Bahaya Bahan Kimia Obat dan Zat Berbahaya dalam Makanan: Mengungkap Ancaman pada Obat Tradisional dan Jajanan Anak-Anak

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani

16 Mei 2024, 14.59

pixabay.com

Kita sering mendengar isu penggunaan boraks pada bakso dan formalin pada mie. Selain itu, ternyata ada hal lain yang perlu diwaspadai, yaitu kandungan Bahan Kimia Obat (BKO) yang terdapat pada makanan atau jajanan yang dikonsumsi anak-anak. Hal ini disampaikan oleh Dr. apt. Baitha Palanggatan Maggadani, M.Si. dari Fakultas Farmasi (FF) Universitas Indonesia (UI).

Sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah, Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang mudah dibudidayakan. Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk menguasai pasar lokal dan global sebagai negara penghasil bahan baku obat tradisional dari tanaman-tanaman tersebut. Namun, untuk mencapai hal tersebut, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan, yaitu kualitas bahan baku, persyaratan keamanan, khasiat dan mutu.

"Obat tradisional yang aman dan bermutu tidak boleh mengandung bahan kimia obat atau BKO. BKO adalah bahan kimia obat yang biasanya ditambahkan ke dalam sediaan obat tradisional atau jamu untuk memperkuat indikasi obat tradisional. Namun, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih menemukan produk obat tradisional yang sengaja dicampur dengan bahan kimia obat oleh produsennya agar lebih berkhasiat," ujar Dr. apt. Baitha, Ketua Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) FF UI.

Bersama timnya, ia melakukan penyuluhan tentang bahan kimia berbahaya dalam makanan dan obat tradisional di Desa Sasakpanjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua RW setempat, diperoleh informasi bahwa konsumsi obat tradisional dan jajanan pasar di kalangan warga desa cukup tinggi. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat, tim pengabdian menghadirkan narasumber yang merupakan Guru Besar FFUI di Bidang Kimia Farmasi, yaitu Prof. Hayun, M.Si., yang juga merupakan salah satu Tim Pengabdian Masyarakat FFUI.

"BKO merupakan senyawa sintetik atau bisa juga produk kimia yang berasal dari bahan alam, yang umumnya digunakan dalam pengobatan modern. BKO banyak ditemukan pada obat tradisional yang beredar di pasaran, karena rendahnya kepatuhan produsen terhadap ketentuan yang berlaku di bidang obat tradisional, persaingan yang tidak sehat dalam meningkatkan penjualan produknya, dan keinginan masyarakat untuk cepat sembuh," ujar Prof. Hayun dalam presentasinya, Sabtu (4/11).

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa bahaya BKO disebabkan oleh ketidaktepatan dosis dan kemungkinan terjadinya interaksi antara BKO dengan zat aktif obat tradisional yang dapat menimbulkan efek samping. Beberapa efek samping yang ditimbulkan antara lain iritasi saluran pencernaan, kerusakan hati atau ginjal, gangguan penglihatan, atau gangguan irama jantung.

Ia menambahkan, dalam hal ini, BPOM terus berupaya memberantas peredaran obat tradisional yang mengandung BKO. Beberapa temuan BPOM terkait BKO pada obat tradisional, yaitu pada obat tradisional yang diperuntukkan untuk sakit rematik/asam urat/rematik, sering ditambahkan fenilbutazon, antalgin, deksametason, dan lain-lain. Pada obat tradisional yang diklaim dapat digunakan untuk melangsingkan tubuh, sering ditambahkan sibutramin HCl. Sementara itu, pada obat tradisional yang diklaim dapat digunakan sebagai obat kuat pria, sering ditambahkan sildenafil sitrat.

Selain BKO, juga dijelaskan mengenai zat-zat berbahaya pada jajanan anak. Zat-zat berbahaya tersebut antara lain boraks pada bakso, formalin pada mie dan tahu, pewarna rhodamin B dan metanil yellow. Prof. Hayun mengatakan bahwa bahaya yang ditimbulkan jika anak-anak dan orang dewasa mengkonsumsi zat-zat tersebut adalah mual, muntah, sakit perut, diare serta kerusakan hati dan ginjal.

Pada kegiatan ini juga dilakukan demo test zat berbahaya pada sampel yang telah disiapkan oleh tim. Pengujian dilakukan dengan menggunakan rapid test kit, yang dilakukan dengan cara meneteskan suatu zat pada sampel untuk menunjukkan perubahan warna. Pengujian dilakukan terhadap boraks, formalin, metanil yellow, dan rhodamin B. Tim pengabdian menyediakan sampel yang sebelumnya telah diberi bahan kimia untuk menunjukkan kepada warga perubahan warnanya saat dilakukan pengecekan. Warga juga menguji teh bunga rosela dan butterfly pea mereka sendiri dengan menggunakan alat uji rhodamin B, dan hasilnya negatif, yang menunjukkan bahwa teh tersebut 100% alami.

Dalam pelaksanaannya, Dekan FFUI Prof. Arry Yanuar, M.Si. dan Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pendidikan dan Kemahasiswaan FUI Prof. Fadlina Chany Saputri, M.Si. juga turut hadir. Dalam sambutan pembukaannya, Prof. Arry berharap sosialisasi yang disampaikan dapat dipahami oleh warga, karena mengkonsumsi bahan kimia obat dengan dosis yang tidak sesuai akan menimbulkan efek jangka pendek dan jangka panjang yang berbahaya bagi kesehatan. "Kami menghimbau agar warga berhati-hati dalam mengkonsumsi obat tradisional yang tidak memiliki sertifikat dari BPOM, dan selalu mengawasi apa yang dikonsumsi oleh anak-anaknya," ujar Prof.

Bersama Dr. apt Baitha dan Prof. Hayun, Tim Pengabdian Masyarakat FFUI yang terdiri dari Prof. Yahdiana Harahap, M.Si; Dr. apt. Febrina Amelia Saputri, M.Farm; Dr. apt. Taufiq Indra Rukmana, M. Farm; dan apt. Widya Dwi Aryati, M. Farm. Selain itu, terdapat juga anggota tambahan lainnya yang terdiri dari dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa FUI.

Disadur dari: www.ui.ac.id