Keselamatan Kebakaran

Strategi Meningkatkan Kesiapsiagaan Respons Darurat Kebakaran di Infrastruktur Kritis

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan kebakaran dalam infrastruktur kritis merupakan aspek penting dalam mencegah bencana besar yang dapat mengancam nyawa dan aset berharga. Dalam analisis ini, penulis membandingkan sistem tanggap darurat di Amerika Serikat dengan wilayah lain serta menyarankan langkah-langkah mitigasi yang dapat diterapkan dalam berbagai sektor, khususnya di terminal minyak dan gas.

Penelitian ini mengidentifikasi lima tantangan utama yang dihadapi dalam kesiapsiagaan respons darurat kebakaran di sektor infrastruktur kritis:

  1. Kurangnya Sistem Cadangan Air Pemadam
    • Banyak terminal tidak memiliki cadangan air pemadam yang memadai, sehingga tidak dapat menangani kebakaran besar.
    • Tidak adanya tangki penyimpanan air yang terhubung ke sistem pemadam utama.
  2. Kurangnya Pelatihan dan Standarisasi IMS (Incident Management System)
    • Minimnya latihan dan simulasi untuk menguji efektivitas sistem tanggap darurat.
    • Dampak pandemi COVID-19 menghambat pelaksanaan pelatihan reguler.
    • Tidak adanya sistem komando insiden yang seragam antara terminal dan departemen pemadam kebakaran.
  3. Kurangnya Sumber Daya dan Kolaborasi Antarinstansi
    • Terminal-terminal bekerja secara independen tanpa berbagi sumber daya, keahlian, atau informasi saat terjadi kebakaran.
    • Minimnya perjanjian kerja sama antara terminal dengan rumah sakit, kepolisian, atau ahli kimia untuk menangani insiden darurat.
  4. Keterlambatan Respons Akibat Kurangnya Pusat Kontrol Darurat
    • Tidak adanya ruang kontrol pemantauan kebakaran yang dapat segera mengirimkan bantuan pemadam kebakaran.
    • Ketidakefisienan dalam koordinasi respons insiden.
  5. Hambatan Akses dan Kendala Infrastruktur
    • Jalan masuk ke terminal terlalu sempit atau tidak memadai untuk mobil pemadam kebakaran.
    • Lalu lintas padat memperlambat respons tim pemadam.

Strategi untuk Meningkatkan Keselamatan Kebakaran

1. Instalasi Sistem Pemadam Kebakaran yang Terintegrasi

  • Membangun sistem pemadam kebakaran berbasis cincin yang dapat memasok air secara merata ke semua terminal.
  • Menambahkan pompa pemadam kebakaran dan sistem tekanan operasional untuk menjaga ketersediaan air.
  • Standarisasi konektor pemadam kebakaran di semua terminal agar kompatibel dengan peralatan pemadam kebakaran setempat.

2. Peningkatan Pelatihan dan Simulasi Tanggap Darurat

  • Mendirikan pusat pelatihan kebakaran industri untuk melatih tim pemadam dan staf terminal.
  • Mengadakan latihan meja (tabletop exercises) secara virtual menggunakan platform seperti Zoom atau Microsoft Teams.
  • Melaksanakan latihan darurat antarinstansi untuk menguji keefektifan sistem respons kebakaran.

3. Penguatan Kerja Sama dan Perjanjian Kolaboratif

  • Membangun kemitraan dengan rumah sakit, kepolisian, dan lembaga terkait untuk meningkatkan kesiapsiagaan tanggap darurat.
  • Mengembangkan nota kesepahaman (MoU) antara terminal dan pemadam kebakaran untuk berbagi sumber daya.

4. Pembentukan Pusat Komando Insiden dan Ruang Kontrol Darurat

  • Mendirikan pusat kontrol insiden utama di kawasan industri untuk mempercepat koordinasi saat terjadi kebakaran.
  • Membentuk tim manajemen krisis yang terdiri dari perwakilan semua terminal.

5. Optimalisasi Infrastruktur Akses Darurat

  • Mendesain ulang jalur akses untuk memastikan kendaraan pemadam kebakaran dapat mencapai area insiden dengan cepat.
  • Berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk membangun jalur darurat khusus bagi kendaraan pemadam kebakaran.

Penelitian ini menyoroti keunggulan sistem komando insiden (Incident Command System/ICS) yang diterapkan di Amerika Serikat. Sistem ini memungkinkan penyatuan semua sumber daya, tenaga kerja, dan informasi dalam satu pusat komando. Hal ini sangat kontras dengan banyak wilayah lain yang masih mengandalkan sistem independen tanpa koordinasi antarinstansi. Contohnya, pada kebakaran besar di fasilitas minyak dan gas di Texas, keberadaan pusat komando yang terpusat memungkinkan alokasi sumber daya yang cepat dan efisien, sehingga kebakaran dapat dikendalikan dalam waktu lebih singkat dibandingkan dengan kasus serupa di Timur Tengah yang mengalami keterlambatan respons akibat kurangnya koordinasi.

