Teknik Elektro dan Informatika

Manajemen Energi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 28 Februari 2025


Manajemen energi adalah program terpadu yang direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis untuk memanfaatkan sumber daya energi dan energi secara efektif dan efisien. Tujuan diadakannya manajemen energi adalah untuk penghematan energi dan penghematan biaya akibat kenaikan harga energi, kelangkaan sumber daya energi serta kesadaran akan dampak buruk dari eksploitasi berlebihan terhadap energi bagi lingkungan. Sejak dasawarsa 1970-an, manajemen industri telah menjadikan manajemen energi sebagai salah satu fungsi industri yang utama. Faktor yang menentukan tingkat kualitas manajemen energi meliputi rantai pasok, biaya produksi, kualitas energi dan keberlanjutan lingkungan produksi. Manajemen energi digunakan dalam proses transformasi energi dengan menerapkan prinsip umum yang memiliki keabsahan yang dapat dibuktikan kebenarannya. Faktor teknologi pemakai energi tidak diperhitungkan dalam manajemen energi. Prosedur manajemen energi yang efektif meliputi tahapan analisa data sejarah energi, audit energi dan akuntansi, analisis teknik dan studi kelayakan untuk proposal bisnis dan investasi, serta pelatihan dan pemberian informasi kepada personel pelaksana pekerjaan. Pelaksanaan manajemen energi dillakukan oleh konsultan internal atau konsultan eksternal dari suatu perusahaan. Manajemen energi dikelola sesuai dengan anggaran perusahaan bagi biaya energi serta sesuai dengan indeks kinerja ilmiah dari energi.

Sejarah

Masyarakat internasional mulai menyadari kemutlakan adanya permasalahan energi ketika krisis energi dimulai pada periode tahun 1980 hingga 1990 M. Pada periode ini, dunia memasuki era industri yang memberikan masalah lingkungan yang besar dan meningkatkan harga energi dunia. Penghematan energi menjadi suatu faktor yang penting dalam perancangan pabrik dan peralatannya. Pengelola industri mulai mempertimbangkan keberadaan energi bersama dengan pertimbangan pengembalian modal.

Bidang keilmuan

Manajemen energi mengacu kepada dua bidang keilmuan yaitu keteknikan dan ekonomi. Penngembangan strategi industri di dalam pabrik dan bangunan besar dipengaruhi oleh kedua bidang tersebut. Pendidikan tradisional mengenai manajemen industri khususnya mengkaji tentang mekanika dan termodinamika. Setelah teknologi informasi dan elektronika daya berkembang secara pesat, maka kajian manajemen energi dialihkan ke kelistrikan dan termodinamika. Para pekerja yang dipekerjakan dalam pengelolaan energi juga diberikan pelatihan yang sesuai dengan bidang manajemen energi.

Manajemen energi tidak menjadi bagian dari bidang ilmu manajemen, melainkan termasuk dalam bidang teknik energi. Bidang kajian di dalam manajemen energi dikhusukan pada yang lebih pengelolaan peralatan yang mengkonsumsi energi beserta dampak ekonominya terhadap bisnis, organisasi atau perusahaan. Kehadiran manajemen energi dipengaruhi oleh meningkatnya penggunaan energi pada peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses produksi khususnya energi listrik dan bahan bakar. Selain itu, kehadiran manajemen energi cenderung meningkat seiring peningkatan efisiensi energi dalam pemakaian mesin atau sistem produksi.

Jenis

Manajemen energi pada bangunan gedung

Sistem manajemen energi pada bangunan gedung modern menentukan ketersediaan pelayanan di dalam gedung. Beberapa fasilitas gedung yang memanfaatkan konsep energi dalam perancangannya antara lain pendinginan ruangan, ventilasi, pencahayaan, hiburan, transportasi, dan keamanan. Pengelolaan eneegi di dalam gedung modern memanfaatkan sistem elektronik yang dikendalikan secara terpusat. Tujuan pemusatan pengendalian energi adalah untuk mengurangi pemakaian energi oleh pemakai gedung tetapi kualitas kerja tetap optimal.

Data pemakaian energi juga dimanfaatkan untuk mengelola dan menetapkan strategi operasional dan pemeliharaan bangunan gedung. Tiap peralatan yang mengonsumsi energi dikumpulkan informasinya secara spesifik, khususnya periode pemakaian dan jumlah energi yang digunakan setiap kali pemakaian. Manajemen energi yang baik akan menghemat pemakaian energi, Sebaliknya, manajemen energi yang buruk menyebabkan produktivitas energi menurun, biaya pemeliharaan meningkat dan kualitas lingkungan dalam gedung menjadi buruk.

Dalam manajemen energi pada bangunan gedung diperlukan integrasi antara beberapa sistem, pengaturan dan pengawasan. Integrasi sistem terjalin antara sistem pembangkit energi, sistem baterai pusat, sistem penyejuk udara, sistem pencahayaan serta sistem lift dan eskalator. Pada area umum, integrasi pengaturan terjalin antara pengaturan pencahayaan, sistem kontrol akses, pengawasan aktivitas manusia dan keamanan, dan sistem alarm kebakaran. Selain itu, ada pula suatu sistem pengukuran yang khusus mengumpulkan data mengenai konsumsi air, listrik dan energi. Manajemen energi pada bangunan gedung wajib meyediakan layanan peringatan, kecenderungan pemakaian energi, catatan dan laporannya serta profil pemakai dan peran manajemen energi.

Prosedur

1. Pengaliran energi

Setiap jenis energi yang melalui tahap transformasi energi mengalami tahap pengaliran energi. Beberapa jenis energi digunakan dalam bentuk bahan bakar atau disimpan untuk digunakan pada keperluan tertentu dalam waktu tertentu. Sementara beberapa energi lainnya diubah pada saat pengaliran energi berlangsung. Beberapa jenis perlengkapannya yaitu transformator pada gardu listrik, boiler pada pabrik, serta trigenerasi dan kogenerasi pada pembangkit listrik. Konversi energi ini bertujuan menyimpan energi sebelum menjangkau pengguna energi. Selain itu, ada pula energi yang digunakan secara langsung setelah diubah. Jenis energi ini umumnya diperoleh dari sumber energi terbarukan seperti energi surya dan energi angin.

