Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Strategi Konstruksi Terowongan Efektif di Zona Batuan Lemah: Studi Kasus Tambang Lega-Dembi Ethiopia

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025


Pendahuluan: Menguak Tantangan Stabilitas Terowongan di Dunia Pertambangan

Konstruksi dan pemeliharaan terowongan di tambang bawah tanah adalah tantangan geoteknik yang kompleks, terutama di daerah dengan kondisi batuan yang lemah dan tidak stabil. Salah satu contoh ekstremnya terjadi di tambang emas Lega-Dembi di Ethiopia. Tambang ini telah mengalami tiga keruntuhan besar sejak 2018, yang berdampak pada terhambatnya produksi dan risiko keselamatan pekerja.

Artikel ilmiah berjudul “Numerical analysis of underground tunnel deformation: a case study of Midroc Lega-Dembi gold mine” membahas pendekatan numerik dalam mengevaluasi deformasi terowongan serta solusi teknik yang paling efektif untuk menghadapinya. Melalui model simulasi tiga dimensi dan studi kasus nyata, riset ini membuka jalan bagi rancangan sistem penyangga yang lebih tangguh dan adaptif terhadap kondisi batuan ekstrem.

Lega-Dembi: Lokasi Strategis dengan Risiko Geoteknik Tinggi

Tambang ini terletak di ketinggian 2200 m, di bawah Pegunungan Lega-Dembi di Ethiopia Selatan, dengan kedalaman penggalian mencapai 440 meter. Daerah ini kaya akan emas dengan produksi tahunan 4.500 kg dan total cadangan lebih dari 37 juta ton bijih, namun dikelilingi oleh formasi batuan rapuh seperti talcose schist, gneiss, dan zona sesar aktif.

Tiga kegagalan utama terjadi akibat tekanan geologi dan deformasi dinding terowongan:

  • Tahun 2018: Keruntuhan muka terowongan pertama.
  • Tahun 2019: Rusaknya headrace tunnel sepanjang 20 meter.
  • Januari 2021: Rockfall besar yang mengakibatkan gagalnya sistem penyangga berupa rock bolt sepanjang 4 meter.

Metodologi: Simulasi Numerik 2D dan 3D

Peneliti menggunakan kombinasi metode kontinu dan diskontinu dengan tiga perangkat lunak:

  • RS2 (2D finite element)
  • FLAC3D (3D finite difference)
  • 3DEC (3D distinct element)

Model yang dibangun menggambarkan bentuk terowongan horseshoe dengan lebar 6 m dan tinggi 7,5 m. Model ini memperhitungkan zona pengaruh tekanan sejauh 24 meter dari dinding terowongan untuk meniru realitas geoteknik.

Hasil Simulasi: Apa Penyebab dan Solusinya?

Deformasi Maksimal: 0,40 meter di sisi kanan terowongan

Dengan deformasi sebesar 5,84% dari radius terowongan, struktur diklasifikasikan dalam kategori "severe squeezing" berdasarkan kurva Hoek. Artinya, batuan mengalami deformasi signifikan yang sulit dikontrol hanya dengan penyangga sederhana.

Evaluasi Sistem Penyangga:

  • Tanpa penyangga: deformasi 0,36 m
  • Dengan rock bolt saja: deformasi berkurang ke 0,28 m
  • Kombinasi rock bolt dan shotcrete: deformasi menurun drastis menjadi 0,11 m

Efektivitas kombinasi sistem: mampu menurunkan deformasi hingga 69,44% dibandingkan kondisi tanpa penyangga.

Analisis Parameter Geoteknik: Apa yang Paling Berpengaruh?

1. Geological Strength Index (GSI)

  • Penurunan GSI 50% → deformasi naik 80,17%
  • Kenaikan GSI 50% → deformasi turun 93,39%

2. Unconfined Compressive Strength (UCS)

  • Penurunan 50% → deformasi naik 99,85%

3. Young’s Modulus (E)

  • Penurunan 50% → deformasi naik 93,10%

4. Disturbance Factor (D)

  • Peningkatan dari 0 ke 1 → deformasi naik 59,49%

5. Rock Joints

  • Terowongan tanpa retakan: 0,18 m
  • Terowongan dengan full jointed: 1,08 m
    Kenaikan deformasi: 142,85%

Kesimpulan penting: GSI dan UCS adalah faktor penentu paling dominan dalam kestabilan terowongan.

Validasi Model dan Studi Pembanding

Peneliti membandingkan model mereka dengan studi oleh Yu et al. (Da Pingshan Tunnel, Tiongkok) dan menemukan hasil yang selaras. Ini memperkuat akurasi model numerik yang digunakan, bahkan dalam kondisi geologi yang sangat berbeda.

Continuum vs Discontinuum: Mana yang Lebih Akurat?

  • Metode kontinu (RS2 & FLAC3D) lebih praktis dan cepat digunakan.
  • Metode diskontinu (3DEC) memberi prediksi displacement lebih kecil karena mempertimbangkan efek retakan alami dalam batuan.

