Perindustrian

Terobosan Baru Deteksi Cacat Kain Tenun: Sistem Otomatis Berbasis Artificial Neural Network (ANN)

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 08 Mei 2025


Pendahuluan: Kenapa Industri Tekstil Butuh Inspeksi Otomatis?

Industri tekstil adalah tulang punggung ekonomi di banyak negara, termasuk India, di mana Tamil Nadu menjadi salah satu penghasil utama kain tenun. Namun, persaingan ketat di pasar global menuntut kualitas produk yang konsisten dan bebas cacat. Cacat pada kain, sekecil apapun, bisa mengurangi nilai jual produk secara signifikan, bahkan hingga 45% sampai 65%. Itu sebabnya, inspeksi kualitas menjadi prioritas utama.

Masalahnya, proses inspeksi manual yang mengandalkan tenaga manusia memiliki keterbatasan yang serius. Inspektur manusia rentan terhadap kelelahan, konsistensinya bervariasi, dan tingkat deteksi cacatnya hanya sekitar 70%. Selain itu, proses ini lambat dan mahal karena ketergantungan pada keterampilan individu. Kondisi ini mendorong peneliti dan praktisi industri untuk mencari solusi otomatis yang lebih handal.

Di sinilah peran penelitian yang dilakukan oleh Dr. G. M. Nasira dan P. Banumathi menjadi sangat relevan. Dalam paper mereka yang berjudul "Automatic Defect Detection Algorithm for Woven Fabric using Artificial Neural Network Techniques", mereka mengembangkan sebuah sistem deteksi otomatis berbasis jaringan saraf tiruan (Artificial Neural Network/ANN) yang mampu mendeteksi berbagai cacat kain dengan akurasi tinggi.

 

Mengupas Permasalahan Inspeksi Kain Tenun

Inspeksi kain tenun adalah proses yang kompleks. Cacat yang muncul di kain bisa berupa lubang, noda, jahitan yang terlepas, goresan, hingga ketidaksesuaian warna akibat proses pencelupan. Kerumitan ini semakin bertambah jika kain memiliki motif yang rumit, karena perbedaan antara desain asli dan cacat bisa sangat halus.

Dalam praktik industri, pemeriksaan 100% kain di jalur produksi sangat sulit dicapai secara manual. Kecepatan produksi yang tinggi membuat inspeksi manusia menjadi tidak efektif. Akibatnya, banyak cacat baru terdeteksi pada tahap akhir produksi, bahkan setelah produk sudah dikemas, sehingga meningkatkan biaya rework atau scrap.

 

Solusi yang Ditawarkan Penelitian Ini

Dalam penelitian ini, Nasira dan Banumathi merancang sebuah sistem berbasis Artificial Neural Network (ANN) yang secara otomatis mendeteksi cacat pada kain tenun. Sistem ini diawali dengan proses akuisisi gambar kain menggunakan pemindai datar (flatbed scanner) dengan resolusi minimal 300 dpi. Tujuannya adalah menangkap detail tekstur kain dengan tingkat akurasi visual yang tinggi, setara dengan penglihatan manusia.

Gambar yang diambil kemudian diproses menggunakan teknik adaptive median filtering untuk mengurangi noise tanpa menghilangkan detail penting pada tekstur kain. Setelah itu, gambar dikonversi menjadi citra biner agar lebih mudah dianalisis.

Selanjutnya, sistem menghitung area pada gambar biner untuk menilai ada atau tidaknya cacat. Ciri-ciri utama dari area cacat, seperti ukuran dan bentuk, diekstraksi untuk menjadi input ke jaringan saraf tiruan.

 

Artificial Neural Network: Otak di Balik Sistem Deteksi

Jaringan saraf tiruan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe Backpropagation Neural Network (BPN), yang dilatih menggunakan algoritma gradient descent. Dalam proses pelatihannya, bobot dan bias jaringan diperbarui secara iteratif untuk meminimalkan error dalam mendeteksi cacat.

Jaringan ini diuji pada dataset yang terdiri dari 30 gambar kain, dengan komposisi 20 gambar bebas cacat dan 10 gambar dengan berbagai jenis cacat. Ukuran gambar adalah 256x256 piksel dalam format grayscale 8-bit. Setelah dilatih, sistem diuji kembali pada 15 gambar tambahan untuk mengukur akurasi deteksi.

Hasilnya cukup menjanjikan. Sistem ini berhasil mendeteksi kain bebas cacat dengan tingkat akurasi hingga 95%, dan kain dengan cacat lubang terdeteksi dengan akurasi sekitar 80%. Jenis cacat lain, seperti jahitan yang terlepas dan goresan, memiliki tingkat deteksi masing-masing 65% dan 75%. Secara keseluruhan, sistem mencapai tingkat keberhasilan rata-rata sekitar 93%.

 

Analisis Tambahan: Apa yang Bisa Kita Pelajari?

Keberhasilan sistem deteksi berbasis ANN ini menunjukkan bahwa pendekatan berbasis kecerdasan buatan memang layak diterapkan dalam industri tekstil. Namun, terdapat beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan.

