Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 12 Juni 2025
Jakarta dan Sungai: Hubungan Vital yang Terancam
Sebagai ibu kota dengan 13 sungai utama yang melintas, DKI Jakarta punya tanggung jawab besar terhadap kesehatan lingkungan perairannya. Sungai bukan hanya saluran banjir, melainkan sumber air baku, jalur transportasi, dan bagian dari ekosistem urban yang kompleks. Namun, realita yang terungkap dalam laporan "Pemantauan Kualitas Lingkungan Air Sungai Provinsi DKI Jakarta Tahun 2021" menunjukkan bahwa sungai-sungai kita sedang dalam kondisi genting.
Dilaksanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta bersama PPLH-IPB, pemantauan ini mencakup 120 titik di 23 ruas sungai. Hasilnya: mayoritas lokasi pemantauan menunjukkan kondisi air yang tercemar berat, baik secara fisik, kimiawi, maupun biologis. Masalah ini tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga mengancam kesehatan jutaan warga Jakarta.
Cakupan dan Metodologi: Mengukur Lebih dari Sekadar Warna Air
Pemantauan dilakukan di lima DAS utama: Ciliwung, Angke-Pesanggrahan, Sunter, Cakung, dan Sentiong. Metodologi yang digunakan sangat komprehensif—mencakup 33 parameter kualitas air yang diklasifikasikan menjadi parameter fisika (seperti suhu, TDS, TSS), kimia (BOD, COD, logam berat), dan mikrobiologi (bakteri coli dan koli tinja).
Pengambilan sampel dilakukan empat kali dalam setahun pada setiap titik. Analisis dilakukan menggunakan dua pendekatan utama: metode STORET (penilaian status mutu air berdasarkan ambang batas) dan Indeks Pencemaran (IP). Kedua metode ini saling melengkapi untuk menentukan tingkat pencemaran di setiap lokasi dan mengidentifikasi sumber masalah yang paling mendesak.
Temuan Utama: Sungai Jakarta Didominasi Pencemar Organik dan Mikrobiologi
Salah satu hasil paling mengkhawatirkan adalah banyaknya titik dengan konsentrasi Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) yang sangat tinggi. BOD mencerminkan kebutuhan oksigen mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik dalam air, sedangkan COD mengukur total senyawa kimia yang dapat teroksidasi. Kadar BOD di sejumlah titik pemantauan tercatat melebihi 10 mg/L, jauh di atas ambang batas air kelas II sebesar 3 mg/L.
Selain itu, nilai Total Coliform dan Fecal Coliform di sebagian besar lokasi melampaui 2.400 MPN/100 mL, angka yang menunjukkan adanya pencemaran feses dalam jumlah besar—indikasi langsung dari limbah domestik yang tidak diolah. Pada DAS Sentiong, bahkan ditemukan nilai yang konsisten berada di atas 1.000.000 MPN/100 mL.
Temuan ini menguatkan asumsi bahwa limbah rumah tangga adalah sumber utama pencemar air sungai di Jakarta, selain limbah industri dan sedimentasi akibat erosi dan pengendapan.
Studi Kasus: DAS Ciliwung, Simbol Krisis Sungai Perkotaan
DAS Ciliwung merupakan lokasi dengan jumlah titik pemantauan terbanyak, yakni 44 titik yang tersebar dari Jakarta Selatan hingga Jakarta Utara. Sungai ini juga menerima beban aliran dari hulu di Jawa Barat, menjadikannya sangat kompleks dalam hal pengelolaan.
Salah satu titik pemantauan di sub-jaringan Istiqlal–Gajah Mada menunjukkan kadar TSS mencapai 200 mg/L dan COD mendekati 120 mg/L. Ini adalah nilai yang sangat tinggi dan masuk kategori pencemaran berat. Nilai DO (oksigen terlarut) juga sangat rendah, berkisar antara 1–2 mg/L, padahal ambang batas kualitas air yang layak membutuhkan DO minimal 4 mg/L.
Masalah juga terlihat dari pencemaran logam berat. Kandungan timbal (Pb) ditemukan hingga 0,15 mg/L, padahal ambang batas untuk air permukaan hanya 0,03 mg/L. Hal ini sangat berisiko bagi kesehatan, khususnya bila air digunakan untuk irigasi atau keperluan rumah tangga.
Pola yang Konsisten: Angke, Sunter, Cakung, hingga Sentiong Tak Luput
Bukan hanya Ciliwung yang menunjukkan gejala parah. Di DAS Angke-Pesanggrahan, ditemukan kadar amonia sebesar 3,8 mg/L dan total nitrogen yang menembus 5 mg/L. Nilai-nilai ini menunjukkan eutrofikasi, yaitu kondisi air yang kelebihan nutrien sehingga merangsang pertumbuhan alga secara berlebihan. Hal ini menyebabkan penurunan oksigen dan matinya organisme akuatik lain.
