Tantangan Implementasi Hukum Lingkungan di Indonesia
Indonesia menghadapi krisis kualitas air yang serius, dengan hanya sekitar 42% penduduk memiliki akses air minum bersih. Sungai-sungai di kota-kota besar seperti Jakarta mengalami pencemaran berat, yang terlihat dari warna air yang gelap dan kondisi anaerobik. Meskipun terdapat regulasi yang mengatur pengelolaan sumber daya air dan lingkungan, penegakan hukum dan efektivitasnya masih sangat rendah.
Fokus Penelitian dan Pertanyaan Kunci
Penelitian ini berfokus pada tiga pertanyaan utama:
- Bagaimana karakterisasi hukum lingkungan Indonesia dari perspektif yurisprudensi umum?
- Apakah legislasi lingkungan terkait pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran sudah memadai? Jika tidak, mengapa?
- Dalam kondisi apa hukum lingkungan yang lebih memadai dapat dikembangkan di era reformasi?
Waddell menegaskan bahwa meskipun faktor-faktor seperti kurangnya sumber daya manusia, dana, dan kelembagaan berkontribusi pada kegagalan implementasi, aspek fundamental yang sering diabaikan adalah lemahnya fondasi aturan hukum itu sendiri.
Positivisme Hukum dan Konsep Aturan Hukum
Disertasi ini menggunakan pendekatan yurisprudensi positivis, khususnya teori H.L.A. Hart yang membedakan antara aturan primer (yang mengatur perilaku) dan aturan sekunder (yang mengatur pengakuan, perubahan, dan penegakan aturan primer). Waddell mengadaptasi konsep ini untuk menganalisis aturan legislatif, administratif, dan regulasi publik dalam hukum lingkungan Indonesia.
Penulis menyoroti bahwa aturan hukum yang efektif harus memiliki struktur logis yang jelas, dapat dipahami, dan mampu memberikan kepastian hukum. Namun, dalam konteks hukum lingkungan Indonesia, aturan-aturan tersebut sering kali bersifat kabur, tidak spesifik, dan menggunakan bahasa pasif yang mengaburkan tanggung jawab.
Temuan Utama: Kelemahan Sistem Hukum Lingkungan Indonesia
Analisis terhadap berbagai peraturan perundang-undangan lingkungan menunjukkan beberapa kelemahan mendasar:
- Ketiadaan Aturan Administratif yang Jelas: Banyak ketentuan yang bersifat pemberian izin tanpa aturan prosedural yang rinci, sehingga mengaburkan pembagian tugas dan tanggung jawab antar lembaga.
- Bahasa Hukum yang Kabur dan Kompleks: Penggunaan istilah yang tidak terdefinisi dengan jelas, kalimat pasif, dan struktur bahasa yang tidak efektif menyebabkan aturan sulit dipahami dan diinterpretasikan secara konsisten.
- Minimnya Ketentuan Larangan yang Tegas: Sebagian besar aturan hanya berupa kewajiban yang samar tanpa sanksi yang jelas atau larangan yang tegas, sehingga mengurangi efektivitas penegakan hukum.
- Ketergantungan pada Peraturan Turunan dan Pedoman: Banyak ketentuan penting diserahkan pada peraturan pemerintah atau pedoman yang memiliki kekuatan hukum lebih rendah, sehingga mengurangi kepastian hukum.
- Kelemahan dalam Penegakan Hukum dan Peran Pengadilan: Kasus-kasus lingkungan yang masuk pengadilan sering kali tidak mendapatkan interpretasi hukum yang kuat, sebagian karena aturan yang lemah dan tidak jelas.
Studi Kasus dan Contoh Kasus
Dalam disertasi ini, Waddell juga membahas sejumlah kasus hukum lingkungan di Indonesia yang menunjukkan bagaimana lemahnya aturan hukum dan ketidakjelasan tanggung jawab menyebabkan kegagalan penegakan. Misalnya, kasus pencemaran yang melibatkan industri besar yang sulit ditindak karena ketidakjelasan aturan administratif dan prosedur sanksi.
Selain itu, penulis menyoroti bagaimana reformasi politik dan otonomi daerah yang diperkenalkan pasca-Suharto tidak diikuti dengan pembaruan hukum lingkungan yang memadai, sehingga menimbulkan kekosongan hukum dan tumpang tindih kewenangan di tingkat daerah.