Paper ini memberikan rekomendasi yang sangat berharga bagi sektor infrastruktur kritis, khususnya dalam industri minyak dan gas. Namun, ada beberapa aspek yang dapat dikembangkan lebih lanjut:

  • Pemanfaatan Teknologi AI dan IoT dalam Deteksi Kebakaran: Sistem pemantauan berbasis sensor dan kecerdasan buatan dapat membantu mendeteksi kebakaran lebih dini.
  • Peningkatan Kesadaran Keselamatan di Lingkungan Kerja: Selain pelatihan teknis, perusahaan harus meningkatkan budaya keselamatan di kalangan pekerja agar mereka lebih proaktif dalam mengenali risiko kebakaran.
  • Penyusunan Standar Internasional untuk Kesiapsiagaan Darurat: Setiap negara memiliki regulasi yang berbeda. Perlu adanya standar internasional yang mengatur kesiapsiagaan kebakaran di sektor infrastruktur kritis.

Paper Emergency Response Preparedness oleh Sibanda dan Hansen memberikan wawasan mendalam mengenai tantangan dan solusi dalam meningkatkan kesiapsiagaan respons darurat kebakaran di sektor infrastruktur kritis. Dengan menerapkan strategi seperti pembangunan sistem pemadam kebakaran yang terintegrasi, peningkatan pelatihan, serta pembentukan pusat komando insiden, risiko kebakaran dapat diminimalisir secara signifikan. Sistem komando insiden yang telah berhasil diterapkan di Amerika Serikat dapat menjadi model bagi negara lain dalam meningkatkan efektivitas tanggap darurat kebakaran. Penerapan teknologi modern serta kerja sama lintas sektor juga menjadi faktor kunci dalam membangun sistem keselamatan yang lebih tangguh dan adaptif terhadap tantangan masa depan.

Sumber Artikel

Sibanda, M. & Hansen, C.T. (2022). Emergency Response Preparedness; Fourteen Strategies to Increase Fire Safety in Critical Infrastructure Sectors in Response to the Five Discovered Challenges. University of Applied Research & Development, Auckland.

Selengkapnya
Strategi Meningkatkan Kesiapsiagaan Respons Darurat Kebakaran di Infrastruktur Kritis

Keselamatan Kebakaran

Pembelajaran dari Kegagalan Respons Darurat dalam Industri Proses

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan industri adalah elemen penting dalam operasi di fasilitas berisiko tinggi, seperti industri kimia dan nuklir. Namun, dalam berbagai kasus kecelakaan industri, kegagalan dalam respons darurat telah menyebabkan kerugian jiwa dan materi yang besar. Penelitian ini menggunakan pendekatan berbasis kasus dengan menganalisis kegagalan respons darurat dalam berbagai kecelakaan industri besar. Data diperoleh dari beberapa sumber publik, termasuk:

  • European Commission’s Major Accidents Reporting System (eMARS)
  • French Bureau for Analysis of Industrial Risks and Pollutions (BARPI – ARIA Database)
  • U.S. Chemical Safety and Hazard Investigation Board (CSB)
  • Japanese Failure Knowledge Database

Empat kasus kecelakaan besar dipilih untuk dianalisis secara mendalam, dengan fokus pada kesalahan dalam respons darurat serta pelajaran yang dapat dipetik.

Pada 25 Juli 2013, serangkaian ledakan terjadi di area penyimpanan produk jadi sebuah pabrik kembang api. Ledakan awal terjadi di sekitar dua gudang penyimpanan, menyebabkan kematian empat orang, termasuk seorang petugas pemadam kebakaran. Investigasi menunjukkan bahwa:

  • Rencana darurat tidak diaktifkan dengan segera.
  • Evakuasi terlambat dilakukan, menyebabkan korban jiwa tambahan.
  • Panggilan pertama ke layanan darurat dilakukan oleh warga sekitar, bukan oleh operator pabrik.

Kesalahan utama dalam insiden ini adalah kurangnya sistem komunikasi yang efektif antara perusahaan dan layanan darurat.

Pada 17 April 2013, kebakaran terjadi di fasilitas distribusi pupuk West Fertilizer Company di Texas, AS. Beberapa saat setelah pemadam kebakaran tiba, terjadi ledakan besar yang menewaskan 14 orang, termasuk 12 petugas pemadam kebakaran, serta merusak lebih dari 150 bangunan di sekitar lokasi kejadian. Faktor-faktor penyebabnya meliputi:

  • Petugas pemadam tidak menyadari potensi bahaya ledakan pupuk ammonium nitrat.
  • Tidak adanya sistem komando insiden yang jelas.
  • Kurangnya pelatihan bagi pemadam kebakaran dalam menangani bahan kimia berbahaya.

