Keselamatan Kerja

Menuju Operasi Offshore Tanpa Insiden: Konseptualisasi Langkah Keselamatan Tingkat Lanjut

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Industri minyak dan gas offshore menghadapi tantangan besar dalam menjaga keselamatan operasional. Dengan risiko tinggi akibat kondisi lingkungan ekstrem, kesalahan manusia, dan kegagalan peralatan, industri ini harus menerapkan langkah-langkah keselamatan yang lebih maju untuk mencapai zero-incident operations. Studi oleh Aderamo et al. (2024) menyajikan kerangka konseptual untuk meningkatkan keselamatan dengan teknologi canggih dan pendekatan manajemen keselamatan berbasis budaya organisasi.

Studi Kasus dan Data

Penelitian ini menyajikan beberapa studi kasus dari platform minyak offshore yang telah menerapkan langkah-langkah keselamatan inovatif. Beberapa angka penting dari studi ini meliputi:

  • Reduksi kecelakaan kerja sebesar 35% dengan penerapan pemeliharaan prediktif berbasis AI.
  • Peningkatan efisiensi operasional hingga 20% melalui penggunaan sensor IoT untuk pemantauan real-time.
  • Tingkat kepatuhan terhadap regulasi meningkat 90% dengan implementasi sistem keselamatan berbasis budaya.

Teknologi Keselamatan yang Diusulkan

1. Pemeliharaan Prediktif dengan AI

  • Menggunakan machine learning untuk mendeteksi potensi kegagalan peralatan sebelum terjadi insiden.
  • Menganalisis pola keausan dan memberi peringatan dini.
  • Mengurangi downtime dan memperpanjang umur peralatan.

2. Pemantauan Real-time dengan IoT

  • Sensor IoT digunakan untuk mengukur kondisi lingkungan dan kinerja peralatan.
  • Data dikirim secara langsung ke pusat kontrol untuk analisis dan respons cepat.
  • Mampu mendeteksi kebocoran gas atau perubahan tekanan yang berpotensi membahayakan.

3. Pelatihan Keselamatan dengan Virtual Reality (VR)

  • Simulasi berbasis VR memungkinkan pekerja mengalami skenario berbahaya dalam lingkungan yang aman.
  • Mengurangi risiko kesalahan manusia dengan meningkatkan kesiapan mental dan teknis pekerja.
  • Studi menunjukkan bahwa pekerja yang menjalani pelatihan VR memiliki peningkatan keterampilan keselamatan sebesar 40%.

Regulasi dan Budaya Keselamatan

Penerapan teknologi saja tidak cukup tanpa komitmen terhadap budaya keselamatan. Perusahaan yang sukses dalam mencapai zero-incident operations memiliki ciri:

  • Kepemimpinan yang berorientasi keselamatan: Manajer terlibat langsung dalam inisiatif keselamatan.
  • Sistem pelaporan insiden tanpa sanksi: Pekerja lebih aktif melaporkan potensi bahaya tanpa takut hukuman.
  • Kepatuhan regulasi ketat: Standarisasi mengikuti ISO 45001 dan regulasi dari badan internasional seperti IMO.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Dengan kombinasi teknologi canggih, budaya keselamatan, dan regulasi ketat, industri offshore dapat bergerak menuju zero-incident operations. Studi ini menunjukkan bahwa langkah-langkah seperti pemeliharaan prediktif, pemantauan IoT, dan pelatihan VR dapat mengurangi risiko dan meningkatkan efisiensi.

Rekomendasi Utama:

  1. Mengintegrasikan teknologi AI dan IoT dalam pemantauan operasional.
  2. Menerapkan pelatihan VR untuk meningkatkan kesiapan pekerja terhadap bahaya.
  3. Mendorong budaya keselamatan proaktif dengan kepemimpinan yang mendukung pelaporan insiden tanpa sanksi.
  4. Mematuhi standar regulasi internasional guna memastikan keselamatan optimal.

Sumber: Aderamo, A. T., Olisakwe, H. C., Adebayo, Y. A., & Esiri, A. E. (2024). ‘Towards Zero-Incident Offshore Operations: Conceptualizing Advanced Safety Safeguards’. International Journal of Engineering Research and Development, 20(11), 216-233.

