Mengapa Kualitas Air Indonesia Perlu Mendapat Perhatian Serius?
Sebagai negara kepulauan dengan curah hujan tinggi dan iklim tropis, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjaga kualitas air. Musim hujan yang ekstrem kerap membawa limpasan air dari hulu sungai yang tercemar ke wilayah hilir. Sebaliknya, musim kemarau memperparah kekeringan dan membuat pasokan air bersih makin langka. Kombinasi ini tidak hanya menimbulkan gangguan pada sektor pertanian dan perikanan, tetapi juga meningkatkan potensi penyebaran penyakit akibat air yang terkontaminasi.
Sayangnya, masyarakat umum masih kurang menyadari pentingnya memeriksa kualitas air. Banyak yang percaya bahwa air yang tampak jernih pasti aman, padahal kandungan mikroorganisme, zat terlarut, dan bahan kimia berbahaya seringkali tidak terlihat oleh mata telanjang. Alat penguji kualitas air memang tersedia, namun penggunaannya sering dianggap mahal, rumit, dan tidak praktis, terutama bagi masyarakat di daerah terpencil.
Solusi Inovatif: Machine Learning dan Digital Image Processing
Dalam upaya menjawab tantangan tersebut, penelitian terbaru dari tim akademisi lintas kampus di Indonesia menghadirkan pendekatan yang cerdas dan terjangkau: menggunakan pengolahan citra digital dan algoritma machine learning untuk menilai kualitas air hanya dari sebuah gambar. Metode ini menggunakan algoritma Support Vector Machine (SVM) untuk mengklasifikasikan tingkat kekeruhan air berdasarkan foto.
Gambar yang diambil dari air dengan berbagai tingkat kekeruhan diproses dan dikonversi ke format grayscale, sehingga warna tidak menjadi faktor dominan. Melalui proses ekstraksi fitur warna, sistem kemudian mempelajari pola visual yang mewakili turbiditas air—atau sederhananya, seberapa keruh air tersebut.
Studi Kasus: Air Sungai Krueng Aceh
Untuk menguji model ini, para peneliti menggunakan tanah liat dari Sungai Krueng Aceh untuk membuat simulasi air dengan tujuh tingkat kekeruhan: mulai dari 0 persen (sangat jernih) hingga 100 persen (sangat keruh). Tiap sampel air memiliki volume 500 ml dan diukur tingkat TDS (Total Dissolved Solids) serta nilai pH-nya.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa air jernih pada tingkat 0 persen memiliki TDS sekitar 9,1 mg/L dan pH mendekati 6,9—cukup aman untuk dikonsumsi. Namun, seiring meningkatnya kekeruhan, kadar TDS melonjak drastis. Pada kekeruhan 100 persen, TDS mencapai hampir 1.500 mg/L dan pH-nya naik menjadi sekitar 8,85. Ini membuktikan bahwa air keruh cenderung mengandung lebih banyak zat terlarut dan bersifat lebih basa, yang keduanya bisa berbahaya bagi kesehatan.
Akurasi Sistem dalam Dunia Nyata
Model ini diuji pada beberapa gambar air sungai dan air mineral kemasan. Air mineral, seperti yang diharapkan, diklasifikasikan sebagai kelas 1 (0 persen kekeruhan) dengan prediksi TDS sekitar 9 mg/L dan pH di bawah 7, artinya tergolong sangat baik dan layak minum. Di sisi lain, air sungai dari kawasan Banda Aceh dikategorikan sebagai kelas 3, dengan tingkat kekeruhan sekitar 20 persen. TDS-nya diprediksi berada di kisaran 370 mg/L dan pH sekitar 7,3—masih tergolong baik namun memerlukan perhatian lebih jika hendak dikonsumsi secara langsung.
Hasil klasifikasi ini membuktikan bahwa model yang dibangun cukup akurat dan sejalan dengan pengukuran manual menggunakan alat portabel. Artinya, pendekatan ini dapat digunakan sebagai metode skrining awal yang murah dan cepat, sebelum dilakukan pengujian laboratorium yang lebih komprehensif.
Apa Saja Keunggulan Pendekatan Ini?
