Keselamatan Kerja

Pentingnya Implementasi Contractor Safety Management System (CSMS) dalam Industri Petrokimia: Studi Kasus PT Pupuk Kujang

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Dalam industri petrokimia, keselamatan kerja menjadi prioritas utama mengingat risiko tinggi yang melekat dalam setiap aktivitasnya. Berdasarkan laporan Safety Performance Indicator untuk Oil and Gas Producers (OGP) tahun 2018, tercatat 2 kematian di dalam perusahaan dan 29 kematian yang melibatkan kontraktor. Dengan Fatal Accident Rate (FAR) sebesar 1,20 per 1 juta jam kerja untuk kontraktor dibandingkan dengan 0,31 di dalam perusahaan, jelas bahwa risiko keselamatan bagi kontraktor lebih tinggi. Oleh karena itu, implementasi Contractor Safety Management System (CSMS) menjadi solusi penting dalam mengelola keselamatan kerja kontraktor, sebagaimana yang dilakukan oleh PT Pupuk Kujang.

PT Pupuk Kujang, sebagai perusahaan petrokimia dengan tingkat risiko tinggi, telah menerapkan enam tahapan dalam pelaksanaan CSMS, yaitu:

  1. Identifikasi dan Penilaian Risiko – Proses awal yang bertujuan untuk mengidentifikasi potensi bahaya yang mungkin dihadapi kontraktor.
  2. Prakualifikasi – Penyaringan awal kontraktor berdasarkan pengalaman dan kepatuhan terhadap standar keselamatan.
  3. Seleksi – Penentuan kontraktor yang memenuhi kriteria teknis dan keselamatan.
  4. Aktivitas Awal Pekerjaan – Memastikan semua aspek keselamatan dipahami sebelum pekerjaan dimulai.
  5. Penilaian Selama Pekerjaan – Monitoring secara berkala terhadap pelaksanaan keselamatan di lapangan.
  6. Penilaian Akhir Pekerjaan – Evaluasi kinerja kontraktor dalam aspek keselamatan.

Namun, dalam studi ini ditemukan adanya kelemahan dalam tahap prakualifikasi, di mana kontraktor lokal telah ditunjuk sebagai pemenang tender sebelum dinyatakan lolos tahap prakualifikasi. Hal ini menimbulkan risiko terhadap kepatuhan terhadap standar keselamatan.

Berdasarkan hasil penelitian di PT Pupuk Kujang, ditemukan bahwa implementasi CSMS belum berjalan optimal. Berikut beberapa temuan utama:

  • Data Risiko Kecelakaan: FAR untuk kontraktor lebih tinggi (1,20) dibandingkan dengan perusahaan (0,31), menunjukkan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap kontraktor.
  • Evaluasi Pra-kualifikasi: Standar seleksi kontraktor belum sepenuhnya diterapkan dengan konsisten, terutama dalam penentuan pemenang tender.
  • Pelaksanaan Pekerjaan: Meskipun terdapat pengawasan rutin, masih ditemukan beberapa pelanggaran terhadap prosedur keselamatan kerja.
  • Evaluasi Akhir: Perusahaan telah menerapkan sistem reward dan punishment untuk meningkatkan kepatuhan kontraktor terhadap standar keselamatan.

Perbandingan dengan Industri Lain

Jika dibandingkan dengan implementasi CSMS di PT Pupuk Sriwijaya, ditemukan bahwa PT Pupuk Kujang memiliki kelemahan dalam tahap komunikasi antara departemen pengadaan dan HSE (Health, Safety, and Environment). Sementara di PT Petrokimia Gresik, sistem CSMS telah lebih terstruktur dengan adanya kriteria minimal bagi kontraktor untuk lolos seleksi. Di sektor lain seperti pertambangan, penelitian di perusahaan tambang batu bara menunjukkan bahwa tahapan prakualifikasi lebih ketat, dengan evaluasi menyeluruh terhadap dokumen keselamatan sebelum kontraktor dapat bekerja di lapangan. Hal ini menyoroti perlunya peningkatan pengawasan dalam implementasi CSMS di PT Pupuk Kujang.