Keduanya menunjukkan pola tegangan yang serupa, namun metode diskontinu lebih cocok untuk batuan retak yang kompleks seperti pada Lega-Dembi.

Rekomendasi Konstruksi: Kombinasi Sistem Penyangga

Untuk mencapai stabilitas optimal, studi ini menyarankan:

  • Pemasangan rock bolt sepanjang 4 meter
  • Penggunaan shotcrete setebal 100 mm dengan kekuatan 30 MPa
  • Pengaturan jarak antar rock bolt sesuai pola deformasi dominan
  • Pemantauan berkala terhadap parameter GSI dan UCS

Analisis Kritis dan Nilai Tambah Penelitian

Kelebihan:

  • Kombinasi 3 pendekatan numerik memberi gambaran holistik.
  • Disertai validasi model dan studi kasus nyata.
  • Relevan untuk tambang lain dengan struktur batuan lemah dan kompleks.

Kekurangan:

  • Belum menguji variasi bentuk penampang terowongan lain (selain horseshoe).
  • Data lapangan bersifat lokal; perlu studi lanjutan untuk tambang dengan geologi berbeda.

Dampak dan Arah Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini relevan untuk:

  • Industri pertambangan yang sering mengalami kegagalan struktur bawah tanah.
  • Perancang sistem penyangga terowongan yang membutuhkan data teknis empiris.
  • Akademisi dan peneliti geoteknik yang fokus pada optimasi desain infrastruktur bawah tanah.

Arah lanjutan yang disarankan:

  • Mengintegrasikan machine learning untuk prediksi real-time deformasi.
  • Pengembangan sistem monitoring deformasi berbasis sensor digital di lapangan.

Kesimpulan: Originalitas dan Kepraktisan yang Teruji

Studi deformasi di tambang Lega-Dembi ini memperlihatkan pentingnya perpaduan model numerik dan data geoteknik aktual dalam memahami serta menangani keruntuhan terowongan. Kombinasi rock bolt dan shotcrete terbukti sebagai solusi yang paling efektif, terutama untuk kondisi batuan yang sangat lemah.

Lebih dari sekadar simulasi, riset ini menyuguhkan kerangka kerja nyata yang bisa digunakan oleh industri untuk mengurangi risiko kecelakaan, menekan biaya perbaikan, dan meningkatkan umur proyek tambang bawah tanah.

Sumber : Nagessa Zerihun Jilo, Siraj Mulugeta Assefa, & Eleyas Assefa. Numerical analysis of underground tunnel deformation: a case study of Midroc Lega-Dembi gold mine. Scientific Reports, 14, 7964 (2024). DOI: 10.1038/s41598-024-57621-x

Selengkapnya
Strategi Konstruksi Terowongan Efektif di Zona Batuan Lemah: Studi Kasus Tambang Lega-Dembi Ethiopia

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Terowongan dan Bencana: Menakar Risiko Kerugian Finansial Proyek Terowongan di Korea dari Data Empiris

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025


Pendahuluan: Ancaman Nyata Bencana Alam pada Konstruksi Terowongan

Proyek konstruksi terowongan merupakan tulang punggung pengembangan infrastruktur modern. Namun, di balik ambisi pembangunan tersebut, tersembunyi risiko besar yang kerap diabaikan: kerugian akibat bencana alam. Studi ini, yang berfokus pada 277 proyek terowongan di Korea Selatan selama periode 2004–2019, memberikan wawasan penting tentang hubungan antara kerugian finansial aktual dan indikator bencana alam seperti angin kencang, banjir, dan curah hujan.

Dengan menggunakan data klaim asuransi dan pendekatan regresi linier berganda, penelitian ini menyuguhkan pendekatan kuantitatif inovatif untuk menilai risiko kerugian akibat bencana alam dalam konteks proyek konstruksi skala besar.

Mengapa Studi Ini Penting?

Di tengah meningkatnya intensitas bencana akibat perubahan iklim, seperti topan dan hujan ekstrem, dunia konstruksi menghadapi tekanan untuk mengadopsi strategi manajemen risiko yang lebih cerdas dan berbasis data. Korea Selatan, sebagai negara dengan kontur geologi kompleks dan aktivitas konstruksi terowongan yang masif, menjadi lokasi ideal untuk studi ini.

Fakta utama:

  • Total kerugian asuransi selama 2005–2016 mencapai USD 8,77 juta.
  • Tiga indikator utama yang diteliti: kecepatan angin maksimum, intensitas banjir, dan curah hujan.
  • Tujuan utama: mengembangkan metode kuantitatif penilaian risiko kerugian akibat bencana.

Metodologi: Dari Data Asuransi ke Model Prediksi Risiko

Penelitian ini mengolah data dari 277 proyek konstruksi terowongan dengan informasi sebagai berikut:

  • Total nilai pertanggungan (insured value)
  • Jumlah kerugian aktual
  • Skor intensitas bencana dari Munich Re’s NATHAN system

Nilai kerugian dikuantifikasi melalui rasio kerusakan:

Rasio kerusakan = jumlah kerugian aktual / total nilai pertanggungan

Karena distribusi data awal tidak normal, peneliti melakukan transformasi logaritmik natural untuk mendapatkan hasil yang valid dalam regresi.