Studi ini menunjukkan bahwa pelatihan khusus dalam menangani bahan berbahaya sangat penting untuk mencegah kecelakaan serupa di masa depan. Pada 16 April 1947, kebakaran kecil terdeteksi di kapal Grandcamp yang membawa ammonium nitrat di pelabuhan Texas City, AS. Upaya untuk memadamkan api dengan uap menyebabkan tekanan meningkat, yang akhirnya memicu ledakan besar. Akibatnya:

  • 500 orang tewas, 3.500 lainnya luka-luka.
  • Kapal lain yang membawa sulfur ikut meledak, memperburuk situasi.
  • Tidak adanya regulasi yang mengatur transportasi pupuk berbahaya saat itu.

Studi ini menyoroti pentingnya regulasi yang lebih ketat dalam penyimpanan dan transportasi bahan kimia berbahaya. Gempa bumi berkekuatan 9,0 SR dan tsunami pada 11 Maret 2011 menyebabkan bencana nuklir di Fukushima Daiichi, Jepang. Sistem pendingin reaktor gagal, menyebabkan pelepasan radiasi dalam skala besar. Faktor utama kegagalan respons darurat meliputi:

  • Tidak adanya prosedur darurat untuk bencana alam dan kecelakaan nuklir secara bersamaan.
  • Kurangnya koordinasi antara operator, pemerintah, dan tim darurat.
  • Evakuasi pekerja yang tidak terorganisir, menghambat upaya mitigasi awal.

Bencana ini menunjukkan pentingnya kesiapsiagaan terhadap kejadian multi-bencana yang dapat terjadi secara bersamaan.

Kesimpulan

  1. Kesalahan dalam respons darurat dapat memperburuk dampak kecelakaan industri. Kasus-kasus yang dianalisis menunjukkan bahwa respons yang tidak terkoordinasi menyebabkan peningkatan jumlah korban jiwa dan kerugian ekonomi.
  2. Pentingnya sistem komunikasi dan koordinasi yang efektif. Dalam banyak insiden, kegagalan dalam mengomunikasikan informasi kepada otoritas dan masyarakat sekitar menjadi faktor utama keterlambatan respons darurat.
  3. Pelatihan dan simulasi yang kurang memadai bagi tim tanggap darurat. Banyak petugas pemadam kebakaran dan pekerja industri tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang bahaya bahan kimia dan prosedur respons yang tepat.
  4. Pentingnya regulasi yang lebih ketat untuk penyimpanan dan transportasi bahan berbahaya. Sejumlah kecelakaan terjadi karena kurangnya standar keamanan yang diterapkan sebelum insiden terjadi.
  5. Manajemen risiko harus mempertimbangkan kemungkinan skenario multi-bencana. Bencana Fukushima menunjukkan bahwa perencanaan darurat harus mencakup berbagai kemungkinan kejadian yang dapat terjadi bersamaan.

Saran

  1. Meningkatkan pelatihan bagi petugas pemadam kebakaran dan pekerja industri terkait respons terhadap bahan kimia berbahaya.
  2. Menerapkan sistem peringatan dini yang lebih efektif, termasuk jalur komunikasi yang lebih baik dengan masyarakat sekitar.
  3. Mewajibkan simulasi tanggap darurat yang lebih sering dan berbasis skenario nyata.
  4. Memperketat regulasi terkait penyimpanan dan transportasi bahan kimia berbahaya untuk mengurangi risiko kecelakaan besar.
  5. Mengembangkan kebijakan yang mempertimbangkan kejadian multi-bencana untuk memastikan kesiapsiagaan yang lebih baik di masa depan.

Sumber Artikel

Zsuzsanna Gyenes. Learning from Emergency Response in the Process Industries. Hazards 28, Symposium Series No. 163, 2018, IChemE.

Selengkapnya
Pembelajaran dari Kegagalan Respons Darurat dalam Industri Proses

Keselamatan Kebakaran

Evaluasi dan Pengembangan Keselamatan Kebakaran di Perusahaan X

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan kebakaran merupakan aspek krusial dalam operasional perusahaan, terutama bagi industri yang melibatkan ritel, perawatan, dan distribusi seperti yang dibahas dalam studi Assessing and Developing Fire Safety at Company X oleh Roosa Hellgrén. Paper ini mengevaluasi kesiapsiagaan kebakaran di Perusahaan X, mengidentifikasi kelemahan dalam latihan kebakaran dan pelatihan karyawan, serta memberikan rekomendasi perbaikan.

Tujuan utama penelitian ini adalah meninjau sistem keselamatan kebakaran di lokasi perusahaan, mengidentifikasi celah dalam kesiapsiagaan darurat, serta memberikan solusi yang dapat meningkatkan respons terhadap keadaan darurat kebakaran. Dengan pendekatan metodologis berupa wawancara, tinjauan dokumen, dan inspeksi langsung (safety walk), studi ini memberikan wawasan praktis mengenai kondisi aktual di tempat kerja.

