Krisis Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 25 Juni 2025
Air adalah fondasi kehidupan, ekonomi, dan ekosistem. Namun, laporan “The What, Why and How of the World Water Crisis” dari Global Commission on the Economics of Water (Maret 2023) menegaskan: dunia berada di persimpangan jalan. Krisis air bukan sekadar soal kekurangan, kelebihan, atau polusi air—tetapi juga tentang perubahan siklus air global akibat aktivitas manusia, tata kelola yang tidak adil, dan kegagalan kolektif dalam memandang air sebagai “global common good”. Artikel ini merangkum, menganalisis, dan mengkritisi temuan utama laporan tersebut, memperkaya dengan studi kasus, data konkret, serta membandingkannya dengan tren dan solusi global.
Apa Itu Krisis Air Dunia? Perspektif Baru: Air sebagai Global Common Good
Mengubah Paradigma: Dari Sumber Daya ke Prinsip Pengorganisasian
Laporan ini mengusulkan kerangka baru: air bukan sekadar sektor atau input ekonomi, melainkan prinsip pengorganisasian yang menghubungkan semua SDGs, aksi iklim, dan konservasi biodiversitas. Krisis air kini adalah krisis sistemik siklus air global—terjadi di semua skala, dari lokal hingga planet, dan memengaruhi seluruh aspek kehidupan1.
Dua Warna Air: Blue Water dan Green Water
Dunia telah melampaui batas aman konsumsi blue water (161–414 km³/tahun pada 2023, diproyeksi naik ke 501–754 km³/tahun pada 2050) dan kemungkinan juga green water, mengancam ketahanan pangan dan ekosistem1.
Mengapa Krisis Air Terjadi? Diagnosis Sistemik dan Data Terkini
1. Faktor Pendorong Utama
2. Tekanan Langsung dan Dampak
Studi Kasus Krisis dan Dampak Nyata
A. Banjir Pakistan 2022
B. Badai Ian, Florida 2022
C. Proyeksi Krisis Pangan 2050
Model GTAP-DynW memproyeksikan penurunan pasokan pangan global akibat stres air dan panas:
Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan: Biaya Inaction yang Fantastis
Mengapa Solusi Lama Gagal? Hambatan Tata Kelola dan Investasi
1. Institutional Lock-in
2. Infrastructural Lock-in
3. Technology Gaps
4. Behavioural Lock-in
Solusi dan Kerangka Baru: Air sebagai “Global Common Good”
1. Mengubah Cara Pandang dan Tata Kelola
2. Reformasi Ekonomi Air
3. Pembentukan dan Regulasi Pasar Air
4. Inovasi dan Skala Investasi
5. Integrasi Pengetahuan dan Kolaborasi
Kritik, Opini, dan Perbandingan Global
Kritik
Perbandingan dengan Praktik Terbaik
Relevansi dengan Tren Global dan Industri
Jalan Transformasi Menuju Masa Depan Air Berkeadilan
Krisis air dunia adalah krisis sistemik—soal tata kelola, keadilan, dan kegagalan kolektif, bukan sekadar kelangkaan fisik. Laporan ini menegaskan: tanpa perubahan paradigma, dunia akan menghadapi kerugian ekonomi, sosial, dan ekologi yang jauh lebih besar daripada biaya transformasi. Kunci solusi adalah mengelola air sebagai global common good, memperkuat keadilan, dan membangun tata kelola kolaboratif lintas sektor dan negara.
Saatnya bergerak dari “business as usual” ke transformasi sistemik—demi masa depan yang adil, tangguh, dan lestari bagi semua.
Sumber Artikel
The What, Why and How of the World Water Crisis: Global Commission on the Economics of Water Phase 1 Review and Findings. March 2023.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 25 Juni 2025
Air adalah sumber daya vital yang melintasi batas-batas negara, menghubungkan lebih dari 300 sungai dan danau lintas negara di dunia. Dengan 40% populasi global bergantung pada sumber air lintas negara dan 145 negara memiliki wilayah dalam satu atau lebih DAS internasional, potensi konflik maupun kerja sama sangat besar. Paper Aaron T. Wolf “Conflict and Cooperation Over Transboundary Waters” (2006) menjadi salah satu rujukan utama untuk memahami dinamika, tantangan, dan peluang pengelolaan air lintas negara di era modern1.