Hasil Utama: Apa Penyebab Terbesar Kerugian Finansial?

1. Angin Kencang: Penyebab Paling Signifikan

  • Koefisien regresi: 0.649
  • Artinya: setiap kenaikan 1 skala intensitas angin (dari skala 1–5), rasio kerusakan meningkat 64,9%.
  • Signifikan secara statistik (p = 0.007)

2. Curah Hujan: Dampak Paling Besar (meski tidak signifikan statistik)

  • Koefisien: 0.180
  • Dampaknya lebih besar secara absolut dibandingkan angin dan banjir (standardized coefficient = 0.505)

3. Banjir: Kontributor Moderat

  • Koefisien: 0.094
  • Tidak signifikan secara statistik, namun tetap berdampak dalam skala besar.

Model regresi memiliki adjusted R² = 0.317, yang berarti 31,7% variasi kerugian bisa dijelaskan oleh ketiga variabel tersebut.

Diskusi: Apa Implikasinya bagi Industri?

Untuk Industri Konstruksi:

  • Dapat merancang ulang sistem struktur terowongan di wilayah rawan topan.
  • Menyesuaikan jadwal pembangunan dengan pola musiman bencana.
  • Menyusun rencana tanggap darurat berbasis prediksi intensitas angin dan hujan.

Untuk Perusahaan Asuransi:

  • Data ini mendukung penyesuaian premi berdasarkan lokasi dan profil risiko aktual.
  • Membantu membangun model estimasi kerugian yang lebih akurat dan kontekstual.

Untuk Pemerintah:

  • Meningkatkan regulasi tentang standar desain struktural di daerah rawan bencana.
  • Mempersiapkan rencana pemulihan pasca bencana berbasis data risiko regional.
  • Menerapkan prinsip build back better dalam proyek infrastruktur nasional.

Kritik dan Perbandingan: Apa yang Masih Kurang?

Meskipun studi ini memiliki pendekatan statistik yang solid dan menggunakan data empiris asuransi yang sangat relevan, ada beberapa catatan:

  • Keterbatasan Variabel: Tidak semua bentuk bencana diperhitungkan (gempa dan gelombang pasang dieliminasi karena tidak ada data dalam periode studi).
  • Konteks Geografis Spesifik: Hasil ini sangat bergantung pada kondisi Korea Selatan; penerapan di negara lain perlu adaptasi.
  • Tidak Memasukkan Karakteristik Teknik Terowongan: Jenis tanah, metode pengeboran, dan sistem drainase tidak dianalisis, padahal sangat relevan dalam menentukan dampak hujan dan banjir.

Relevansi Global: Tren Masa Depan

Perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan intensitas bencana alam global. Studi semacam ini penting untuk:

  • Menunjang keberlanjutan proyek infrastruktur
  • Menurunkan biaya tak terduga
  • Meningkatkan ketahanan proyek jangka panjang

Studi ini juga membuka peluang penggunaan machine learning dan simulasi Monte Carlo untuk memprediksi tren kerugian ke depan berdasarkan variabel cuaca dan lingkungan yang terus berubah.

Kesimpulan: Data Adalah Kunci Ketahanan Infrastruktur

Studi ini menunjukkan bahwa pendekatan berbasis data empiris seperti regresi linier dapat digunakan untuk memperkirakan potensi kerugian konstruksi akibat bencana alam, khususnya untuk proyek terowongan yang rentan. Angin kencang terbukti menjadi faktor paling signifikan, diikuti oleh hujan deras.

Langkah berikutnya adalah memperluas cakupan variabel dan wilayah studi, serta mengintegrasikan data teknis proyek agar model prediksi menjadi lebih akurat dan adaptif terhadap tantangan iklim global.

Sumber : Yum, S.-G., Ahn, S., Bae, J., & Kim, J.-M. (2020). Assessing the Risk of Natural Disaster-Induced Losses to Tunnel-Construction Projects Using Empirical Financial-Loss Data from South Korea. Sustainability, 12(19), 8026. DOI: 10.3390/su12198026

Selengkapnya
Terowongan dan Bencana: Menakar Risiko Kerugian Finansial Proyek Terowongan di Korea dari Data Empiris

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Teknologi Cerdas Konstruksi Terowongan: Solusi Risiko pada Proyek Shield Tunneling di Area Padat

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025


Pendahuluan: Ancaman Tersembunyi di Balik Proyek Terowongan Kota

Pembangunan terowongan bawah tanah menggunakan metode shield tunneling telah menjadi andalan dalam proyek infrastruktur perkotaan modern seperti MRT dan subway. Namun, saat jalur baru melintasi struktur lama—misalnya terowongan, saluran pipa, atau fondasi bangunan—muncul risiko geoteknik yang tinggi, termasuk penurunan tanah (settlement), retakan, hingga kegagalan struktural. Untuk itu, para peneliti dari China University of Mining and Technology dan mitranya mengembangkan platform manajemen pintar berbasis analisis numerik dan teknologi informasi untuk mengatasi tantangan ini.