Di DAS Sunter, ditemukan kadar logam berat seperti kadmium dan merkuri yang berfluktuasi namun tetap di atas baku mutu. Bahkan beberapa titik di Kanal Timur (Cakung) mencatatkan kadar nikel hingga 0,1 mg/L—empat kali lipat dari ambang aman.
Sementara itu, DAS Sentiong, meski hanya memiliki empat titik pemantauan, menunjukkan tingkat pencemaran mikrobiologi yang sangat tinggi. Kandungan fecal coliform-nya menunjukkan bahwa DAS ini sangat rentan terhadap penyebaran penyakit berbasis air.
Evaluasi Spasial dan Temporal: Kondisi Makin Memburuk?
Laporan tahun 2021 membandingkan data dengan tahun 2018 dan 2019. Hasilnya menunjukkan bahwa pencemaran tidak membaik secara signifikan. Bahkan, di beberapa lokasi, indeks pencemaran justru meningkat, terutama dari aspek mikrobiologis.
Sebagai contoh, indeks pencemaran (IP) di DAS Angke naik dari 5,5 pada 2019 menjadi lebih dari 8 pada 2021, mengindikasikan lonjakan pencemaran dari kategori sedang menjadi berat. Di lokasi prioritas seperti Sungai Cideng dan Sungai Sunter, tren juga mengarah pada penurunan kualitas meski telah dilakukan intervensi teknis.
Penyebab Utama: Limbah Domestik, Industri, dan Penurunan Sedimentasi
Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor dominan pencemaran adalah limbah cair domestik yang langsung dibuang ke sungai. Selain itu, limbah industri dari usaha kecil hingga besar ikut memperburuk situasi. Penurunan laju sedimentasi di beberapa lokasi juga mencerminkan terhambatnya aliran akibat tumpukan endapan, mempercepat dekomposisi bahan organik dan memperburuk kondisi air.
Konsentrasi H₂S, senyawa berbau busuk yang terbentuk dari proses anaerobik, ditemukan cukup tinggi di beberapa lokasi. Ini menunjukkan air berada dalam kondisi minim oksigen, akibat penumpukan limbah yang tidak terurai dengan baik.
Rekomendasi Penting: Dari Teknologi ke Edukasi Masyarakat
Laporan ini tidak hanya menyajikan data, tetapi juga rekomendasi konkrit. Beberapa di antaranya:
Kritik dan Peluang: Mampukah Jakarta Keluar dari Krisis Air?
Laporan ini adalah langkah penting menuju transparansi lingkungan. Namun, ada beberapa catatan penting. Pertama, perlu adanya konsistensi dalam metode pemantauan dan keterlibatan lembaga independen untuk validasi data. Kedua, solusi berbasis teknologi perlu disertai regulasi ketat terhadap industri dan pengembang properti yang berpotensi mencemari sungai.
Ketiga, perlu adanya integrasi program pengelolaan sungai dengan pengendalian tata ruang, karena urbanisasi liar di bantaran sungai menyumbang kontribusi besar pada pencemaran.
Jakarta juga bisa belajar dari kota-kota besar dunia seperti Seoul yang sukses merevitalisasi Cheonggyecheon Stream melalui kolaborasi antarsektor dan investasi besar dalam infrastruktur hijau. Konsep serupa bisa diadaptasi untuk Ciliwung dan kanal-kanal utama lainnya di ibu kota.
Penutup: Sungai Jakarta Butuh Lebih dari Sekadar Normalisasi
Laporan pemantauan air sungai DKI Jakarta tahun 2021 adalah peringatan keras bagi semua pemangku kepentingan. Sungai-sungai yang dulunya menjadi nadi kehidupan kini berada di ambang kerusakan permanen. Perlu aksi nyata dan kolaborasi lintas sektor untuk menyelamatkan sistem perairan Jakarta dari krisis berkelanjutan.
Masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah harus bergerak bersama. Karena menjaga sungai bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal masa depan kota dan kesehatan generasi mendatang.
Sumber Asli
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Laporan Pemantauan Kualitas Lingkungan Air Sungai Provinsi DKI Jakarta Tahun 2021. Bekerja sama dengan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB University. Desember 2021.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 12 Juni 2025
Mengapa Kualitas Air Indonesia Perlu Mendapat Perhatian Serius?
Sebagai negara kepulauan dengan curah hujan tinggi dan iklim tropis, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjaga kualitas air. Musim hujan yang ekstrem kerap membawa limpasan air dari hulu sungai yang tercemar ke wilayah hilir. Sebaliknya, musim kemarau memperparah kekeringan dan membuat pasokan air bersih makin langka. Kombinasi ini tidak hanya menimbulkan gangguan pada sektor pertanian dan perikanan, tetapi juga meningkatkan potensi penyebaran penyakit akibat air yang terkontaminasi.