Selengkapnya
Menuju Operasi Offshore Tanpa Insiden: Konseptualisasi Langkah Keselamatan Tingkat Lanjut

Keselamatan Kerja

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Penggunaan Kacamata Keselamatan dalam Organisasi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan kerja merupakan aspek yang sangat penting dalam industri, terutama dalam lingkungan kerja yang memiliki risiko tinggi terhadap kecelakaan mata. Salah satu bentuk perlindungan yang digunakan adalah kacamata keselamatan sebagai bagian dari Alat Pelindung Diri (APD). Namun, banyak pekerja yang enggan menggunakan kacamata keselamatan secara konsisten. Penelitian oleh Bazán Deza (2022) meneliti bagaimana kualitas kacamata keselamatan, kesadaran pekerja terhadap keselamatan diri (self-care), serta kondisi kerja mempengaruhi penerimaan penggunaan kacamata keselamatan.

Studi Kasus dan Data Statistik

Penelitian ini dilakukan di sebuah organisasi industri yang memiliki tingkat risiko tinggi terhadap cedera mata. Beberapa temuan utama dari studi ini meliputi:

  • 37% pekerja menolak menggunakan APD karena merasa tidak nyaman.
  • 29% menyatakan bahwa APD menghambat kinerja mereka.
  • Pekerja dengan pengalaman lebih dari 5 tahun lebih cenderung menggunakan APD secara konsisten dibandingkan pekerja yang lebih muda.
  • Penerapan kebijakan keselamatan yang lebih ketat meningkatkan kepatuhan terhadap penggunaan APD hingga 90%.

Dari hasil uji hipotesis menggunakan uji chi-square (X² < 0,05), ditemukan bahwa kualitas kacamata keselamatan dan kesadaran pekerja memiliki pengaruh signifikan terhadap penerimaan penggunaan APD.

Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Kacamata Keselamatan

1. Kualitas Kacamata Keselamatan

  • Kacamata yang tidak sesuai standar ergonomi sering kali menyebabkan ketidaknyamanan.
  • Bahan yang digunakan harus memenuhi standar perlindungan terhadap dampak benda asing dan radiasi.
  • Penggunaan lensa anti-kabut dan ventilasi yang baik dapat meningkatkan kenyamanan.

2. Kesadaran Pekerja terhadap Keselamatan (Self-Care)

  • Pekerja yang memiliki pemahaman tinggi tentang risiko lebih cenderung menggunakan APD secara sukarela.
  • Kampanye keselamatan dan pelatihan secara rutin meningkatkan tingkat kepatuhan.
  • Karyawan yang mendapatkan pengalaman langsung dengan kecelakaan lebih peduli terhadap keselamatan diri.

3. Kondisi Kerja dan Pengaruh Ergonomi

  • Lingkungan kerja yang berdebu atau memiliki risiko tinggi terhadap benda terbang meningkatkan kebutuhan akan kacamata keselamatan.
  • Kombinasi penggunaan kacamata keselamatan dengan APD lain seperti helm dan masker sering kali menjadi kendala bagi pekerja.
  • Penyediaan APD yang kompatibel dengan kebutuhan pekerja sangat diperlukan.

Strategi Meningkatkan Kepatuhan Penggunaan APD

Untuk meningkatkan kepatuhan pekerja dalam menggunakan kacamata keselamatan, beberapa rekomendasi dapat diterapkan:

  1. Penyediaan Kacamata yang Ergonomis
    • Menggunakan bahan ringan dan desain yang nyaman untuk meningkatkan kenyamanan pekerja.
    • Memastikan kompatibilitas dengan APD lain seperti masker dan helm.
  2. Pelatihan dan Kampanye Keselamatan
    • Melibatkan pekerja dalam simulasi bahaya dan dampak dari tidak menggunakan APD.
    • Menyediakan penghargaan bagi pekerja yang konsisten dalam menggunakan APD.
  3. Pengawasan dan Evaluasi Berkelanjutan
    • Melakukan inspeksi rutin untuk memastikan pekerja mematuhi aturan keselamatan.
    • Memberikan sanksi yang bersifat edukatif bagi pelanggar aturan.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa penerimaan penggunaan kacamata keselamatan dipengaruhi oleh kualitas APD, kesadaran pekerja, serta kondisi kerja. Dengan peningkatan standar kualitas kacamata keselamatan, edukasi keselamatan yang lebih baik, serta pengawasan yang ketat, kepatuhan terhadap penggunaan APD dapat ditingkatkan secara signifikan.

Sumber: Bazán Deza, R. G. (2022). ‘Impact of Quality and Self-Care on The Acceptance of Safety Glasses in an Organization’. Industrial Data, 25(2), 233-259. Universidad Nacional Mayor de San Marcos, Lima, Perú.