Pada fasilitas pabrik, transformasi energi dilakukan untuk memperoleh berbagai bentuk energi turunan yang sesuai dengan kebutuhan pengguna akhir. Hal yang menjadi prioritas dalam kegiatan perubahan energi ini adalah pemeriksaan efisiensi semua instalasi transformasi beserta dengan pemeliharaannya. Beberapa pengaliran energi ditujukan untuk memproses dan memfasilitasi pengguna akhir yang berada dekat dengan lokasi pengubahan energi. Kehilangan energi harus dikurangi selama proses pengaliran energi. Tanggung jawab ini dibebankan kepada sistem distribusi energi khususnya selama tahap perencanaan pengaliran energi dan isolasi termal.

Operasi yang berbeda dapat terjadi pada pengguna akhir energi di sekitar wilayah pengubahan energi. Perbedaan ini terjadi secara alami karena adanya perbedaan produk atau layanan akhir. Umumnya, produk energi ini menghasilkan limbah yang memiliki energi maupun telah kehabisan energi. Selain itu, proses pembuatan produk selalu menghasilkan energi yang terbuang. Limbah dan energi yang terbuang dapat berbentuk air, bahan padat, cairan yang mudah terbakar maupun yang tidak mudah terbakar, serta gas.

2. Penyimpanan energi

Setiap energi yang diubah ke bentuk energi lain membutuhkan penyimpanan energi sebelum digunakan oleh konsumen energi. Dalam manajemen energi, penyimpanan energi merupakan cara mengurangi biaya energi serta memperlancar rantai pasok energi kepada konsumen. Produsen energi harus mengadakan ekspliotasi peluang pembelian energi dalam tingkat rendah dan mengetahui profil permintaan energi. Penyimpanan energi umumnya menggunakan pendekatan hidro, mekanik, listrik, dan termal.

3. Audit energi

Audit energi merupakan proses pengumpulan dan analisis data yang digabungkan dengan kegiatan konservasi energi. Landasan pengadaan audit energi adalah adanya keharusan tersedianya tujuan dalam proses manajemen energi yang efektif dengan uraian tindakan yang dijelaskan secara rinci. Audit energi meliputi kegiatan pencatatan jenis energi dan jumlah energ yang digunakan di setiap tingkat proses manufaktur. Pencatatan dilakukan secara sistimatis dan berkesinambungan. Selama proses pengumpulan data energi, analisa dan pendefinisian kegiatan konservasi energi juga dilakukan bersamaan.

Kegiatan audit energi merupakan langkah pertama dalam mengadakan efisiensi energi. Audit energi diperlukan dalam peningkatan efisiensi energi di berbagai industri dan proses teknologi untuk mengurangi kerugian energi dan pemakaian cadangan energi. Audit energi dilakukan oleh auditor energi. Kegiatan-kegiatan di dalam audit energi meliputi survei data sederhana hingga pengujian data yang sudah ada secara rinci. Hasil analisa data kemudian digunakan untuk memperoleh data baru dengan mengggabungkan data lama dengan uji coba pabrik secara khusus. Ukuran dan jenis fasilitas pabrik mempengaruhi lamanya waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan suatu audit. Pelaksanaan audit energi juga ditentukan oleh tujuannya.

  • Audit energi awal

Audit energi awal meliputi kegiatan survei manajemen energi dan survei energi. Waktu pelaksanaannya ditentukan oleh jenis pabrik dan fasilitasnya. Pabrik yang sederhana dapat mengadakan dan menyelesaikan audit energi awal selama sehari atau beberapa hari. Sementara itu, pabrik dengan fasilitas yang kompleks memerlukan waktu yang lebih lama. Survei manajemen energi meliputi kegiatan memahami manajemen energi yang sedang berlangsung, khususnya pengambilan keputusan dalam investasi proyek konservasi energi. Sedangkan kegiatan pada survei energi adalah membuat ulasan mengenai kondisi peralatan selama digunakan oleh pemakai energi yang penting. Jenis pemakai energi ini khususnya adalah pendidih dan sistem uap. Instrumentasi yang mampu menghasilkan energi secara efisien juga termasuk dalam peralatan penting. Audit energi awal menggunakan instrumentasi portabel dengan jumlah yang sedikit. Audit energi awal dilakukan oleh auditor energi yang berpengalaman dalam mengadakan pengamatan dan pengumpulan data yang saling terhubung satu sama lain. Hasil audit energi awal digunakan untuk diagnosa situasi energi pabrik secara cepat.

Manfaat utama dari audit energi awal ialah mengetahui penyebab-penyebab adanya pemborosan energi. Efisiensi energi dalam jangka pendek juga dapat dicapai dengan mengadakan tindakan-tindakan sederhana yang menghemat energi. Beberapa indikasi di dalam audit energi awal yaitu kecacatan insulasi, kebocoran uap dan udara-tekan, kerusakan peralatan, dan pembandingan udara dan bahan bakar yang tidak terkendali. Hal lain yang dapat diperoleh dari kegiatan audit energi awal adalah informasi mengenai analisa data yang tidak lengkap dan lokasi pengawasan manajemen energi yang perlu diperketat. Pelaporan hasil audit energi awal dapat disusun dalam bentuk seperangkat rekomendasi yang berisis tindakan berbiaya rendah yang dapat dilaksanakan segera setelah pelaporan. Selain itu, laporan audit energi awal dapat berisi rekomendasi audit yang lebih sesuai untuk menguji secara teliti di area pabrik yang terpilih.

  • Audit energi terinci

Audit energi terinci dilakukan setelah audit energi awal selesai dikerjakan. Waktu pelaksanaannya dapat mencapai beberapa pekan. Lamanya kegiatan audit energi terinci bergantung pada sifat dan kompleksitas pabrik. Audit energi terinci mengamati kondisi peralatan operasi dari segi bahan pembuatan peralatan. Indikator utamanya adalah neraca bahan dan neraca panas. Instrumentasi portabel digunakan untuk mengukur parameternya. Uji coba dalam audit energi terinci disesuaikan dengan jenis dan tujuan fasilitas yang sedang dipelajari, serta tingkat pembiayaan program manajemen energi. Uji coba yang diadakan dalam audit energi terinci meliputi uji efisiensi pembakaran, pengukuran suhu dan aliran udara bahan bakar pada peralatan utama, penentuan peralatan listrik yang menyebabkan penurunan faktor daya, dan uji sistem proses untuk peralatan yang baru diketahui spesifikasinya saja dan belum beroperasi. Audit energi rinci hanya dilakukan ketika suatu bangunan mempunyai nilai intensitas konsumsi energi yang melebihi nilai dari suatu standar yang diberlakukan.

