewujudkan kemandirian industri farmasi. Salah satunya mengurangi bahan baku impor dengan dibutuhkannya kerja sama yang erat dengan kementerian dan lembaga lain dalam menghasilkan regulasi dan kebijakan yang dapat menghadirkan ekosistem industri yang kondusif.

"Hal ini yang terus kami upayakan bersama-sama dengan berbagai kementerian maupun lembaga. Kami berharap melalui kebijakan yang ramah terhadap industri farmasi, maka target untuk mengurangi impor sebesar 35 persen pada akhir tahun 2022 dapat tercapai sehingga industri di Indonesia dapat lebih mandiri dalam memenuhi bahan bakunya," paparnya.

Industri farmasi Indonesia didukung oleh 220 perusahaan, lebih dari 90% diantaranya fokus pada back end manufaktur farmasi. Pemerintah terus bekerja keras untuk mengurangi impor bahan baku, khususnya di sektor hulu industri farmasi. Kementerian Perindustrian juga menargetkan untuk menambah industri farmasi dan kesehatan sebagai sektor pionir baru dalam penerapan Industri 4.0 melalui lima bidang utama yang diidentifikasi dalam peta jalan Making Indonesia 4.0. 

“Sebab, dengan kondisi permintaan yang tinggi terhadap produk kedua sektor tersebut, perlu adanya dukungan teknologi modern dan ketersediaan SDM yang kompeten untuk mengembangkannya," katanya.

Di sektor alat kesehatan, Kemenperin semakin aktif mendorong kolaborasi yang erat antara sektor industri dengan akademisi. Hal ini terwujud dalam produksi ventilator yang digunakan untuk membantu penanganan pandemi Covid-19. Indonesia belum memiliki industri alat kesehatan yang secara khusus memproduksi ventilator.

"Ventilator hasil produksi perguruan tinggi dan pelaku industri memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebesar 80 persen. Hal ini menunjukkan kemampuan kita dalam memproduksi ventilator secara mandiri ini cukup membanggakan," ujarnya.

Untuk itu, Kemenperin akan terus mendorong peningkatan utilisasi dari TKDN sehingga Indonesia dapat lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan di sektor alat kesehatan. "Rata-rata TKDN dari alat kesehatan sudah mencapai 25-90 persen dan ini harus terus dijaga sehingga produksi alat kesehatan dapat terus mengoptimalkan bahan baku dari dalam negeri," katanya. Bahkan, Kemenperin berupaya untuk mewujudkan kemandirian di sektor kesehatan dengan mendorong sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) melakukan diversifikasi produknya. Industri TPT telah berhasil memproduksi alat pelindung diri (APD) dan masker yang digunakan oleh tenaga medis serta masker kain yang digunakan oleh masyarakat. 

Saat ini, terjadi peningkatan signifikan pada produksi pakaian bedah dan pakaian pelindung medis. Berdasarkan data yang dihimpun Kemenperin dan Kementerian Kesehatan, terjadi surplus produksi sampai Desember 2020, sebesar 1,96 miliar buah untuk masker bedah, kemudian 377,7 juta buah masker kain, sebanyak 13,2 juta buah pakaian bedah (gown/surgical gown), dan 356,6 juta buah untuk pakaian pelindung medis (coverall). 

Untuk itu, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 57 Tahun 2020. Regulasi ini memberikan kesempatan bagi pelaku industri TPT untuk melakukan ekspor produk alat pelindung diri seperti masker bedah, pakaian pelindung medis, dan pakaian bedah.

Sumber: money.kompas.com
 

Selengkapnya
Strategi Menperin Mendorong Industri Farmasi Lokal Memimpin di Tanah Air
« First Previous page 5 of 12 Next Last »