Selengkapnya
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Penggunaan Kacamata Keselamatan dalam Organisasi

Keselamatan Kerja

Hubungan antara Safety Management System (SMS) dan Budaya Keselamatan dalam Program Penerbangan Perguruan Tinggi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan dalam dunia penerbangan adalah aspek utama yang tidak dapat diabaikan, terutama dalam program penerbangan perguruan tinggi yang melatih calon pilot dan tenaga profesional industri penerbangan. Penelitian yang dilakukan oleh Foster dan Adjekum (2022) menyoroti hubungan antara implementasi Safety Management System (SMS) dengan persepsi budaya keselamatan di berbagai program penerbangan perguruan tinggi di Amerika Serikat.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara semi-terstruktur untuk memahami bagaimana mahasiswa, instruktur penerbangan bersertifikat (CFI), dan pemimpin keselamatan memandang SMS dan budaya keselamatan di institusi mereka.

Studi Kasus dan Temuan Utama

1. Variasi Implementasi SMS di Perguruan Tinggi

Studi ini melibatkan tiga institusi penerbangan dengan tingkat implementasi SMS yang berbeda:

  • Universitas A: Baru memulai proses implementasi SMS.
  • Universitas B: Telah mencapai tahap kepatuhan aktif dalam program SMS yang diakui oleh FAA.
  • Universitas C: Telah mencapai tahap akhir dalam standar SMS internasional.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa banyak mahasiswa dan CFI tidak memahami SMS secara mendalam. Mayoritas mengasosiasikan SMS hanya dengan sistem pelaporan keselamatan, tanpa memahami aspek yang lebih luas seperti manajemen risiko dan evaluasi keselamatan.

2. Peran CFI dalam Membentuk Budaya Keselamatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa CFI memiliki peran krusial dalam membentuk persepsi budaya keselamatan mahasiswa. Beberapa poin penting terkait peran CFI:

  • CFI sebagai contoh utama: Mahasiswa lebih banyak dipengaruhi oleh perilaku CFI dibandingkan kebijakan tertulis.
  • Variasi pendekatan keselamatan: Mahasiswa yang memiliki lebih dari satu CFI mendapatkan perspektif berbeda terkait keselamatan.
  • Kesenjangan pemahaman SMS: Banyak CFI tidak memahami SMS secara menyeluruh, sehingga sulit untuk menanamkan pemahaman yang baik kepada mahasiswa.

3. Kurangnya Pemahaman tentang SMS

Salah satu temuan utama penelitian ini adalah bahwa sebagian besar mahasiswa dan CFI tidak memahami secara spesifik jenis SMS yang diterapkan di institusi mereka. Bahkan ketika diberikan pertanyaan spesifik mengenai fase implementasi SMS, mereka tidak dapat memberikan jawaban yang tepat.

Hal ini menunjukkan bahwa perlu ada edukasi lebih lanjut mengenai SMS dalam kurikulum penerbangan serta integrasi konsep keselamatan dalam pelatihan sehari-hari.

4. Kebutuhan Umpan Balik dalam Pelaporan Keselamatan

Mahasiswa dan CFI enggan melaporkan insiden keselamatan jika mereka tidak mendapatkan umpan balik yang jelas dari laporan mereka. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian umpan balik terhadap laporan keselamatan dapat meningkatkan partisipasi dalam sistem pelaporan dan memperkuat budaya keselamatan.

Rekomendasi

Berdasarkan temuan penelitian, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan di program penerbangan perguruan tinggi adalah:

  1. Meningkatkan Edukasi SMS
    • Memasukkan SMS sebagai bagian dari kurikulum penerbangan.
    • Menyediakan pelatihan reguler bagi CFI mengenai implementasi SMS.
  2. Memperkuat Peran CFI dalam Keselamatan
    • Menjadikan CFI sebagai mentor keselamatan bagi mahasiswa.
    • Mendorong CFI untuk lebih aktif dalam proses manajemen risiko.
  3. Meningkatkan Efektivitas Pelaporan Keselamatan
    • Menyediakan sistem umpan balik bagi pelapor.
    • Mempromosikan pentingnya pelaporan keselamatan sebagai bagian dari budaya keselamatan.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa SMS memiliki potensi besar dalam meningkatkan budaya keselamatan di program penerbangan perguruan tinggi. Namun, keberhasilan implementasi SMS sangat bergantung pada pemahaman dan partisipasi aktif mahasiswa serta CFI. Dengan meningkatkan edukasi SMS, memperkuat peran CFI, dan memastikan sistem pelaporan yang efektif, institusi dapat membangun budaya keselamatan yang lebih baik.