Mengapa Air Lintas Negara Rentan Konflik?
Fakta dan Tantangan Global
Wolf menegaskan bahwa walaupun potensi konflik tinggi, sejarah menunjukkan bahwa kerja sama lebih sering terjadi dibanding perang terbuka terkait air1.
Studi Kasus: Konflik dan Kerja Sama di Sungai Lintas Negara
1. Sungai Indus (India–Pakistan)
2. Sungai Ganges-Brahmaputra (India–Bangladesh–Nepal–Bhutan)
3. Tigris-Euphrates (Turki–Suriah–Irak)
Data dan Tren: Konflik vs. Kerja Sama
Faktor Penentu: Mengapa Ada Konflik, Ada Kerja Sama?
1. Peran Institusi
2. Keadilan dan Persepsi Hak
3. Data dan Transparansi
Solusi dan Inovasi: Menuju Diplomasi Air Modern
1. Penguatan Kelembagaan
2. Integrasi Pengetahuan Tradisional
3. Early Warning System
Kritik dan Opini
Relevansi dengan Tren Global dan Industri
Kesimpulan: Air sebagai Jembatan Kolaborasi Global
Aaron T. Wolf melalui paper ini menegaskan bahwa air lintas negara lebih sering menjadi jembatan kolaborasi daripada pemicu perang. Kunci utama adalah kekuatan institusi, keadilan, data sharing, dan diplomasi multi-level. Transformasi konflik air menjadi peluang kolaborasi adalah tantangan dan peluang besar abad ke-21—dan Wolf telah memberikan fondasi konsep, data, dan praktik untuk mewujudkannya.
Sumber Artikel dalam Bahasa Asli (tanpa link):
Wolf, Aaron T. 2006. Conflict and Cooperation Over Transboundary Waters. New York.
Krisis Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 25 Juni 2025
Wilayah Karibia dikenal sebagai surga tropis dunia, namun di balik keindahan pantainya tersembunyi kenyataan pahit: banyak negara di kawasan ini mengalami krisis air bersih. Laporan teknis dari Inter-American Development Bank yang ditulis oleh Adrian Cashman (2013) menyoroti kompleksitas keamanan air di Karibia, yang dipengaruhi oleh kerusakan ekosistem, infrastruktur tua, kemiskinan, pertumbuhan penduduk, dan—yang paling mencolok—perubahan iklim.
Dengan menggambarkan realitas 23 negara dan teritori, Cashman tidak hanya menyoroti tantangan yang ada, tetapi juga menawarkan analisis mendalam dan solusi potensial yang bisa menjadi pelajaran bagi negara-negara berkembang lain, termasuk Indonesia.
Empat Pilar Keamanan Air: Adequacy, Accessibility, Assurance, Affordability
Cashman menguraikan keamanan air berdasarkan empat dimensi utama:
Studi Kasus: Drought 2009–2010 dan Dampaknya di Jamaika
Salah satu studi kasus paling mencolok dalam laporan ini adalah krisis kekeringan 2009–2010 di Jamaika, khususnya di wilayah metropolitan Kingston dan St. Andrew.
Tantangan Sistemik: Infrastruktur Tua dan Manajemen Lemah
Dampak Perubahan Iklim: Proyeksi dan Ancaman Nyata
1. Kenaikan suhu dan perubahan curah hujan
2. Banjir dan kekeringan ekstrem
3. Intrusi air laut
Dimensi Ekonomi dan Demografis: Tekanan Tambahan pada Sistem
Peluang Solusi dan Inovasi
1. Pengelolaan Terintegrasi Sumber Daya Air (IWRM)
Beberapa negara seperti Grenada, Dominika, dan St. Lucia mulai menerapkan pendekatan IWRM, termasuk:
2. Pemanfaatan air limbah
3. Program CReW
Caribbean Regional Fund for Wastewater Management mendanai peningkatan infrastruktur air limbah dengan skema pembiayaan inovatif dan kolaboratif.