Sayangnya, masyarakat umum masih kurang menyadari pentingnya memeriksa kualitas air. Banyak yang percaya bahwa air yang tampak jernih pasti aman, padahal kandungan mikroorganisme, zat terlarut, dan bahan kimia berbahaya seringkali tidak terlihat oleh mata telanjang. Alat penguji kualitas air memang tersedia, namun penggunaannya sering dianggap mahal, rumit, dan tidak praktis, terutama bagi masyarakat di daerah terpencil.
Solusi Inovatif: Machine Learning dan Digital Image Processing
Dalam upaya menjawab tantangan tersebut, penelitian terbaru dari tim akademisi lintas kampus di Indonesia menghadirkan pendekatan yang cerdas dan terjangkau: menggunakan pengolahan citra digital dan algoritma machine learning untuk menilai kualitas air hanya dari sebuah gambar. Metode ini menggunakan algoritma Support Vector Machine (SVM) untuk mengklasifikasikan tingkat kekeruhan air berdasarkan foto.
Gambar yang diambil dari air dengan berbagai tingkat kekeruhan diproses dan dikonversi ke format grayscale, sehingga warna tidak menjadi faktor dominan. Melalui proses ekstraksi fitur warna, sistem kemudian mempelajari pola visual yang mewakili turbiditas air—atau sederhananya, seberapa keruh air tersebut.
Studi Kasus: Air Sungai Krueng Aceh
Untuk menguji model ini, para peneliti menggunakan tanah liat dari Sungai Krueng Aceh untuk membuat simulasi air dengan tujuh tingkat kekeruhan: mulai dari 0 persen (sangat jernih) hingga 100 persen (sangat keruh). Tiap sampel air memiliki volume 500 ml dan diukur tingkat TDS (Total Dissolved Solids) serta nilai pH-nya.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa air jernih pada tingkat 0 persen memiliki TDS sekitar 9,1 mg/L dan pH mendekati 6,9—cukup aman untuk dikonsumsi. Namun, seiring meningkatnya kekeruhan, kadar TDS melonjak drastis. Pada kekeruhan 100 persen, TDS mencapai hampir 1.500 mg/L dan pH-nya naik menjadi sekitar 8,85. Ini membuktikan bahwa air keruh cenderung mengandung lebih banyak zat terlarut dan bersifat lebih basa, yang keduanya bisa berbahaya bagi kesehatan.
Akurasi Sistem dalam Dunia Nyata
Model ini diuji pada beberapa gambar air sungai dan air mineral kemasan. Air mineral, seperti yang diharapkan, diklasifikasikan sebagai kelas 1 (0 persen kekeruhan) dengan prediksi TDS sekitar 9 mg/L dan pH di bawah 7, artinya tergolong sangat baik dan layak minum. Di sisi lain, air sungai dari kawasan Banda Aceh dikategorikan sebagai kelas 3, dengan tingkat kekeruhan sekitar 20 persen. TDS-nya diprediksi berada di kisaran 370 mg/L dan pH sekitar 7,3—masih tergolong baik namun memerlukan perhatian lebih jika hendak dikonsumsi secara langsung.
Hasil klasifikasi ini membuktikan bahwa model yang dibangun cukup akurat dan sejalan dengan pengukuran manual menggunakan alat portabel. Artinya, pendekatan ini dapat digunakan sebagai metode skrining awal yang murah dan cepat, sebelum dilakukan pengujian laboratorium yang lebih komprehensif.
Apa Saja Keunggulan Pendekatan Ini?
Pertama, pendekatan ini sangat hemat biaya. Tidak diperlukan alat pengukur TDS atau pH secara fisik—cukup ambil foto dengan kamera ponsel dan masukkan ke sistem berbasis machine learning. Kedua, sistem ini sangat mudah diakses dan tidak membutuhkan latar belakang teknis yang tinggi. Bahkan masyarakat desa bisa memanfaatkannya jika tersedia dalam bentuk aplikasi mobile.
Ketiga, proses klasifikasinya sangat cepat. Dalam hitungan detik, pengguna bisa mengetahui apakah air tersebut sangat baik, cukup layak, atau bahkan berbahaya untuk digunakan. Keempat, metode ini sangat relevan dengan tantangan perubahan iklim dan meningkatnya kebutuhan monitoring kualitas air secara real-time.