Kebijakan

Kebijakan manajemen energi dibuat agar setiap pelaksananya dapat berperan aktif dalam mencapai tujuan manajemen energi. Penetapan kebijakan manajemen energi memberikan peluang yang lebih besar dalam pencapaian tujuan manajemen energi. Lingkup kebijakan manajemen energi meliputi pernyataan kebijakan dan strategi manajemen energi. Pernyataan kebijakan berisi pernyataan umum mengenai tujuan pelaksanaan manajemen energi. Sementara strategi manajemen berisi langkah-langkah pencapaian tujuannya. 

Adanya kebijakan manajemen energi akan mempusatkan para pelaksananya pada satu kerangka berpikir yang tunggal dalam pencapaian tujuannya. Kebijakan ini juga membentuk program kerja yang sistemasi dan menunjukkan adanya komitmen terhadap manajemen energi. Penetapan kebijakan juga dijadikan sebagai bentuk pengawasan perubahan perilaku pelaksana manajemen enerfi serta menyediakan sumber daya yang memadai. Manfaat lain dari penetapan kebijakan manajemen energi adalah membangun kesadaran energi bagi para pelaksananya. Efektifitas pelaksanaan kebijakan manajemen energi ditentukan oleh tingkat integrasinya dengan sistem informasi, standar teknis, pemasaran dan manajemen keuangan.

Penerapan

Manajemen energi bertujuan untuk mengawasi penggunaan energi di dalam suatu organisasi atau perusahaan. Dalam pengawasannya dilibatkan berbagai disiplin ilmialh lainnya, antara lain keteknika, ekonomi, akuntansi, desain dan riset operasional serta teknologi sistem informasi manajemen. Manajemen energi dapat diterapkan untuk semua jenis perusahaan, industri maupun bangunan.

Hambatan

Manajemen energi dapat dikelola secara buruk jika pengelolanya kekurangan pengetahuan mengenai teknik manajemen energi. Buruknya manajemen energi juga dapat disebabkan oleh kurangnya tradisi yang kuat dalam investasi modal. Dampak yang ditimbulkan ialah pemborosan energi. Di sisi lain, pabrik berukuran besar menggunakan energi dalam jumlah besar. Pabrik besar ini kemudian mengadakan penguatan pabrik dengan meningkatkan fasilitas proses produksi. Sementara itu, sektor industri dengan penggunaan energi yang tidak besar hanya melakukan investasi dengan pengembalian modal sesingkat mungkin. Pabrik berukuran kecil umumnya menunda modifikasi proses produksi dan hanya melakukan pemulihan panas dan pengurangan kerugian akibat biaya energi. Manajemen energi dengan kondisi tersebut menghasilkan perubahan strategi produksi yang drastis sehingga sulit terkendali.

Sumber: https://id.wikipedia.org/

Selengkapnya
Manajemen Energi

Teknik Elektro dan Informatika

Gardu Listrik

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 28 Februari 2025


Gardu listrik (bahasa Inggris: electrical substation) adalah sebuah bagian dari sistem pembangkit, transmisi dan distribusi listrik. Gardu listrik mengubah tegangan listrik dari tinggi menjadi rendah, atau sebaliknya, atau untuk menjalankan beberapa fungsi penting lainnya. Antara gardu listrik dan pelanggan, tenaga listrik mengalir lewat beberapa gardu dengan tingkat tegangan listrik yang berbeda. Gardu listrik dapat meliputi transformator untuk mengubah tingkat tegangan listrik antara tegangan transmisi tinggi dan tegangan distribusi rendah, atau penghubung dua transmisi tegangan listrik berbeda.

Gardu listrik dapat dimiliki dan dioperasikan oleh perusahaan listrik, atau dimiliki oleh industri besar atau pelanggan komersial. Pada umumnya, gardu listrik tak ditempati, memakai sistem SCADA untuk mengatur sistem.

Tipe

Gardu listrik dapat dibedakan berdasarkan tegangannya, penggunaannya, metode insulasinya, maupun bahan struktur yang digunakan.

1. Gardu transmisi

Sebuah gardu transmisi atau Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) berfungsi menghubungkan dua atau lebih jalur transmisi. GITET paling sederhana menghubungkan dua jalur transmisi dengan tegangan yang sama. GITET dapat dipasangi saklar bertegangan tinggi yang memungkinkan jalur listrik untuk dihubungkan atau diputus dalam rangka perbaikan atau pembersihan. Sebuah GITET juga dapat diisi transformator untuk mengubah tegangan, alat pengatur tegangan/koreksi faktor daya, seperti kapasitor, reaktor atau kompensator VAR statis dan juga peralatan seperti transformator penggeser fasa untuk mengatur aliran listrik antara dua jalur listrik.

GITET dapat bervariasi dari yang paling sederhana hingga paling kompleks. Sebuah GITET sederhana mungkin hanya berisi sebuah bus dan beberapa pemutus sirkuit. GITET yang kompleks dapat menempati lahan beberapa hektar, dan menangani beberapa jenis tegangan, beberapa pemutus sirkuit, dan banyak peralatan perlindungan dan pengaturan (trafo tegangan dan arus, relai, dan sistem SCADA). GITET modern umumnya dijalankan dengan standar internasional seperti IEC Standar 61850.

2. Gardu distribusi

Sebuah gardu distribusi atau Gardu Induk (GI) mengirim listrik dari sistem transmisi ke sistem distribusi di suatu wilayah. Gardu induk berfungsi untuk menurunkan tegangan listrik sehingga cocok untuk distribusi lokal. Hal ini dilakukan karena tidak ekonomis jika harus menghubungkan pengguna listrik langsung dengan jaringan transmisi utama, kecuali jika pengguna menggunakan listrik yang cukup banyak.