Tantangan dalam Keselamatan Kebakaran

  1. Ketidakefektifan Latihan Kebakaran
  2. Kurangnya Pelatihan Keselamatan bagi Karyawan
  3. Hambatan dalam Evakuasi
  4. Kurangnya Pemeliharaan Peralatan Keselamatan
  5. Minimnya Kesadaran akan Risiko Kebakaran pada Kendaraan Listrik

Metodologi yang Digunakan

  1. Wawancara.
  2. Tinjauan Dokumen.
  3. Inspeksi Langsung (Safety Walk).

Hasil dan Temuan Studi

  • Karyawan A (Sekretaris/Resepsionis)
    • Menyatakan bahwa ia merasa yakin akan tindakan yang harus dilakukan saat terjadi kebakaran.
    • Mengetahui lokasi titik kumpul tetapi kurang mampu menjelaskan jalur evakuasi dengan jelas.
    • Mengamati bahwa pada latihan kebakaran terakhir, beberapa pelanggan tidak diarahkan keluar dengan benar.
  • Karyawan B (Mekanik di Bengkel Perawatan)
    • Mengingat adanya dua hingga tiga latihan kebakaran selama masa kerja.
    • Mengatakan bahwa alarm kebakaran masih terdengar meskipun menggunakan pelindung telinga.
    • Mengaku memperlakukan kendaraan listrik dengan lebih hati-hati karena risiko kebakaran yang lebih tinggi.

2. Hasil Tinjauan Dokumen

  • Rencana darurat perusahaan sudah cukup memadai, tetapi perlu diperbarui dengan informasi lebih detail tentang tanggung jawab individu dalam situasi darurat.
  • Manual operasional memiliki instruksi yang terlalu umum tanpa ada pembagian tanggung jawab yang jelas.
  • Frekuensi latihan kebakaran tidak tercatat dengan baik, sehingga sulit untuk memastikan kepatuhan terhadap standar keselamatan.

3. Hasil Inspeksi Langsung (Safety Walk)

  • Kondisi positif: Inspeksi alat pemadam kebakaran cukup baik.
  • Kelemahan yang ditemukan:
    • Salah satu tanda keluar darurat tidak menyala.
    • Peta jalur evakuasi tidak mencantumkan semua pintu keluar.
    • Area parkir sering kali menghalangi akses kendaraan pemadam kebakaran.

Strategi Perbaikan Keselamatan Kebakaran

  1. Peningkatan Latihan Kebakaran
    • Menjadwalkan latihan kebakaran minimal setahun sekali dan mendokumentasikan hasilnya.
    • Menggunakan skenario realistis agar latihan lebih efektif.
  2. Pelatihan Karyawan yang Lebih Intensif
    • Setiap karyawan harus menjalani pelatihan rutin tentang lokasi alat pemadam dan jalur evakuasi.
    • Pelatihan khusus untuk menangani kebakaran yang berasal dari kendaraan listrik.
  3. Perbaikan Infrastruktur Keselamatan
    • Memastikan tanda keluar darurat berfungsi dengan baik dan terlihat jelas.
    • Menyediakan jalur evakuasi yang tidak terhalang dan memperbarui peta evakuasi di seluruh area kerja.
  4. Peningkatan Pemeliharaan dan Inspeksi
    • Mengatur inspeksi berkala terhadap alat pemadam kebakaran dan sistem pemadam otomatis.
    • Menugaskan personel khusus untuk mengecek pemeliharaan rutin peralatan keselamatan.
  5. Implementasi Protokol Khusus untuk Kendaraan Listrik
    • Menyediakan prosedur khusus dalam menangani kebakaran kendaraan listrik.
    • Melatih karyawan tentang bahaya baterai lithium-ion dan langkah mitigasi jika terjadi kebakaran.

Paper Assessing and Developing Fire Safety at Company X memberikan wawasan mendalam mengenai tantangan dan solusi dalam meningkatkan keselamatan kebakaran di lingkungan kerja. Meskipun Perusahaan X telah memiliki sistem darurat yang cukup baik, terdapat beberapa aspek yang masih memerlukan perbaikan, khususnya dalam latihan kebakaran, pelatihan karyawan, dan pemeliharaan peralatan keselamatan. Dengan menerapkan rekomendasi yang diberikan dalam penelitian ini, Perusahaan X dapat meningkatkan kesiapsiagaannya dalam menghadapi kebakaran, meminimalisir risiko, serta melindungi karyawan dan aset perusahaan secara lebih efektif.

Sumber Artikel

Hellgrén, R. (2024). Assessing and Developing Fire Safety at Company X. Laurea University of Applied Sciences.

Selengkapnya
Evaluasi dan Pengembangan Keselamatan Kebakaran di Perusahaan X

Kebakaran Limbah

Deteksi dan Mitigasi Kebakaran di Industri Daur Ulang Limbah

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Kebakaran limbah merupakan masalah yang semakin meningkat dalam industri daur ulang, dengan dampak luas terhadap lingkungan, kesehatan masyarakat, dan keselamatan kerja. Penelitian ini menggunakan data dari NASA’s VIIRS (Visible Infrared Imaging Radiometer Suite) serta laporan kebakaran dari Swedish Civil Contingencies Agency (MSB) selama periode 2012–2018 untuk memahami pola kejadian kebakaran limbah di Swedia dan merancang strategi pencegahan yang lebih efektif.