Implikasi Reformasi dan Rekomendasi
Waddell menegaskan bahwa reformasi hukum lingkungan di Indonesia harus dimulai dari pengakuan terhadap pentingnya aturan hukum yang kuat sebagai fondasi sistem hukum yang efektif. Beberapa rekomendasi utama meliputi:
- Penyusunan Aturan yang Jelas dan Spesifik: Penggunaan bahasa hukum yang tegas, jelas, dan mudah dipahami dengan struktur aturan yang logis dan koheren.
- Penguatan Aturan Administratif: Menetapkan prosedur yang rinci untuk pelaksanaan kewenangan dan pembagian tanggung jawab antar lembaga pemerintah.
- Pengembangan Aturan Larangan dan Sanksi yang Tegas: Memastikan adanya ketentuan larangan yang jelas dan sanksi yang efektif untuk pelanggaran lingkungan.
- Pengurangan Ketergantungan pada Peraturan Turunan: Memperkuat peraturan induk agar memiliki kekuatan hukum yang memadai dan mengurangi ketidakpastian.
- Peningkatan Kapasitas Penegakan Hukum dan Peran Peradilan: Mendorong pengadilan untuk memberikan interpretasi hukum yang konsisten dan memperkuat mekanisme penegakan hukum.
Penulis juga menekankan pentingnya penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam penyusunan peraturan agar dapat menciptakan pemahaman hukum yang sama di antara para pembuat dan pelaksana hukum.
Konteks Sosial dan Politik: Reformasi dan Tantangan Masa Depan
Disertasi ini ditempatkan dalam konteks perubahan politik Indonesia pasca-reformasi 1998 yang membuka peluang bagi pembaruan hukum dan tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Namun, Waddell menunjukkan bahwa tanpa fondasi aturan hukum yang kuat, reformasi tersebut belum mampu mengatasi masalah lingkungan secara efektif.
Selain itu, disertasi ini mengkaji bagaimana konsep negara hukum (Rechtsstaat) dan Pancasila sebagai dasar negara mempengaruhi perkembangan hukum lingkungan di Indonesia. Penulis mengkritik adanya kecenderungan romantisisme hukum yang mengaburkan batasan kekuasaan dan tanggung jawab, sehingga menghambat terciptanya sistem hukum yang rasional dan efektif.
Nilai Tambah dan Perbandingan dengan Studi Lain
Penelitian ini memberikan kontribusi penting dengan pendekatan yurisprudensial yang mendalam dan kritis terhadap hukum lingkungan Indonesia, berbeda dengan studi yang lebih fokus pada aspek teknis atau kebijakan lingkungan. Pendekatan ini membuka wawasan baru tentang bagaimana struktur, bentuk, dan gaya aturan hukum mempengaruhi efektivitas pengelolaan lingkungan.
Dibandingkan dengan negara lain yang telah mengembangkan sistem hukum lingkungan yang kuat, Indonesia masih tertinggal dalam hal penyusunan aturan yang sistematis dan penegakan hukum yang konsisten. Studi ini menjadi referensi penting bagi pembuat kebijakan, akademisi, dan praktisi hukum yang ingin memperkuat sistem hukum lingkungan di Indonesia.
Kesimpulan
Disertasi S.K. Waddell mengungkap bahwa masalah utama dalam pengelolaan kualitas air dan hukum lingkungan di Indonesia bukan hanya kegagalan implementasi, tetapi juga terletak pada lemahnya fondasi aturan hukum itu sendiri. Aturan yang kabur, tidak spesifik, dan kompleks menghambat kepastian hukum dan penegakan yang efektif.
Reformasi hukum lingkungan harus dimulai dengan memperkuat aturan hukum melalui penyusunan yang jelas, penguatan aturan administratif dan sanksi, serta peningkatan kapasitas penegakan hukum. Selain itu, perubahan budaya hukum dan penggunaan bahasa yang tepat dalam legislasi sangat penting untuk menciptakan sistem hukum lingkungan yang efektif dan berkelanjutan.
Penelitian ini menjadi pijakan penting dalam upaya reformasi hukum lingkungan di Indonesia, khususnya dalam konteks pengelolaan kualitas air yang merupakan isu krusial bagi kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Sumber:
Waddell, S.K. (2004). The Role of the ‘Legal Rule’ in Indonesian Law: Environmental Law and Reformasi of Water Quality Management. Doctorate of Philosophy, University of Sydney.