Studi ini tidak hanya membahas teori, tetapi juga menyajikan penerapan nyata pada proyek Beijing Metro Line 12 yang membuktikan efektivitas sistem dalam mendeteksi, menganalisis, dan mengendalikan risiko saat melintasi jalur eksisting Line 10.

Latar Belakang: Kebutuhan Solusi Cerdas dalam Konstruksi Terowongan

Di kota besar, proyek terowongan seringkali dihadapkan pada sumber risiko seperti:

  • Bangunan lama
  • Terowongan eksisting
  • Pipa utilitas vital
  • Lalu lintas padat

Konstruksi di area tersebut menimbulkan settlement tanah jangka pendek dan jangka panjang akibat perubahan tekanan tanah dan dissipasi tekanan air pori. Kegagalan prediksi terhadap fenomena ini telah menyebabkan banyak kecelakaan konstruksi. Maka, dibutuhkan model prediksi yang mempertimbangkan pemadatan tanah seiring waktu dan bukan hanya reaksi awal saat penggalian.

Solusi: Model Teoritis Baru + Platform Kendali Cerdas 3D

1. Model Perhitungan Settlement Jangka Panjang

Berbeda dari model klasik yang hanya menghitung immediate settlement, penelitian ini menyertakan:

  • Konsolidasi tanah akibat dissipasi tekanan air pori
  • Gaya tambahan dari shield machine (gaya dorong, gesekan, dan tekanan grouting)
  • Pengaruh pembebasan tekanan tanah akibat penggalian

Hasil analisis menggunakan pendekatan energi minimum dan teori elastisitas dengan parameter utama seperti:

  • Diameter terowongan baru: 6,4 m
  • Tekanan dorong (q): 120 kPa
  • Tekanan grouting (p): 350 kPa
  • Gesekan shield (f): 150 kPa

Platform mengintegrasikan data ini ke dalam simulasi 3D untuk prediksi deformasi yang lebih realistis.

2. Platform 3D Cerdas Berbasis BIM-GIS-IoT

Sistem ini menggabungkan:

  • Building Information Modeling (BIM)
  • Geographic Information System (GIS)
  • Internet of Things (IoT)
  • Geoscience Modeling
  • City Information Modeling (CIM)

Fungsinya meliputi:

  • Akuisisi data real-time (settlement, tekanan, deformasi)
  • Analisis spasial 3D
  • Skenario digital twin
  • Peringatan dini otomatis (threshold merah-kuning-oranye)

Studi Kasus: Beijing Metro Line 12 Menyeberangi Line 10

Deskripsi Proyek

Proyek ini melibatkan pembangunan Line 12 yang melintasi Line 10 dengan jarak antar terowongan minimum hanya 2,186 meter. Hal ini menimbulkan tantangan besar karena:

  • Kedalaman dan arah galian memengaruhi distribusi tekanan tanah
  • Struktur eksisting harus tetap stabil selama dan setelah penggalian

Temuan dari Platform:

  • Nilai maksimal settlement aktual: 4,4 mm
  • Hasil prediksi model baru: 4,2 mm
  • Selisih hanya 0,2 mm, jauh lebih akurat dibanding model lain

➡️ Ini menunjukkan akurasi tinggi dari model karena mempertimbangkan settlement jangka panjang akibat konsolidasi tanah, bukan hanya reaksi awal.

Peran Konsolidasi Tanah dalam Risiko Konstruksi

Poin penting dari studi ini adalah bahwa:

  • Settlement tidak berhenti setelah penggalian selesai
  • Proses pemadatan (consolidation) terus berlangsung karena hilangnya tekanan air pori berlebih
  • Faktor utama pemicu konsolidasi adalah kombinasi antara tekanan grouting, gesekan perisai, dan tekanan dorong mesin bor

Tekanan air pori maksimum ditemukan tepat di titik perpotongan dua terowongan, menjadikan area ini paling rentan. Oleh karena itu, prediksi dan pengendalian harus difokuskan di zona ini.

Inovasi Digital Twin: Replikasi Digital Konstruksi Real-Time

Platform ini tidak hanya menghitung, tetapi juga:

  • Menampilkan konstruksi secara visual dalam 3D
  • Menghadirkan sistem digital twin, yaitu kembaran digital dari proyek nyata
  • Mengintegrasikan pembelajaran pengalaman (experience library) dari tahap kiri (left line) untuk diterapkan di kanan (right line)

Dengan ini, sistem menjadi adaptif dan prediktif, bukan reaktif. Ketika nilai monitoring melampaui ambang batas, sistem secara otomatis memicu peringatan dan rekomendasi tindakan: seperti penyesuaian parameter shield, injeksi grouting tambahan, atau penguatan struktur.

Analisis Kritis dan Dampak Luas

Kelebihan

  • Pendekatan komprehensif mencakup faktor fisik, mekanik, dan teknologi digital
  • Implementasi langsung di proyek nyata menunjukkan applicability
  • Penggunaan sistem digital twin meningkatkan akurasi kontrol proyek dan efisiensi operasional

Kekurangan

  • Biaya awal untuk membangun sistem cukup tinggi
  • Butuh pelatihan tenaga kerja untuk mengelola data dan interpretasi hasil

Namun demikian, biaya ini akan menurun signifikan seiring dengan adopsi luas dan akumulasi basis data dari proyek-proyek lain.