Pertama, meskipun sistem ini menunjukkan akurasi tinggi untuk kain polos atau sederhana, kemampuannya dalam mendeteksi cacat pada kain bermotif rumit masih terbatas. Ini karena metode ekstraksi fitur yang digunakan belum cukup kompleks untuk membedakan antara motif asli dan cacat halus.

Kedua, kebutuhan akan data training yang berkualitas sangat krusial. Sistem ANN bergantung sepenuhnya pada kualitas dan variasi data latih. Semakin beragam jenis kain dan cacat yang digunakan dalam pelatihan, semakin baik kemampuan generalisasi sistem ini.

Ketiga, meskipun sistem ini mempercepat proses inspeksi dibandingkan metode manual, proses pengolahan gambar dan pelatihan model masih membutuhkan waktu dan sumber daya komputasi yang cukup besar, terutama jika resolusi gambar tinggi digunakan.

 

Perbandingan dengan Penelitian dan Teknologi Lain

Jika dibandingkan dengan penelitian sejenis, sistem yang dikembangkan oleh Nasira dan Banumathi terbilang sederhana namun efektif. Beberapa pendekatan lain yang lebih kompleks menggunakan teknik seperti Fourier Transform, Gabor Wavelet, hingga Convolutional Neural Network (CNN).

Sebagai contoh, penelitian oleh YH Zhang dan WK Wong pada tahun 2011 menggabungkan genetic algorithm dengan Elman neural network untuk mendeteksi cacat pada kain bertekstur warna, memberikan tingkat fleksibilitas lebih tinggi dalam mengenali pola yang kompleks. Di sisi lain, metode CNN seperti yang digunakan dalam industri semikonduktor menawarkan kemampuan belajar fitur secara otomatis tanpa harus melalui proses ekstraksi fitur manual.

Namun, metode ANN sederhana yang digunakan dalam paper ini memiliki keunggulan dalam hal kemudahan implementasi dan kebutuhan komputasi yang lebih rendah, sehingga cocok untuk pabrik kecil hingga menengah yang baru beralih ke otomatisasi.

 

Relevansi di Industri Tekstil Saat Ini

Dalam konteks Industri 4.0, adopsi sistem inspeksi otomatis berbasis AI sudah menjadi bagian dari smart manufacturing. Beberapa pabrik tekstil terkemuka sudah mulai menerapkan sistem serupa, baik untuk kontrol kualitas internal maupun dalam kerjasama dengan mitra bisnis.

Misalnya, beberapa pemasok H&M dan Zara di Asia Tenggara telah menerapkan teknologi inspeksi visual berbasis deep learning untuk mempercepat proses QC tanpa mengurangi akurasi. Hal ini memungkinkan mereka mengurangi biaya operasional dan meningkatkan efisiensi produksi.

Implementasi sistem berbasis ANN, seperti yang dijelaskan dalam paper ini, bisa menjadi batu loncatan menuju otomatisasi penuh. Dengan tambahan teknologi seperti Edge AI dan sensor IoT, pabrik dapat mencapai deteksi cacat secara real-time di jalur produksi, bukan hanya pada tahap akhir.

 

Kritik dan Saran untuk Penelitian Selanjutnya

Meskipun sistem yang dikembangkan sudah menunjukkan hasil memuaskan, beberapa hal bisa menjadi fokus pengembangan ke depan:

  1. Peningkatan Dataset: Menambah variasi kain dan cacat untuk memperkuat kemampuan deteksi.
  2. Integrasi dengan CNN: Memanfaatkan kekuatan deep learning untuk meningkatkan akurasi, terutama pada kain bermotif rumit.
  3. Implementasi Edge Computing: Mengurangi latensi dan memungkinkan analisis langsung di mesin produksi.
  4. Explainable AI (XAI): Memberikan alasan mengapa sistem mengklasifikasikan suatu gambar sebagai cacat atau tidak, untuk meningkatkan kepercayaan pengguna.

 

Kesimpulan: Deteksi Cacat Otomatis, Masa Depan Industri Tekstil

Penelitian yang dilakukan oleh Dr. G. M. Nasira dan P. Banumathi memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan sistem inspeksi otomatis kain tenun berbasis ANN. Dengan tingkat keberhasilan hingga 93%, sistem ini terbukti efektif dan ekonomis untuk meningkatkan kualitas produk tekstil.

Meskipun ada tantangan yang harus diatasi, terutama dalam mendeteksi cacat pada kain bermotif rumit, sistem ini sudah menjadi langkah awal yang penting menuju otomatisasi inspeksi kain secara penuh. Industri tekstil yang ingin tetap kompetitif di era Industri 4.0 sudah saatnya mempertimbangkan adopsi teknologi serupa.

 

Sumber:

Nasira, G. M., & Banumathi, P. (2014). Automatic defect detection algorithm for woven fabric using artificial neural network techniques. International Journal of Innovative Research in Computer and Communication Engineering, 2(1), 2620–2624.