Metode Penelitian

  • DaR (Detected and Reported): Kebakaran yang terdeteksi oleh VIIRS dan dilaporkan ke MSB.
  • DbNR (Detected but Not Reported): Kebakaran yang terdeteksi oleh VIIRS tetapi tidak dilaporkan ke MSB.
  • RbND (Reported but Not Detected): Kebakaran yang dilaporkan ke MSB tetapi tidak terdeteksi oleh VIIRS.

Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan ArcGIS untuk mengidentifikasi pola spasial dan karakteristik kebakaran, serta korelasi antara insiden kebakaran dengan faktor-faktor sosial dan ekonomi.

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah insiden kebakaran limbah di Swedia mengalami peningkatan antara tahun 2014 dan 2018. Rata-rata kejadian kebakaran limbah per juta penduduk per tahun (AFIPMC) berkisar antara 2,4 hingga 4,7. Analisis data menunjukkan adanya korelasi positif antara jumlah kejadian kebakaran dan pertumbuhan populasi urban di beberapa wilayah.

Faktor utama penyebab kebakaran limbah meliputi:

  • Pembakaran spontan (21%) akibat akumulasi panas di dalam tumpukan limbah organik.
  • Faktor manusia (23%), seperti pembakaran disengaja (arson), percikan api dari peralatan, atau kelalaian dalam pengelolaan limbah.
  • Penyebab yang tidak diketahui (46%), yang menunjukkan perlunya peningkatan pencatatan dan investigasi kebakaran.

Dampak Kebakaran Limbah

Kebakaran limbah tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi tetapi juga berdampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Beberapa konsekuensi utama dari kebakaran limbah meliputi:

  • Emisi gas beracun, seperti polychlorinated dibenzo-p-dioxins and dibenzofurans (PCDD/Fs) yang dapat menyebabkan kanker dan gangguan pernapasan.
  • Pencemaran air dan tanah, akibat residu pembakaran yang mencemari sumber daya alam.
  • Peningkatan risiko kebakaran hutan, terutama di daerah pinggiran kota di mana lokasi penyimpanan limbah berdekatan dengan area vegetasi.

Kasus Kebakaran Limbah di Swedia

Salah satu studi kasus yang dianalisis dalam paper ini adalah insiden kebakaran di CemMiljø A/S, yang mengakibatkan kerugian sebesar 1,76 juta Euro. Insiden ini disebabkan oleh pengelolaan limbah yang buruk, termasuk penyimpanan berlebihan dan kurangnya sistem deteksi kebakaran yang efektif. Selain itu, laporan dari MSB menunjukkan bahwa antara 2012 dan 2018, terdapat 163 kebakaran limbah yang tercatat di database nasional, tetapi hanya 11 insiden (7%) yang terdeteksi oleh VIIRS dan dilaporkan ke MSB, menunjukkan kurangnya sistem pelaporan kebakaran yang komprehensif.

Rekomendasi untuk Pencegahan dan Mitigasi Kebakaran Limbah

1. Peningkatan Sistem Deteksi Kebakaran

Untuk meningkatkan efektivitas deteksi kebakaran limbah, peneliti merekomendasikan:

  • Penggunaan data satelit seperti VIIRS sebagai metode pelengkap dalam pemantauan kebakaran.
  • Pemasangan sensor panas dan asap berbasis IoT di fasilitas pengelolaan limbah.
  • Penerapan drone termal untuk mendeteksi hotspot di lokasi penyimpanan limbah.

2. Optimalisasi Tata Letak Penyimpanan Limbah

Paper ini menekankan pentingnya desain yang aman dalam penyimpanan limbah:

  • Menjaga jarak aman antara tumpukan limbah untuk mencegah penyebaran api.
  • Menggunakan dinding pemisah tahan api untuk mengisolasi bagian yang rentan terhadap kebakaran.
  • Menerapkan strategi FIFO (First-In-First-Out) guna menghindari akumulasi limbah yang mudah terbakar.

3. Peningkatan Kesadaran dan Pelatihan

Sebagian besar kebakaran limbah disebabkan oleh faktor manusia, sehingga edukasi menjadi kunci dalam mitigasi risiko:

  • Pelatihan bagi pekerja limbah dalam menangani bahan mudah terbakar.
  • Penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya membuang baterai dan elektronik ke tempat sampah biasa.
  • Peningkatan regulasi dan inspeksi berkala untuk memastikan kepatuhan terhadap standar keselamatan kebakaran.

4. Integrasi Data untuk Perencanaan yang Lebih Baik

Peneliti menyarankan integrasi data antara laporan MSB dan citra satelit untuk membangun sistem pemantauan kebakaran yang lebih akurat dan komprehensif. Dengan cara ini, otoritas dapat mengalokasikan sumber daya secara lebih efektif untuk pencegahan dan penanggulangan kebakaran limbah.