Masukan untuk sebuah gardu induk umumnya berasal dari setidaknya dua jalur transmisi. Tegangan listrik yang masuk ke gardu umumnya sebesar 150 kV. Tegangan tersebut kemudian diturunkan hingga berada di antara 2,4 kV hingga 33 kV, tergantung pada ukuran wilayah yang dilayani. Setelah diturunkan, listrik kemudian didistribusikan dengan menggunakan penyulang, yang berada di tepi jalan (ataupun di bawah tanah) hingga ke trafo distribusi yang berada di dekat pengguna.

Selain mengubah tegangan, gardu induk juga berfungsi mengisolasi kesalahan apabila terjadi pada sistem distribusi maupun sistem transmisi listrik yang terhubung dengannya. Gardu induk umumnya juga merupakan titik pengaturan tegangan, walaupun pada sebuah jalur listrik yang panjang, peralatan pengaturan tegangan dapat juga dipasang di sepanjang jalur.

Kota yang padat biasanya memiliki gardu induk yang rumit, dengan saklar tegangan tinggi, saklar, dan sistem cadangan pada listrik tegangan rendah. Gardu induk biasa umumnya hanya memiliki sebuah saklar, sebuah trafo, dan sedikit peralatan pada listrik tegangan rendah.

3. Gardu traksi

Jalur rel listrik juga menggunakan gardu induk, yang diberi nama gardu traksi. Pada kasus tertentu, gardu traksi juga berfungsi untuk mengonversi tipe arus agar sesuai dengan kebutuhan dari kereta yang digunakan, biasanya dengan penyearah untuk kereta dengan arus searah, atau konverter putar untuk kereta dengan arus bolak-balik pada frekuensi yang berbeda dengan frekuensi listrik masukan. Terkadang gardu traksi juga berfungsi sebagai GITET atau gardu kolektor pada jaringan kereta api yang memiliki sistem kelistrikan sendiri.

4. Gardu bergerak

Sebuah gardu bergerak adalah gardu listrik yang dilengkapi dengan roda, yang berisi sebuah trafo, pemutus sirkuit, dan busbar, sehingga dapat ditarik oleh kendaraan lain. Gardu ini dapat digunakan sebagai cadangan sementara pada saat bencana alam ataupun perang. Gardu bergerak biasanya dibangun dengan beberapa model, untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan tipe jalan yang dilewati.

Sumber: https://id.wikipedia.org/

Selengkapnya
Gardu Listrik

Teknik Elektro dan Informatika

Distribusi Tenaga Listrik

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 28 Februari 2025


Distribusi tenaga listrik adalah tahap akhir dalam penyaluran tenaga listrik. Tahap ini membawa listrik dari sistem transmisi ke konsumen individual. Gardu distribusi terhubung ke sistem transmisi dan menurunkan tegangan transmisi ke tegangan menengah antara 2 kV dan 35 kV dengan menggunakan transformator. Kabel distribusi primer lalu membawa listrik bertegangan menengah tersebut ke transformator distribusi yang terletak di dekat lokasi konsumen. Transformator distribusi kemudian menurunkan tegangan ke tegangan utilisasi yang digunakan oleh lampu, peralatan industri, dan perabot rumah. Biasanya sejumlah konsumen dipasok oleh satu transformator melalui kabel distribusi sekunder. Konsumen komersial dan residensial biasanya terhubung ke kabel distribusi sekunder melalui sambungan listrik rumah. Konsumen yang membutuhkan listrik dalam jumlah yang lebih besar biasanya langsung terhubung ke kabel distribusi primer atau gardu listrik.

Transisi dari transmisi ke distribusi terjadi di gardu listrik sebagai berikut:

  • Pemutus daya dan saklar memungkinkan gardu untuk diputus dari sistem transmisi atau dari kabel distribusi.
  • Transformator menurunkan tegangan transmisi, 35 kV atau lebih, ke tegangan distribusi primer, biasanya 600–35.000 V.
  • Dari transformator, listrik menuju ke busbar yang dapat membagi listrik ke beberapa kabel distribusi.

Distribusi listrik di perkotaan biasanya dilakukan melalui bawah tanah, terkadang melalui terowongan utilitas, sementara distribusi listrik di pedesaan biasanya dilakukan dengan tiang utilitas, sedangkan distribusi listrik di suburban biasanya dilakukan melalui bawah tanah maupun dengan tiang utilitas. Makin dekat ke lokasi konsumen, transformator distribusi menurunkan tegangan listrik ke tegangan distribusi sekunder, biasanya 120/240 V di Amerika Serikat untuk konsumen residensial. Listrik lalu menuju ke lokasi konsumen melalui sambungan listrik rumah dan meteran listrik. Panjang kabel distribusi sekunder di perkotaan dapat hanya kurang dari 15 meter (50 ft), tetapi dapat lebih dari 91 meter (300 ft) di pedesaan.

Sejarah

Distribusi tenaga listrik baru dibutuhkan pada dekade 1880-an saat listrik mulai dibangkitkan di pembangkit listrik. Sebelum itu, listrik biasanya dibangkitkan di dekat lokasi konsumen. Sistem distribusi tenaga listrik yang dibangun di Eropa dan Amerika Serikat awalnya digunakan untuk menyalakan lampu, seperti lampu busur yang menggunakan tegangan sangat tinggi (sekitar 3000 volt) arus bolak-balik atau arus searah, dan bohlam yang menggunakan tegangan rendah (100 volt) arus searah. Keduanya menggantikan sistem lampu gas, dengan lampu busur biasa digunakan sebagai lampu penerangan jalan, dan bohlam biasa digunakan sebagai lampu di rumah.

Karena tegangan tinggi yang digunakan oleh lampu busur, sebuah pembangkit listrik dapat memasok barisan lampu di jalan sepanjang hingga 7-mil (11 km). Jika tegangan listrik dinaikkan dua kali lipat, kabel berukuran sama dapat menghantarkan listrik empat kali lebih jauh. Listrik untuk sistem bohlam arus searah di dalam ruangan buatan Edison, seperti yang dipasang di Pearl Street Station pada tahun 1882, sulit untuk dipasok ke lokasi yang berjarak lebih dari satu mil dari pembangkit listrik, karena tegangan yang digunakan pada sistem tersebut hanya 110 volt, dari pembangkit listrik hingga ke lokasi konsumen. Sistem tersebut membutuhkan kabel tembaga tebal, dan pembangkit listrik tidak boleh berjarak lebih dari 1,5 mil (2,4 km) dari konsumen terjauh untuk menghindari kebutuhan akan konduktor yang besar dan mahal.