Kesimpulan: Masa Depan Konstruksi Terowongan Ada di Tangan Teknologi Cerdas

Dengan urbanisasi yang semakin cepat dan ruang kota yang makin sempit, pembangunan bawah tanah adalah keniscayaan. Namun, risiko teknik yang menyertai proyek ini tidak bisa dianggap remeh. Penelitian ini menunjukkan bahwa gabungan antara model teoritis mutakhir dan platform digital 3D berbasis BIM-GIS-IoT mampu mengubah paradigma pengelolaan risiko dalam konstruksi.

Akurasi prediksi, efektivitas peringatan dini, dan integrasi data multi-sumber menjadikan platform ini sebagai solusi masa depan yang relevan, terutama di kota-kota besar yang padat infrastruktur.

Dengan demikian, teknologi ini tidak hanya menyelamatkan waktu dan biaya proyek, tetapi juga menjaga keselamatan publik dan keberlanjutan struktur perkotaan.

Sumber : Development and engineering application of intelligent management and control platform for the shield tunneling construction close to risk sources – Journal of Intelligent Construction, 2024.

Selengkapnya
Teknologi Cerdas Konstruksi Terowongan: Solusi Risiko pada Proyek Shield Tunneling di Area Padat

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Studi Geoteknik Tambang Emas Lega-Dembi: Solusi Efektif Atasi Deformasi Terowongan Bawah Tanah

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025


Pendahuluan: Tantangan Stabilitas Terowongan di Tambang Bawah Tanah

Dalam industri pertambangan, stabilitas terowongan bawah tanah merupakan aspek krusial yang memengaruhi keselamatan kerja dan efisiensi produksi. Studi terbaru bertajuk "Numerical analysis of underground tunnel deformation: a case study of Midroc Lega-Dembi gold mine" mengangkat fenomena deformasi serius yang terjadi di tambang emas terbesar Ethiopia, yaitu Midroc Lega-Dembi. Melalui pendekatan numerik dan studi kasus konkret, para peneliti mengungkap penyebab utama keruntuhan terowongan serta merekomendasikan strategi pendukung struktur yang optimal.

Lokasi dan Signifikansi Tambang Lega-Dembi

Terletak di wilayah selatan Ethiopia, tambang ini berada di kedalaman sekitar 440 meter, dengan kondisi geoteknik yang tergolong ekstrem. Tambang ini menyumbang produksi hingga 4.500 kg emas per tahun dari total cadangan 37 juta ton bijih, menjadikannya aset vital bagi perekonomian Ethiopia.

Namun, keberadaan batuan lemah seperti talcose schist dan tingginya konsentrasi zona patahan menyebabkan tiga keruntuhan besar sejak 2018. Salah satunya merusak 20 meter headrace tunnel, bahkan sistem penguat seperti swellex rock bolts (panjang 4 m) pun gagal menahan deformasi.

Metodologi: Pendekatan Numerik untuk Menganalisis Deformasi

Penelitian ini menggunakan tiga perangkat lunak geomekanika:

  • RS2 (2D Finite Element Method)
  • FLAC3D (3D Finite Difference Method)
  • 3DEC (3D Distinct Element Method)

Pendekatan ini memadukan metode continuum dan discontinuum, memungkinkan simulasi realistis dari deformasi batuan akibat penggalian dan dukungan struktur. Model geometri berbentuk horseshoe dengan lebar 6 m dan tinggi 7,5 m, serta zona pengaruh hingga 24 m dari dinding terowongan.

Hasil Utama dan Temuan Kunci

1. Evaluasi Deformasi: Terowongan Masuk Kategori Squeezing Parah

Berdasarkan kurva klasifikasi Hoek, deformasi 5,84% dari radius menunjukkan kondisi squeezing yang parah. Displacement maksimum mencapai 0,40 m, terutama di dinding kanan.

2. Efektivitas Sistem Pendukung

a. Tanpa Dukungan: Displacement mencapai 0,36 m

b. Rock Bolt Saja: Displacement berkurang ke 0,28 m

c. Kombinasi Rock Bolt + Shotcrete: Displacement turun drastis menjadi 0,11 m

➡️ Kombinasi sistem ini memberikan penurunan deformasi hingga 69,44%, dibandingkan terowongan tanpa dukungan.

3. Pengaruh Parameter Geoteknik

Hasil parametric study mengungkap bahwa:

  • Penurunan GSI 50% → deformasi meningkat 80,17%
  • Penurunan UCS 50% → deformasi meningkat 99,85%
  • Penurunan Young's modulus 50% → deformasi meningkat 93,10%
  • Peningkatan Disturbance Factor (D) dari 0 ke 1 → deformasi meningkat 59,49%
  • Rock joint sepenuhnya (fully jointed) → deformasi meningkat hingga 1,08 m (naik 142,85%)

➡️ GSI dan UCS terbukti sebagai parameter paling berpengaruh terhadap deformasi terowongan.