Selengkapnya
Terobosan Baru Deteksi Cacat Kain Tenun: Sistem Otomatis Berbasis Artificial Neural Network (ANN)

Citra digital

Deteksi Cacat dan Klasifikasi Kualitas Batang Tembaga dengan Sistem Cerdas

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 08 Mei 2025


Pendahuluan: Evolusi dari Kontrol Manual ke Otomatisasi Cerdas

Selama bertahun-tahun, kontrol kualitas dalam industri mengandalkan mata manusia—penuh intuisi namun rawan kesalahan. Dalam dunia manufaktur modern, di mana kecepatan dan presisi menjadi nilai jual utama, sistem manual tidak lagi memadai. Dalam konteks inilah penelitian oleh Dehdar dkk. menjadi signifikan. Mereka menawarkan solusi revolusioner: integrasi Fuzzy Inference System (FIS), image processing, dan quality control chart untuk mendeteksi cacat serta mengklasifikasikan kualitas batang tembaga secara otomatis.

 

Mengapa Harus Beralih ke Sistem Otomatis?

Inspeksi visual konvensional sering kali bergantung pada keahlian operator, yang bisa berbeda antara satu individu dengan yang lain. Masalah seperti pencahayaan yang buruk, kelelahan mata, dan subjektivitas membuat hasil pemeriksaan tidak konsisten. Penelitian ini menghadirkan solusi berbasis sistem pakar yang menggabungkan:

  • Logika fuzzy untuk mengelola ketidakpastian dan ambiguitas visual,
  • Pemrosesan citra untuk ekstraksi fitur dari foto batang tembaga,
  • FAST (Features from Accelerated Segment Test) untuk mendeteksi titik-titik penting pada permukaan benda,
  • Control chart sebagai tolok ukur stabilitas proses manufaktur.

Dengan integrasi ini, sistem mampu menilai apakah proses produksi berada dalam kondisi in control atau out of control—yang langsung berkaitan dengan kualitas produk akhir.

 

Struktur Sistem Pakar yang Diusulkan

Penelitian ini mengembangkan sistem cerdas dalam empat tahap utama:

1. Akuisisi Citra: Mengambil Data dengan Presisi

Peneliti menggunakan kamera Canon SX510 untuk mengambil gambar batang tembaga beresolusi 300x400 piksel. Gambar diambil dalam kondisi terkendali untuk memastikan konsistensi.

2. Pra-Pemrosesan: Membersihkan Data Citra

Citra RGB dikonversi ke model warna HSV, yang dinilai lebih baik dalam mengekspresikan intensitas cahaya permukaan logam. Kanal S (saturation) dipilih karena memberikan kontras paling jelas terhadap permukaan batang tembaga. Proses kemudian dilanjutkan dengan:

  • Filter Gaussian untuk mengurangi noise,
  • Contrast stretching untuk memperjelas detail halus.

3. Ekstraksi Fitur: Menangkap Cacat secara Objektif

Dua metode diterapkan:

  • Canny edge detection untuk mendeteksi batas-batas objek,
  • Fuzzy edge detection, yang memanfaatkan nilai gradien tiap piksel untuk menentukan kemungkinan adanya cacat.

Selanjutnya, fitur tambahan diekstrak menggunakan FAST, yang menganalisis lingkungan sekitar setiap piksel untuk mendeteksi “corner points” yang biasanya menunjukkan kehadiran kerusakan permukaan.

4. Penalaran Fuzzy & Pengambilan Keputusan

Dengan dua jenis fitur—jumlah piksel yang mencerminkan cacat (FIS) dan jumlah titik sudut (FAST)—dihasilkan data numerik yang kemudian diplot dalam dua control chart. Berdasarkan grafik ini, peneliti membuat tiga aturan klasifikasi:

  • Kualitas A: Kedua grafik menunjukkan proses dalam kondisi in control,
  • Kualitas B: Salah satu grafik in control, yang lain out of control,
  • Kualitas C: Kedua grafik out of control.

 

Studi Kasus di Industri Batang Tembaga

Dalam implementasinya, 26 sampel batang tembaga dianalisis. Hasilnya menunjukkan variasi jumlah cacat yang signifikan:

  • Sampel 5 mencatat 753 titik cacat dan 16 titik sudut (kategori C),
  • Sampel 2 hanya memiliki 57 titik cacat dan 1 titik sudut (kategori A),
  • Sampel 20 dan 21 menunjukkan nilai menengah sehingga diklasifikasikan sebagai kategori B.

Hasil ini menunjukkan bahwa sistem dapat mengklasifikasikan kualitas produk dengan objektif dan konsisten, bahkan dalam skenario kompleks.

 

Kekuatan & Keunikan Sistem Ini

Penelitian ini menghadirkan kontribusi signifikan dalam kontrol kualitas manufaktur:

✅ Akurasi Tinggi

Kombinasi metode FIS dan FAST menghasilkan deteksi cacat yang tidak hanya presisi, tetapi juga fleksibel terhadap jenis cacat berbeda.

✅ Skalabilitas

Meski studi kasus berfokus pada batang tembaga, struktur sistem dapat dengan mudah diadaptasi untuk produk lain seperti pipa logam, kabel, atau bahkan permukaan keramik.