Pengenalan transformator

Mentransmisikan listrik dalam jarak jauh pada tegangan tinggi dan kemudian menurunkannya ke tegangan rendah awalnya masih menjadi tantangan. Pada pertengahan dekade 1880-an, diluncurkan transformator yang memungkinkan tegangan arus bolak-balik untuk dinaikkan ke tegangan transmisi yang lebih tinggi dan kemudian diturunkan ke tegangan konsumen yang lebih rendah. Dengan biaya transmisi yang lebih murah dan keekonomian skala yang lebih besar, karena satu pembangkit listrik dapat memasok listrik ke seantero kota, penggunaan arus bolak-balik pun meningkat pesat.

Di Amerika Serikat, kompetisi antara arus searah dan arus bolak-balik makin meningkat pada akhir dekade 1880-an menjadi "perang arus" saat Thomas Edison mulai menyerang George Westinghouse yang mengembangkan sistem transformator arus bolak-balik pertama di Amerika Serikat, dengan menunjukkan semua kematian yang disebabkan oleh sistem arus bolak-balik bertegangan tinggi dan mengklaim bahwa sistem arus bolak-balik pada dasarnya berbahaya. Upaya propaganda Edison tersebut tidak berumur panjang, dengan perusahaannya akhirnya beralih ke arus bolak-balik pada tahun 1892.

Arus bolak-balik lalu menjadi bentuk transmisi listrik dominan dengan adanya inovasi desain motor elektrik dan pengembangan sistem universal di Eropa dan Amerika Serikat yang memungkinkan banyak sistem terdahulu untuk dihubungkan ke sistem arus bolak-balik.

Pada paruh pertama abad ke-20, di sejumlah tempat, industri tenaga listrik terintegrasi secara vertikal, dengan satu perusahaan melakukan pembangkitan, transmisi, distribusi, pengukuran, dan penagihan listrik sekaligus. Pada dekade 1970-an dan 1980-an, sejumlah negara memulai proses deregulasi dan privatisasi, sehingga mengarah ke pasar listrik. Sistem distribusi listrik tetap diatur secara ketat, tetapi pembangkitan, pemasaran, dan terkadang transmisi listrik ditransformasi menjadi pasar yang kompetitif.

Pembangkitan dan transmisi

Listrik dibangkitkan di pembangkit listrik, di mana tegangannya dapat mencapai 33.000 volt. Listrik yang dibangkitkan biasanya berarus bolak-balik. Pengguna arus searah dalam jumlah besar, seperti sejumlah sistem elektrifikasi perkeretaapian, sentral telepon, dan industri pemrosesan, seperti peleburan aluminium, menggunakan penyearah untuk menghasilkan arus searah dari pasokan arus bolak-balik, atau juga memiliki sistem pembangkitan listriknya sendiri. Arus searah bertegangan tinggi dapat digunakan untuk mengisolasi sistem arus bolak-balik atau mengendalikan jumlah listrik yang ditransmisikan. Contohnya, Hydro-Québec memiliki kabel arus searah dari James Bay ke Boston.

Dari pembangkit listrik, listrik dialirkan ke gardu induk di dekat pembangkit listrik yang dilengkapi dengan transformator step-up untuk menaikkan tegangan dari listrik tersebut agar sesuai dengan kebutuhan transmisi, yakni antara 44 kV hingga 765 kV. Di dalam sistem transmisi, listrik tersebut digabungkan dengan listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik lain. Listrik kemudian dialirkan secepat mungkin ke konsumen, dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya.

Distribusi primer

Tegangan distribusi primer bervariasi dari 4 kV hingga 35 kV fasa-ke-fasa (2,4 kV hingga 20 kV fasa-ke-netral) Hanya konsumen besar yang dipasok langsung dengan tegangan distribusi. Sebagian besar konsumen dihubungkan ke sebuah transformator, yang menurunkan tegangan distribusi ke "tegangan utilisasi", "tegangan pasokan" atau "tegangan utama" yang digunakan oleh sistem kabel di dalam rumah.

Konfigurasi jaringan

Jaringan distribusi dibagi menjadi dua tipe, yakni radial dan jaringan. Sistem radial disusun seperti pohon dengan tiap konsumen dipasok dari satu sumber pasokan, sementara tiap konsumen di sistem jaringan dipasok oleh lebih dari satu sumber pasokan yang beroperasi secara paralel. Sistem jaringan biasanya digunakan di kawasan yang lokasi konsumennya berdekatan, sementara sistem radial biasanya digunakan di kawasan rural atau suburban.

Sistem radial biasanya dilengkapi dengan penyulang darurat, sehingga sistem dapat direkonfigurasi jika terjadi masalah atau perawatan rutin. Rekonfigurasi tersebut dapat dilakukan dengan membuka atau menutup saklar untuk mengisolasi bagian tertentu dari sistem.

Penyulang panjang mengalami turun tegangan (distorsi faktor daya listrik) sehingga memerlukan pemasangan kapasitor atau regulator tegangan.

Rekonfigurasi, dengan mengganti hubungan fungsional antar elemen di dalam sistem, merupakan salah satu tindakan paling penting untuk meningkatkan performa operasional dari sebuah sistem distribusi. Sejak tahun 1975, saat Merlin dan Back memperkenalkan ide rekonfigurasi sistem distribusi untuk mengurangi susut daya aktif, hingga saat ini, banyak peneliti telah mengajukan berbagai macam metode dan algoritma untuk memecahkan masalah rekonfigurasi sebagai sebuah masalah objektif tunggal. Sejumlah peneliti mengajukan pendekatan optimalisasi berbasis Pareto (termasuk susut daya aktif dan indeks reliabilitas sebagai tujuan). Untuk itu, sejumlah metode berbasis kecerdasan buatan pun telah digunakan, yakni mikrogenetik, pertukaran cabang, optimisasi particle swarm, dan algoritma genetika pengurutan non-dominasi.