Rekomendasi

Untuk meningkatkan efektivitas CSMS di PT Pupuk Kujang, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan adalah:

  1. Peningkatan Transparansi dalam Seleksi Kontraktor – Proses prakualifikasi harus dilakukan sebelum pengumuman pemenang tender.
  2. Monitoring dan Evaluasi yang Lebih Ketat – Pengawasan harus dilakukan secara lebih sistematis dengan pelaporan berkala.
  3. Pelatihan Keselamatan bagi Kontraktor – Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan kontraktor terhadap standar keselamatan.
  4. Penerapan Teknologi dalam Pengawasan – Menggunakan sistem digital untuk memantau kepatuhan kontraktor dalam implementasi CSMS.

Kesimpulan

Implementasi CSMS di PT Pupuk Kujang telah berjalan dengan baik dalam beberapa aspek, namun masih terdapat kelemahan terutama dalam tahap prakualifikasi kontraktor. Dengan meningkatnya angka kecelakaan kerja yang lebih tinggi pada kontraktor dibandingkan dengan pekerja internal perusahaan, penting bagi PT Pupuk Kujang untuk memperbaiki sistem seleksi dan pengawasan terhadap kontraktor. Dengan penerapan rekomendasi di atas, diharapkan implementasi CSMS dapat lebih efektif dalam mengurangi risiko kecelakaan kerja.

Sumber: Wardhani, Y. D. K. (2022) ‘Implementation of Contractor Safety Management System as a Requirement for Partners at a Petrochemical Company’, The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 11(1), pp. 1-11.

Selengkapnya
Pentingnya Implementasi Contractor Safety Management System (CSMS) dalam Industri Petrokimia: Studi Kasus PT Pupuk Kujang

Safety

Analisis Kesenjangan dalam Implementasi Safety Management System di Bandara: Studi Kasus Bandara Adisumarmo

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Industri penerbangan Indonesia mengalami pertumbuhan pesat dengan peningkatan jumlah penumpang dan armada pesawat secara signifikan. Namun, pertumbuhan ini juga diiringi dengan meningkatnya risiko kecelakaan dan insiden serius. Berdasarkan data dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), 67,12% dari 82 kecelakaan penerbangan dan 130 insiden serius antara 2010-2016 disebabkan oleh kesalahan manusia. Untuk mengurangi risiko ini, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) menetapkan Safety Management System (SMS) sebagai standar wajib bagi industri penerbangan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi SMS di Bandara Adisumarmo, dengan menggunakan metode analisis kesenjangan (gap analysis), fault tree analysis (FTA), dan barrier analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa kesenjangan dalam implementasi standar SMS di bandara tersebut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan observasional dengan metode:

  • Analisis Kesenjangan (Gap Analysis): Perbandingan antara standar SMS (Doc 9859) dengan kondisi aktual di Bandara Adisumarmo.
  • Fault Tree Analysis (FTA): Identifikasi penyebab utama kegagalan dalam implementasi SMS.
  • Barrier Analysis: Mengidentifikasi hambatan dalam pelaksanaan SMS dan memberikan rekomendasi perbaikan.

Empat komponen utama SMS yang dianalisis adalah:

  1. Kebijakan dan Tujuan Keselamatan
  2. Manajemen Risiko Keselamatan
  3. Jaminan Keselamatan
  4. Promosi Keselamatan

Hasil analisis kesenjangan menunjukkan bahwa dari 71 pertanyaan dalam checklist SMS, 92,68% standar telah dipenuhi. Namun, beberapa elemen masih memiliki kekurangan, yaitu:

  • Kebijakan dan Tujuan Keselamatan: Tidak semua kebijakan keselamatan dikomunikasikan dengan baik.
  • Manajemen Risiko Keselamatan: Format pelaporan bahaya hanya mencakup aspek keselamatan udara, sementara pelaporan keselamatan darat belum diterapkan sepenuhnya.
  • Jaminan Keselamatan: Evaluasi SMS belum dilakukan secara internal, melainkan hanya oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
  • Promosi Keselamatan: Sosialisasi informasi keselamatan belum menjangkau seluruh pihak terkait.