Sumber: Foster, A. R. & Adjekum, D. K. (2022). ‘A Qualitative Review of the Relationship between Safety Management Systems (SMS) and Safety Culture in Multiple-Collegiate Aviation Programs’. Collegiate Aviation Review International, 40(1), 63-94.

Selengkapnya
Hubungan antara Safety Management System (SMS) dan Budaya Keselamatan dalam Program Penerbangan Perguruan Tinggi

Keselamatan Kerja

Strategi Peningkatan Manajemen Keselamatan Proses dalam Industri Minyak dan Gas

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan dalam industri minyak dan gas merupakan aspek krusial yang berpengaruh pada keselamatan pekerja, aset perusahaan, serta lingkungan. Artikel oleh Adikwu et al. (2024) membahas pendekatan Process Safety Management (PSM) dalam memitigasi risiko operasional dan meningkatkan keselamatan kerja. Dengan tingginya tingkat kecelakaan yang terjadi di sektor ini akibat kebakaran, ledakan, dan kebocoran gas beracun, implementasi PSM yang efektif menjadi kunci dalam mengurangi risiko.

Studi Kasus dan Data Statistik

Dalam penelitian ini, beberapa temuan utama dari implementasi PSM dalam industri minyak dan gas meliputi:

  • Reduksi tingkat kecelakaan sebesar 40% pada perusahaan yang menerapkan sistem PSM berbasis digital.
  • Peningkatan efisiensi operasional hingga 25% dengan penggunaan pemeliharaan prediktif berbasis AI.
  • 90% perusahaan yang mengadopsi strategi keselamatan berbasis budaya melaporkan peningkatan kepatuhan regulasi.

Data ini menunjukkan bahwa pendekatan berbasis teknologi dan budaya keselamatan yang kuat dapat meningkatkan keselamatan dan kepatuhan terhadap regulasi industri.

Komponen Utama dalam Manajemen Keselamatan Proses

1. Analisis Bahaya Proses (Process Hazard Analysis - PHA)

  • Mengidentifikasi potensi bahaya dalam fasilitas minyak dan gas.
  • Menggunakan metode Hazard and Operability Study (HAZOP) untuk mendeteksi risiko operasional.

2. Investigasi Insiden dan Manajemen Perubahan

  • Memastikan setiap insiden dievaluasi untuk mencegah kejadian serupa.
  • Manajemen perubahan diterapkan untuk menilai dampak setiap modifikasi dalam sistem.

3. Integritas Mekanis dan Pemeliharaan Prediktif

  • Menjaga keandalan peralatan dengan inspeksi berkala.
  • Menggunakan sensor IoT dan AI untuk memprediksi potensi kegagalan peralatan.

4. Budaya Keselamatan dan Kepemimpinan

  • Meningkatkan keterlibatan manajemen dalam pengambilan keputusan terkait keselamatan.
  • Mengadopsi sistem pelaporan insiden tanpa sanksi untuk meningkatkan keterlibatan pekerja.

Tantangan dalam Implementasi PSM

Meskipun manfaat PSM telah terbukti, beberapa tantangan dalam implementasinya mencakup:

  • Infrastruktur yang menua, menyebabkan peningkatan risiko kegagalan peralatan.
  • Kurangnya kepatuhan di beberapa wilayah, terutama di negara dengan regulasi keselamatan yang belum berkembang.
  • Hambatan dalam adopsi teknologi baru, karena biaya tinggi dan resistensi dari pekerja.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan dalam Industri Minyak dan Gas

  1. Meningkatkan investasi dalam teknologi keselamatan seperti AI, IoT, dan predictive maintenance.
  2. Memperkuat regulasi dan kepatuhan industri, dengan keterlibatan lebih besar dari otoritas pengawas.
  3. Menerapkan pelatihan keselamatan berkelanjutan untuk semua level pekerja.
  4. Mengintegrasikan sistem pelaporan insiden yang transparan, sehingga pekerja dapat melaporkan masalah tanpa rasa takut.

Kesimpulan

Dengan mengadopsi pendekatan berbasis teknologi, budaya keselamatan, dan kepemimpinan yang kuat, industri minyak dan gas dapat secara signifikan mengurangi risiko kecelakaan dan meningkatkan efisiensi operasional. Studi ini menekankan pentingnya keseimbangan antara teknologi dan pengawasan manusia dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman.