Tantangan dan Keterbatasan
Namun demikian, penelitian ini belum sempurna. Dataset yang digunakan hanya terdiri dari 80 gambar, yang tentu belum cukup untuk mewakili keragaman kondisi air di seluruh Indonesia. Selain itu, fokus utama penelitian ini adalah pada turbiditas dan TDS, padahal kualitas air juga sangat dipengaruhi oleh parameter lain seperti kandungan logam berat, senyawa kimia berbahaya, hingga mikroorganisme patogen.
Wilayah pengambilan sampel juga masih terbatas di satu area, yaitu Banda Aceh. Untuk meningkatkan generalisasi dan validitas model, diperlukan ekspansi ke berbagai wilayah seperti Jakarta, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua yang memiliki karakteristik lingkungan berbeda.
Rekomendasi: Menuju Sistem Cerdas Nasional
Ke depan, penelitian ini bisa dikembangkan menjadi aplikasi nasional berbasis komunitas. Misalnya, pemerintah daerah dapat menyediakan platform digital berbasis AI yang memungkinkan warga mengunggah foto air dan langsung mendapatkan hasil klasifikasinya. Dengan sistem ini, peta kualitas air real-time bisa dibuat, memberikan gambaran nasional tentang sumber daya air yang aman, perlu diawasi, atau sudah tercemar.
Selain itu, model bisa diperluas untuk mengenali senyawa kimia tertentu berdasarkan perubahan warna air yang khas. Integrasi dengan sensor IoT dan satelit juga memungkinkan deteksi pencemaran secara luas, terutama di kawasan hutan atau daerah terpencil yang sulit dijangkau.
Relevansi Global: Solusi untuk Dunia Berkembang
Bukan hanya Indonesia yang bisa mengambil manfaat dari pendekatan ini. Negara-negara berkembang lain seperti Bangladesh, Nigeria, atau bahkan daerah pedalaman India menghadapi tantangan serupa: kualitas air yang memburuk dan keterbatasan teknologi pemantauan. Sistem berbasis gambar ini bisa menjadi solusi universal yang murah, adaptif, dan cepat untuk menilai kualitas air secara massal dan mendukung agenda kesehatan global.
Kesimpulan: Teknologi yang Menghidupkan Harapan
Teknologi digital image processing dan machine learning telah membuktikan bahwa solusi pintar dan murah untuk masalah kompleks seperti kualitas air adalah mungkin. Dengan pendekatan ini, masyarakat tak lagi harus bergantung pada alat mahal atau laboratorium khusus untuk memastikan air yang mereka konsumsi aman.
Meski masih dalam tahap awal, pendekatan ini menjanjikan masa depan di mana masyarakat dapat lebih mandiri, sadar lingkungan, dan terlindungi dari ancaman kesehatan akibat air yang tercemar. Yang dibutuhkan hanyalah kemauan untuk memperluas penelitian ini, menjadikannya produk nyata, dan membawa teknologi ke tangan masyarakat luas.
Sumber Asli Artikel:
Athiya Iffaty, Adinda Salsabila, Adis Aufa Rafiqhi, Rivansyah Suhendra, Muhammad Yusuf, dan Novi Reandy Sasmita. Enhancing Water Quality Assessment in Indonesia Through Digital Image Processing and Machine Learning. Grimsa Journal of Science Engineering and Technology, Vol. 1, No. 1, 2023. DOI: 10.61975/gjset.v1i1.3.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Juni 2025
Pentingnya Pemantauan Kualitas Air secara Online
Kualitas air sungai dan danau merupakan indikator penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan mendukung aktivitas manusia seperti pertanian, perikanan, dan pariwisata. Namun, perkembangan permukiman, industri, dan perubahan fungsi lahan yang tidak terkendali menyebabkan penurunan kualitas air yang signifikan di berbagai daerah di Indonesia. Untuk mendukung pengendalian pencemaran dan pengelolaan sumber daya air yang efektif, diperlukan sistem pemantauan kualitas air yang dapat memberikan data secara real-time dan kontinyu.
Buku Pembangunan Stasiun Pemantauan Online Kualitas Air Sungai dan Danau di 6 Lokasi yang ditulis oleh Heru Dwi Wahyono dan Satmoko Yudo bersama tim merupakan hasil kerja Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang mendokumentasikan pembangunan dan penerapan teknologi pemantauan kualitas air berbasis telemetri online di enam lokasi strategis di Indonesia, yaitu Sungai Citarum, Sungai Way Sekampung, Sungai Asahan, dan Danau Toba. Buku ini menjadi referensi penting bagi pengelola sumber daya air, pemerintah, dan akademisi dalam mengoptimalkan pengawasan kualitas air.
Gambaran Umum Proyek dan Lokasi Pemantauan
Kegiatan pemantauan dilakukan di enam titik utama yang mewakili kondisi sungai dan danau di Pulau Jawa dan Sumatera, yaitu:
Setiap lokasi dipilih berdasarkan kriteria kedalaman air, cakupan jaringan GSM, keamanan lokasi, dan dukungan masyarakat setempat untuk pengawasan peralatan.
