Komunikasi

Google, Facebook, WhatsApp dkk Terancam Diblokir di Indonesia? Apa Itu Kebijakan PSE?

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 18 Februari 2025


KOMPAS.com - Pemerintah lewat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) belum lama ini menghimbau kembali tentang pelaksanaan pemenuhan kewajiban atas kebijakan PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) Lingkup Privat.

Atas dasar kebijakan PSE Lingkup Privat itu, Juru Bicara Kominfo, Dedy Permadi menyampaikan, individu atau perusahaan yang menyelenggarakan layanan berbasis sistem elektronik di Indonesia untuk lekas melaksanakan pendaftaran di Kominfo.

Pasalnya, pendaftaran yang dilakukan dengan menggunakan sistem online single submission-risk based approach (OSS-RBA) itu, dikatakan bakal berakhir pada 20 Juli 2022.

"Dikarenakan, batas waktu pendaftaran PSE Lingkup Privat, baik domestik atapun asing, melalui sistem online single submission-risk based approach (OSS-RBA) akan berakhir pada 20 Juli 2022," ujar Dedy di Gedung Kominfo, Jakarta Pusat, pada Rabu(22/6/2022).

Batas akhir waktu pendaftaran tersebut, disampaikan Dedy mengacu pada Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 tahun 2022 tentang Tanggal Efektif Pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat pada 14 Juni 2022.

Lalu, bagi pihak asing atau domestik yang tidak melakukan pendaftaran sebagaimana kewajiban yang tertuang pada kebijakan PSE Lingkup Privat, Dedy menjelaskan bahwa akses layanan sistem elektroniknya dapat diblokir di Indonesia.

Dari pantauan KompasTekno di situs PSE Kominfo, masih ada perusahaan asing yang belum mendaftarkan layanan sistem elektroniknya di Kominfo, seperti Google, WhatsApp, Instagram, Facebook, Twitter, Netflix, Zoom, Telegram, dan YouTube.

Jika mengacu pada himbauan dari Kominfo atas pelaksanaan kewajiban dari kebijakan PSE Lingkup Privat, dengan kata lain artinya perusahaan-perusahaan tersebut akan berpotensi juga untuk diblokir akses layanan sistem elektroniknya di Indonesia.

Lalu, apakah sebenarnya kebijakan PSE itu, yang bisa menyebabkan layanan dari Google, WhatsApp, Instagram, dan lain-lainnya terancam diblokir di Indonesia?

Apa itu PSE?

PSE adalah istilah untuk menyebut pihak yang didefinisikan sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik. Oleh karena itu, kebijakan PSE dapat secara mudah didefinisikan sebagai peraturan yang mengatur tentang Penyelenggara Sistem Elektronik.

Salah satu dasar dari kebijakan PSE adalah Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP 71/2019). Dalam PP tersebut, dapat diketahui bahwa yang dimaksud PSE adalah:

“Setiap orang, penyelenggara negara, badan usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan sistem elektronik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna sistem elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain”, bunyi Pasal 1 ayat 4 PP 71/2019.

Di sisi lain, sistem elektronik yang dimaksud dalam kebijakan PSE yaitu serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang fungsinya mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, atau menyebarkan informasi elektronik.

Atas dasar peraturan tersebut, setidaknya terdapat 2 kategori dalam PSE, yaitu PSE Lingkup Publik dan PSE Lingkup Privat. PSE Lingkup Publik merupakan instansi negara atau institusi yang ditunjuk negara, yang menyediakan layanan sistem elektronik.

Sedangkan PSE Lingkup Privat adalah individu orang, badan, atau kelompok masyarakat yang menyediakan layanan sistem elektronik. Pada kategorisasi ini, artinya Google, WhatsApp, dan sebagainya, masuk sebagai PSE Lingkup Privat.

Kewajiban PSE untuk melakukan pendaftaran ke Kominfo

Amanah dari PP 71/2019 sendiri yaitu mewajibkan untuk PSE, baik PSE Lingkup Publik maupun Privat, melaksanakan pendaftaran layanan yang diselenggarakannya ke Kominfo. Pendaftaraannya sendiri dengan tujuan untuk memetakan dan mengoordinasikan pemanfaatan teknologi informasi yang terdapat di Indonesia.

Berkaitan dengan himbauan Kominfo, pendaftaran pada PSE Lingkup Privat diselenggarakan berdasar Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (Permen Kominfo 5/2020).

Dalam peraturan tersebut, pendaftaran PSE Lingkup Privat dilakukan lewat mekanisme Online Single Submission (OSS) untuk mendapat semacam izin mengoperasikan layanan sistem elektroniknya di Indonesia.

 

Disadur dari sumber tekno.kompas.com

Selengkapnya
Google, Facebook, WhatsApp dkk Terancam Diblokir di Indonesia? Apa Itu Kebijakan PSE?

Ekonomi dan Bisnis

Berikut adalah Langkah-Langkah untuk Implementasi BPR yang Sukses:

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 18 Februari 2025


Langkah 1
Langkah ini berfokus pada persiapan dan koordinasi untuk mengimplementasikan BPR. Tujuan utamanya adalah untuk membangun dukungan manajemen yang kuat dan mengkomunikasikan dengan jelas kepada tim implementasi tentang detail proyek dan peran mereka.

Langkah 2
Langkah ini berfokus pada diagnosis bisnis dan pengukuran kinerja proses bisnis. Tujuan utamanya adalah untuk mendiagnosis dan mengidentifikasi area bermasalah dalam proses saat ini. Kinerja proses saat ini dievaluasi berdasarkan faktor-faktor yang terukur seperti waktu siklus rata-rata, jumlah kesalahan, waktu siklus rata-rata, dan jumlah keluhan pelanggan.

Langkah 3
Memilih proses untuk perubahan dan pemodelan adalah langkah kedua dalam implementasi alat rekayasa ulang proses bisnis. Proses strategis yang layak untuk diubah diidentifikasi. Mendefinisikan ulang dan memodelkan proses yang dipilih adalah tujuan utama dari langkah ini.

Langkah 4
Desain teknis dari solusi adalah tujuan utama dari langkah ini. Otomatisasi alur kerja adalah cara yang telah teruji untuk meningkatkan efisiensi operasional. Cara untuk mengotomatisasi proses bisnis yang telah dimodelkan dengan menggunakan alat dan jaringan alur kerja adalah tujuan utama di sini. Mendesain ulang dan memodelkan proses yang dipilih dilakukan dengan menggunakan alat otomatisasi alur kerja.