Sumber: Adikwu, F. E., Esiri, A. E., Aderamo, A. T., Akano, O. A., & Erhueh, O. V. (2024). ‘Advancing Process Safety Management Systems in the Oil and Gas Industry: Strategies for Risk Mitigation’. World Journal of Engineering and Technology Research, 03(02), 001–010.

Selengkapnya
Strategi Peningkatan Manajemen Keselamatan Proses dalam Industri Minyak dan Gas

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Dampak Praktik Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Komitmen dan Kinerja Karyawan di Industri Baja Rwanda

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan aspek krusial dalam industri baja yang memiliki risiko tinggi terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Studi yang dilakukan oleh Umugwaneza et al. (2019) meneliti dampak praktik K3 terhadap komitmen dan kinerja karyawan di dua perusahaan baja di Rwanda, yaitu SteelRwa Industries Ltd dan IMANA Steel Rwanda Ltd. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan 533 responden, mencakup manajer, supervisor, dan pekerja. Dari sampel yang ditentukan, 229 karyawan berpartisipasi dalam penelitian ini.

Studi Kasus dan Temuan Utama

1. Tingkat Kesadaran Karyawan terhadap K3

  • 63,6% karyawan tidak mengikuti prosedur keselamatan karena kurangnya enforcement dan tekanan kerja.
  • 60,5% tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang hukum dan regulasi K3.
  • 56,4% tidak mengetahui hak-hak mereka terkait keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Statistik Kecelakaan Kerja di Industri Baja Rwanda

  • Jumlah kecelakaan kerja meningkat dari 41 kasus pada 2007 menjadi 680 kasus pada 2017.
  • Insiden utama melibatkan ledakan, kontak dengan logam panas, dan terjebak dalam mesin.
  • 100% pekerja tidak memiliki asuransi kesehatan, yang meningkatkan beban finansial akibat cedera kerja.

3. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

  • 80% pekerja telah diberikan APD, namun sebagian besar menolak menggunakannya karena ketidaknyamanan dan suhu tinggi di pabrik.
  • APD yang tersedia sering kali usang, meningkatkan risiko kecelakaan.
  • Hanya 47,7% pekerja yang menerima pelatihan tentang penggunaan APD.

Hubungan antara K3 dan Kinerja Karyawan

1. Dampak K3 terhadap Produktivitas

  • 72,3% pekerja menyatakan bahwa kurangnya kepemimpinan dalam K3 berdampak negatif pada produktivitas.
  • 82,1% percaya bahwa lingkungan kerja yang aman akan meningkatkan produktivitas.
  • 66,2% tidak puas dengan kebijakan K3 yang diterapkan oleh perusahaan mereka.

2. Efek Keselamatan terhadap Ketidakhadiran dan Kompensasi

  • 53,8% menyatakan bahwa kurangnya program K3 menyebabkan peningkatan ketidakhadiran.
  • 56,9% menyatakan bahwa kecelakaan kerja meningkatkan biaya rumah sakit dan klaim asuransi.
  • Tidak ada sistem kompensasi yang jelas, sehingga banyak pekerja tidak menerima gaji saat mereka cedera.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

  1. Meningkatkan Kesadaran dan Pelatihan K3
    • Memberikan pelatihan rutin tentang prosedur keselamatan.
    • Memastikan setiap pekerja memahami hak-hak mereka dalam hal keselamatan kerja.
  2. Meningkatkan Kualitas APD
    • Menyediakan APD yang lebih nyaman dan tahan panas.
    • Memastikan setiap pekerja menggunakan APD selama jam kerja.
  3. Implementasi Sistem Kompensasi dan Asuransi
    • Menyediakan asuransi kesehatan bagi pekerja.
    • Menerapkan kebijakan kompensasi bagi pekerja yang mengalami cedera kerja.
  4. Memperkuat Pengawasan dan Penegakan Regulasi K3
    • Meningkatkan inspeksi rutin terhadap penerapan K3.
    • Menindak perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja memiliki dampak signifikan terhadap komitmen dan kinerja karyawan di industri baja Rwanda. Dengan meningkatkan pelatihan, pengawasan, dan sistem kompensasi, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan meningkatkan produktivitas pekerja.

Sumber: Umugwaneza, C., Nkechi, I. E., & Mugabe, J. B. (2019). ‘Effect of Workplace Safety and Health Practices on Employee Commitment and Performance in Steel Manufacturing Companies in Rwanda’. European Journal of Business and Management Research, 4(5), 1-10.