✅ Mengurangi Ketergantungan pada Tenaga Manusia

Dalam industri yang padat karya, sistem seperti ini dapat menurunkan biaya tenaga kerja dan meningkatkan efisiensi operasional.

 

Kritik & Komentar: Apa yang Bisa Ditingkatkan?

Walau sistem ini mengesankan dalam banyak aspek, terdapat beberapa catatan penting:

  1. Skala Data Masih Terbatas
    Jumlah sampel (26) masih tergolong kecil untuk menarik kesimpulan berskala industri besar. Akan lebih baik jika sistem diuji pada ratusan atau ribuan batang untuk mengukur performa dalam lingkungan nyata.
  2. Fokus pada Cacat Permukaan Saja
    Sistem ini belum mempertimbangkan cacat internal (misalnya, retak mikro atau porositas dalam). Kombinasi dengan metode seperti ultrasonografi atau X-ray bisa memperluas cakupan inspeksi.
  3. Belum Menggunakan Deep Learning
    Metode deep learning seperti CNN (Convolutional Neural Networks) bisa menggantikan sebagian besar pipeline manual dan memberikan klasifikasi yang lebih adaptif seiring bertambahnya data.

 

Relevansi terhadap Tren Industri

Industri 4.0 menuntut otomatisasi, integrasi data, dan kecerdasan buatan dalam semua lini produksi. Penelitian ini sangat relevan dalam konteks:

  • Smart Manufacturing: Sistem berbasis AI yang terintegrasi dalam jalur produksi.
  • Zero Defect Manufacturing: Upaya menuju produksi tanpa cacat.
  • Predictive Quality: Pengambilan keputusan berdasarkan data real-time.

Menurut laporan McKinsey (2023), 68% pabrikan besar telah mengintegrasikan sistem berbasis penglihatan komputer dalam inspeksi mereka. Maka, pendekatan yang ditawarkan Dehdar dkk. merupakan langkah awal yang tepat menuju otomatisasi total.

 

Kesimpulan: Menuju Inspeksi Kualitas Tanpa Kompromi

Penelitian ini berhasil memperkenalkan sistem cerdas yang menggabungkan fuzzy logic dan pemrosesan citra untuk klasifikasi kualitas batang tembaga. Dengan pipeline yang jelas—dari akuisisi citra hingga klasifikasi berbasis grafik kontrol—sistem ini menjanjikan efisiensi, akurasi, dan konsistensi yang sulit dicapai oleh metode manual.

Masa Depan Penelitian:

  • Integrasi dengan deep learning,
  • Penerapan multisensor (penggabungan visual dan ultrasonik),
  • Real-time implementation dalam lini produksi besar.

Dengan semakin tingginya standar kualitas dan efisiensi dalam industri global, sistem seperti ini bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.

 

Sumber:

Dehdar, M. M., Jahangoshai Rezaee, M., Zarinbal, M., & Izadbakhsh, H. (2018). Integrating Fuzzy Inference System, Image Processing and Quality Control to Detect Defects and Classify Quality Level of Copper Rods. International Journal of Industrial Engineering & Production Research, 29(4), 461–469.
 

 

Selengkapnya
Deteksi Cacat dan Klasifikasi Kualitas Batang Tembaga dengan Sistem Cerdas

Kontrol kualitas

Revolusi Inspeksi Piring Keramik: Deep Learning untuk Deteksi Cacat Otomatis

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 08 Mei 2025


Mengapa Kontrol Kualitas Manual Sudah Tidak Relevan?

Di banyak pabrik, termasuk produsen besar seperti Vista Alegre Group di Portugal, proses pemeriksaan kualitas masih mengandalkan tenaga manusia. Bayangkan ini: dua petugas harus memeriksa sekitar 4.000 hingga 5.000 piring per hari. Ini jelas tidak realistis. Akibatnya, hanya sekitar 200 piring yang bisa diperiksa—tidak sampai 5% dari total produksi. Ini membuka celah besar untuk cacat seperti retakan halus atau goresan kecil lolos ke pasar, merusak citra merek dan menimbulkan kerugian.

Masalahnya bukan hanya kelelahan mata atau ketidaktelitian manusia. Sistem manual juga membatasi kecepatan produksi karena pabrik harus melambat agar petugas bisa memeriksa dengan seksama. Maka, kebutuhan akan sistem otomatis bukan sekadar kemewahan, tetapi urgensi.

 

Solusi Cerdas: CNN sebagai Mesin Penglihatan Buatan

Dalam tesisnya, Afonso Luís Costa Barbosa da Silva menawarkan pendekatan mutakhir menggunakan CNN (Convolutional Neural Network). Teknologi ini meniru cara kerja otak manusia dalam mengenali objek visual, tetapi dengan kecepatan dan akurasi yang konsisten.

Inti dari sistem yang dikembangkan adalah kemampuan untuk mengklasifikasi gambar piring menjadi dua kategori: cacat atau tidak. Gambar-gambar ini diambil oleh kamera beresolusi tinggi yang dipasang langsung di jalur produksi. Sistem ini dirancang untuk bekerja secara real-time, menghilangkan kebutuhan akan pengawasan manual.