4. Efisiensi energi
Refleksi Kritis dan Relevansi untuk Indonesia
A. Apa yang Bisa Dipelajari Indonesia?
B. Catatan Kritis Terhadap Laporan Cashman
Penutup: Menuju Ketahanan Air Regional dan Global
Laporan ini menggarisbawahi bahwa keamanan air bukan sekadar masalah ketersediaan, tetapi juga menyangkut tata kelola, keadilan sosial, dan visi jangka panjang. Wilayah Karibia mungkin kecil secara geografis, tapi tantangan dan pendekatannya memberikan pelajaran besar bagi dunia.
Untuk Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, studi ini menjadi panggilan untuk bertindak. Ketersediaan air bersih di masa depan tidak akan datang dengan sendirinya—ia harus direncanakan, dijaga, dan diperjuangkan melalui kebijakan yang inklusif, investasi cerdas, serta keterlibatan masyarakat.
Sumber Asli
Cashman, Adrian. Water Security and Services in the Caribbean. Inter-American Development Bank, Environmental Safeguards Unit. Technical Note No. IDB-TN-514. March 2013.
Krisis Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 25 Juni 2025
Keamanan air (water security) bukan hanya soal tersedianya air dalam jumlah cukup. Ia adalah fondasi kesejahteraan manusia, kesehatan publik, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas lingkungan. Dalam era perubahan iklim, persoalan ini menjadi semakin kompleks dan mendesak. Artikel terbaru oleh Amparo-Salcedo dkk. (2025) menawarkan tinjauan lintas 43 negara mengenai tantangan dan solusi keamanan air, mengungkap kondisi yang mengejutkan: 88% negara yang diteliti menghadapi masalah kelangkaan air, disusul oleh pencemaran dan banjir.
Artikel ini memadukan data dari 128 studi ilmiah (2014–2024) dengan pendekatan geografis dan tematik. Hasilnya adalah peta risiko air global yang sangat relevan bagi para pembuat kebijakan, akademisi, dan masyarakat umum.
Dampak Perubahan Iklim terhadap Siklus Hidrologi
Perubahan iklim terbukti memperparah intensitas dan distribusi presipitasi, meningkatkan suhu global, dan mempercepat laju penguapan air (evapotranspirasi). Akibatnya, beberapa wilayah mengalami banjir parah, sementara yang lain justru kekeringan ekstrem.
Misalnya:
Kondisi ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan spasial dan temporal dalam merancang kebijakan air.
Studi Kasus: Negara dengan Risiko Tertinggi
Penelitian ini menyoroti empat negara dengan tingkat kerentanan tertinggi:
Tren Global: Masalah dan Wilayah
Dari 43 negara yang diteliti, klasifikasi tantangan air berdasarkan gabungan faktor adalah sebagai berikut:
Sementara Eropa lebih sering berhadapan dengan banjir dan penurunan kualitas air, Afrika dan Asia mengalami tekanan dari kekeringan dan pertumbuhan populasi yang tinggi.
Strategi Global Menghadapi Krisis Air
Penulis artikel mengelompokkan solusi menjadi dua cabang besar: strategi umum dan strategi khusus perubahan iklim.
A. Strategi Umum untuk Menjamin Keamanan Air
B. Strategi Infrastruktur dan Adaptasi
Kritik dan Refleksi
Kekuatan Studi
Keterbatasan
Peluang Penelitian Lanjutan
Penutup: Indonesia Harus Bersiap
Meskipun Indonesia tidak dibahas secara eksplisit, pelajaran dari negara-negara tetangga seperti India, Bangladesh, dan Vietnam sangat relevan. Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan populasi besar dan pola hujan tidak menentu, memiliki risiko keamanan air yang nyata. Urbanisasi pesat, degradasi hutan, dan pengelolaan air yang belum terintegrasi adalah tantangan yang perlu diatasi segera.
Maka dari itu, penting bagi pembuat kebijakan di Indonesia untuk meninjau kembali kebijakan air berbasis DAS, investasi teknologi, serta pemberdayaan masyarakat dalam konservasi sumber daya air.