FTA digunakan untuk memahami bagaimana kegagalan dalam implementasi SMS dapat terjadi. Beberapa penyebab utama yang diidentifikasi antara lain:

  • Kurangnya komunikasi kebijakan keselamatan di seluruh lini organisasi.
  • Prosedur evaluasi keselamatan yang memakan waktu lama sehingga menghambat perbaikan cepat.
  • Kekurangan personel yang memiliki keahlian dalam keselamatan penerbangan.
  • Tidak adanya insentif bagi pelaporan bahaya yang menyebabkan rendahnya partisipasi dalam pelaporan insiden.

Untuk mengatasi kesenjangan ini, dilakukan barrier analysis guna mengidentifikasi solusi yang dapat diterapkan. Beberapa rekomendasi perbaikan adalah:

  • Meningkatkan pelatihan dan sosialisasi kebijakan keselamatan kepada seluruh pegawai, termasuk staf administrasi dan operasional.
  • Menetapkan prosedur review kebijakan keselamatan yang lebih cepat dengan melibatkan pakar eksternal.
  • Menambah personel dengan keahlian keselamatan penerbangan untuk mempercepat implementasi SMS.
  • Menyediakan insentif bagi pelaporan insiden untuk meningkatkan partisipasi dalam pelaporan bahaya.

Meskipun implementasi SMS di Bandara Adisumarmo telah memenuhi sebagian besar standar ICAO, masih terdapat beberapa kesenjangan yang perlu diperbaiki. Dengan menerapkan rekomendasi yang diberikan, diharapkan keselamatan penerbangan dapat lebih terjamin dan risiko kecelakaan dapat diminimalkan.

Sumber: Pramono, S. N. W., Ulkhaq, M. M., Ardi, F., & Raharjo, R. (2018). ‘A Gap Analysis on Implementation of Safety Management System in Airport: A Case Study’. 4th International Conference on Science and Technology (ICST), Yogyakarta, Indonesia.

Selengkapnya
Analisis Kesenjangan dalam Implementasi Safety Management System di Bandara: Studi Kasus Bandara Adisumarmo

Keselamatan Kerja

Peran Safety Management System (SMS) dalam Meningkatkan Budaya Keselamatan di Program Penerbangan Perguruan Tinggi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Dalam dunia penerbangan, keselamatan menjadi aspek utama yang tidak dapat diabaikan. Safety Management System (SMS) adalah pendekatan sistematis dalam mengelola keselamatan, termasuk struktur organisasi, akuntabilitas, kebijakan, dan prosedur. Meski implementasi SMS di program penerbangan perguruan tinggi masih bersifat sukarela, banyak institusi yang telah menerapkannya sebagai bagian dari upaya peningkatan keselamatan.

Penelitian oleh Foster dan Adjekum (2022) menyoroti hubungan antara implementasi SMS dan persepsi budaya keselamatan dalam berbagai program penerbangan di perguruan tinggi di Amerika Serikat. Studi ini menemukan adanya kesenjangan pemahaman mengenai SMS di kalangan mahasiswa, instruktur penerbangan bersertifikat (Certified Flight Instructors/CFI), dan pemimpin keselamatan.

Studi ini melibatkan tiga program penerbangan perguruan tinggi dengan tingkat implementasi SMS yang berbeda:

  • Universitas A: Baru memulai proses implementasi SMS.
  • Universitas B: Telah mencapai tahap kepatuhan aktif dalam program SMS yang diakui FAA.
  • Universitas C: Telah mencapai tahap akhir dalam standar SMS internasional.

Melalui wawancara semi-terstruktur, ditemukan bahwa mayoritas mahasiswa dan CFI tidak memahami secara mendalam tentang SMS dan implementasinya. Mereka cenderung mengasosiasikan SMS hanya dengan sistem pelaporan keselamatan, padahal SMS mencakup aspek yang lebih luas seperti manajemen risiko dan pengawasan keselamatan.