Kesimpulan

  1. Kebakaran limbah merupakan masalah yang terus meningkat dan memiliki dampak serius terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.
  2. Sistem deteksi saat ini masih memiliki banyak kelemahan, dengan banyak kebakaran yang tidak terdeteksi atau tidak dilaporkan.
  3. Perbaikan dalam desain penyimpanan limbah, penggunaan teknologi pemantauan, dan peningkatan edukasi sangat penting untuk mengurangi risiko kebakaran.
  4. Integrasi antara data satelit dan laporan insiden dapat membantu membangun strategi pencegahan kebakaran yang lebih efektif dan berbasis bukti.

Sumber Artikel

Muhammad Asim Ibrahim, Anders Lönnermark, William Hogland. Safety at Waste and Recycling Industry: Detection and Mitigation of Waste Fire Accidents. Waste Management, Vol. 141, 2022, 271-281.

Selengkapnya
Deteksi dan Mitigasi Kebakaran di Industri Daur Ulang Limbah

Keselamatan Kebakaran

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keselamatan Kebakaran Penghuni

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan kebakaran di bangunan tempat tinggal merupakan isu kritis yang sering kali dipengaruhi oleh perilaku penghuni. Studi ini mengkaji berbagai elemen yang berkontribusi terhadap kesiapsiagaan penghuni dalam menghadapi kebakaran, termasuk faktor usia, gangguan fisik dan mental, tingkat pengetahuan tentang kebakaran, serta faktor sosial ekonomi. Dengan menggunakan metodologi meta-analysis, penelitian ini mengumpulkan dan menganalisis temuan dari berbagai sumber untuk memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana penghuni merespons situasi kebakaran.

Faktor Risiko Personal dalam Keselamatan Kebakaran

1. Pengaruh Usia terhadap Perilaku Keselamatan Kebakaran

  • Penghuni lanjut usia (di atas 65 tahun) lebih rentan terhadap kebakaran karena keterbatasan mobilitas dan penurunan kognitif.
  • Studi menemukan bahwa orang tua sering kurang menyadari risiko kebakaran dan memiliki reaksi yang lebih lambat saat terjadi kebakaran (Karemaker et al., 2021).
  • Sebaliknya, anak-anak dan remaja (usia 18–24 tahun) lebih cenderung terlibat dalam perilaku yang berisiko, seperti bermain dengan sumber api atau tidak mengikuti prosedur evakuasi yang tepat.

2. Dampak Gangguan Fisik dan Mental dalam Situasi Kebakaran

  • Individu dengan gangguan penglihatan, pendengaran, atau mobilitas mengalami kesulitan dalam merespons tanda bahaya kebakaran.
  • Mereka membutuhkan dukungan tambahan, seperti tanda evakuasi dalam Braille atau sistem alarm dengan getaran dan pencahayaan khusus (Egodage et al., 2020).
  • Orang dengan gangguan kognitif, seperti demensia, lebih sulit memahami instruksi evakuasi, yang meningkatkan risiko cedera atau kematian.

3. Pengetahuan dan Pengalaman dalam Menghadapi Kebakaran

  • Penghuni yang pernah mengalami kebakaran cenderung lebih siap dan memiliki rencana keselamatan yang lebih baik.
  • Studi menemukan bahwa individu yang aktif dalam komunitas gedung tempat tinggal mereka lebih cenderung memiliki kesadaran tinggi akan prosedur keselamatan kebakaran (Glauberman, 2020).
  • Latihan kebakaran di sekolah atau tempat kerja terbukti meningkatkan kesiapan individu dalam menghadapi situasi darurat.

4. Persepsi Risiko dan Pengambilan Keputusan

  • Penghuni yang tinggal di lantai bawah sering kali memiliki persepsi risiko kebakaran yang lebih rendah dibandingkan mereka yang tinggal di lantai atas.
  • Banyak individu cenderung menunggu reaksi orang lain sebelum memutuskan untuk mengevakuasi diri, yang dapat menyebabkan keterlambatan dan kepadatan dalam jalur evakuasi (Gerges, 2020).
  • Studi juga menunjukkan bahwa ketakutan terhadap rasa malu atau penilaian sosial dapat menyebabkan seseorang enggan bereaksi cepat dalam situasi darurat.

Faktor Risiko Umum dalam Keselamatan Kebakaran

1. Akses dan Jalur Evakuasi

  • Kompleksitas desain bangunan multi-penghuni sering kali membingungkan penghuni saat keadaan darurat.
  • Banyak penghuni lebih memilih menggunakan jalur keluar yang familiar, meskipun ada opsi evakuasi yang lebih aman dan efisien (Gerges, 2020; Kurdi et al., 2018).

2. Rencana Evakuasi dan Instruksi Keselamatan

  • Penelitian menunjukkan bahwa banyak penghuni tidak memahami atau bahkan tidak mengetahui rencana evakuasi yang ada di gedung mereka.
  • Bencana kebakaran Grenfell Tower 2017 di Inggris menjadi contoh bagaimana kurangnya komunikasi dan pemahaman terhadap instruksi evakuasi dapat meningkatkan jumlah korban jiwa (Arewa et al., 2021).