Langkah 5
Pelatihan dan alokasi personil untuk mengimplementasikan perubahan dilakukan pada langkah ini. Cara-cara baru dalam bekerja dengan proses baru dan cara-cara penggunaan IT dalam proses yang didesain ulang perlu dijelaskan kepada tim proyek. Langkah ini berfokus pada pelatihan personil tentang penggunaan proses baru dan mengalokasikan orang yang tepat untuk tugas-tugas yang baru.

Langkah 6
Manajemen perubahan dan pemberdayaan karyawan merupakan langkah penting bagi BPR. Manajemen perubahan yang efisien membantu membangun sikap positif terhadap perubahan di antara karyawan. Untuk meminimalisir resistensi karyawan terhadap perubahan, mereka diberdayakan dengan penilaian kinerja berbasis posisi dan sistem bonus.

Langkah 7
Langkah terakhir dalam implementasi EPR adalah pengenalan proses baru ke dalam operasi bisnis. Waktu dan tanggal ditentukan untuk memperkenalkan proses baru ke dalam bisnis. Penekanan diberikan untuk membuat karyawan memahami bahwa bekerja di bawah proses lama tidak mungkin lagi.

Langkah 8
Perbaikan proses bisnis yang berkelanjutan adalah suatu keharusan untuk mempertahankan pasar. Cara terbaik untuk memanfaatkan implementasi BPR adalah dengan mengembangkan tim ahli internal yang memberikan panduan untuk implementasi BPR di masa mendatang.

Implementasi BPR yang efektif membutuhkan pelaksanaan langkah-langkah di atas secara tepat waktu. Faktor terpenting dalam keberhasilan implementasi BPR adalah memiliki tujuan yang jelas dan menghasilkan perbaikan strategis yang jelas terhadap proses kerja yang ada. BPR adalah tentang mengimplementasikan ide-ide baru yang mengubah cara Anda terlibat dan berinteraksi dengan pelanggan.

Peran Anggota Tim dalam rekayasa ulang proses bisnis
Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa rekayasa ulang proses bisnis adalah proses invasif yang memotong beberapa operasi proses bisnis secara bersamaan. Ini adalah perubahan radikal yang membutuhkan komitmen serius dari manajemen puncak. Pada pertengahan tahun 1990-an, implementasi BPR menggunakan pendekatan tim yang mencerminkan filosofi manajemen dari atas ke bawah.

Berbagai peran dalam pendekatan tim pada BPR adalah

Ketua tim
Seorang eksekutif senior yang akan menggerakkan seluruh proses rekayasa ulang ditunjuk sebagai pemimpin tim. Orang ini pada dasarnya membayangkan dan mengesahkan keseluruhan upaya rekayasa ulang. Ketua tim adalah orang yang menunjuk pemilik proses untuk upaya rekayasa ulang. 

Pemilik proses
Pemilik proses biasanya adalah manajer tingkat senior yang bertanggung jawab atas proses atau unit bisnis tertentu. Tanggung jawab pemilik proses termasuk mengumpulkan tim dan mengawasi upaya rekayasa ulang. 

Tim rekayasa ulang
Kelompok yang dibentuk oleh orang dalam yang pekerjaannya melibatkan proses yang sedang direkayasa ulang dan orang luar yang pekerjaannya tidak terpengaruh oleh perubahan pada proses. Tim ini bertanggung jawab untuk menganalisis proses yang ada dan mengawasi desain ulangnya. 

Komite pengarah
Komite ini dibentuk oleh sekelompok manajer senior yang telah memperjuangkan konsep rekayasa ulang dalam organisasi. Para manajer ini memiliki ide yang jelas dan menetapkan tujuan spesifik untuk meningkatkan kinerja. Ketua tim memimpin komite ini dan bertanggung jawab untuk menengahi perselisihan dan membantu pemilik proses dalam mengambil keputusan tentang prioritas yang saling bertentangan. 

Czar rekayasa ulang
Individu yang bertanggung jawab atas koordinasi semua aktivitas rekayasa ulang yang sedang berlangsung setiap hari adalah Czar. Tanggung jawab utama Czar adalah memfasilitasi dan mengembangkan teknik dan alat yang dibutuhkan oleh organisasi untuk merekayasa ulang alur kerja. 

Pendekatan tim untuk rekayasa ulang proses bisnis adalah pendekatan sederhana yang mudah diikuti dan diimplementasikan. Seperti halnya mengikuti 7 langkah dalam BPR yang mengarah pada implementasi yang sukses, mengikuti pendekatan tim dalam mendefinisikan peran dan tanggung jawab untuk proses rekayasa ulang akan menghindari kebingungan dan duplikasi upaya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, rekayasa ulang proses bisnis memerlukan perombakan total terhadap proses yang ada, oleh karena itu, inisiatif tersebut memerlukan perencanaan yang matang dan kejelasan dalam pelaksanaannya. 

Tantangan dalam Rekayasa ulang proses bisnis
Ketika sebuah bisnis telah memutuskan untuk menerapkan rekayasa ulang proses bisnis, beberapa faktor harus dipertimbangkan untuk memastikan keberhasilan implementasi. Ada beberapa alasan mengapa keputusan BPR yang sudah bagus bisa gagal. Untuk implementasi BPR yang sukses, infrastruktur TI yang memadai dan kejelasan dalam prosedur implementasi adalah suatu keharusan. Meskipun BPR telah melakukan perencanaan yang matang, mengapa hampir 50% proyek gagal?

Disadur dari: cflowapps.com

Selengkapnya
Berikut adalah Langkah-Langkah untuk Implementasi BPR yang Sukses:

Ekonomi dan Bisnis

Mari Kita Pertimbangkan 5 Tantangan Teratas yang Dapat Mengacaukan Inisiatif BPR:

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 18 Februari 2025


1. Kurangnya pengetahuan:
Mengapa, kapan, di mana, dan bagaimana rekayasa ulang proses bisnis harus jelas bagi tim implementasi. Dalam skenario di mana terdapat ketidakjelasan atau kurangnya pengetahuan tentang implementasi BPR, ruang lingkup kebingungan, redundansi, dan pengulangan menjadi lebih besar. Proyek BPR yang kurang pengetahuan dan kesadaran mengakibatkan pemborosan sumber daya bisnis. Untuk mengatasi atau menghindari skenario seperti itu, tim harus dilatih dan dipandu dengan baik selama implementasi.