Studi Kasus Validasi: Perbandingan dengan Da Pingshan Tunnel, Tiongkok

Penelitian ini memvalidasi model FLAC3D dengan membandingkan hasil simulasi terhadap studi Yu et al. (2017) tentang terowongan di kawasan karst. Hasilnya selaras, menunjukkan model ini andal untuk memprediksi deformasi terowongan di berbagai kondisi geologis.

Analisis Perbandingan: Metode Kontinu vs Diskontinu

Analisis perbandingan antara metode kontinu dan diskontinu menunjukkan bahwa kedua metode menghasilkan pola tegangan yang serupa setelah penggalian. Namun, terdapat perbedaan signifikan pada nilai perpindahan akhir (displacement), di mana metode diskontinu (3DEC) menunjukkan nilai displacement yang lebih kecil (0,375 m) dibandingkan dengan metode kontinu menggunakan RS2 (0,40 m) dan FLAC3D (0,731 m). Selain itu, nilai tegangan pasca penggalian (post excavation stress) juga berbeda, dengan metode diskontinu mencapai 25 MPa, lebih tinggi dibandingkan RS2 sebesar 15 MPa dan FLAC3D sebesar 20,12 MPa. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh kemampuan metode diskontinu dalam memodelkan retakan antar blok batuan secara lebih realistis, sehingga memperlihatkan respons yang lebih akurat terhadap kondisi lapangan dibandingkan metode kontinu yang menganggap batuan sebagai media homogen.

Rekomendasi Desain Tambang

Berdasarkan hasil studi, disarankan:

  • Menggunakan rock bolt panjang 4 m
  • Menambahkan shotcrete 100 mm dengan kekuatan fck 30 MPa
  • Menyesuaikan pola dan jarak pemasangan baut
  • Melakukan pemantauan parameter GSI dan UCS secara berkala

Langkah-langkah ini dapat meningkatkan keselamatan operasional dan memperpanjang umur infrastruktur bawah tanah di tambang.

Kritik dan Opini

Studi ini unggul dari sisi metodologi, terutama dengan penggunaan gabungan tiga pendekatan numerik. Namun, studi lapangan lebih lanjut sebaiknya dilakukan untuk memverifikasi hasil simulasi dalam jangka panjang. Selain itu, riset lanjutan bisa mengintegrasikan metode machine learning untuk prediksi deformasi berdasarkan parameter geoteknik secara real-time.

Kesimpulan

Studi deformasi terowongan Midroc Lega-Dembi menegaskan pentingnya strategi dukungan batuan yang adaptif terhadap kondisi geoteknik ekstrem. Kombinasi rock bolt dan shotcrete terbukti sangat efektif mengurangi deformasi, sedangkan GSI dan UCS adalah indikator utama kestabilan. Penelitian ini menjadi acuan penting untuk desain dan manajemen terowongan tambang yang lebih aman, efisien, dan tahan lama.

Sumber : Numerical analysis of underground tunnel deformation: a case study of Midroc Lega-Dembi gold mine. Scientific Reports (2024) 14:7964.

Selengkapnya
Studi Geoteknik Tambang Emas Lega-Dembi: Solusi Efektif Atasi Deformasi Terowongan Bawah Tanah

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Menilai Dampak Konstruksi Terowongan terhadap Struktur Bangunan Permukaan secara Akurat

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025


Pendahuluan: Tantangan Konstruksi Terowongan di Area Urban

Konstruksi terowongan di wilayah urban seringkali menimbulkan deformasi tanah dan bangunan permukaan. Dalam banyak proyek besar seperti Jubilee Line Extension di London, dampak terhadap bangunan menjadi perhatian besar. Artikel ini, berdasarkan studi oleh Franzius, Potts, dan Burland (2006), mengkaji secara mendalam bagaimana kekakuan bangunan, berat, geometri, dan karakteristik kontak tanah-struktur memengaruhi prediksi kerusakan struktural akibat galian terowongan.

Latar Belakang: Kekakuan Relatif sebagai Pendekatan Desain

Pendekatan umum sebelumnya mengasumsikan bangunan sangat fleksibel dan mengikuti deformasi tanah (greenfield). Namun, pendekatan ini terlalu konservatif dan mahal. Sebagai solusi, Potts dan Addenbrooke (1997) memperkenalkan pendekatan kekakuan relatif (relative stiffness), yang mempertimbangkan:

  • Kekakuan lentur dan aksial bangunan (EI dan EA)
  • Stiffness tanah (Es) di sekitar kedalaman terowongan
  • Lebar bangunan (B) dan kedalaman terowongan (z₀)

Metodologi dan Model Analisis

Simulasi Elemen Hingga (FE) 2D dan 3D

  • 2D: bangunan dimodelkan sebagai balok elastis, dengan volume loss 1.5%
  • 3D: bangunan sebagai struktur elastis berdimensi penuh (lebar B dan panjang L)
  • Simulasi dilakukan dengan ICFEP (Imperial College Finite Element Program)