3. Ketersediaan dan Pemanfaatan Peralatan Keselamatan Kebakaran

  • Alarm asap adalah alat keselamatan paling umum, tetapi banyak rumah tangga, terutama dengan penghasilan rendah, tidak memilikinya atau tidak memelihara alat ini dengan baik (Tannous & Agho, 2019).
  • Penghuni sering kali mencoba memadamkan api sendiri sebelum menghubungi pemadam kebakaran, sering kali karena rasa malu atau takut mendapat masalah (Wales, 2021).

4. Kepadatan dan Hambatan saat Evakuasi

  • Bangunan dengan kepadatan penghuni yang tinggi lebih rentan terhadap antrean panjang dan kepadatan saat evakuasi, yang dapat menyebabkan cedera tambahan.
  • Studi menemukan bahwa penghuni sering kali mengikuti orang lain ke jalur yang paling ramai, bukannya mencari jalur alternatif yang lebih cepat dan aman (Gerges et al., 2021).

5. Penggunaan Teknologi dalam Keselamatan Kebakaran

  • Smartphone menjadi alat penting dalam komunikasi darurat, tetapi penggunaannya dapat menghambat evakuasi jika orang lebih fokus merekam kebakaran daripada menyelamatkan diri (Gerges, 2020).
  • Sistem komunikasi suara langsung lebih efektif dibandingkan dengan pengumuman rekaman dalam memberikan instruksi evakuasi kepada penghuni.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan Kebakaran

  1. Meningkatkan Kesadaran dan Pelatihan Keselamatan
    • Pelatihan rutin dan kampanye edukasi dapat membantu penghuni memahami risiko dan prosedur keselamatan dengan lebih baik.
  2. Peningkatan Infrastruktur Keselamatan
    • Memastikan bahwa semua jalur evakuasi bersih dari hambatan dan memiliki tanda yang jelas.
    • Menyediakan alat pemadam kebakaran yang mudah diakses dan sesuai dengan kebutuhan penghuni, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik.
  3. Optimalisasi Sistem Komunikasi Darurat
    • Menggunakan sistem komunikasi suara langsung dalam gedung untuk memberikan instruksi evakuasi secara real-time.
    • Menerapkan teknologi berbasis AI untuk mendeteksi kebakaran lebih awal dan memberikan peringatan lebih cepat kepada penghuni.
  4. Meningkatkan Regulasi dan Kepatuhan
    • Mengembangkan standar keselamatan yang lebih ketat untuk bangunan multi-penghuni, terutama dalam aspek evakuasi dan pemeliharaan peralatan keselamatan.

Kesimpulan

Paper Influences on Resident’s Fire Safety Behaviours: An Evidence Review memberikan wawasan yang komprehensif tentang bagaimana berbagai faktor—baik pribadi maupun lingkungan—mempengaruhi respons penghuni terhadap kebakaran. Dengan memahami faktor-faktor ini, langkah-langkah yang lebih efektif dapat diambil untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan keselamatan penghuni dalam situasi darurat.

Sumber Artikel

Allen Jones, A. (2022). Influences on Resident’s Fire Safety Behaviours: An Evidence Review. Cardiff: Welsh Government, GSR report number 10/2023.

Selengkapnya
Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keselamatan Kebakaran Penghuni

Keselamatan Kebakaran

Tantangan dan Hambatan dalam Melindungi Cedera akibat Kebakaran di Hunian

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Kebakaran di lingkungan hunian merupakan ancaman besar terhadap keselamatan masyarakat dan sering kali menyebabkan cedera serius serta kerugian ekonomi yang signifikan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan grounded theory, yang memungkinkan eksplorasi mendalam terhadap faktor-faktor penyebab cedera kebakaran. Penelitian dilakukan di Iran pada tahun 2017, dengan melibatkan 25 partisipan yang terdiri dari petugas pemadam kebakaran, tenaga medis, korban kebakaran, dan pakar kebakaran. Data dikumpulkan melalui wawancara semi-terstruktur, observasi langsung, serta analisis dokumen terkait. Proses analisis data menggunakan pendekatan Strauss dan Corbin, dengan metode open coding, axial coding, dan selective coding untuk mengidentifikasi variabel inti yang berpengaruh terhadap cedera kebakaran di hunian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurangnya pendekatan komprehensif terhadap pencegahan cedera akibat kebakaran menjadi variabel inti yang mempengaruhi keselamatan penghuni bangunan. Faktor-faktor penyebab utama diklasifikasikan dalam empat kategori besar:

  1. Tantangan Struktural Bangunan
  2. Tantangan Sosial-Ekonomi
  3. Karakteristik dan Perilaku Penghuni
  4. Kendala dalam Layanan Penyelamatan

Beberapa masalah utama yang diidentifikasi dalam kategori ini meliputi:

  • Desain interior yang tidak sesuai, seperti absennya tangga darurat dan pintu keluar darurat.
  • Penggunaan material bangunan yang tidak tahan api, seperti Styrofoam yang mempercepat penyebaran api.
  • Kurangnya pemeliharaan peralatan keselamatan kebakaran, termasuk alat pemadam api dan sistem alarm asap yang tidak berfungsi dengan baik.