Peran CFI dalam Budaya Keselamatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa CFI memiliki peran krusial dalam membentuk persepsi mahasiswa terhadap budaya keselamatan. Beberapa temuan utama:

  • CFI sebagai Teladan: Mahasiswa lebih banyak terpengaruh oleh perilaku CFI dibandingkan oleh kebijakan tertulis atau pemimpin keselamatan.
  • Variasi Pengajaran Keselamatan: Mahasiswa yang memiliki lebih dari satu CFI mendapatkan perspektif yang beragam terkait keselamatan.
  • Kesenjangan Pemahaman SMS: Banyak CFI yang tidak memahami SMS secara mendalam, sehingga sulit untuk menanamkan pemahaman yang baik kepada mahasiswa.

Implikasi Implementasi SMS

1. Kurangnya Pemahaman SMS

Salah satu temuan penting adalah kurangnya pemahaman mahasiswa dan CFI terhadap SMS. Bahkan ketika diberikan pertanyaan spesifik mengenai jenis SMS yang digunakan di institusi mereka, banyak yang tidak dapat memberikan jawaban yang tepat. Hal ini menunjukkan perlunya pendidikan lebih lanjut mengenai SMS di lingkungan akademik.

2. Peran Pelatihan Keselamatan

Mahasiswa dan CFI lebih banyak belajar tentang keselamatan melalui interaksi sehari-hari daripada melalui pelatihan formal. Oleh karena itu, penting untuk memasukkan SMS dalam kurikulum penerbangan dan memastikan CFI memahami perannya dalam membentuk budaya keselamatan.

3. Kebutuhan Umpan Balik dalam Pelaporan Keselamatan

Mahasiswa dan CFI cenderung enggan melaporkan insiden keselamatan jika mereka tidak mendapatkan umpan balik yang jelas. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian umpan balik terhadap laporan keselamatan dapat meningkatkan partisipasi dalam sistem pelaporan dan memperkuat budaya keselamatan.

Rekomendasi

Berdasarkan temuan penelitian, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan di program penerbangan perguruan tinggi adalah:

  1. Meningkatkan Edukasi SMS
    • Memasukkan SMS sebagai bagian dari kurikulum penerbangan.
    • Menyediakan pelatihan reguler bagi CFI mengenai implementasi SMS.
  2. Memperkuat Peran CFI dalam Keselamatan
    • Menjadikan CFI sebagai mentor keselamatan bagi mahasiswa.
    • Mendorong CFI untuk lebih aktif dalam proses manajemen risiko.
  3. Meningkatkan Efektivitas Pelaporan Keselamatan
    • Menyediakan sistem umpan balik bagi pelapor.
    • Mempromosikan pentingnya pelaporan keselamatan sebagai bagian dari budaya keselamatan.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa SMS memiliki potensi besar dalam meningkatkan budaya keselamatan di program penerbangan perguruan tinggi. Namun, keberhasilan implementasi SMS sangat bergantung pada pemahaman dan partisipasi aktif mahasiswa dan CFI. Dengan meningkatkan edukasi SMS, memperkuat peran CFI, dan memastikan sistem pelaporan yang efektif, institusi dapat membangun budaya keselamatan yang lebih baik.

Sumber: Foster, R. A. & Adjekum, D. K. (2022). ‘A Qualitative Review of the Relationship between Safety Management Systems (SMS) and Safety Culture in Multiple-Collegiate Aviation Programs’. Collegiate Aviation Review International, 40(1), 63-94.

Selengkapnya
Peran Safety Management System (SMS) dalam Meningkatkan Budaya Keselamatan di Program Penerbangan Perguruan Tinggi

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Proyek Konstruksi selama Pandemi Covid-19

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Industri konstruksi menghadapi tantangan besar dalam menjaga keselamatan kerja, terutama selama pandemi Covid-19. Penelitian yang dilakukan oleh Lendra et al. (2023) bertujuan untuk mengidentifikasi risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam proyek konstruksi selama pandemi serta memberikan solusi pengendalian risiko. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan Relative Importance Index (RII) untuk menentukan peringkat risiko dan standar AS/NZS 4360:2004 dalam mengkategorikan risiko berdasarkan tingkat keparahan dan kemungkinan terjadi.