Sumber Artikel Asli:
Amparo-Salcedo, M., Pérez-Gimeno, A., & Navarro-Pedreño, J. (2025). Water Security Under Climate Change: Challenges and Solutions Across 43 Countries. Water, 17(633). https://doi.org/10.3390/w17050633
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 25 Juni 2025
Ketahanan air (water security) kini menjadi isu strategis global, terutama di tengah tekanan perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan perubahan sosial ekonomi. Artikel “Water Security in a Changing Environment: Concept, Challenges and Solutions” karya Mishra et al. (2021) memberikan tinjauan komprehensif tentang evolusi konsep ketahanan air, tantangan utama yang dihadapi, serta solusi berkelanjutan yang dapat diadopsi di berbagai skala12. Resensi ini mengupas isi paper, menyoroti studi kasus nyata, data penting, serta membandingkan pendekatan yang diusulkan dengan tren dan praktik di sektor air global.
Konsep Ketahanan Air: Definisi dan Evolusi
Ketahanan air didefinisikan sebagai kapasitas suatu populasi untuk menjamin akses berkelanjutan terhadap air dalam jumlah dan kualitas yang memadai guna mendukung kehidupan, kesejahteraan, pembangunan sosial ekonomi, serta perlindungan terhadap bencana terkait air dan kelestarian ekosistem dalam suasana damai dan stabil12. Konsep ini telah berkembang dari sekadar penyediaan air bersih menjadi pendekatan multidimensi yang meliputi aspek lingkungan, sosial, ekonomi, dan tata kelola.
Data Penting:
Tantangan Ketahanan Air di Era Perubahan Lingkungan
1. Tekanan Populasi dan Urbanisasi
Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi pesat meningkatkan permintaan air, memperberat tekanan pada sistem pasokan dan pengelolaan air. Lebih dari 50% populasi dunia kini tinggal di kawasan urban, yang sering kali belum mampu menyediakan layanan air minimum bagi warganya12.
2. Perubahan Iklim dan Variabilitas Cuaca
Perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan intensitas bencana terkait air seperti banjir, kekeringan, dan tanah longsor. Laporan IPCC menyebutkan 87% dampak perubahan iklim akan berpengaruh langsung pada infrastruktur air2.
3. Kualitas Air dan Polusi
Pencemaran air permukaan dan air tanah akibat limbah domestik, industri, dan pertanian memperburuk ketersediaan air layak konsumsi. Banyak kota besar di negara berkembang menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan limbah cair dan perlindungan sumber air12.
4. Tata Kelola dan Keterbatasan Infrastruktur
Kurangnya infrastruktur, lemahnya tata kelola, dan pendekatan sektoral yang kaku menjadi penghambat utama dalam pencapaian ketahanan air. Pendekatan lama yang terfragmentasi dinilai tidak lagi relevan untuk menghadapi tantangan baru2.
Studi Kasus Global: Solusi Praktis dan Angka-angka
1. Huaifang Underground Water Reclamation Plant, Beijing
Proyek ini merupakan fasilitas daur ulang air limbah bawah tanah seluas 31 hektar yang mampu menghasilkan air daur ulang untuk keperluan industri dan kota, serta mengurangi tekanan pada sungai Liangshui. Empat bioreaktor besar digunakan untuk mengolah air limbah hingga standar kualitas lingkungan kelas IV. Proyek ini juga memanfaatkan sludge sebagai pupuk dan penutup lahan, serta mengurangi polusi suara dan bau3.
2. Omdurman Water Supply Optimization, Sudan
Untuk mengatasi kekurangan air minum di Khartoum, Sudan, dibangun instalasi pengolahan air skala besar dengan intake inovatif di Sungai Nil. Struktur intake ini mampu menangani fluktuasi permukaan sungai hingga 8 meter dan beban sedimen besar selama musim hujan, memastikan pasokan air tetap stabil sepanjang tahun3.
3. AICCA Project di Andes (Peru, Bolivia, Kolombia)
Didukung dana $10 juta, proyek ini berfokus pada ketahanan air dan adaptasi perubahan iklim di komunitas Andean, dengan pendekatan berbasis ekosistem dan pelibatan masyarakat lokal untuk pengelolaan sumber daya air berkelanjutan3.