 

Dari Kendala Pandemi ke Inovasi Dataset Sintetik

Salah satu tantangan terbesar dalam penelitian ini adalah pandemi COVID-19. Ketika proyek dimulai, pabrik menghentikan operasinya, sehingga tidak ada data riil yang bisa dikumpulkan. Afonso kemudian memilih jalan kreatif: membangun dataset sendiri.

Pertama, ia mengambil 10 gambar piring dari situs jual beli daring. Lalu, dengan bantuan perangkat lunak seperti MATLAB, ia menyisipkan cacat buatan—seperti goresan dan retakan—secara manual. Untuk memperluas dataset, ia menggunakan teknik data augmentation seperti rotasi gambar, pergeseran piksel, dan penyesuaian pencahayaan. Dari hanya 20 gambar asli, ia berhasil menghasilkan lebih dari 60.000 gambar baru.

Namun, ia tidak berhenti di situ. Ketika pabrik akhirnya bisa mengirim sampel fisik, tim di INOV INESC Inovação mengembangkan image generator berbasis tekstur nyata dari piring tersebut. Dengan alat ini, mereka berhasil membuat dataset realistis yang meniru kondisi sebenarnya di jalur produksi, lengkap dengan cacat yang lebih menyerupai kenyataan.

 

Strategi Klasifikasi: Gambar Utuh vs Potongan Gambar

Ada dua pendekatan utama yang digunakan untuk klasifikasi:

  1. Klasifikasi Gambar Utuh
    Gambar piring diubah ukurannya menjadi resolusi rendah dan langsung diklasifikasi. Kelebihannya adalah kecepatan, tapi informasi visual bisa hilang karena proses pengecilan.
  2. Klasifikasi Segmen Gambar
    Gambar dipecah menjadi potongan kecil berukuran 100x100 piksel tanpa mengubah resolusi. Setiap segmen diklasifikasi secara terpisah, lalu hasilnya digabung untuk menilai piring secara keseluruhan. Cara ini lebih akurat karena tidak kehilangan detail, tapi memerlukan proses lebih rumit.

Kedua metode diuji secara menyeluruh, dan hasilnya menunjukkan bahwa pendekatan berbasis segmen memberikan akurasi yang lebih stabil terutama saat menggunakan data realistis.

 

Evaluasi Kinerja: Seberapa Baik Sistem Ini?

Saat sistem diuji pada dataset buatan awal, model CNN sederhana mampu mencapai akurasi di atas 91%. Bahkan dengan data yang sepenuhnya sintetis, sistem ini menunjukkan potensi luar biasa dalam mengenali pola cacat. Ketika menggunakan dataset realistis, kinerjanya meningkat secara signifikan.

Teknik transfer learning dengan arsitektur seperti VGG16 juga dicoba. Meskipun model ini lebih lambat karena kompleksitasnya, akurasinya lebih tinggi dibanding CNN yang dibangun dari awal. Namun, VGG16 hanya melatih lapisan akhir (fully connected layers), sementara bagian awal tetap dari model aslinya, yang membuatnya kurang fleksibel jika kondisi data berubah.

 

Uji Lapangan: Penerapan Sistem di Pabrik Nyata

Dalam simulasi dunia nyata, sistem ini bekerja dalam dua fase:

  1. Penandaan Cacat Otomatis
    Piring yang terdeteksi cacat oleh CNN ditandai dengan tinta tak terlihat. Di akhir jalur produksi, pekerja memverifikasi keakuratan sistem tanpa mengganggu kecepatan produksi.
  2. Penyortiran Otomatis (Tahap Lanjutan)
    Di masa depan, sistem ini bisa disambungkan dengan lengan robot atau sistem ejector otomatis untuk mengeluarkan piring cacat secara langsung dari jalur produksi.

Dengan pendekatan ini, kontrol kualitas bisa dilakukan untuk 100% produk, bukan hanya sampel kecil.

 

Kritik dan Ruang Pengembangan

Meskipun tesis ini menghadirkan sistem yang kuat, ada beberapa hal yang bisa diperbaiki:

  • Realitas Data: Cacat sintetis tidak sepenuhnya mencerminkan kompleksitas cacat nyata. Untuk pelatihan yang lebih akurat, perlu dataset besar dari produksi riil.
  • Ukuran Gambar: Gambar beresolusi tinggi membutuhkan pemrosesan berat. Butuh sistem komputasi yang efisien agar bisa diterapkan dalam skala industri.
  • Multiklasifikasi: Saat ini, sistem hanya membedakan antara "cacat" dan "tidak cacat". Dalam dunia nyata, mengenali jenis cacat bisa membantu memperbaiki proses produksi itu sendiri.

 

Mengapa Ini Penting bagi Industri 4.0?

