Evaluasi Implementasi Konvensi Anti-Suap OECD di Italia: Studi Kasus, Tantangan, dan Peluang

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

13 Juni 2025, 16.32

pixabay.com

Pendahuluan
Dalam era globalisasi dan intensitas perdagangan internasional yang terus meningkat, pemberantasan suap lintas negara menjadi salah satu fokus utama komunitas internasional. Laporan “Implementing the OECD Anti-Bribery Convention in Italy: Phase 4 Report” (OECD, 2022) menyoroti secara mendalam bagaimana Italia menghadapi tantangan dan meraih kemajuan dalam implementasi Konvensi OECD Anti-Suap. Artikel ini akan mengulas secara menyeluruh laporan tersebut, lengkap dengan data, studi kasus, dan analisis kritis.

Latar Belakang Evaluasi
Sejak bergabung dengan Konvensi OECD Anti-Suap pada 1997, Italia telah menjalani serangkaian evaluasi oleh Working Group on Bribery (WGB). Phase 4 dari evaluasi ini, yang diadopsi pada 13 Oktober 2022, menekankan pada aspek penegakan hukum, deteksi, dan tanggung jawab korporasi.

Temuan Utama dan Prestasi Italia
Laporan ini mencatat beberapa pencapaian penting yang menjadi dasar optimisme:

  • Sejak 2011 (Phase 3), terjadi 90 investigasi dan 72 proses hukum atas kasus suap asing, menghasilkan 14 vonis terhadap individu dan 8 terhadap badan hukum (OECD, 2022, hlm. 86).
  • Pendirian Departemen Ketiga Kejaksaan Milan khusus untuk kejahatan transnasional, termasuk suap asing, memperlihatkan dedikasi Italia.
  • Hari Integritas Bisnis Italia (IBID), yang diadakan setiap 9 Desember, menjadi ajang promosi praktik integritas oleh perusahaan Italia di kancah global.

Tantangan dan Kelemahan
Meski demikian, laporan OECD menyoroti berbagai tantangan serius yang masih dihadapi Italia, antara lain:

  1. Rendahnya denda korporasi yang tidak memadai sebagai efek jera.
  2. Standar pembuktian yang terlalu tinggi dan pendekatan bukti yang terpisah menghambat keberhasilan penuntutan.
  3. Kedaluwarsa kasus korporasi yang lebih singkat dibanding individu, menurunkan efektivitas penegakan hukum.
  4. Ketergantungan pada patteggiamento (penyelesaian non-sidang), yang mendominasi putusan vonis suap asing di Italia.

Contoh nyata dari kelemahan ini terlihat dari 7 kasus yang disidangkan pasca-2013: hanya 1 vonis berhasil, sedangkan 5 kasus sepenuhnya dibatalkan dan 1 kasus sebagian dibatalkan (OECD, 2022, hlm. 7).

Upaya Perbaikan dan Rekomendasi
OECD memberikan sejumlah rekomendasi kunci yang menjadi prioritas pembenahan Italia:

  • Mengembangkan strategi nasional untuk memerangi suap asing, termasuk pencegahan, deteksi, dan penegakan hukum (OECD, 2022, hlm. 89).
  • Meningkatkan kesadaran bagi pejabat publik dan perusahaan Italia, khususnya di negara dan sektor berisiko tinggi.
  • Mendorong pelaporan sukarela (self-reporting) dan proteksi bagi pelapor (whistleblowers), termasuk di sektor swasta yang masih lemah.
  • Reformasi kerangka hukum agar kesalahan korporasi dijatuhi denda yang memadai, serta pencabutan pembelaan “penyesalan efektif” (effective regret) yang dinilai tidak relevan di konteks suap asing.
  • Peningkatan kerja sama internasional, baik dalam bantuan hukum timbal balik (MLA) maupun ekstradisi.

Studi Kasus Penting: Italia vs Suap Asing
Laporan Phase 4 ini menyertakan ringkasan kasus-kasus yang dituntaskan sejak evaluasi Phase 3. Salah satunya, kasus yang melibatkan perusahaan Italia besar dengan skema suap pejabat asing melalui perantara, yang akhirnya diselesaikan lewat patteggiamento—dengan hukuman yang dinilai terlalu ringan (OECD, 2022, hlm. 93–97).

Selain itu, laporan memaparkan bagaimana deteksi kasus suap asing di Italia sebagian besar bukan hasil inisiatif domestik, melainkan informasi dari luar (28% dari otoritas asing, 10% dari media) (OECD, 2022, hlm. 12). Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan monitoring oleh otoritas Italia sendiri.

Kritik dan Komentar Tambahan
Secara kritis, laporan ini menilai bahwa Italia perlu mengubah paradigma: dari sekadar merespons tuduhan suap asing menjadi proaktif mendeteksi dan menuntaskan. Italia sudah memiliki infrastruktur hukum yang kuat, tetapi belum optimal dijalankan.

Misalnya, UU Pelindungan Pelapor sudah ada, namun belum menyentuh sektor swasta secara komprehensif (OECD, 2022, hlm. 15). Hal ini ironis, mengingat sektor swasta sering menjadi pintu masuk praktik suap lintas negara.

Hubungan dengan Tren Global
Artikel ini juga menyoroti relevansi laporan OECD ini dengan tren global:

  • Transparansi rantai pasokan dan kepatuhan menjadi kunci reputasi perusahaan global.
  • Konvergensi standar internasional menuntut perusahaan Italia—terutama eksportir besar—untuk memiliki program kepatuhan (compliance) yang konkret.
  • Digitalisasi proses hukum (misalnya rencana modernisasi pengadilan Italia) menjadi peluang akselerasi pemberantasan suap di masa depan.

Kesimpulan dan Implikasi
Italia telah menunjukkan komitmen signifikan dalam melaksanakan Konvensi OECD Anti-Suap, tetapi harus segera memperkuat beberapa celah kritis agar mampu menuntaskan suap lintas negara secara efektif.

Evaluasi ini bukan hanya soal “tugas rumah” Italia, tetapi juga cermin bagi negara lain: bahwa keseriusan menuntaskan suap asing menjadi parameter integritas global, sekaligus daya saing ekonomi jangka panjang.

Bagi para pelaku bisnis, laporan ini menjadi peringatan sekaligus peta jalan: kepatuhan bukan lagi opsi, tapi syarat bertahan di pasar global. Bagi pemerintah dan penegak hukum, laporan ini menegaskan bahwa sinergi, pelaporan sukarela, dan edukasi publik menjadi kunci menekan angka suap lintas negara.

Sumber : OECD. (2022). Implementing the OECD Anti-Bribery Convention in Italy: Phase 4 Report. Organisation for Economic Co-operation and Development.