Proyek Konstruksi di Palangka Raya

Penelitian ini dilakukan pada 30 perusahaan konstruksi di Palangka Raya dengan data yang dikumpulkan melalui kuesioner kepada direktur, manajer proyek, dan manajer K3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko terbesar yang dihadapi dalam proyek konstruksi selama pandemi adalah:

  1. Penyebaran Covid-19 (RII = 0,673)
  2. Jatuh dari ketinggian (RII = 0,520)
  3. Tersengat listrik (RII = 0,533)
  4. Pekerja terkonfirmasi positif Covid-19 (RII = 0,520)
  5. Infeksi akibat tidak memakai masker (RII = 0,480)

Dua risiko tertinggi (penyebaran Covid-19 dan jatuh dari ketinggian) dikategorikan sebagai risiko tinggi, sedangkan tiga lainnya masuk dalam kategori risiko sedang berdasarkan AS/NZS 4360:2004.

Dampak Pandemi terhadap Keselamatan Proyek

Pandemi Covid-19 menyebabkan perubahan besar dalam penerapan K3 di proyek konstruksi, termasuk:

  • Kewajiban penerapan protokol kesehatan, seperti penggunaan masker dan jaga jarak.
  • Keterbatasan tenaga kerja, yang berdampak pada efisiensi proyek.
  • Meningkatnya penggunaan alat pelindung diri (APD) untuk mencegah penyebaran virus.
  • Penundaan proyek akibat pembatasan sosial dan ketidakhadiran pekerja yang terinfeksi.

Strategi Pengendalian Risiko

Untuk mengurangi risiko dalam proyek konstruksi selama pandemi, penelitian ini merekomendasikan beberapa langkah mitigasi:

1. Penerapan Protokol Kesehatan

  • Menyediakan masker, hand sanitizer, dan alat kebersihan.
  • Mewajibkan tes Covid-19 sebelum memasuki lokasi proyek.
  • Menyediakan fasilitas kesehatan bagi pekerja.

2. Peningkatan Keselamatan Kerja

  • Menggunakan scaffolding yang kuat untuk mencegah jatuh dari ketinggian.
  • Menyediakan jaring pengaman dan pelindung bagi pekerja.
  • Mengatur jalur listrik yang aman untuk mencegah sengatan listrik.

3. Pelatihan dan Edukasi Keselamatan

  • Melakukan safety briefing sebelum pekerjaan dimulai.
  • Memberikan pelatihan tentang penggunaan APD dan protokol Covid-19.
  • Mengadakan kampanye keselamatan secara berkala.

4. Peningkatan Sistem Pelaporan Insiden

  • Menyediakan mekanisme pelaporan insiden secara anonim.
  • Memberikan umpan balik kepada pekerja mengenai laporan keselamatan.
  • Memberikan insentif bagi pekerja yang aktif melaporkan potensi bahaya.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 telah menambah tantangan dalam penerapan K3 di proyek konstruksi. Risiko terbesar yang dihadapi adalah penyebaran Covid-19 dan jatuh dari ketinggian, yang memerlukan tindakan mitigasi segera. Dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, meningkatkan keselamatan kerja, serta memberikan pelatihan dan edukasi, risiko kecelakaan kerja dapat dikurangi secara signifikan.

Sumber: Lendra, L., Gawei, A. B. P., Sintani, L., Afanda, D. M., & Tjakra, J. (2023). ‘The Assessment of Occupational Safety and Health Risk Management on Construction Projects During the Covid-19 Pandemic’. International Journal of Disaster Management, 6(1), 1-18.

Selengkapnya
Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Proyek Konstruksi selama Pandemi Covid-19

Keselamatan Kerja

Menuju Operasi Offshore Tanpa Insiden: Konseptualisasi Langkah Keselamatan Tingkat Lanjut

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Industri minyak dan gas offshore menghadapi tantangan besar dalam menjaga keselamatan operasional. Dengan risiko tinggi akibat kondisi lingkungan ekstrem, kesalahan manusia, dan kegagalan peralatan, industri ini harus menerapkan langkah-langkah keselamatan yang lebih maju untuk mencapai zero-incident operations. Studi oleh Aderamo et al. (2024) menyajikan kerangka konseptual untuk meningkatkan keselamatan dengan teknologi canggih dan pendekatan manajemen keselamatan berbasis budaya organisasi.