4. Guandu Water Producer Project, Brasil
Melalui mekanisme pembayaran jasa lingkungan, petani dan peternak di hulu Sungai Guandu diberi insentif untuk melakukan reforestasi dan menjaga hutan riparian. Hasilnya, kualitas air di Rio de Janeiro membaik, sekaligus mengurangi emisi karbon dan meningkatkan ketahanan iklim4.
5. Farmer-Led Irrigation Development (FLID) di Afrika
Ratusan ribu petani kecil di Kenya, Somalia, Malawi, dan Rwanda mengembangkan irigasi berbasis inisiatif petani sendiri. FLID didukung panduan praktis dari World Bank dan GWSP, mempercepat perluasan irigasi dengan solusi adaptif berbasis kebutuhan lokal5.
Paradigma Baru dan Solusi Berkelanjutan
Artikel ini menyoroti perlunya pergeseran paradigma dari solusi ad hoc menuju pendekatan terintegrasi berbasis tata kelola adaptif dan kolaboratif (polycentric governance), serta kombinasi solusi teknis (hard) dan non-teknis (soft)12.
Solusi Berbasis Tata Kelola Adaptif dan Kolaboratif
Solusi Kombinasi Hard dan Soft
Solusi Berbasis Alam (Nature-Based Solutions)
Indikator dan Penilaian Ketahanan Air
Penilaian ketahanan air membutuhkan indikator kuantitatif dan kualitatif yang mencakup:
Framework Asian Water Development Outlook (AWDO) mengukur ketahanan air dalam lima dimensi: rumah tangga, ekonomi, urban, lingkungan, dan resiliensi terhadap bencana air2.
Perbandingan dengan Penelitian Lain dan Tren Industri
Artikel ini sejalan dengan tren global yang menekankan solusi terintegrasi, kolaboratif, dan berbasis alam. World Bank dan GWSP, misalnya, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor, inovasi pembiayaan, dan peran swasta dalam mempercepat pencapaian SDG 6 (air bersih dan sanitasi)5. Sementara itu, pendekatan FLID di Afrika dan proyek-proyek berbasis ekosistem di Amerika Selatan menegaskan efektivitas solusi partisipatif dan berbasis lokal53.
Kritik dan Opini
Kekuatan utama paper ini adalah pendekatan holistik yang mengintegrasikan berbagai disiplin dan skala, serta penekanan pada solusi berkelanjutan dan adaptif. Namun, implementasi di lapangan seringkali terkendala oleh lemahnya kapasitas institusi, keterbatasan pendanaan, dan resistensi terhadap perubahan tata kelola. Paper ini juga menyoroti perlunya indikator yang lebih sensitif terhadap konteks lokal dan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Ketahanan air adalah fondasi pembangunan berkelanjutan dan kunci pencapaian SDGs. Tantangan yang dihadapi sangat kompleks dan memerlukan solusi inovatif, adaptif, serta kolaboratif lintas sektor dan skala. Studi kasus global menunjukkan bahwa kombinasi antara tata kelola adaptif, solusi teknis dan non-teknis, serta pendekatan berbasis alam adalah kunci keberhasilan.
Rekomendasi:
Sumber Artikel (Bahasa Asli)
Mishra, B.K.; Kumar, P.; Saraswat, C.; Chakraborty, S.; Gautam, A. Water Security in a Changing Environment: Concept, Challenges and Solutions. Water 2021, 13, 490.
Logistik Cerdas
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 24 Juni 2025
Pendahuluan
Dalam era digitalisasi, industri logistik menghadapi tantangan besar dalam mengoptimalkan proses pengiriman barang. Last Mile Delivery menjadi tahap paling kompleks dan mahal dalam rantai pasok ,terutama karena faktor eksternal seperti kemacetan lalu lintas dan keterlambatan operasional. Untuk mengatasi tantangan ini, implementasi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence - AI) menawarkan solusi inovatif.
Penelitian ini membahas bagaimana model klasifikasi berbasis Machine Learning dapat meningkatkan efisiensi pengambilan keputusan dalam pemantauan real-time pengiriman paket. Studi kasus yang dilakukan di perusahaan logistik besar di Belanda menunjukkan bahwa penerapan model Random Forest dapat meningkatkan akurasi prediksi kebutuhan penjadwalan ulang hingga 93,6%, memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih cepat dan efektif oleh tim operasional.