Tren industri saat ini menuntut otomatisasi penuh, dan sistem ini merupakan langkah konkret menuju smart factory. Dengan integrasi AI seperti CNN, pabrik dapat:

  • Mengurangi ketergantungan pada manusia dalam proses repetitif,
  • Meningkatkan konsistensi dan akurasi kontrol kualitas,
  • Memotong biaya jangka panjang untuk inspeksi manual,
  • Memberikan data real-time untuk perbaikan proses produksi.

Di masa depan, teknologi seperti ini dapat dikombinasikan dengan IoT, edge computing, bahkan augmented reality untuk menciptakan sistem inspeksi yang otonom dan cerdas.

 

Kesimpulan: Dari Tantangan Menjadi Peluang

Tesis Afonso da Silva menunjukkan bagaimana kendala besar seperti pandemi bisa menjadi katalis inovasi. Dengan kreativitas, pengetahuan teknis, dan pendekatan bertahap, ia berhasil membangun fondasi kuat untuk sistem kontrol kualitas otomatis berbasis deep learning di industri manufaktur piring keramik.

Hasil penelitiannya relevan tidak hanya untuk satu pabrik, tapi untuk seluruh sektor industri yang bergelut dengan inspeksi visual dan kontrol kualitas. Teknologi ini membuka pintu bagi produksi yang lebih efisien, akurat, dan tahan terhadap kesalahan manusia—sebuah langkah pasti menuju masa depan manufaktur yang cerdas.

 

Sumber:

Barbosa da Silva, A. L. C. (2020). Detection of Dish Manufacturing Defects Using a Deep Learning-Based Approach. Master's Thesis, ISCTE-IUL.

 

Selengkapnya
Revolusi Inspeksi Piring Keramik: Deep Learning untuk Deteksi Cacat Otomatis

Industri Tekstil

Mengatasi Krisis Data Cacat Jahitan: Solusi DCGAN untuk Industri Tekstil Modern

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 08 Mei 2025


Mengapa Data Cacat Jahitan Sulit Didapat?

Dalam dunia industri tekstil, terutama dalam produksi massal pakaian, kualitas jahitan menjadi salah satu faktor utama yang menentukan nilai jual produk. Namun, ironisnya, citra-citra cacat jahitan sangat jarang tersedia untuk keperluan pelatihan model deteksi berbasis pembelajaran mesin. Banyak perusahaan enggan berbagi data karena alasan privasi atau kekhawatiran reputasi. Selain itu, karena insiden cacat bersifat tidak terprediksi dan jarang, pengumpulan datanya pun menjadi mahal dan tidak praktis.

Hal ini menjadi hambatan besar dalam implementasi solusi deep learning secara luas, karena performa jaringan saraf tiruan sangat bergantung pada banyaknya data pelatihan. Di sinilah peran penelitian Noor ul-Huda dkk. menjadi krusial: mereka menawarkan solusi dengan pendekatan Deep Convolutional Generative Adversarial Network (DCGAN) untuk menghasilkan data cacat jahitan secara otomatis.

 

Apa Itu DCGAN dan Mengapa Penting?

DCGAN adalah salah satu varian dari Generative Adversarial Networks (GAN), sebuah pendekatan dua arah antara generator dan discriminator. Singkatnya:

  • Generator berupaya membuat citra palsu yang tampak seperti nyata.
  • Discriminator bertugas membedakan antara gambar asli dan palsu.

Dengan proses pelatihan yang berulang, keduanya saling mengasah kemampuan hingga generator mampu menciptakan citra yang begitu mirip dengan kenyataan sehingga sulit dibedakan, bahkan oleh mata manusia.

Keunggulan DCGAN dibandingkan model lain seperti pix2pix atau autoencoder terletak pada kemampuannya menghasilkan citra baru dari nol—bukan hanya memodifikasi citra yang ada.

 

Dataset: Realistis, Sintetik, dan Diperluas

Peneliti mengembangkan dataset yang mencerminkan empat jenis cacat jahitan umum:

  • Unbalanced stitches: 1.100 gambar
  • Open seams: 1.000 gambar
  • Seam puckering: 1.000 gambar
  • Broken stitches: 900 gambar

Citra-citra ini dibuat menggunakan berbagai teknik manual, lalu diperbesar jumlahnya melalui data augmentation seperti rotasi, pencerminan, dan skala ulang. Dari total 4.000 gambar awal, menjadi sekitar 6.000 gambar setelah augmentasi—sebuah langkah penting untuk menghindari overfitting selama pelatihan jaringan.

 

Arsitektur DCGAN: Desain Sederhana, Hasil Luar Biasa

Model dibangun dari dua jaringan:

1. Generator

  • Input berupa vektor noise berdimensi 100.
  • Menggunakan layer konvolusi dan upsampling bertingkat.
  • Batch normalization dan fungsi aktivasi ReLU diterapkan untuk mempercepat dan menstabilkan pelatihan.
  • Output berupa gambar berukuran 96x96 piksel dalam format RGB.

2. Discriminator

  • Dibangun dengan konvolusi bertingkat dan LeakyReLU.
  • Dropout digunakan untuk mencegah overfitting.
  • Outputnya adalah probabilitas antara 0 (gambar palsu) hingga 1 (gambar nyata).