Variabel Bangunan yang Disimulasikan

  • Jumlah lantai: 1, 3, 5, dan 10
  • Lebar bangunan: 16 m, 32 m, 60 m, 100 m, 120 m
  • Panjang bangunan (L): 1 m – 30 m
  • Beban bangunan: 10–100 kPa
  • Antarmuka: kasar vs halus (friksi rendah)

Temuan Utama dan Studi Kasus

1. Pengaruh Lebar dan Kekakuan Bangunan

  • Bangunan lebih kaku memiliki deformasi lebih kecil
  • Untuk lebar bangunan 120 m, peningkatan kekakuan menghasilkan penurunan rasio defleksi (MDR) yang signifikan
  • Modifikasi rumus kekakuan relatif dengan memasukkan z₀ dan L menghasilkan konsistensi dimensi antara 2D dan 3D

2. Kedalaman Terowongan

  • Terowongan lebih dalam (34 m) → deformasi bangunan lebih kecil
  • Terowongan dangkal (15 m) → modifikasi deformasi paling besar
  • Indikasi bahwa z₀ perlu ditonjolkan lebih eksplisit dalam rumus desain

3. Panjang Bangunan (L) dan Respons 3D

  • Panjang bangunan sangat mempengaruhi horizontal strain
  • Makin pendek bangunan (L = 1 m), makin besar modifikasi horizontal strain (Mεh)
  • L = 1 m menghasilkan hasil ekstrem yang tidak realistis dalam konteks bangunan nyata

4. Beban Bangunan

  • Beban meningkatkan deformasi baik vertikal (MDR) maupun horizontal
  • Namun, pada kombinasi beban dan kekakuan realistis (10 kPa per lantai), dampak beban relatif kecil

5. Antarmuka Tanah–Struktur

  • Kontak halus (friksi rendah) → strain horizontal hampir hilang
  • Efek terhadap defleksi (MDR) lebih kecil, tetapi signifikan untuk strain

Pengembangan Kurva Desain Baru

Penelitian ini menyempurnakan kurva desain dari Potts dan Addenbrooke dengan:

  • Menggunakan kekakuan relatif modifikasi (rmod dan Æmod) yang bersifat tanpa dimensi (dimensionless)
  • Kurva batas atas baru untuk MDR dan Mεh agar lebih representatif untuk beragam geometri dan kondisi nyata

Aplikasi Praktis dan Relevansi

  • Digunakan dalam proyek besar seperti Crossrail London
  • Metode ini membantu klasifikasi risiko kerusakan bangunan berdasarkan kategori deformasi:
    • Kategori 0–2: kerusakan estetika
    • Kategori 3–5: gangguan fungsi dan kestabilan struktural
  • Menghemat waktu dalam tahap awal dengan estimasi strain berdasarkan geometri dan lokasi
  • Rekomendasi: hanya bangunan dalam area risiko tinggi yang dianalisis secara rinci

Kritik dan Nilai Tambah

Kelebihan:

  • Pendekatan sangat kuantitatif dan realistis
  • Validasi dengan data lapangan dan Jubilee Line Extension
  • Memungkinkan integrasi cepat dalam sistem pemodelan risiko urban

Kekurangan:

  • Model terlalu spesifik untuk London Clay dan kondisi Inggris
  • Belum mengkaji struktur non-konvensional atau tanah granular

Saran:

  • Studi lanjut pada jenis tanah lain seperti pasir lempung atau batuan lunak
  • Perluas ke struktur historis atau bertulang ringan

Kesimpulan

Studi ini mendobrak pendekatan konservatif lama yang mengabaikan kekakuan bangunan dalam desain terowongan. Dengan mempertimbangkan dimensi bangunan, berat, panjang, dan antarmuka, kita bisa memprediksi dampak deformasi akibat galian secara presisi, menghindari overdesign, dan tetap menjaga keamanan struktural.

Pendekatan relative stiffness modifikasi yang ditawarkan menjembatani kebutuhan akan akurasi teknik dan efisiensi desain dalam proyek urban skala besar.

Sumber : Franzius, J. N., Potts, D. M., & Burland, J. B. (2006). The response of surface structures to tunnel construction. ICE Proceedings Geotechnical Engineering, 159(1), 3–17.

Selengkapnya
Menilai Dampak Konstruksi Terowongan terhadap Struktur Bangunan Permukaan secara Akurat

Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah

Menentukan Kekuatan Residu Tanah untuk Analisis Stabilitas Lereng Secara Akurat

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025


Pendahuluan: Mengapa Kekuatan Residu Penting?

Dalam rekayasa geoteknik, stabilitas lereng adalah salah satu aspek paling kritis untuk menjamin keselamatan struktur seperti jalan, bendungan, dan fondasi. Namun, ketika terjadi pergerakan tanah atau longsor, nilai kekuatan geser tanah yang dipakai sebelumnya tidak lagi relevan. Inilah pentingnya kekuatan residu (residual strength) — yaitu kekuatan minimum yang dimiliki tanah setelah mengalami deformasi besar. Artikel tinjauan ini oleh Chen Fang et al. (2020) menyajikan ulasan komprehensif mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan residu, metode pengujian yang paling akurat, dan tantangan penelitian masa depan.