Tantangan dalam Last Mile Delivery
Sistem pemantauan real-time dalam logistik sering menghadapi beberapa kendala utama:
Metode Penelitian dan Implementasi AI dalam Pemantauan Real-Time
1. Pemanfaatan Data Real-Time untuk Keputusan Otomatis
Penelitian ini dilakukan di perusahaan logistik besar yang menangani 1,1 juta paket per hari di wilayah Benelux. Sistem pemantauan real-time mereka masih bergantung pada pemantauan manual yang memakan waktu dan tidak efisien.
Untuk mengatasi hal ini, tim peneliti mengembangkan model klasifikasi berbasis Random Forest yang mampu menganalisis pola perjalanan dan mendeteksi kapan perjalanan membutuhkan penjadwalan ulang. Data yang digunakan meliputi:
2. Pemilihan Model Machine Learning
Dari enam model klasifikasi yang diuji, empat model dengan performa terbaik dipilih:
Hasil pengujian menunjukkan bahwa Random Forest memberikan performa terbaik dengan F1-score sebesar 85,8%, yang kemudian meningkat menjadi 93,6% setelah optimasi fitur dan teknik resampling.
Hasil dan Dampak Implementasi AI dalam Logistik
Studi ini menunjukkan bahwa penerapan model Random Forest memberikan dampak signifikan terhadap efisiensi pengambilan keputusan dalam pemantauan real-time.
Studi Kasus: Implementasi AI di Perusahaan Logistik Belanda
Perusahaan ini menghadapi masalah utama dalam memantau ribuan perjalanan setiap hari. Sebelum implementasi AI, operator harus secara manual mencari perjalanan yang bermasalah, menyebabkan kesalahan identifikasi sebesar 32:1 antara perjalanan yang bermasalah dan tidak.
Setelah implementasi model Random Forest, hasil yang diperoleh adalah:
Dampak positif ini memungkinkan perusahaan untuk mengembangkan sistem pemantauan yang lebih cerdas, dengan potensi ekspansi ke departemen lain dalam organisasi.
Tantangan dan Solusi dalam Implementasi AI di Logistik
1. Keseimbangan Data (Class Imbalance)
Tantangan utama dalam pengembangan model adalah jumlah data tidak seimbang antara perjalanan yang memerlukan reschedule dan yang tidak (rasio 32:1).
Solusi: Menggunakan teknik resampling untuk menambah sampel dari kelas minoritas, sehingga model dapat lebih akurat dalam mengenali pola perjalanan yang bermasalah.
2. Pemilihan Fitur yang Relevan
Model awal menggunakan berbagai fitur, tetapi tidak semuanya berkontribusi signifikan terhadap prediksi.
Solusi: Hanya menggunakan empat fitur numerik terbaik, meningkatkan akurasi prediksi hingga 4% lebih tinggi.
3. Integrasi dengan Sistem yang Ada
Mengimplementasikan model AI dalam sistem yang sudah berjalan membutuhkan penyesuaian agar kompatibel dengan infrastruktur yang ada.
Solusi: Mengembangkan model yang dapat dengan mudah diintegrasikan dengan aplikasi pemantauan real-time yang sedang dibangun oleh tim IT perusahaan.
Kesimpulan & Rekomendasi
Berdasarkan studi ini, dapat disimpulkan bahwa implementasi Machine Learning dalam pemantauan Last Mile Delivery dapat memberikan keuntungan signifikan, termasuk:
✅ Peningkatan akurasi deteksi perjalanan bermasalah hingga 93,6%
✅ Pengurangan waktu pemantauan dan pengambilan keputusan secara manual
✅ Peningkatan efisiensi operasional melalui pengolahan data real-time
Rekomendasi bagi perusahaan logistik yang ingin mengadopsi AI dalam pemantauan pengiriman:
Dengan strategi ini, perusahaan logistik dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan mereka, sekaligus mengurangi biaya operasional dalam jangka panjang.
Sumber Artikel: Zwienenberg, I.B. (2022). Improving real-time decision-making in the last-mile delivery by applying a classification model. Master Thesis, University of Twente.