Studi Kasus dan Data

Penelitian ini menyajikan beberapa studi kasus dari platform minyak offshore yang telah menerapkan langkah-langkah keselamatan inovatif. Beberapa angka penting dari studi ini meliputi:

  • Reduksi kecelakaan kerja sebesar 35% dengan penerapan pemeliharaan prediktif berbasis AI.
  • Peningkatan efisiensi operasional hingga 20% melalui penggunaan sensor IoT untuk pemantauan real-time.
  • Tingkat kepatuhan terhadap regulasi meningkat 90% dengan implementasi sistem keselamatan berbasis budaya.

Teknologi Keselamatan yang Diusulkan

1. Pemeliharaan Prediktif dengan AI

  • Menggunakan machine learning untuk mendeteksi potensi kegagalan peralatan sebelum terjadi insiden.
  • Menganalisis pola keausan dan memberi peringatan dini.
  • Mengurangi downtime dan memperpanjang umur peralatan.

2. Pemantauan Real-time dengan IoT

  • Sensor IoT digunakan untuk mengukur kondisi lingkungan dan kinerja peralatan.
  • Data dikirim secara langsung ke pusat kontrol untuk analisis dan respons cepat.
  • Mampu mendeteksi kebocoran gas atau perubahan tekanan yang berpotensi membahayakan.

3. Pelatihan Keselamatan dengan Virtual Reality (VR)

  • Simulasi berbasis VR memungkinkan pekerja mengalami skenario berbahaya dalam lingkungan yang aman.
  • Mengurangi risiko kesalahan manusia dengan meningkatkan kesiapan mental dan teknis pekerja.
  • Studi menunjukkan bahwa pekerja yang menjalani pelatihan VR memiliki peningkatan keterampilan keselamatan sebesar 40%.

Regulasi dan Budaya Keselamatan

Penerapan teknologi saja tidak cukup tanpa komitmen terhadap budaya keselamatan. Perusahaan yang sukses dalam mencapai zero-incident operations memiliki ciri:

  • Kepemimpinan yang berorientasi keselamatan: Manajer terlibat langsung dalam inisiatif keselamatan.
  • Sistem pelaporan insiden tanpa sanksi: Pekerja lebih aktif melaporkan potensi bahaya tanpa takut hukuman.
  • Kepatuhan regulasi ketat: Standarisasi mengikuti ISO 45001 dan regulasi dari badan internasional seperti IMO.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Dengan kombinasi teknologi canggih, budaya keselamatan, dan regulasi ketat, industri offshore dapat bergerak menuju zero-incident operations. Studi ini menunjukkan bahwa langkah-langkah seperti pemeliharaan prediktif, pemantauan IoT, dan pelatihan VR dapat mengurangi risiko dan meningkatkan efisiensi.

Rekomendasi Utama:

  1. Mengintegrasikan teknologi AI dan IoT dalam pemantauan operasional.
  2. Menerapkan pelatihan VR untuk meningkatkan kesiapan pekerja terhadap bahaya.
  3. Mendorong budaya keselamatan proaktif dengan kepemimpinan yang mendukung pelaporan insiden tanpa sanksi.
  4. Mematuhi standar regulasi internasional guna memastikan keselamatan optimal.

Sumber: Aderamo, A. T., Olisakwe, H. C., Adebayo, Y. A., & Esiri, A. E. (2024). ‘Towards Zero-Incident Offshore Operations: Conceptualizing Advanced Safety Safeguards’. International Journal of Engineering Research and Development, 20(11), 216-233.

Selengkapnya
Menuju Operasi Offshore Tanpa Insiden: Konseptualisasi Langkah Keselamatan Tingkat Lanjut

Keselamatan Kerja

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Penggunaan Kacamata Keselamatan dalam Organisasi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan kerja merupakan aspek yang sangat penting dalam industri, terutama dalam lingkungan kerja yang memiliki risiko tinggi terhadap kecelakaan mata. Salah satu bentuk perlindungan yang digunakan adalah kacamata keselamatan sebagai bagian dari Alat Pelindung Diri (APD). Namun, banyak pekerja yang enggan menggunakan kacamata keselamatan secara konsisten. Penelitian oleh Bazán Deza (2022) meneliti bagaimana kualitas kacamata keselamatan, kesadaran pekerja terhadap keselamatan diri (self-care), serta kondisi kerja mempengaruhi penerimaan penggunaan kacamata keselamatan.