Sejarah Singkat Konsep Kekuatan Residu

Konsep kekuatan residu mulai dikenal sejak 1936, namun diformalkan oleh Skempton pada 1964 dalam artikelnya “Long-term Stability of Clay Slopes”. Ia menjelaskan bahwa nilai geser aktual pada bidang longsor lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga dibutuhkan konsep baru: kekuatan residu sebagai parameter konservatif untuk menganalisis lereng yang telah gagal atau berpotensi reaktivasi.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Residu Tanah

1. Jenis dan Struktur Tanah

  • Partikel tanah: bentuk bulat vs pipih sangat berpengaruh
  • Mode geser residu:
    • Turbulent mode: dominan partikel rotund, kekuatan tinggi
    • Sliding mode: dominan partikel pipih dan lempung, kekuatan rendah
    • Transitional mode: campuran, sangat sensitif terhadap distribusi ukuran partikel

2. Kadar Liat

  • <25%: kekuatan ditentukan oleh fraksi pasir dan lanau
  • 25–50%: sifat transisi
  • 50%: kekuatan bergantung hampir seluruhnya pada mineral liat

Metode Uji Kekuatan Residu

1. Uji Geser Langsung dan Ring Shear

  • Ring shear test lebih disarankan karena dapat menggeser tanah secara kontinu dan menghasilkan orientasi partikel sejajar bidang geser
  • Ring shear generasi terbaru seperti DPRI-6 dan DPRI-7 mampu mensimulasikan gempa dan fluktuasi air tanah dengan akurasi tinggi

Pengaruh Kondisi Uji terhadap Kekuatan Residu

1. Tegangan Normal

  • Kekuatan residu stabil di atas 100 kPa
  • Di bawah 50 kPa, kurva nonlinier muncul akibat rendahnya orientasi partikel

2. Overconsolidation Ratio (OCR)

  • Pengaruhnya tidak signifikan
  • Disarankan menggunakan overconsolidation karena waktu pengujian lebih cepat

3. Laju Geser (Shear Rate)

  • Efek laju positif: kekuatan meningkat dengan kecepatan
  • Efek laju negatif: kekuatan turun karena tekanan air pori
  • Efek netral pada laju < 0.1 mm/menit
  • Studi menyimpulkan mode geser dan karakter partikel sangat menentukan apakah efek positif, negatif, atau netral terjadi

4. Akselerasi

  • Gempa dapat menghasilkan percepatan > 980 cm/s²
  • Namun studi tentang pengaruh percepatan terhadap kekuatan residu masih minim
  • Diperlukan lebih banyak riset untuk memvalidasi dampaknya, terutama pada tanah kaolin dan campuran bentonit

Prediksi Kekuatan Residu dengan Indeks Sifat Tanah

Indeks yang Digunakan:

  • Batas cair (liquid limit)
  • Batas plastis dan indeks plastisitas
  • Studi menyebutkan:
    • Liquid limit memiliki korelasi terbaik
    • Tapi hubungan ini tidak seragam untuk semua jenis tanah

Catatan penting: Peneliti menyarankan untuk mengembangkan korelasi berbasis jenis tanah spesifik daripada pendekatan umum.

Arah Penelitian Masa Depan

  • Konsistensi teori masih belum tercapai meski sudah diteliti selama lebih dari 50 tahun
  • Simulasi dinamis dengan pengaruh gempa dan fluktuasi air tanah perlu diintensifkan
  • Studi akselerasi pada shear rate tinggi masih terbuka luas
  • Korelasi indeks tanah khusus per lokasi/jenis tanah harus dikembangkan untuk prediksi praktis di lapangan

Kesimpulan

Penentuan kekuatan residu tanah adalah aspek vital dalam analisis stabilitas lereng, terutama pada kasus reaktivasi longsor atau pasca-gempa. Artikel ini menekankan bahwa alat uji ring shear modern dengan simulasi kondisi nyata sangat disarankan. Variabel seperti tegangan normal tinggi, penggunaan OCR, serta pemilihan laju geser yang tepat sangat berpengaruh pada hasil. Di sisi lain, penggunaan indeks seperti liquid limit menjadi solusi praktis untuk prediksi awal, namun tetap memerlukan validasi untuk jenis tanah spesifik. Singkatnya, tanpa pemahaman dan penentuan kekuatan residu yang tepat, stabilitas lereng tidak bisa dinilai secara realistis dan berisiko menimbulkan bencana di kemudian hari.

Sumber : Chen Fang, Hideyoshi Shimizu, Tatsuro Nishiyama, dan Shin-Ichi Nishimura (2020). Determination of Residual Strength of Soils for Slope Stability Analysis: State of the Art Review. Reviews in Agricultural Science, Vol. 8, pp. 46–57.

Selengkapnya
Menentukan Kekuatan Residu Tanah untuk Analisis Stabilitas Lereng Secara Akurat
« First Previous page 495 of 1.345 Next Last »