 

Evaluasi Kualitas: Antara Mesin dan Manusia

Evaluasi Kualitatif

Sepuluh pakar industri tekstil diminta mengevaluasi citra cacat yang dihasilkan. Hasilnya cukup mencengangkan:

  • Delapan dari sepuluh tidak bisa membedakan mana citra nyata dan mana yang buatan DCGAN.
  • Nilai persepsi keaslian rata-rata berada pada kisaran 85%.

Ini menunjukkan bahwa citra sintetis DCGAN cukup realistis untuk mengelabui mata manusia sekalipun yang berpengalaman.

Evaluasi Kuantitatif

Pengukuran dilakukan menggunakan metrik Fréchet Inception Distance (FID), yang menilai kesamaan distribusi fitur antara gambar nyata dan gambar sintetis. Hasilnya:

  • Unbalanced Stitch: FID = 61.43
  • Seam Puckering: FID = 65.74
  • Broken Stitch: FID = 75.55
  • Open Seam: FID = 69.54

Semakin kecil nilai FID, semakin tinggi kualitas citra buatan. Hasil ini menunjukkan kualitas sintesis yang baik, meski broken stitch dinilai sebagai tipe cacat paling kompleks untuk dihasilkan.

 

Perbandingan dengan Pix2Pix GAN

Pix2Pix GAN dikenal dengan kemampuan image-to-image translation, tapi memiliki kelemahan besar: hanya mampu menghasilkan citra baru dari citra pasangan (defect-free dan defective) yang telah ditentukan. Artinya, variasinya terbatas dan tidak bisa menciptakan cacat baru di luar konteks yang telah dikenalnya.

DCGAN unggul karena bisa menghasilkan variasi cacat yang benar-benar baru dari vektor noise acak, tanpa tergantung input gambar sebelumnya. Dengan kata lain, ia jauh lebih fleksibel dan berpotensi menciptakan database cacat yang sangat luas.

 

Implementasi: Praktis dan Terjangkau

Model dilatih menggunakan GPU NVIDIA Tesla T4 dengan TensorFlow di Google Colab. Parameter pelatihan antara lain:

  • Learning rate: 0.00001
  • Batch size: 32
  • Epoch: 40 hingga 1000
  • Image scale: [-1, 1]
  • Loss function: Binary Cross-Entropy

Setiap iterasi pelatihan menghasilkan 28 gambar baru, dan model disimpan setiap 40 epoch—strategi ini memungkinkan pelatihan jangka panjang tanpa kehilangan progres.

 

Implikasi Industri: Efisiensi, Biaya Rendah, dan Reputasi Terjaga

Dengan kemampuan menghasilkan citra cacat jahitan realistis, DCGAN membuka jalan bagi:

  • Model deteksi cacat berbasis AI yang akurat tanpa perlu dataset mahal.
  • Pelatihan algoritma pada dataset seimbang—menghindari bias karena dominasi citra "normal".
  • Simulasi cacat untuk uji coba sistem inspeksi visual sebelum diterapkan di lini produksi.

Lebih penting lagi, industri tidak perlu mengorbankan reputasi atau berbagi data sensitif hanya demi membangun model AI. Cukup latih model menggunakan data sintetis, dan validasi akurasinya melalui uji di lapangan.

 

Kritik & Ruang Pengembangan

Meski menjanjikan, penelitian ini juga memiliki beberapa keterbatasan:

  • Resolusi gambar masih relatif kecil (96x96 piksel). Di industri nyata, deteksi mikro-cacat bisa menuntut resolusi lebih tinggi.
  • FID tidak selalu akurat dalam menilai kualitas fitur spesifik seperti garis jahitan. Penilaian manusia lebih representatif untuk kasus seperti ini.
  • Jenis cacat masih terbatas. Perlu pengembangan untuk mencakup cacat struktur dalam (misalnya cacat pola atau kekusutan benang).

 

Penutup: Dari Tantangan Menjadi Terobosan

Paper ini menunjukkan bahwa keterbatasan data bukan lagi penghalang utama dalam penerapan AI untuk inspeksi kualitas tekstil. Dengan pendekatan DCGAN, industri bisa menciptakan dataset mereka sendiri—bebas dari risiko reputasi, hemat biaya, dan siap pakai untuk melatih model deteksi cacat otomatis.

Lebih dari sekadar solusi teknis, ini adalah langkah strategis menuju industri tekstil yang lebih cerdas, efisien, dan mandiri secara digital.

 

Sumber:

Noor ul-Huda, Haseeb Ahmad, Ameen Banjar, Ahmed Omar Alzahrani, Ibrar Ahmad, M. Salman Naeem. (2024). Image synthesis of apparel stitching defects using deep convolutional generative adversarial networks. Heliyon, 10, e26466.

 

Selengkapnya
Mengatasi Krisis Data Cacat Jahitan: Solusi DCGAN untuk Industri Tekstil Modern

Kecerdasan mesin

Peran Strategis Computer Vision dalam Industri Modern

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 08 Mei 2025


Latar Belakang: Mengapa Inspeksi Manual Sudah Tak Relevan?