Layanan pedesaan

Sistem elektrifikasi pedesaan cenderung menggunakan tegangan distribusi yang lebih tinggi, karena jauhnya jarak yang harus dicapai oleh kabel distribusi. Tegangan distribusi pedesaan yang biasanya digunakan di Amerika Serikat adalah 7,2, 12,47, 25, dan 34,5 kV, sementara di Britania Raya biasanya adalah 11 kV dan 33 kV.

Layanan pedesaan biasanya berupaya untuk meminimalkan jumlah kabel dan tiang. Layanan pedesaan menggunakan tegangan yang lebih tinggi (daripada layanan perkotaan), sehingga memungkinkan penggunaan kabel baja galvanisir, yang memungkinkan tiang diletakkan dalam jarak yang lebih jauh. Di kawasan pedesaan, sebuah transformator dapat hanya melayani satu konsumen. Di Selandia Baru, Australia, Saskatchewan, Kanada, dan Afrika Selatan, sistem single-wire earth return (SWER) digunakan untuk mengalirkan listrik ke kawasan pedesaan.

Listrik tiga fasa digunakan untuk menyalakan fasilitas pertanian besar, fasilitas SPBU, fasilitas pengolahan air, dsb. Di Amerika Utara, tiang listrik biasanya berupa empat kabel tiga fasa dengan sebuah konduktor netral. Sistem distribusi pedesaan juga dapat memiliki konduktor satu fasa dan netral yang panjang. Di kawasan pedesaan terpencil, kabel netral dihubungkan ke tanah untuk digunakan kabel return (single-wire earth return).

Distribusi sekunder

Listrik dihantarkan ke konsumen dengan frekuensi sebesar 50 atau 60 Hz, tergantung pada wilayahnya, sebagai tenaga listrik satu fasa. Di sejumlah negara di Eropa, listrik tiga fasa juga dapat dihantarkan untuk konsumen besar. Jika dilihat dengan osiloskop, listrik di Amerika Utara akan terlihat seperti gelombang sinus, yang berosilasi antara −170 volt dan 170 volt, sehingga tegangan efektifnya adalah 120 volt RMS. Tenaga listrik tiga fasa lebih efisien dalam hal jumlah listrik yang dapat dihantarkan per jumlah kabel, dan lebih cocok untuk menyalakan motor elektrik besar. Sejumlah perabot besar di Eropa juga dapat dinyalakan dengan listrik tiga fasa, seperti kompor listrik dan pengering pakaian.

Sebuah kabel bumi biasanya disediakan di sistem milik konsumen serta di peralatan yang dimiliki oleh perusahaan ketenagalistrikan. Tujuan menghubungkan sistem milik konsumen ke bumi adalah untuk membatasi tegangan yang dapat timbul jika konduktor bertegangan tinggi jatuh ke konduktor bertegangan lebih rendah yang biasanya diletakkan lebih rendah, atau jika terjadi kegagalan di transformator distribusi. Sistem pembumian dapat berupa TT, TN-S, TN-C-S, atau TN-C.

Sumber: https://id.wikipedia.org/

Selengkapnya
Distribusi Tenaga Listrik

Teknik Elektro dan Informatika

Beban Listrik Dasar

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 28 Februari 2025


Beban listrik dasar (atau beban dasar) adalah jumlah permintaan minimum yang harus dipenuhi oleh suatu sistem tenaga listrik dalam jangka waktu tertentu, misalnya satu minggu atau satu bulan. Beban ini dapat dipenuhi oleh satu jenis pembangkit, pembangkit listrik cadangan, atau oleh sejumlah energi terbarukan variatif kecil, tergantung pada pendekatan mana yang memberi harga paling murah, namun dengan tingkat kehandalan dan ketersediaan yang tinggi. Apabila beban dasar telah terlampaui, maka beban selanjutnya dapat dipasok oleh pembangkit listrik cadangan, pembangkit listrik pemikul beban menengah, dan pembangkit listrik pemikul beban puncak, yang dapat dinyalakan dan dinonaktifkan dalam waktu cepat, serta cadangan operasi, respon permintaan, dan juga penyimpanan energi.

Pembangkit listrik yang tidak mengubah jumlah produksi secara cepat, seperti PLTU atau PLTN, umumnya disebut sebagai pembangkit listrik pemikul beban dasar.

Deskripsi

Operator sistem transmisi biasanya secara rutin menggelar lelang jangka pendek dan jangka panjang yang diikuti oleh para operator pembangkit, untuk menentukan pembangkit mana yang cocok untuk memasok listrik ke sistemnya, sekaligus menyeimbangkan pasokan dengan permintaan pengguna secara terus-menerus.

Dalam sejarahnya, sistem tenaga listrik besar biasanya menggunakan satu jenis pembangkit listrik untuk memasok beban dasar, walaupun tidak ada peraturan yang mengharuskan hal ini. Beban dasar dapat juga dipasok oleh sejumlah energi terbarukan variatif dan pembangkit listrik cadangan.

Pembangkit listrik beban dasar biasanya berupa pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), ataupun pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU), yang membutuhkan beberapa hari untuk dinyalakan maupun dinonaktifkan, pembangkit listrik tenaga air, panas bumi, biogas, biomassa, panas surya dengan penyimpanan, dan konversi energi termal lautan.

Interupsi pasokan dapat terjadi pada semua pembangkit dan menyebabkan kerusakan. Kekeringan dapat mengganggu PLTA, membekunya batu bara dapat mengganggu PLTU, dan kebocoran atau penyumbatan pipa dapat mengganggu PLTG.

Operator sistem tenaga listrik juga dapat memakai tirai untuk melepas pembangkit dari sistem apabila produksinya tidak dibutuhkan.

Terdapat 195.000 MW penyimpanan listrik yang terpasang di seluruh dunia; 94% berupa penampungan air di dekat bendungan; 2% berupa baterai. Penampungan air menggunakan listrik pada saat permintaan rendah, biasanya saat malam, untuk memompa air dari penampungan air di bawah ke penampungan air di atas, untuk kemudian diturunkan lagi dengan melewati turbin, selama permintaan tinggi, biasanya pada siang hari. Ketersediaan tenaga surya pada jam puncak di siang hari dapat mengurangi kebutuhan penyimpanan. Fasilitas penyimpanan energi terbesar di dunia berada di perbatasan Virginia-West Virginia, dengan kapasitas 50% lebih banyak dari Bendungan Hoover.