2. Penyimpangan dalam implementasi:
BPR tidak dapat dianggap sebagai pemicu keunggulan kompetitif secara instan, sebaliknya, proses yang menyeluruh harus diikuti dari awal hingga akhir untuk pertumbuhan yang nyata. Dalam beberapa skenario, BPR mungkin tidak cocok untuk banyak proses. Selain itu, praktik BPR tidak dapat dianggap sebagai implementasi sekali jadi, melainkan harus menjadi bagian dari strategi bisnis untuk perbaikan berkelanjutan. Praktik BPR yang tidak teratur akan menghambat peluang pertumbuhan yang ada.

3. Formulasi tim yang tidak tepat:
Persyaratan yang harus dimiliki untuk perumusan tim BPR adalah terdefinisi dengan baik, terstruktur dengan baik, memiliki pengetahuan tentang operasi dan manajemen proses serta pengetahuan dan keahlian proses bisnis yang tepat. Tim yang tidak memiliki karakteristik ini akan mengacaukan implementasi BPR.

4. Analisis yang dangkal dan kurangnya dukungan:
Analisis mendalam terhadap proses bisnis yang ada merupakan tulang punggung implementasi BPR. Tonggak proses harus ditetapkan dan dianalisis sebelum implementasi. Analisis yang tidak memadai adalah resep untuk bencana.

5. Pemanfaatan sumber daya yang tidak memadai dan tidak tepat:
Kurangnya sumber daya penting seperti sumber daya manusia yang terampil, penganggaran/pendanaan yang memadai, pengetahuan tentang perangkat BPR, ketersediaan, persetujuan yang tepat waktu, dan perangkat BPR yang tepat akan mengakibatkan kegagalan implementasi BPR. Untuk mencapai kesuksesan melalui implementasi BPR, perusahaan perlu memastikan bahwa tantangan-tantangan di atas dapat diatasi atau dihindari selama fase analisis, desain, dan implementasi.

Pro dan kontra dari BPR
Rekayasa ulang proses bisnis adalah tugas yang memiliki dampak positif dan negatif bagi bisnis. Meskipun terlihat seperti proses yang mudah, ada beberapa pro dan kontra yang menyertai implementasi BPR.

Kelebihan BPR

  • Lebih fokus pada kebutuhan pelanggan: Memberikan fokus pada bisnis dengan membuat proses inti yang berpusat pada pelanggan. Salah satu alasan utama bisnis menggunakan BPR adalah untuk meningkatkan pengalaman pelanggan dengan menyederhanakan proses yang ada dengan fokus pada kebutuhan pelanggan dan pasar.
  • BPR membantu membangun pandangan strategis tentang prosedur operasional dengan menggali metode radikal untuk meningkatkan proses bisnis. BPR berfokus pada bagaimana proses bisnis dapat dilakukan untuk hasil yang lebih baik.
  • Penghapusan langkah-langkah yang berulang dan berlebihan dapat dilakukan dengan BPR. Ketika langkah-langkah ini dihilangkan dari proses, kompleksitas dan panjangnya proses bisnis berkurang secara signifikan.
  • Meningkatkan koordinasi dan integrasi antara berbagai fungsi bisnis.
  • Memangkas penundaan dan fase-fase yang tidak penting dalam operasi dan manajemen proses untuk meningkatkan kelangsungan dan kecukupan di seluruh organisasi.
  • Jumlah proses rekonsiliasi, pemeriksaan, dan kontrol sangat berkurang dengan BPR.
  • Memeriksa pendekatan yang berpandangan pendek yang disebabkan oleh fokus yang berlebihan pada batas-batas fungsional.
  • Kekurangan BPR

Implementasi BPR tidak selalu berjalan seperti yang diharapkan. Beberapa kelemahan tertentu muncul dengan BPR yang berkisar pada awal, tujuan, hasil, dll. Kekurangan utama dari BOR adalah:

  • BPR mungkin tidak cocok untuk semua jenis bisnis karena tergantung pada faktor-faktor seperti ukuran dan ketersediaan sumber daya. Ini paling bermanfaat bagi organisasi berukuran besar. Selain itu, BPR mungkin tidak cocok untuk semua jenis proses bisnis.
  • Ada kemungkinan implementasi BPR meningkatkan efisiensi departemen atau tim dengan mengorbankan efisiensi proses secara keseluruhan.
  • BPR tidak memberikan resolusi instan terhadap hasil bisnis, BPR lebih berkontribusi terhadap manfaat bisnis jangka panjang. Kolaborasi jangka panjang membutuhkan lebih banyak usaha dan waktu.
  • Membutuhkan investasi sumber daya TI yang signifikan bersama dengan perencanaan yang tepat, eksekusi yang luar biasa, dan kerja sama tim yang kuat.
  • Keuntungan dari penerapan BPR lebih besar daripada kerugiannya, yang cukup meyakinkan bagi para spesialis BPR untuk menerapkannya untuk meningkatkan hasil bisnis.

Perbedaan antara rekayasa ulang proses bisnis dan peningkatan proses bisnis
Istilah rekayasa ulang proses bisnis dan proses bisnis sering kali digunakan secara bergantian, namun keduanya tidak memiliki arti yang sama. Ada beberapa perbedaan mendasar yang membedakan kedua pendekatan tersebut. Perbedaan pertama muncul dari istilah itu sendiri, peningkatan adalah tindakan membuat sesuatu menjadi lebih baik, sedangkan proses rekayasa ulang berarti mendesain ulang struktur atau proses bisnis secara menyeluruh. 

Upaya rekayasa ulang proses bisnis (business process reengineering/BPR) biasanya terbatas pada proyek dan berfokus pada membangun proses dari awal. Upaya ini tersebar di seluruh organisasi dan membutuhkan perubahan pola pikir yang mendasar. Di sisi lain, peningkatan proses bisnis (BPI) adalah upaya berkelanjutan yang tersebar di seluruh proyek.

Tujuan utama dari upaya peningkatan proses adalah untuk mengubah proses yang ada untuk mengoptimalkannya. Upaya peningkatan proses tidak tersebar di seluruh organisasi dan membutuhkan perubahan pola pikir secara bertahap. BPR melihat gambaran yang lebih luas dari produktivitas bisnis. BPI membantu mengidentifikasi kemacetan proses dan merekomendasikan perubahan pada fungsi-fungsi tertentu. 