Teknologi dan Sistem Pemantauan Online
Sistem pemantauan online yang dikembangkan menggunakan teknologi telemetri berbasis jaringan komunikasi GSM dan internet, sehingga tidak memerlukan pembangunan infrastruktur komunikasi khusus. Sistem ini terdiri dari sensor multiparameter yang mampu mengukur berbagai parameter kualitas air seperti suhu, pH, dissolved oxygen (DO), total dissolved solids (TDS), kekeruhan, nitrat, amonia, dan parameter kimia lainnya.
Data yang diperoleh dikirim secara otomatis ke pusat data di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta, dan dapat diakses secara real-time melalui aplikasi web. Sistem ini dilengkapi dengan Remote Terminal Unit (RTU), data logger, dan bangunan pelindung yang dirancang khusus sesuai karakteristik lokasi untuk melindungi peralatan dari gangguan lingkungan dan vandalisme.
Hasil dan Temuan Pemantauan
Pemantauan yang dilakukan secara kontinyu memberikan gambaran dinamis kualitas air di masing-masing lokasi. Beberapa temuan utama meliputi:
Analisis data menggunakan metode Storet dan indeks pencemaran menunjukkan bahwa dari 16 lokasi pemantauan, 11 lokasi berada pada status cemar sedang, 3 lokasi cemar berat, dan 2 lokasi cemar ringan. Data ini menjadi dasar bagi perencanaan pengendalian pencemaran yang lebih tepat sasaran.
Kendala dan Solusi Teknis di Lapangan
Beberapa lokasi menghadapi kendala teknis seperti:
Solusi teknis seperti penggunaan solar cell, genset, dan desain bangunan pelindung yang sesuai telah diterapkan untuk mengatasi kendala tersebut.
Rekomendasi dan Pengembangan Ke Depan
Buku ini memberikan sejumlah rekomendasi penting untuk pengembangan dan pengoperasian sistem pemantauan online kualitas air:
Nilai Tambah dan Relevansi dengan Tren Global
Pengembangan sistem pemantauan online ini sejalan dengan tren global dalam pengelolaan sumber daya air yang menekankan penggunaan teknologi digital untuk meningkatkan efektivitas pengawasan lingkungan. Sistem ini memungkinkan pengambilan keputusan berbasis data real-time yang cepat dan akurat, mendukung upaya restorasi dan pengendalian pencemaran air secara berkelanjutan.
Selain itu, keterlibatan berbagai disiplin ilmu dalam pengembangan sistem—mulai dari lingkungan, kimia, hidrologi, hingga teknologi informasi—menunjukkan pendekatan interdisipliner yang menjadi kunci keberhasilan pengelolaan sumber daya air modern.
Kesimpulan
Buku Pembangunan Stasiun Pemantauan Online Kualitas Air Sungai dan Danau di 6 Lokasi merupakan dokumentasi komprehensif tentang penerapan teknologi telemetri online untuk pemantauan kualitas air di lokasi-lokasi strategis di Indonesia. Sistem Onlimo yang dikembangkan mampu memberikan data kontinyu dan real-time yang sangat dibutuhkan dalam pengendalian pencemaran air.
Hasil pemantauan menunjukkan adanya pencemaran dengan tingkat bervariasi di berbagai lokasi, menegaskan pentingnya pengawasan berkelanjutan dan tindakan pengendalian yang tepat. Kendala teknis yang muncul di lapangan telah diatasi dengan solusi inovatif, dan rekomendasi yang diberikan dapat menjadi pedoman bagi pengembangan sistem serupa di masa depan.
Buku ini sangat bermanfaat bagi pemerintah, pengelola sumber daya air, akademisi, dan praktisi lingkungan yang ingin memahami dan mengimplementasikan teknologi pemantauan kualitas air modern untuk mendukung keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Sumber:
Wahyono, H.D., & Yudo, S. (2021). Pembangunan Stasiun Pemantauan Online Kualitas Air Sungai dan Danau di 6 Lokasi (S. Citarum, S. Way Sekampung, S. Asahan dan Danau Toba). BPPT Press, Jakarta.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Juni 2025
Tantangan Kualitas Air Danau Batur di Bali
Danau Batur, danau terbesar di Bali dengan peranan penting sebagai sumber air dan pengatur hidrologi di kawasan Kintamani, menghadapi tekanan pencemaran yang signifikan akibat aktivitas manusia di sekitarnya. Aktivitas pertanian, budidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA), serta limbah domestik rumah tangga menjadi sumber utama pencemaran yang berpotensi menurunkan kualitas air danau. Kondisi ini diperparah oleh sistem perairan yang tertutup dan tingginya volume limbah yang dihasilkan masyarakat sekitar.