Ekonomi

Operator sistem transmisi mengadakan lelang untuk mendapatkan harga listrik termurah dari beberapa pembangkit dalam jangka waktu tertentu.

PLTU dan PLTN memiliki biaya tetap yang sangat tinggi dan faktor kapasitas yang tinggi, namun memiliki biaya marginal yang rendah, walaupun tidak serendah pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Pada sisi lain, pembangkit listrik pemikul beban puncak, seperti pembangkit listrik tenaga gas alam (PLTG), memiliki biaya tetap yang rendah dan faktor kapasitas yang rendah, namun biaya marginalnya tinggi.

PLTU dan PLTN tidak mengubah produksi listriknya sewaktu-waktu untuk menyesuaikan dengan permintaan, karena lebih menguntungkan untuk mengoperasikannya secara konstan. Walaupun begitu, beberapa PLTN, seperti di di Prancis, dapat juga digunakan sebagai pembangkit listrik pemikul beban menengah dan mengubah produksinya secara terbatas, untuk menyesuaikan dengan permintaan.

Pembangkit listrik tenaga gas dan uap biasanya dapat berfungsi sebagai pembangkit listrik beban dasar, serta dapat juga menurunkan dan menaikkan produksi untuk menyesuaikan dengan fluktuasi permintaan.

Perbedaan jenis pembangkit dan teknologi dapat menyebabkan perbedaan kemampuan untuk menaikkan atau menurunkan produksi. PLTN umumnya memproduksi listrik mendekati kapasitas maksimumnya secara terus-menerus (terlepas dari perawatan, pengisian ulang, dan penggantian berkala), sementara PLTU biasanya dirotasi untuk memenuhi kebutuhan. PLTU dengan beberapa unit pembangkit biasanya menggunakan sistem rotasi, sehingga tetap dapat menyesuaikan permintaan dengan menonaktifkan atau mengaktifkan beberapa unit.

Menurut Direktur Utama National Grid plc, Steve Holliday pada tahun 2015, pembangkit listrik beban dasar sudah "ketinggalan zaman", karena pembangkit listrik mikro akan menjadi produsen listrik primer, sementara pembangkit listrik besar hanya akan memasok sisanya.

Sumber: https://id.wikipedia.org/

Selengkapnya
Beban Listrik Dasar

Teknik Elektro dan Informatika

Apa Itu Pembangkit Listrik Tenaga Air?

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 28 Februari 2025


Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah salah satu jenis pembangkit listrik yang menggunakan energi air sebagai sumber daya utamanya. PLTA mengubah energi potensial air menjadi energi kinetik yang kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan listrik.

Berikut adalah penjelasan singkat tentang cara kerja dan beberapa komponen penting dari PLTA:

  1. Bendungan: PLTA biasanya dibangun dengan mendirikan sebuah bendungan di sungai atau waduk yang menghasilkan kolam penampungan air besar. Bendungan digunakan untuk menahan dan mengatur aliran air sehingga dapat diatur debit air yang mengalir ke turbin.
  2. Saluran Pengalir: Setelah air ditahan di waduk, air dialirkan melalui saluran pengalir atau pipa menuju turbin dengan bantuan pintu-pintu air (gate) yang dapat diatur untuk mengatur debit air yang masuk ke turbin.
  3. Turbin: Air yang mengalir melalui saluran pengalir mengenai kincir atau turbin, dan menghasilkan energi kinetik yang memutar turbin. Turbin dapat berbentuk turbin Francis, turbin Pelton, atau turbin Kaplan, tergantung pada karakteristik PLTA dan perbedaan tinggi antara air yang masuk dan keluar.
  4. Generator: Gerakan turbin digunakan untuk menggerakkan rotor generator yang terdiri dari kumparan-kumparan yang dipasangkan pada poros. Gerakan rotor menghasilkan medan magnet yang berubah-ubah dalam generator, yang kemudian menghasilkan listrik pada kumparan stator.
  5. Trafo (Transformator): Listrik yang dihasilkan dari generator memiliki tegangan rendah, sehingga perlu ditingkatkan menggunakan transformator untuk mengubah tegangan listrik menjadi tinggi agar dapat diangkut melalui jaringan transmisi dengan lebih efisien.
  6. Jaringan Transmisi: Listrik yang dihasilkan oleh PLTA dikirim melalui jaringan transmisi ke stasiun pembangkit tenaga listrik (SUTET) dan kemudian didistribusikan ke berbagai daerah untuk digunakan oleh konsumen.

Keuntungan dari Pembangkit Listrik Tenaga Air

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) memiliki banyak keuntungan sebagai sumber energi terbarukan. Berikut adalah beberapa keuntungan utama dalam menggunakan PLTA:

  1. Energi Terbarukan
    PLTA menggunakan energi air yang terbarukan, seperti sungai, waduk, atau air terjun, yang berarti sumber energinya tidak terbatas dan dapat diperbaharui secara alami oleh siklus air. Ini membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang terbatas dan membantu menjaga ketersediaan energi dalam jangka panjang.
  2. Ramah Lingkungan
    PLTA merupakan salah satu bentuk energi bersih karena tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca dan polusi udara lainnya. Penggunaan PLTA membantu mengurangi dampak negatif terhadap perubahan iklim dan lingkungan secara keseluruhan.
  3. Biaya Operasional Rendah
    Setelah pembangunan selesai, biaya operasional PLTA cenderung rendah. Meskipun investasi awal dalam pembangunan PLTA bisa cukup besar, biaya operasionalnya relatif rendah karena energi yang digunakan berasal dari sumber alami yang gratis, yaitu air.
  4. Stabilitas Pasokan Listrik
    PLTA memberikan pasokan listrik yang stabil karena aliran air bisa diatur dan diprediksi dengan baik. Hal ini membantu mengurangi risiko pemadaman listrik yang disebabkan oleh fluktuasi pasokan energi.
  5. Fleksibilitas Operasional
    PLTA dapat dengan mudah diatur untuk mengatur produksi listrik sesuai dengan permintaan. Peningkatan atau penurunan produksi listrik dapat dilakukan dengan mengatur jumlah air yang mengalir ke turbin.
  6. Sumber Listrik Desentralisasi
    PLTA dapat dibangun di wilayah terpencil atau pedalaman, sehingga dapat menyediakan akses listrik yang lebih baik untuk komunitas yang terpencil atau terisolasi.
  7. Pemanfaatan Multipurpose
    Waduk yang dibentuk oleh PLTA dapat memiliki manfaat ganda, seperti irigasi untuk pertanian, penanganan banjir, pariwisata, dan aktivitas rekreasi air.
  8. Umur Panjang
    PLTA memiliki masa hidup yang relatif panjang dan dapat beroperasi selama beberapa dekade dengan perawatan yang tepat.