Studi Kasus dan Data Statistik

Penelitian ini dilakukan di sebuah organisasi industri yang memiliki tingkat risiko tinggi terhadap cedera mata. Beberapa temuan utama dari studi ini meliputi:

  • 37% pekerja menolak menggunakan APD karena merasa tidak nyaman.
  • 29% menyatakan bahwa APD menghambat kinerja mereka.
  • Pekerja dengan pengalaman lebih dari 5 tahun lebih cenderung menggunakan APD secara konsisten dibandingkan pekerja yang lebih muda.
  • Penerapan kebijakan keselamatan yang lebih ketat meningkatkan kepatuhan terhadap penggunaan APD hingga 90%.

Dari hasil uji hipotesis menggunakan uji chi-square (X² < 0,05), ditemukan bahwa kualitas kacamata keselamatan dan kesadaran pekerja memiliki pengaruh signifikan terhadap penerimaan penggunaan APD.

Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Kacamata Keselamatan

1. Kualitas Kacamata Keselamatan

  • Kacamata yang tidak sesuai standar ergonomi sering kali menyebabkan ketidaknyamanan.
  • Bahan yang digunakan harus memenuhi standar perlindungan terhadap dampak benda asing dan radiasi.
  • Penggunaan lensa anti-kabut dan ventilasi yang baik dapat meningkatkan kenyamanan.

2. Kesadaran Pekerja terhadap Keselamatan (Self-Care)

  • Pekerja yang memiliki pemahaman tinggi tentang risiko lebih cenderung menggunakan APD secara sukarela.
  • Kampanye keselamatan dan pelatihan secara rutin meningkatkan tingkat kepatuhan.
  • Karyawan yang mendapatkan pengalaman langsung dengan kecelakaan lebih peduli terhadap keselamatan diri.

3. Kondisi Kerja dan Pengaruh Ergonomi

  • Lingkungan kerja yang berdebu atau memiliki risiko tinggi terhadap benda terbang meningkatkan kebutuhan akan kacamata keselamatan.
  • Kombinasi penggunaan kacamata keselamatan dengan APD lain seperti helm dan masker sering kali menjadi kendala bagi pekerja.
  • Penyediaan APD yang kompatibel dengan kebutuhan pekerja sangat diperlukan.

Strategi Meningkatkan Kepatuhan Penggunaan APD

Untuk meningkatkan kepatuhan pekerja dalam menggunakan kacamata keselamatan, beberapa rekomendasi dapat diterapkan:

  1. Penyediaan Kacamata yang Ergonomis
    • Menggunakan bahan ringan dan desain yang nyaman untuk meningkatkan kenyamanan pekerja.
    • Memastikan kompatibilitas dengan APD lain seperti masker dan helm.
  2. Pelatihan dan Kampanye Keselamatan
    • Melibatkan pekerja dalam simulasi bahaya dan dampak dari tidak menggunakan APD.
    • Menyediakan penghargaan bagi pekerja yang konsisten dalam menggunakan APD.
  3. Pengawasan dan Evaluasi Berkelanjutan
    • Melakukan inspeksi rutin untuk memastikan pekerja mematuhi aturan keselamatan.
    • Memberikan sanksi yang bersifat edukatif bagi pelanggar aturan.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa penerimaan penggunaan kacamata keselamatan dipengaruhi oleh kualitas APD, kesadaran pekerja, serta kondisi kerja. Dengan peningkatan standar kualitas kacamata keselamatan, edukasi keselamatan yang lebih baik, serta pengawasan yang ketat, kepatuhan terhadap penggunaan APD dapat ditingkatkan secara signifikan.

Sumber: Bazán Deza, R. G. (2022). ‘Impact of Quality and Self-Care on The Acceptance of Safety Glasses in an Organization’. Industrial Data, 25(2), 233-259. Universidad Nacional Mayor de San Marcos, Lima, Perú.

Selengkapnya
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Penggunaan Kacamata Keselamatan dalam Organisasi
« First Previous page 36 of 966 Next Last »