Perbandingan lainnya adalah antara rekayasa ulang proses bisnis dan peningkatan berkelanjutan. Perbaikan berkelanjutan adalah upaya berkelanjutan untuk meningkatkan produk, layanan, atau proses. Upaya-upaya menuju peningkatan berkelanjutan termasuk peningkatan bertahap, di mana peningkatan dapat tercermin secara bertahap dari waktu ke waktu. Rekayasa ulang proses bisnis dianggap sebagai bagian dari peningkatan berkelanjutan, karena tim mencari cara untuk meningkatkan proses bisnis sebagai bagian dari keseluruhan cakupan peningkatan berkelanjutan.

Menjelajahi hubungan BPM dan BPR

Perbandingan lain yang patut dibahas adalah perbedaan antara BPR dan manajemen proses bisnis (BPM). BPM adalah disiplin manajemen yang berfokus pada pendefinisian dan pengotomatisan proses yang sudah ada. BPR di sisi lain sepenuhnya menata ulang cara bisnis beroperasi dan merancang proses rekayasa ulang dari perspektif pengalaman pelanggan.

BPR memiliki taruhan yang lebih tinggi karena proses dan peran yang ada saat ini dapat sepenuhnya dikesampingkan oleh inisiatif rekayasa ulang. Perspektif yang menarik di sini adalah bahwa strategi BPM yang baik dapat mengurangi kebutuhan BPR. Setiap inisiatif BPR menuntut banyak usaha dan waktu dan untuk sementara waktu mempengaruhi produktivitas organisasi. BPM yang baik menghasilkan proses yang lancar dan efektif, yang pada gilirannya mengurangi kebutuhan untuk rekayasa ulang proses. 

Strategi manajemen proses bisnis yang dirancang dengan baik dapat memenuhi kebutuhan bisnis saat ini dan juga kebutuhan di masa depan yang muncul sebagai akibat dari ekspansi bisnis. BPM yang kuat mendefinisikan peran dalam proses dengan jelas sehingga setiap pemangku kepentingan tahu persis apa yang diharapkan dari peran mereka. Sebaliknya, BPM yang tidak dirancang dengan baik akan menimbulkan kemacetan dan masalah yang sulit dilacak dan diselesaikan.

Ketika manajemen proses bisnis tidak direncanakan dan dijalankan dengan baik, kebutuhan untuk merekayasa ulang proses akan sangat sering muncul. Ketika anda menjalankan inisiatif BPM dengan bantuan alat otomatisasi alur kerja tanpa kode seperti Cflow, tingkat keberhasilannya meningkat secara substansial. Alat otomatisasi yang kaya akan visual seperti Cflow memberikan pemahaman yang lebih baik tentang proses, yang pada gilirannya memudahkan untuk mendefinisikan inisiatif BPM dengan jelas. 

Ketergantungan TI pada BPR
Teknologi informasi memainkan peran penting dalam keberhasilan BPR. Hal ini meningkatkan efektivitas implementasi BPR. Dari database bersama hingga jaringan telekomunikasi hingga alat pendukung keputusan - TI menyediakan beberapa alat untuk implementasi BPR. Otomatisasi manajemen proses bisnis adalah alat yang sangat berguna untuk implementasi BPR.

Otomatisasi alur kerja membantu meningkatkan efisiensi proses dengan menghilangkan redundansi dan pengulangan dari operasi bisnis. Cflow adalah alat otomatisasi alur kerja yang dapat mengotomatiskan alur kerja bisnis utama dalam jangka waktu yang sangat singkat. Alur kerja dapat sepenuhnya disesuaikan dengan kebutuhan bisnis yang unik.

Kesimpulan
Keputusan untuk melakukan rekayasa ulang proses bisnis harus diambil setelah mempertimbangkan semua faktor yang telah dijelaskan pada bagian di atas. Strategi rekayasa ulang harus fokus pada penggunaan teknologi untuk meningkatkan layanan dan keterlibatan pelanggan. Alat otomatisasi alur kerja seperti Cflow dapat sangat berguna dalam keberhasilan implementasi BPR. 

Secara sederhana, rekayasa ulang proses bisnis berarti mengubah cara seseorang melakukan pekerjaan sehingga hasil yang lebih baik dapat dicapai. BPR mendefinisikan ulang alur kerja untuk meningkatkan layanan nasabah, mencapai tingkat efisiensi yang lebih tinggi, dan memangkas biaya operasional. Implementasi BPR perlu direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis.

Disadur dari: cflowapps.com

Selengkapnya
Mari Kita Pertimbangkan 5 Tantangan Teratas yang Dapat Mengacaukan Inisiatif BPR:

Keuangan

Semakin Maraknya Kasus Investasi Bodong, Bappebti Harus Seperti OJK?

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 18 Februari 2025


Direktur PT. TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengusulkan, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) segera dilepaskan dari bayang-bayang Kementerian Perdagangan (Kemendag). Menurut Ibrahim, sudah waktunya Bappebti menghadapi transformasi sebagaimana Bapepam-LK menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sehingga mempunyai kekuatan khususnya dalam mengawasi perdagangan berjangka komoditas yang makin marak terlibat kasus penipuan, dilansir dari CNBC Indonesia, Jakarta.

"Terdapat cetusan Presiden mencari syarat-syarat tertentu untuk menjadi Kepala Bappebti, itu telah menjadi sinyal. Hal ini membuktikan kekhawatiran Presiden tentang masa depan perdagangan komoditas berjangka. Terlebih lagi, ke depan ada rencana bursa kripto. Kripto ini akan sangat berfluktuasi ke depan. Jadi, seharusnya Bappebti terlepas dari bayang-bayang Kemendag," tutur Ibrahim kepada CNBC Indonesia, Rabu (8/6/2022).

"Jadi Ketua Komisioner sekaligus anggotanya akan langsung di bawah Presiden. Kalau saat ini yang memilihnya Mendag," ujarnya.

Selama ini, Bappebti hanya mempunyai wewenang membuat daftar pialang berjangka yang dinyatakan legal dan tidak legal. Berada di bawah Kemendag, ungkapnya, Bappebti akan senantiasa diintervensi sehingga tak dapat membuat keputusan mandiri.

"Bappebti itu tidak memiliki power. Dia hanya dapat mengatakan mana yang ilegal. Jika ingin wewenangnya luas, bisa seperti OJK, ya harus independen. Komisionernya sampai anggotanya dipilih oleh Presiden, kemudian fit and proper test oleh DPR. Sehingga seluruh pihak akan lebih melek aturan serta bagaimana itu perdagangan komoditas berjangka," ungkapnya.

Selama ini, keluhnya, Presiden bahkan Menteri tak pernah memberikan perhatian khusus terhadap komoditas berjangka. Buktinya, setiap pembukaan perdagangan, Presiden atau Menteri hanya datang ke pasar saham, Bursa Efek Indonesia (BEI).