Sebagai contoh, dalam salah satu kejadian kebakaran di sebuah apartemen tujuh lantai di Iran, api menyebar dengan cepat karena tangga dan lift ditempatkan di lokasi yang sama tanpa sekat pelindung. Akibatnya, penghuni mengalami kesulitan dalam proses evakuasi, yang meningkatkan jumlah korban.

Kurangnya budaya keselamatan di masyarakat, dengan banyak penghuni yang tidak menganggap keselamatan kebakaran sebagai prioritas. Ketidakefektifan regulasi dan pengawasan, di mana pemerintah tidak memiliki kebijakan yang kuat terkait dengan standar keselamatan bangunan. Masalah ekonomi, seperti harga tinggi peralatan keselamatan kebakaran, membuat banyak warga enggan untuk memasang alat pemadam atau alarm asap.

Salah satu contoh konkret adalah banyaknya pemilik rumah yang memilih kabel listrik dengan diameter lebih kecil untuk menghemat biaya, yang pada akhirnya menyebabkan korsleting dan memicu kebakaran.

  • Kelompok rentan, seperti anak-anak, lansia, dan penyandang disabilitas, menghadapi risiko lebih tinggi dalam situasi kebakaran.
  • Perilaku berisiko, seperti menggunakan bahan mudah terbakar di dalam rumah, membuang puntung rokok sembarangan, dan tidak memiliki rencana evakuasi.
  • Kurangnya kesadaran risiko, di mana banyak penghuni berpikir bahwa kebakaran "tidak akan terjadi" pada mereka, sehingga mengabaikan langkah-langkah pencegahan.

Sebagai ilustrasi, terdapat kasus di mana seorang ibu meletakkan selimut anaknya di atas pemanas, yang kemudian terbakar dan menyebabkan kebakaran besar di rumah tersebut.

Kendala dalam Layanan Penyelamatan

  • Keterbatasan akses bagi petugas pemadam kebakaran, terutama di daerah dengan infrastruktur perkotaan yang buruk.
  • Kurangnya koordinasi antar tim penyelamat, sehingga memperlambat proses evakuasi dan penanggulangan kebakaran.
  • Minimnya pelatihan bagi tenaga medis dan pemadam kebakaran dalam menangani korban luka bakar.

Contoh nyata terjadi ketika mobil pemadam kebakaran tidak dapat mencapai lokasi kebakaran karena jalan yang sempit dan penuh kendaraan parkir, menyebabkan keterlambatan dalam pemadaman api dan meningkatkan jumlah korban jiwa.

Kesimpulan

  1. Kurangnya pendekatan komprehensif dalam pencegahan kebakaran merupakan hambatan utama dalam melindungi penghuni bangunan dari cedera akibat kebakaran.
  2. Faktor struktural bangunan, masalah sosial-ekonomi, perilaku penghuni, dan kendala dalam layanan penyelamatan berkontribusi signifikan terhadap tingginya angka cedera akibat kebakaran.
  3. Perubahan kebijakan dan regulasi yang lebih ketat diperlukan untuk memastikan bahwa setiap bangunan hunian memiliki standar keselamatan yang memadai.

Rekomendasi

  1. Perbaikan Standar Keselamatan Bangunan
    • Mewajibkan pemasangan sistem alarm asap dan alat pemadam kebakaran di setiap hunian.
    • Menegakkan regulasi ketat terhadap penggunaan material tahan api dalam konstruksi bangunan.
  2. Peningkatan Kesadaran dan Pendidikan Keselamatan
    • Mengadakan pelatihan simulasi kebakaran secara berkala bagi masyarakat.
    • Menyediakan materi edukasi keselamatan kebakaran di sekolah dan tempat kerja.
  3. Penguatan Layanan Penyelamatan dan Respons Darurat
    • Memastikan akses jalan yang memadai bagi tim pemadam kebakaran di area perumahan.
    • Melatih tenaga pemadam kebakaran dalam manajemen evakuasi yang lebih efektif.
  4. Insentif Finansial untuk Meningkatkan Keamanan
    • Memberikan subsidi atau keringanan pajak bagi warga yang menggunakan alat keselamatan kebakaran di rumah mereka.

Dengan mengimplementasikan rekomendasi ini, diharapkan angka cedera dan kematian akibat kebakaran di hunian dapat dikurangi secara signifikan.

Sumber Artikel

Mohammadreza Shokouhi, Khadijeh Nasiriani, Hamidreza Khankeh, Hosein Fallahzadeh, Davoud Khorasani-Zavareh. Exploring Barriers and Challenges in Protecting Residential Fire-Related Injuries: A Qualitative Study. Journal of Injury & Violence Research, Vol. 11, No. 1, 2019, 81-92.

Selengkapnya
Tantangan dan Hambatan dalam Melindungi Cedera akibat Kebakaran di Hunian
« First Previous page 32 of 965 Next Last »