Kerugian Memakai Pembangkit Listrik Tenaga Air

Meskipun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) memiliki banyak keuntungan, ada juga beberapa kerugian yang perlu diperhatikan dalam penggunaan teknologi ini. Beberapa kerugian PLTA antara lain:

  1. Dampak Lingkungan
    Pembangunan PLTA seringkali memerlukan pemindahan penduduk dan mengakibatkan kehilangan lahan yang luas. Bendungan yang dibangun juga dapat mengubah ekosistem sungai dan lingkungan sekitarnya. Perubahan aliran air dapat mempengaruhi ekosistem sungai, termasuk hewan dan tumbuhan yang bergantung pada pola aliran air yang asli.
  2. Pengurangan Sumber Daya Air
    Pembangunan waduk untuk PLTA dapat mengurangi ketersediaan air bagi pertanian, pemenuhan kebutuhan air bersih, dan ekosistem air di hilir waduk. Hal ini dapat menyebabkan dampak negatif pada pertanian dan lingkungan di wilayah yang terdampak.
  3. Banjir dan Pencemaran
    Pengaturan aliran air oleh bendungan dapat menyebabkan banjir di hilir waduk ketika debit air tiba-tiba dilepaskan. Selain itu, waduk juga dapat menjadi penampung sedimen dan polutan, yang berpotensi menyebabkan pencemaran air.
  4. Risiko Kegagalan Struktur
    Adanya risiko kerusakan atau kegagalan pada struktur bendungan atau peralatan PLTA dapat menyebabkan bencana alam dan ancaman bagi keselamatan masyarakat yang tinggal di sekitar daerah tersebut.
  5. Perubahan Pola Iklim
    Pembangunan PLTA dapat menyebabkan perubahan mikro iklim di sekitar waduk, karena perubahan luas dan kedalaman air. Hal ini dapat mempengaruhi tanaman, hewan, dan manusia yang tinggal di sekitar waduk.
  6. Biaya dan Investasi Awal
    Pembangunan PLTA memerlukan biaya dan investasi awal yang besar. Meskipun biaya operasionalnya rendah setelah pembangunan selesai, investasi awalnya bisa menjadi kendala terutama di daerah dengan sumber daya finansial yang terbatas.
  7. Ketergantungan pada Faktor Alam
    Efisiensi PLTA sangat tergantung pada curah hujan dan debit air yang stabil. Perubahan pola cuaca atau perubahan iklim dapat mempengaruhi ketersediaan air dan performa PLTA.

Sumber: https://fatek.umsu.ac.id/

Selengkapnya
Apa Itu Pembangkit Listrik Tenaga Air?

Riset dan Inovasi

Indonesia dan Korea Bekerjasama dalam Studi Ekonomi Lingkungan untuk Menanggulangi Dampak Perubahan Iklim

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025


Indonesia bertekad mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030 sebagai bagian dari upaya global menghadapi pemanasan global. Untuk itu, kerjasama lintas negara, termasuk antara lembaga riset di Indonesia dan Korea, menjadi sangat penting. Dalam rangka memperingati 50 tahun hubungan diplomatik antara kedua negara, Indonesia dan Korea telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dalam Global Korea Forum (GKF) di Seoul pada tanggal 22 November. Fokus kerjasama ini adalah penelitian bersama dalam bidang Ekonomi Sirkular di sektor Energi dan Manufaktur.

Kerjasama ini diprakarsai oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia, Korea Institute of Industrial Technology (KIET), dan Cheil Jedang Korea. Ketiga lembaga ini akan bekerja sama dalam penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi ekonomi sirkular. Presiden Korea Institute for Industrial Economics and Trade (KIET), Ju Hyeon, menekankan pentingnya kerjasama ini dalam konteks kemitraan internasional, khususnya dalam hal ekonomi sirkular, terutama dalam bidang Polimer Biodegradable.

Ju Hyeon menyoroti pencapaian signifikan yang telah dicapai melalui kerjasama erat antara Indonesia dan Korea, dengan perdagangan bilateral yang mencapai rekor tertinggi tahun lalu. Ia menegaskan peran penting ekonomi sirkular dalam mencapai netralitas karbon sebagai respons terhadap pemanasan global. Haznan Abimanyu, Kepala Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM) BRIN, menekankan urgensi kolaborasi dalam mengatasi tantangan global. Ia menyatakan optimisme terhadap komitmen ketiga organisasi terkemuka ini untuk bekerja bersama demi kebaikan yang lebih besar, terutama dalam menangani isu energi, manufaktur, dan keberlanjutan.

Haznan menyoroti pentingnya MOU sebagai tanda komitmen untuk bertindak, bukan hanya sebagai dokumen formal belaka. Ia menekankan pentingnya semangat kemitraan, dialog terbuka, dan tanggung jawab bersama untuk mencapai terobosan dalam membangun masa depan ekonomi sirkular. Kerjasama dengan sektor swasta, Cheil Jedang Korea, juga diapresiasi karena kontribusinya dalam pengembangan Polimer Biodegradable, yang merupakan salah satu aspek kunci dalam mewujudkan ekonomi sirkular. Diharapkan kerjasama ini akan memberikan dampak positif jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan di kedua negara.
 

Sumber: www.brin.go.id

Selengkapnya
Indonesia dan Korea Bekerjasama dalam Studi Ekonomi Lingkungan untuk Menanggulangi Dampak Perubahan Iklim
« First Previous page 439 of 1.083 Next Last »