Penelitian oleh Ni Komang Ayu Septiani dkk. (2022) bertujuan menganalisis kualitas air Danau Batur berdasarkan parameter fisika, kimia, dan mikrobiologi, mengukur status mutu air menggunakan metode indeks pencemaran, serta merumuskan strategi pengendalian pencemaran dengan menggunakan analisis force field.
Pengambilan Sampel dan Analisis Parameter
Pengambilan sampel air dilakukan tiga kali di lima lokasi strategis yaitu Songan, Toya Bungkah, Kedisan, Abang, dan Trunyan pada bulan Maret dan April 2021. Pengujian parameter dilakukan secara in situ (suhu, pH, DO) dan di laboratorium (TDS, TSS, BOD, COD, nitrat, fosfat, sulfat, timbal, total coliform, fecal coliform).
Status mutu air ditentukan dengan metode indeks pencemaran berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 dan Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016. Strategi pengendalian pencemaran dirumuskan menggunakan analisis force field yang mengidentifikasi faktor pendorong dan penghambat pengendalian pencemaran melalui wawancara dan observasi terhadap aktivitas masyarakat di sekitar danau.
Hasil Penelitian: Indikasi Pencemaran dan Status Mutu Air
Dampak Aktivitas Pertanian dan Keramba Jaring Apung
Desa Abang menjadi contoh nyata bagaimana aktivitas pertanian dan budidaya ikan dapat meningkatkan pencemaran air danau. Penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan serta pakan ikan yang tidak termakan menyebabkan peningkatan bahan organik dan nutrien di perairan. Akumulasi limbah ini berkontribusi pada tingginya nilai COD dan TDS serta penurunan kadar DO, yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem danau dan kesehatan ikan.
Faktor Pendorong dan Penghambat Pengendalian Pencemaran
Analisis force field mengidentifikasi beberapa faktor pendorong pengendalian pencemaran, antara lain:
Sementara faktor penghambat meliputi:
Strategi Pengendalian Pencemaran yang Direkomendasikan
Berdasarkan analisis tersebut, strategi pengendalian yang diusulkan meliputi:
Opini dan Hubungan dengan Tren Pengelolaan Lingkungan
Penelitian ini memberikan gambaran komprehensif mengenai kondisi kualitas air Danau Batur dan mengintegrasikan pendekatan teknis dan sosial dalam merumuskan strategi pengendalian pencemaran. Pendekatan force field analysis sangat efektif dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan pengelolaan lingkungan.
Strategi yang diusulkan sejalan dengan tren global pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan dan berbasis partisipasi masyarakat. Pengembangan kewirausahaan dan pengelolaan sampah terpadu merupakan langkah penting untuk mengatasi tekanan sosial-ekonomi yang berdampak pada lingkungan.
Kesimpulan
Sumber:
Septiani, N.K.A., Suyasa, I.W.B., & Rai, I.N. (2022). Analisis Kualitas Air dan Strategi Pengendalian Pencemaran di Danau Batur Menggunakan Analisis Force Field. Ecotrophic, 16(1), 10-19.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Juni 2025
Tantangan Implementasi Hukum Lingkungan di Indonesia
Indonesia menghadapi krisis kualitas air yang serius, dengan hanya sekitar 42% penduduk memiliki akses air minum bersih. Sungai-sungai di kota-kota besar seperti Jakarta mengalami pencemaran berat, yang terlihat dari warna air yang gelap dan kondisi anaerobik. Meskipun terdapat regulasi yang mengatur pengelolaan sumber daya air dan lingkungan, penegakan hukum dan efektivitasnya masih sangat rendah.
Fokus Penelitian dan Pertanyaan Kunci
Penelitian ini berfokus pada tiga pertanyaan utama:
Waddell menegaskan bahwa meskipun faktor-faktor seperti kurangnya sumber daya manusia, dana, dan kelembagaan berkontribusi pada kegagalan implementasi, aspek fundamental yang sering diabaikan adalah lemahnya fondasi aturan hukum itu sendiri.
Positivisme Hukum dan Konsep Aturan Hukum
Disertasi ini menggunakan pendekatan yurisprudensi positivis, khususnya teori H.L.A. Hart yang membedakan antara aturan primer (yang mengatur perilaku) dan aturan sekunder (yang mengatur pengakuan, perubahan, dan penegakan aturan primer). Waddell mengadaptasi konsep ini untuk menganalisis aturan legislatif, administratif, dan regulasi publik dalam hukum lingkungan Indonesia.