"Mendag pun, andaikan memang memahami lebih soal keberadaan Bappebti, regulasi komoditas berjangka, sebaiknya dapat langsung membantah pernyataan DPR (soal setoran) itu. Tetapi mungkin Mendag sedang pusing."

Ibrahim Assuaibi, Direktur PT TRFX Garuda Berjangka

Dia menjelaskan, keberadaan robot trading yang sebetulnya ilegal, selama ini pun tak pernah mendapat perhatian khusus. Padahal, robot trading selalu dipromosikan di televisi sehingga menarik minat masyarakat.

"Kini, terutama sejak Pandemi Covid-19, banyak korban penipuan muncul, banyak kasus investasi ilegal, barulah pemerintah aware. Tetapi, belum melek regulasinya, yang diatur dalam Undang-Undang (UU) No 32/1997 yang direvisi jadi UU No 10/2011 tentang Perdagangan Berjangka," ungkap Ibrahim.

Akibatnya, Bappebti akan selalu menjadi kambing hitam karena praktik-praktik ilegal seperti penipuan investasi robot trading marak. Padahal, robot trading merupakan buatan manusia.

"Itu buatan pialang ilegal. Hanya karena belum semua aware mereka jadi memiliki celah," ungkapnya.

"Jika Bappebti ingin direformasi, tidak cukup hanya melek teknologi. Tetapi mengetahui perdagangan berjangka, paham regulasi, bahkan harus memahami sampai nanti jika menjadi bursa kripto. Mulai dari melepaskan Bappebti dari Kemendag, rombak lembaganya, mengganti namanya, memberikan wewenang lebih. Jika tidak seperti itu, tidak akan berkembang," ungkapnya.

Dengan seperti itu, lanjut dia, regulasi tentang Bappebti pun harus diubah.

"Jadi agar tidak ada salah kaprah. Masa pejabat Bappebti menerima setoran dari pialang ilegal? Bappebti hanya mengurusi pialang legal. Lalu Bappebti kok bisa rapat dengan DPR? Jadi jangan karena tidak tahu, asal nyeplos. Mendag pun, andaikan memang memahami lebih soal keberadaan Bappebti, regulasi komoditas berjangka, seharusnya bisa langsung membantah pernyataan DPR (soal setoran) itu. Tapi mungkin Mendag sedang pusing," ungkapnya.


Disadur dari sumber cnbcindonesia.com

Selengkapnya
Semakin Maraknya Kasus Investasi Bodong, Bappebti Harus Seperti OJK?

Rantai Pasok Digital

Kinerja Berkelanjutan melalui Rantai Pasokan Digital di Era Industri 4.0: Di Tengah Pengalaman Pandemi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 18 Februari 2025


     Pendahuluan

Dalam era Industry 4.0, teknologi digital telah menjadi kunci utama dalam meningkatkan kinerja berkelanjutan (Sustainable Performance/S.P.) perusahaan, terutama di tengah tantangan pandemi COVID-19. Artikel ini, yang ditulis oleh Sudhanshu Joshi dan Manu Sharma, mengeksplorasi bagaimana teknologi Industry 4.0 (I4TEs) dan rantai pasok digital (Digital Supply Chains/DSCs) dapat membantu perusahaan mencapai stabilitas ekonomi, ketangkasan, dan kinerja berkelanjutan. Studi ini menggunakan metode survei dengan 202 responden yang valid, dan analisis data dilakukan melalui Confirmatory Factor Analysis (CFA) dan Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM).

     Studi Kasus dan Temuan Utama

1.  Pengaruh I4TEs pada Kinerja Berkelanjutan (S.P.)   

   Studi ini menemukan bahwa I4TEs seperti Big Data Analytics (BDA), Internet of Things (IoT), dan manufaktur aditif (Additive Manufacturing/AM) secara langsung meningkatkan kinerja berkelanjutan perusahaan. Misalnya, penggunaan IoT dalam rantai pasok membantu perusahaan mengurangi emisi gas rumah kaca dan limbah, sementara BDA memungkinkan prediksi permintaan yang lebih akurat, mengurangi risiko kelebihan stok atau kekurangan stok.

2.  Peran Mediasi Rantai Pasok Digital (DSCs)   

   Rantai pasok digital berperan sebagai mediator penuh antara I4TEs dan S.P. Artinya, tanpa DSCs, dampak I4TEs terhadap kinerja berkelanjutan tidak akan signifikan. DSCs memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan transparansi, kolaborasi, dan responsivitas, yang pada akhirnya meningkatkan ketahanan dan kesiapan perusahaan dalam menghadapi gangguan seperti pandemi.

3.  Dimensi Rantai Pasok Digital   

   Studi ini mengidentifikasi lima dimensi utama DSCs yang berkontribusi pada kinerja berkelanjutan:

   -  Agility and Responsiveness (AaR) : Kemampuan perusahaan untuk merespons perubahan dengan cepat.

   -  Digital Collaboration (D.C.) : Kolaborasi digital dengan mitra strategis untuk mengurangi risiko.

   -  Intelligent Optimization (IO) : Penggunaan kombinasi manusia-mesin untuk pengambilan keputusan yang optimal.

   -  End-to-End Transparency (E.E.) : Transparansi penuh dalam rantai pasok untuk meningkatkan kepercayaan.

   -  Holistic Decision-Making (H.D.) : Pendekatan terintegrasi untuk pengambilan keputusan.

4.  Implikasi Pandemi COVID-19   

   Pandemi telah menguji ketahanan rantai pasok global. Studi ini menunjukkan bahwa 35% produsen melaporkan kegagalan jaringan rantai pasok akibat COVID-19. Namun, perusahaan yang mengadopsi I4TEs dan DSCs menunjukkan pemulihan yang lebih cepat dan lebih baik dalam menghadapi gangguan.

     Analisis dan Kritik

1.  Kontribusi Teoritis   

   Artikel ini memberikan kontribusi signifikan dalam literatur manajemen rantai pasok dengan mengintegrasikan teori pemrosesan informasi (Information Processing Theory/IPT) untuk menjelaskan bagaimana DSCs dapat meningkatkan kinerja berkelanjutan. Studi ini juga memperluas pemahaman tentang peran mediasi DSCs dalam hubungan antara I4TEs dan S.P.