Pertama, pendekatan ini sangat hemat biaya. Tidak diperlukan alat pengukur TDS atau pH secara fisik—cukup ambil foto dengan kamera ponsel dan masukkan ke sistem berbasis machine learning. Kedua, sistem ini sangat mudah diakses dan tidak membutuhkan latar belakang teknis yang tinggi. Bahkan masyarakat desa bisa memanfaatkannya jika tersedia dalam bentuk aplikasi mobile.
Ketiga, proses klasifikasinya sangat cepat. Dalam hitungan detik, pengguna bisa mengetahui apakah air tersebut sangat baik, cukup layak, atau bahkan berbahaya untuk digunakan. Keempat, metode ini sangat relevan dengan tantangan perubahan iklim dan meningkatnya kebutuhan monitoring kualitas air secara real-time.
Tantangan dan Keterbatasan
Namun demikian, penelitian ini belum sempurna. Dataset yang digunakan hanya terdiri dari 80 gambar, yang tentu belum cukup untuk mewakili keragaman kondisi air di seluruh Indonesia. Selain itu, fokus utama penelitian ini adalah pada turbiditas dan TDS, padahal kualitas air juga sangat dipengaruhi oleh parameter lain seperti kandungan logam berat, senyawa kimia berbahaya, hingga mikroorganisme patogen.
Wilayah pengambilan sampel juga masih terbatas di satu area, yaitu Banda Aceh. Untuk meningkatkan generalisasi dan validitas model, diperlukan ekspansi ke berbagai wilayah seperti Jakarta, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua yang memiliki karakteristik lingkungan berbeda.
Rekomendasi: Menuju Sistem Cerdas Nasional
Ke depan, penelitian ini bisa dikembangkan menjadi aplikasi nasional berbasis komunitas. Misalnya, pemerintah daerah dapat menyediakan platform digital berbasis AI yang memungkinkan warga mengunggah foto air dan langsung mendapatkan hasil klasifikasinya. Dengan sistem ini, peta kualitas air real-time bisa dibuat, memberikan gambaran nasional tentang sumber daya air yang aman, perlu diawasi, atau sudah tercemar.
Selain itu, model bisa diperluas untuk mengenali senyawa kimia tertentu berdasarkan perubahan warna air yang khas. Integrasi dengan sensor IoT dan satelit juga memungkinkan deteksi pencemaran secara luas, terutama di kawasan hutan atau daerah terpencil yang sulit dijangkau.
Relevansi Global: Solusi untuk Dunia Berkembang
Bukan hanya Indonesia yang bisa mengambil manfaat dari pendekatan ini. Negara-negara berkembang lain seperti Bangladesh, Nigeria, atau bahkan daerah pedalaman India menghadapi tantangan serupa: kualitas air yang memburuk dan keterbatasan teknologi pemantauan. Sistem berbasis gambar ini bisa menjadi solusi universal yang murah, adaptif, dan cepat untuk menilai kualitas air secara massal dan mendukung agenda kesehatan global.
Kesimpulan: Teknologi yang Menghidupkan Harapan
Teknologi digital image processing dan machine learning telah membuktikan bahwa solusi pintar dan murah untuk masalah kompleks seperti kualitas air adalah mungkin. Dengan pendekatan ini, masyarakat tak lagi harus bergantung pada alat mahal atau laboratorium khusus untuk memastikan air yang mereka konsumsi aman.
Meski masih dalam tahap awal, pendekatan ini menjanjikan masa depan di mana masyarakat dapat lebih mandiri, sadar lingkungan, dan terlindungi dari ancaman kesehatan akibat air yang tercemar. Yang dibutuhkan hanyalah kemauan untuk memperluas penelitian ini, menjadikannya produk nyata, dan membawa teknologi ke tangan masyarakat luas.
Sumber Asli Artikel:
Athiya Iffaty, Adinda Salsabila, Adis Aufa Rafiqhi, Rivansyah Suhendra, Muhammad Yusuf, dan Novi Reandy Sasmita. Enhancing Water Quality Assessment in Indonesia Through Digital Image Processing and Machine Learning. Grimsa Journal of Science Engineering and Technology, Vol. 1, No. 1, 2023. DOI: 10.61975/gjset.v1i1.3.