Penulis menyoroti bahwa aturan hukum yang efektif harus memiliki struktur logis yang jelas, dapat dipahami, dan mampu memberikan kepastian hukum. Namun, dalam konteks hukum lingkungan Indonesia, aturan-aturan tersebut sering kali bersifat kabur, tidak spesifik, dan menggunakan bahasa pasif yang mengaburkan tanggung jawab.
Temuan Utama: Kelemahan Sistem Hukum Lingkungan Indonesia
Analisis terhadap berbagai peraturan perundang-undangan lingkungan menunjukkan beberapa kelemahan mendasar:
Studi Kasus dan Contoh Kasus
Dalam disertasi ini, Waddell juga membahas sejumlah kasus hukum lingkungan di Indonesia yang menunjukkan bagaimana lemahnya aturan hukum dan ketidakjelasan tanggung jawab menyebabkan kegagalan penegakan. Misalnya, kasus pencemaran yang melibatkan industri besar yang sulit ditindak karena ketidakjelasan aturan administratif dan prosedur sanksi.
Selain itu, penulis menyoroti bagaimana reformasi politik dan otonomi daerah yang diperkenalkan pasca-Suharto tidak diikuti dengan pembaruan hukum lingkungan yang memadai, sehingga menimbulkan kekosongan hukum dan tumpang tindih kewenangan di tingkat daerah.
Implikasi Reformasi dan Rekomendasi
Waddell menegaskan bahwa reformasi hukum lingkungan di Indonesia harus dimulai dari pengakuan terhadap pentingnya aturan hukum yang kuat sebagai fondasi sistem hukum yang efektif. Beberapa rekomendasi utama meliputi:
Penulis juga menekankan pentingnya penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam penyusunan peraturan agar dapat menciptakan pemahaman hukum yang sama di antara para pembuat dan pelaksana hukum.
Konteks Sosial dan Politik: Reformasi dan Tantangan Masa Depan
Disertasi ini ditempatkan dalam konteks perubahan politik Indonesia pasca-reformasi 1998 yang membuka peluang bagi pembaruan hukum dan tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Namun, Waddell menunjukkan bahwa tanpa fondasi aturan hukum yang kuat, reformasi tersebut belum mampu mengatasi masalah lingkungan secara efektif.
Selain itu, disertasi ini mengkaji bagaimana konsep negara hukum (Rechtsstaat) dan Pancasila sebagai dasar negara mempengaruhi perkembangan hukum lingkungan di Indonesia. Penulis mengkritik adanya kecenderungan romantisisme hukum yang mengaburkan batasan kekuasaan dan tanggung jawab, sehingga menghambat terciptanya sistem hukum yang rasional dan efektif.
Nilai Tambah dan Perbandingan dengan Studi Lain
Penelitian ini memberikan kontribusi penting dengan pendekatan yurisprudensial yang mendalam dan kritis terhadap hukum lingkungan Indonesia, berbeda dengan studi yang lebih fokus pada aspek teknis atau kebijakan lingkungan. Pendekatan ini membuka wawasan baru tentang bagaimana struktur, bentuk, dan gaya aturan hukum mempengaruhi efektivitas pengelolaan lingkungan.
Dibandingkan dengan negara lain yang telah mengembangkan sistem hukum lingkungan yang kuat, Indonesia masih tertinggal dalam hal penyusunan aturan yang sistematis dan penegakan hukum yang konsisten. Studi ini menjadi referensi penting bagi pembuat kebijakan, akademisi, dan praktisi hukum yang ingin memperkuat sistem hukum lingkungan di Indonesia.
Kesimpulan
Disertasi S.K. Waddell mengungkap bahwa masalah utama dalam pengelolaan kualitas air dan hukum lingkungan di Indonesia bukan hanya kegagalan implementasi, tetapi juga terletak pada lemahnya fondasi aturan hukum itu sendiri. Aturan yang kabur, tidak spesifik, dan kompleks menghambat kepastian hukum dan penegakan yang efektif.
Reformasi hukum lingkungan harus dimulai dengan memperkuat aturan hukum melalui penyusunan yang jelas, penguatan aturan administratif dan sanksi, serta peningkatan kapasitas penegakan hukum. Selain itu, perubahan budaya hukum dan penggunaan bahasa yang tepat dalam legislasi sangat penting untuk menciptakan sistem hukum lingkungan yang efektif dan berkelanjutan.