2.  Keterbatasan Studi   

   Meskipun memberikan wawasan berharga, studi ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, data dikumpulkan selama pandemi, yang mungkin memengaruhi respons responden. Kedua, studi ini hanya berfokus pada perusahaan di India, sehingga temuan mungkin tidak dapat digeneralisasi ke negara lain. Terakhir, studi ini tidak mempertimbangkan ukuran perusahaan sebagai variabel moderasi, yang mungkin memengaruhi hasil.

3. Implikasi Manajerial 

   Studi ini menawarkan beberapa rekomendasi praktis bagi manajer:

   -  Integrasi I4TEs dan DSCs : Perusahaan harus mengintegrasikan teknologi Industry 4.0 dengan rantai pasok digital untuk meningkatkan pengambilan keputusan strategis.

   -  Membangun Rantai Pasok yang Tangguh : DSCs dapat membantu perusahaan membangun rantai pasok yang lebih tangguh dan berkelanjutan, terutama dalam situasi pasca-pandemi.

   -  Responsivitas dan Transparansi : DSCs meningkatkan responsivitas dan transparansi, yang penting untuk mitigasi risiko proaktif.

Studi Kasus Nyata

Sebagai contoh, perusahaan farmasi di India yang mengadopsi DSCs dan I4TEs mampu mengurangi waktu pengiriman obat-obatan penting selama pandemi. Dengan menggunakan IoT dan BDA, perusahaan ini dapat memprediksi permintaan obat secara real-time dan mengoptimalkan distribusi, sehingga mengurangi risiko kekurangan stok.

Tren Industri dan Relevansi

Studi ini sangat relevan dengan tren industri saat ini, di mana digitalisasi dan keberlanjutan menjadi fokus utama. Dengan meningkatnya tekanan untuk mengurangi jejak karbon dan meningkatkan efisiensi operasional, perusahaan perlu mengadopsi teknologi canggih seperti I4TEs dan DSCs untuk tetap kompetitif.

Kesimpulan

Artikel ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana teknologi Industry 4.0 dan rantai pasok digital dapat meningkatkan kinerja berkelanjutan perusahaan, terutama di tengah tantangan pandemi. Meskipun memiliki beberapa keterbatasan, studi ini menawarkan rekomendasi praktis yang dapat diimplementasikan oleh perusahaan untuk membangun rantai pasok yang lebih tangguh dan berkelanjutan.

Sumber Artikel:

Joshi, S.; Sharma, M. Sustainable Performance through Digital Supply Chains in Industry 4.0 Era: Amidst the Pandemic Experience. *Sustainability 2022, 14*, 16726.

Selengkapnya
Kinerja Berkelanjutan melalui Rantai Pasokan Digital di Era Industri 4.0: Di Tengah Pengalaman Pandemi

Ekonomi dan Bisnis

Cara Memulai Rekayasa Ulang Proses Bisnis dalam 7 Langkah Mudah

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 18 Februari 2025


Pendahuluan
Memulai perjalanan langkah-langkah rekayasa ulang proses bisnis dapat merevolusi efisiensi perusahaan. Dalam blog ini, kita akan mengeksplorasi pendekatan sistematis untuk memulai BPR dalam 7 langkah mudah. Dari analisis komprehensif hingga peningkatan berkelanjutan, temukan elemen-elemen penting untuk merampingkan proses dan mendorong bisnis Anda menuju kinerja yang optimal.

Gambaran umum rekayasa ulang proses bisnis
Langkah-langkah rekayasa ulang proses bisnisadalah pendekatan strategis yang bertujuan untuk mendesain ulang dan meningkatkan proses bisnis yang ada secara fundamental untuk mencapai peningkatan yang signifikan dalam efisiensi, efektivitas, dan kinerja secara keseluruhan. Hal ini melibatkan pemeriksaan holistik dan restrukturisasi alur kerja, tugas, dan sistem dalam organisasi untuk menyelaraskannya dengan tujuan bisnis dan merespons permintaan pasar yang terus berkembang. Pentingnya Rekayasa Ulang Proses Bisnis (Business Process Reengineering/BPR) dalam meningkatkan efisiensi organisasi terletak pada kemampuannya untuk membebaskan diri dari proses tradisional yang sering kali sudah ketinggalan zaman dan menggunakan metodologi yang inovatif. BPR tidak hanya mencari peningkatan bertahap tetapi juga transformasi radikal, mendorong kelincahan dan kemampuan beradaptasi. Dengan merampingkan operasi dan menghilangkan aktivitas yang berlebihan, bisnis dapat mengurangi biaya, meningkatkan kepuasan pelanggan, dan mendapatkan keunggulan kompetitif.

Organisasi memilih BPR ketika dihadapkan pada tantangan seperti inefisiensi, kemacetan, atau proses usang yang menghambat pertumbuhan. Potensi manfaatnya meliputi peningkatan produktivitas, waktu yang lebih cepat ke pasar, pengalaman pelanggan yang lebih baik, dan pemanfaatan sumber daya yang lebih baik. Hal ini memungkinkan bisnis untuk merespons perubahan pasar, kemajuan teknologi, dan ekspektasi pelanggan secara lebih efektif, memposisikan mereka untuk sukses secara berkelanjutan dalam lingkungan yang dinamis dan kompetitif. Pada akhirnya, ini adalah katalisator untuk pembaruan organisasi, mendorong inovasi, dan mengoptimalkan proses untuk mencapai tujuan strategis jangka panjang.

Melakukan analisis proses yang komprehensif
Analisis menyeluruh terhadap proses bisnis yang ada sangat penting dalam langkah-langkah Rekayasa Ulang Proses Bisnis, memastikan pemahaman yang komprehensif tentang kondisi saat ini dan meletakkan dasar untuk perbaikan yang berarti. Hal ini membantu organisasi mengidentifikasi inefisiensi, kemacetan, dan redundansi, memberikan wawasan tentang area-area di mana peningkatan dapat menghasilkan dampak yang paling signifikan terhadap efisiensi dan efektivitas.

Metodologi dan alat bantu memainkan peran penting dalam analisis ini. Pemetaan proses adalah teknik yang umum digunakan, yang secara visual merepresentasikan setiap langkah dalam alur kerja untuk mengungkap saling ketergantungan dan potensi hambatan. Teknik seperti Pemetaan Aliran Nilai (Value Stream Mapping) mempelajari proses dari ujung ke ujung, mengungkap aktivitas yang menambah nilai dan yang tidak menambah nilai. Selain itu, wawancara, survei, dan lokakarya memfasilitasi pengumpulan wawasan dari karyawan yang berinteraksi dengan proses-proses ini setiap hari.