Selengkapnya
Dampak Praktik Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Komitmen dan Kinerja Karyawan di Industri Baja Rwanda

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Peran Karyawan dan Manajemen dalam Menjaga Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Sekolah Menengah

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi perhatian utama dalam berbagai sektor, termasuk di lingkungan pendidikan. Studi yang dilakukan oleh Grace Katunge Jonathan dan Rosemary Wahu Mbogo (2016) menyoroti bagaimana peran karyawan dan manajemen dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman di sekolah menengah, khususnya di Mbooni West, Kenya.

Penelitian ini menunjukkan bahwa kurangnya keterlibatan guru dalam kebijakan keselamatan kerja dapat memengaruhi kesejahteraan dan kinerja mereka. Dengan menggunakan metode survei deskriptif, penelitian ini mengumpulkan data dari guru dan kepala sekolah dengan total 49 responden, yang terdiri dari 25 pria (51%) dan 24 wanita (49%).

Temuan Utama dan Studi Kasus

1. Kesadaran dan Keterlibatan Karyawan dalam K3

  • 57,1% guru tidak terlibat dalam program pelatihan K3.
  • 44,9% responden menyatakan bahwa mereka tidak pernah dilibatkan dalam diskusi kebijakan keselamatan kerja.
  • Hanya 26,5% guru yang berpartisipasi dalam diskusi kebijakan keselamatan secara berkala.

2. Tingkat Kecelakaan dan Kejadian di Sekolah

  • Tercatat lebih dari 3000 cedera akibat kecelakaan kerja di sektor pendidikan Inggris selama enam tahun terakhir.
  • Beberapa insiden umum melibatkan jatuh, kontak dengan peralatan laboratorium, dan ventilasi yang buruk.
  • 75,5% responden menyatakan bahwa administrasi sekolah merespons laporan keselamatan dengan cepat.

3. Peran Manajemen dalam Keselamatan Kerja

  • Pemerintah Kenya melalui Kementerian Pendidikan diharapkan lebih aktif dalam menyusun kebijakan keselamatan yang mengakomodasi guru.
  • Beberapa sekolah telah mulai menerapkan komite keselamatan untuk memantau kondisi kerja.
  • Hanya 20% sekolah di wilayah tersebut yang memiliki rencana tanggap darurat.

Tantangan dalam Implementasi K3

  1. Kurangnya Kesadaran dan Pelatihan
    • Banyak guru yang tidak memahami hak mereka dalam hal keselamatan kerja.
    • Tidak ada program pelatihan berkelanjutan yang terstruktur.
  2. Minimnya Fasilitas Keselamatan
    • Beberapa sekolah tidak memiliki alat pemadam kebakaran yang memadai.
    • Tidak ada pemeriksaan rutin terhadap infrastruktur sekolah.
  3. Kurangnya Insentif untuk Kepatuhan K3
    • Tidak ada penghargaan bagi guru atau staf yang mematuhi standar keselamatan.
    • Keselamatan kerja sering kali tidak dianggap sebagai prioritas utama oleh pihak sekolah.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan di Sekolah

  1. Penyusunan dan Implementasi Kebijakan Keselamatan
    • Sekolah harus memiliki dokumen kebijakan keselamatan yang jelas.
    • Pemerintah perlu membuat regulasi yang mewajibkan program pelatihan keselamatan.
  2. Peningkatan Infrastruktur dan Fasilitas Keselamatan
    • Sekolah harus memastikan setiap ruang kelas memiliki sistem ventilasi yang baik.
    • Penyediaan alat pelindung diri bagi guru dan staf laboratorium.
  3. Pelibatan Guru dalam Keputusan Keselamatan
    • Pembentukan komite keselamatan di setiap sekolah.
    • Mengadakan pertemuan berkala untuk membahas kebijakan keselamatan.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa keselamatan kerja di sekolah menengah masih kurang diperhatikan, terutama dalam keterlibatan guru dan staf dalam perumusan kebijakan K3. Dengan menerapkan pelatihan berkala, penyediaan fasilitas keselamatan, serta pelibatan lebih aktif dari pihak manajemen dan pemerintah, lingkungan kerja yang lebih aman dan sehat dapat diwujudkan.

Sumber: Jonathan, G. K. & Mbogo, R. W. (2016). ‘Maintaining Health and Safety at Workplace: Employee and Employer’s Role in Ensuring a Safe Working Environment’. Journal of Education and Practice, 7(29), 1-10.

Selengkapnya
Peran Karyawan dan Manajemen dalam Menjaga Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Sekolah Menengah
« First Previous page 35 of 965 Next Last »