Penelitian ini menjadi pijakan penting dalam upaya reformasi hukum lingkungan di Indonesia, khususnya dalam konteks pengelolaan kualitas air yang merupakan isu krusial bagi kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Sumber:
Waddell, S.K. (2004). The Role of the ‘Legal Rule’ in Indonesian Law: Environmental Law and Reformasi of Water Quality Management. Doctorate of Philosophy, University of Sydney.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Juni 2025
Dinamika Kualitas Air Sungai Cisadane dan Tantangan Pemantauan
Sungai Cisadane merupakan salah satu sungai penting di Indonesia yang melintasi lima wilayah administratif, yaitu Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Tangerang Selatan. Sungai sepanjang 126 km ini memiliki peran vital sebagai sumber air baku untuk PDAM, industri, pertanian, dan kebutuhan rumah tangga masyarakat di sekitarnya. Namun, tingginya aktivitas manusia dan industri di sepanjang aliran sungai menyebabkan beban pencemaran yang signifikan, sehingga kualitas air mengalami penurunan yang dinamis dan berkelanjutan.
Penurunan kualitas air ini menuntut adanya pemantauan yang cepat, akurat, dan berkelanjutan agar pencemaran dapat dicegah dan dikendalikan secara efektif. Selama ini, pemantauan kualitas air dilakukan secara manual dan parsial yang memiliki keterbatasan waktu, biaya, dan cakupan. Oleh karena itu, penelitian oleh Ramadhawati dkk. (2021) memperkenalkan pemantauan kualitas air Sungai Cisadane secara online menggunakan teknologi telemetri Onlimo yang dapat memberikan data real-time dan kontinu.
Metode Penelitian: Teknologi Telemetri Onlimo dan Analisis Metode STORET
Penelitian ini menggunakan tiga stasiun pengamatan yang strategis di Sungai Cisadane, yaitu:
Pemantauan menggunakan sensor multiparameter Onlimo yang mengukur suhu, daya hantar listrik (DHL), total dissolved solids (TDS), kekeruhan, dissolved oxygen (DO), pH, dan nitrat secara otomatis dan mengirim data ke pusat secara online dengan interval yang dapat diatur, termasuk fitur early warning system (EWS).
Data yang diperoleh dianalisis dengan metode STORET, sebuah metode evaluasi status mutu air yang menggunakan data time series untuk memberikan gambaran kualitas air secara menyeluruh dan mudah dipahami oleh berbagai kalangan.
Hasil dan Pembahasan
Suhu dan Dissolved Oxygen (DO)
Penurunan DO ini berkaitan dengan peningkatan bahan organik dari limbah domestik dan industri yang terdekomposisi, mengurangi oksigen terlarut. Selain itu, nilai kekeruhan yang tinggi di Stasiun 1 (13,89–105,5 NTU) menghambat difusi oksigen.
TDS, Daya Hantar Listrik (DHL), dan Kekeruhan
Kekeruhan yang tinggi dapat menghambat fotosintesis dan mengganggu ekosistem perairan.
pH dan Nitrat
Nitrat tinggi umumnya berasal dari limbah pertanian, domestik, dan aktivitas MCK di sepanjang sungai.
Status Mutu Air Berdasarkan Metode STORET
Secara keseluruhan, Sungai Cisadane berada dalam kategori tercemar sedang, dengan parameter utama yang tidak memenuhi baku mutu adalah DO, pH, TDS, dan nitrat.
Dampak Aktivitas Manusia terhadap Kualitas Air Sungai Cisadane
Sungai Cisadane bagian hilir (Stasiun 2 dan 3) mengalami penurunan kualitas air yang signifikan akibat limbah domestik dan industri dari permukiman padat, kawasan perkantoran, pusat perbelanjaan, dan kuliner. Limbah ini meningkatkan bahan organik dan nutrien yang menyebabkan penurunan DO dan pH, serta peningkatan TDS dan nitrat.
Curah hujan yang tinggi di hilir juga berkontribusi terhadap peningkatan kekeruhan dan pengangkutan limbah ke sungai. Aktivitas MCK di sepanjang sungai memperparah kontaminasi nitrat, sehingga berpotensi menimbulkan risiko kesehatan masyarakat.
Opini dan Perbandingan dengan Penelitian Lain
Pemanfaatan teknologi pemantauan online seperti Onlimo memberikan keunggulan signifikan dibandingkan metode manual, yaitu data real-time, efisiensi waktu dan biaya, serta kemampuan early warning system. Hal ini sesuai dengan tren global dalam pengelolaan sumber daya air yang mengutamakan teknologi digital dan partisipasi multi-pihak.
Penelitian ini konsisten dengan temuan Siahaan et al. (2011) dan Namara et al. (2016) yang menunjukkan penurunan kualitas air dari hulu ke hilir Sungai Cisadane. Namun, teknologi Onlimo memberikan data yang lebih cepat dan akurat sehingga dapat mendukung pengambilan keputusan yang lebih responsif.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Sumber:
Ramadhawati, D., Wahyono, H. D., & Santoso, A. D. (2021). Pemantauan Kualitas Air Sungai Cisadane Secara Online dan Analisa Status Mutu Menggunakan Metode STORET. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan, 13(2), 76-91.