Alat dan teknologi canggih, termasuk perangkat lunak Business Process Management (BPM), memungkinkan organisasi untuk mendokumentasikan, memodelkan, dan mensimulasikan proses yang ada. Alat bantu process mining menganalisis catatan kejadian untuk mengungkap aliran proses dunia nyata, menjelaskan eksekusi aktual daripada proses yang dirasakan. Intinya, analisis menyeluruh memberikan dasar untuk pengambilan keputusan yang tepat selama perjalanan BPR. Analisis ini memberdayakan organisasi untuk menentukan area yang perlu ditingkatkan, mengoptimalkan alur kerja, dan mendesain ulang proses secara strategis untuk menyelaraskannya dengan tujuan bisnis secara menyeluruh.

Menetapkan sasaran dan tujuan
Menetapkan tujuan dan sasaran yang jelas sangat penting dalam langkah-langkah Rekayasa Ulang Proses Bisnis, menyediakan peta jalan untuk transformasi dan memastikan bahwa upaya tersebut secara strategis selaras dengan visi organisasi secara keseluruhan. Tujuan yang jelas membentuk kerangka kerja untuk mengevaluasi keberhasilan, memandu tim menuju hasil dan indikator kinerja tertentu. Penyelarasan dengan strategi bisnis secara keseluruhan sangat penting karena memastikan bahwa upaya BPR tidak terisolasi tetapi terintegrasi ke dalam visi organisasi yang lebih luas. Ketika tujuan BPR diselaraskan dengan strategi bisnis, upaya rekayasa ulang menjadi pendorong strategis, yang secara langsung berkontribusi pada pencapaian tujuan jangka panjang. Penyelarasan ini juga memfasilitasi komunikasi dan pemahaman yang lebih baik di seluruh organisasi, sehingga mendorong pendekatan terpadu terhadap perubahan.

Hasil BPR yang sukses didorong oleh sinergi antara perbaikan proses dan konteks bisnis yang lebih luas. Menyelaraskan tujuan dengan strategi bisnis memungkinkan organisasi untuk memprioritaskan inisiatif yang secara langsung berdampak pada daya saing, kepuasan pelanggan, dan kinerja keuangan. Selain itu, hal ini membantu organisasi untuk tetap lincah dan adaptif, memastikan bahwa proses yang direkayasa ulang tidak hanya efisien dalam jangka pendek, tetapi juga tangguh dalam menghadapi tantangan di masa depan.

Melibatkan pemangku kepentingan dan membangun tim lintas fungsional
Melibatkan para pemangku kepentingan utama di seluruh langkah Rekayasa Ulang Proses Bisnis sangat penting untuk keberhasilannya. Para pemangku kepentingan, termasuk karyawan, manajer, dan mitra eksternal, memberikan wawasan yang berharga dan pengetahuan kontekstual. Keterlibatan mereka memastikan bahwa upaya rekayasa ulang tersebut memiliki informasi yang memadai, mempertimbangkan perspektif yang beragam, dan mengumpulkan dukungan yang diperlukan untuk implementasi yang sukses.

Membentuk tim lintas fungsi dengan perspektif dan keahlian yang beragam juga sama pentingnya. Tim semacam itu membawa pemahaman yang komprehensif tentang berbagai aspek organisasi, mendorong pendekatan holistik untuk peningkatan proses. Perspektif yang beragam membantu mengidentifikasi tantangan dari berbagai sudut, sehingga menghasilkan solusi yang lebih inovatif dan mengurangi risiko mengabaikan masalah-masalah kritis. Manfaat dari tim lintas fungsi lebih dari sekadar pemecahan masalah. Kolaborasi di antara individu dengan latar belakang yang beragam menumbuhkan budaya inklusivitas, meruntuhkan sekat-sekat, dan mendorong komunikasi yang terbuka. Hal ini tidak hanya meningkatkan kualitas proses rekayasa ulang, tetapi juga berkontribusi pada fase implementasi yang lebih lancar.

Pada akhirnya, melibatkan para pemangku kepentingan utama dan membentuk tim lintas fungsi memastikan bahwa proses rekayasa ulang tidak hanya berlandaskan pada realitas organisasi tetapi juga dilengkapi dengan kebijaksanaan kolektif yang diperlukan untuk menavigasi kompleksitas. Pendekatan inklusif ini akan memberikan hasil yang baik bagi BPR dan peningkatan organisasi yang berkelanjutan.

Mengidentifikasi pendukung dan solusi teknologi
Teknologi memainkan peran penting dalam merampingkan dan mengoptimalkan proses bisnis, bertindak sebagai katalisator untuk efisiensi dan inovasi dalam perjalanan langkah-langkah Rekayasa Ulang Proses Bisnis. Alat otomatisasi dapat menghilangkan tugas-tugas manual yang memakan waktu, mengurangi kesalahan, dan meningkatkan kecepatan proses secara keseluruhan. Analisis tingkat lanjut memungkinkan organisasi untuk mendapatkan wawasan dari kumpulan data yang sangat besar, menginformasikan pengambilan keputusan berdasarkan data dan mengidentifikasi area untuk perbaikan. Identifikasi dan implementasi solusi teknologi yang relevan merupakan langkah penting dalam memanfaatkan teknologi untuk BPR. Sistem manajemen alur kerja memfasilitasi orkestrasi proses yang kompleks, memastikan kolaborasi dan komunikasi yang lancar. Sistem Manajemen Hubungan Pelanggan (CRM) dan Perencanaan Sumber Daya Perusahaan (ERP) mengintegrasikan berbagai fungsi bisnis, meningkatkan efisiensi secara keseluruhan.

Teknologi yang muncul seperti kecerdasan buatan (AI) dan otomatisasi proses robotik (RPA) berperan penting dalam upaya rekayasa ulang. Teknologi ini dapat mengotomatiskan tugas-tugas yang berulang, sehingga karyawan dapat fokus pada aktivitas yang lebih strategis dan bernilai tambah. Komputasi awan menyediakan infrastruktur yang dapat diskalakan dan fleksibel, yang mendukung implementasi proses rekayasa ulang yang gesit. Dengan mengintegrasikan teknologi ini secara bijaksana, organisasi tidak hanya dapat menyederhanakan proses tetapi juga membuktikan operasi mereka di masa depan. Identifikasi teknologi yang tepat selaras dengan tujuan BPR, mendorong peningkatan berkelanjutan dan memastikan bahwa proses yang direkayasa ulang tidak hanya efisien tetapi juga adaptif terhadap lanskap bisnis yang terus berkembang.

Mengembangkan peta jalan untuk implementasi
Membuat peta jalan yang terperinci untuk mengimplementasikan langkah-langkah Rekayasa Ulang Proses Bisnis merupakan keharusan strategis untuk memastikan transisi yang lancar dan hasil yang sukses. Mulailah dengan mengidentifikasi pemangku kepentingan utama dan memastikan komitmen mereka terhadap proses rekayasa ulang. Tetapkan tujuan yang jelas dan sasaran yang terukur, untuk memberikan kompas bagi seluruh inisiatif. Memprioritaskan perubahan sangatlah penting. Mengevaluasi proses yang telah diidentifikasi, dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti dampak, kelayakan, dan urgensi. Kategorikan perubahan ke dalam prioritas jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang untuk memfasilitasi pendekatan bertahap. Pendekatan ini meminimalkan gangguan dengan memungkinkan organisasi beradaptasi secara bertahap, menghindari perubahan radikal secara simultan yang dapat menghambat operasi.

Dalam peta jalan, jabarkan tonggak-tonggak pencapaian, jadwal, dan pihak yang bertanggung jawab untuk setiap fase. Komunikasikan dengan jelas perubahan tersebut kepada seluruh organisasi, dengan menekankan manfaat dan mengatasi kekhawatiran. Libatkan karyawan melalui program pelatihan untuk memastikan transisi yang lancar. Menerapkan pendekatan bertahap memungkinkan organisasi untuk belajar dari setiap tahap, menyesuaikan diri berdasarkan hasil nyata. Secara teratur menilai dan menilai kembali efektivitas peta jalan, memasukkan umpan balik dan menyempurnakan strategi sesuai kebutuhan. Peta jalan yang terstruktur dengan baik tidak hanya memandu proses implementasi, tetapi juga mendorong transparansi, akuntabilitas, dan visi bersama untuk keberhasilan realisasi inisiatif BPR.

Pelatihan karyawan dan manajemen perubahan
Mempersiapkan karyawan untuk menghadapi perubahan yang ditimbulkan oleh langkah-langkah Rekayasa Ulang Proses Bisnis sangat penting untuk keberhasilan implementasi dan menumbuhkan budaya organisasi yang positif selama masa transisi. Manajemen perubahan yang efektif sangat penting untuk mengurangi resistensi dan memastikan dukungan karyawan. Rencana komunikasi memainkan peran penting. Komunikasi yang transparan dan tepat waktu adalah kunci untuk mengatasi kekhawatiran dan membangun kepercayaan. Sampaikan dengan jelas alasan di balik perubahan, manfaat yang diharapkan, dan peran karyawan dalam prosesnya. Buka saluran untuk umpan balik dan dorong dialog dua arah untuk mengatasi kekhawatiran.

Program pelatihan yang komprehensif merupakan komponen penting dalam manajemen perubahan. Lengkapi karyawan dengan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk beradaptasi dengan proses dan teknologi baru. Menyesuaikan sesi pelatihan dengan peran dan departemen yang berbeda, memastikan relevansi dengan fungsi pekerjaan tertentu. Keterlibatan adalah yang terpenting. Libatkan karyawan dalam proses pengambilan keputusan jika memungkinkan, untuk memberikan rasa kepemilikan dan pemberdayaan. Kembangkan budaya pembelajaran dan kemampuan beradaptasi yang berkelanjutan. Kepemimpinan memainkan peran penting dalam memberikan contoh perilaku yang diinginkan. Para pemimpin harus memberikan contoh keterbukaan, ketangguhan, dan komitmen terhadap visi bersama dari proses yang direkayasa ulang. Dengan memprioritaskan manajemen perubahan yang efektif, organisasi dapat mengubah resistensi menjadi partisipasi aktif, menciptakan lingkungan di mana karyawan menerima perubahan yang dibawa oleh BPR dan berkontribusi secara positif terhadap keberhasilan inisiatif secara keseluruhan.

Pemantauan dan peningkatan berkelanjutan
Pemantauan dan evaluasi yang berkelanjutan terhadap proses yang telah direkayasa ulang merupakan komponen integral dari langkah-langkah rekayasa ulang proses bisnis yang sukses. Pengawasan yang berkelanjutan memastikan bahwa perbaikan yang diinginkan terwujud dan memungkinkan penyesuaian tepat waktu untuk mengatasi tantangan yang muncul. Penilaian rutin juga memberikan wawasan yang berharga tentang efektivitas perubahan yang diimplementasikan, sehingga organisasi dapat mengukur kinerja terhadap tolok ukur yang telah ditetapkan. Perbaikan berkelanjutan sangat penting untuk mempertahankan manfaat BPR. Menetapkan loop umpan balik memfasilitasi pengumpulan data dan wawasan secara real-time dari karyawan, pemangku kepentingan, dan pelanggan. Umpan balik ini menjadi katalisator untuk penyempurnaan dan pengoptimalan, memastikan bahwa proses yang direkayasa ulang tetap selaras dengan kebutuhan bisnis yang terus berkembang dan dinamika pasar eksternal.

Kemampuan beradaptasi merupakan landasan bagi BPR yang sukses. Lanskap bisnis bersifat dinamis, dan organisasi harus gesit dalam merespons pergeseran teknologi, tren pasar, dan ekspektasi nasabah. Evaluasi rutin dan mekanisme umpan balik memungkinkan organisasi untuk mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan, memanfaatkan peluang inovasi, dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Pada intinya, pemantauan, evaluasi, dan peningkatan berkelanjutan menciptakan kerangka kerja yang responsif dan tangguh untuk proses yang direkayasa ulang. Merangkul budaya adaptasi memastikan bahwa bisnis tidak hanya memenuhi tujuan saat ini, tetapi juga tetap lincah dalam menghadapi tantangan dan peluang di masa depan.

Kesimpulan
Kesimpulannya, memulai langkah-langkah rekayasa ulang proses bisnis menuntut pendekatan strategis dan komitmen untuk perbaikan berkelanjutan. Dengan mengikuti 7 langkah mudah ini, bisnis dapat membuka efisiensi, meningkatkan kelincahan, dan memposisikan diri mereka untuk kesuksesan yang berkelanjutan di pasar yang terus berkembang. Mulailah perjalanan transformasi dan berkembanglah dalam ranah proses yang dioptimalkan. Hubungi kami hari ini untuk memulai perjalanan rekayasa ulang anda.

Disadur dari: provenconsult.com

Selengkapnya
Cara Memulai Rekayasa Ulang Proses Bisnis dalam 7 Langkah Mudah
« First Previous page 903 of 1.280 Next Last »