Dalam dunia industri, waktu adalah uang. Sementara konsumen semakin menuntut kualitas tinggi yang konsisten, sistem inspeksi manual semakin kewalahan. Metode tradisional tidak hanya lambat, tetapi juga rentan terhadap kesalahan manusia. Dari ketidakkonsistenan penilaian visual, keterbatasan waktu, hingga kelelahan operator, semua itu membuat deteksi cacat tidak bisa lagi sepenuhnya diserahkan pada manusia.

Paper yang ditulis oleh Neethu N.J. dan Anoop B.K. ini menunjukkan bahwa computer vision bukan sekadar tren teknologi, melainkan solusi konkret terhadap masalah klasik dalam kontrol kualitas industri. Lewat kajian aplikasi lintas sektor, mereka menjabarkan bagaimana sistem inspeksi otomatis berbasis penglihatan komputer mengubah cara industri bekerja—dari makanan, tekstil, kaca, hingga sistem keselamatan jalan.

 

Apa Itu Computer Vision dan Mengapa Penting?

Computer vision adalah bidang teknologi yang memungkinkan mesin memahami, menganalisis, dan mengambil keputusan berdasarkan data visual dari dunia nyata. Di industri, teknologi ini digunakan untuk:

  • Inspeksi: memverifikasi dan mengklasifikasi produk berdasarkan kondisi visual,
  • Penyortiran: mengidentifikasi dan mengelompokkan bagian produk,
  • Pengukuran dimensi: mengecek ukuran dan toleransi produk terhadap spesifikasi.

Dua teknologi utama yang mendukung perkembangan pesat computer vision adalah CMOS dan CCD. CMOS dikenal hemat energi dan murah, sementara CCD menghasilkan kualitas gambar yang sangat tinggi. Ketika digabungkan dengan kamera stereo dan sistem pengolahan gambar seperti OpenCV, maka lahirlah sistem inspeksi otomatis yang cerdas dan efisien.

 

Studi Kasus Aplikasi Computer Vision: Lintas Industri

1. Deteksi Cacat Kaca

Setelah proses produksi, lembaran kaca diperiksa untuk mendeteksi cacat seperti:

  • Benda asing menempel,
  • Noda gelap,
  • Goresan akibat penanganan,
  • Gelembung udara atau kotoran internal.

Proses inspeksi dilakukan menggunakan pemindaian laser dan algoritma seperti Canny Edge Detection. Sistem ini menggambar area persegi panjang di sekitar potensi cacat, yang kemudian dievaluasi lebih lanjut menggunakan estimator seperti Least Squares.

Catatan penting: pendekatan ini telah terbukti lebih cepat dan objektif daripada inspeksi manual yang sering melewatkan cacat kecil.

 

2. Inspeksi Produk Makanan dan Pertanian

Di industri makanan, ketidakkonsistenan manusia dalam menilai tekstur, warna, atau tingkat kematangan mendorong perlunya otomasi. Salah satu contoh sukses adalah inspeksi stroberi berdasarkan bentuk dan ukuran, dengan akurasi hingga 94%.

Sejak tahun 1987, teknologi ini telah digunakan untuk menilai kualitas biji-bijian, dan kini berkembang untuk mendeteksi kerusakan buah menggunakan kamera hiperspektral—jauh melampaui kemampuan kamera RGB biasa.

 

3. Deteksi Rambu Lalu Lintas untuk Keselamatan Jalan

Teknologi penglihatan komputer kini digunakan di kendaraan untuk mendeteksi dan mengklasifikasikan rambu lalu lintas secara otomatis. Dengan bantuan kamera inframerah dan algoritma seperti Hough Transform serta Canny Edge Detection, sistem bisa:

  • Mengidentifikasi bentuk rambu (segitiga, persegi, lingkaran),
  • Mengklasifikasi simbol,
  • Memberikan umpan balik secara real-time ke pengemudi.

Hal ini membantu pengendara dalam situasi cuaca buruk atau pencahayaan rendah, mengurangi risiko kecelakaan akibat kelalaian visual.

 

4. Pemeriksaan Kain Tekstil

Dalam industri tekstil, kualitas kain sangat tergantung pada inspeksi akhir. Goresan, robekan, dan ketidakteraturan benang dapat menurunkan nilai jual produk. Sistem inspeksi berbasis Fast Fourier Transform (FFT) mampu mengenali pola tenunan dan mendeteksi penyimpangan dalam tekstur secara cepat dan akurat.

Sistem ini melibatkan komponen seperti:

  • Kamera digital berkualitas tinggi,
  • Encoder penggerak kain,
  • Frame grabber untuk mengubah sinyal kamera menjadi data digital,
  • Unit pengolahan citra untuk analisis cacat.

 

5. Inspeksi Kemasan Rokok

Deteksi cacat dalam proses pengemasan juga menjadi area penting. Sistem komputer vision dapat menghitung jumlah batang rokok dalam paket berdasarkan citra penampang silang. Objek yang terlalu rapat (joined) ditolak karena bisa menunjukkan cacat kemasan atau kelonggaran.

Proses ini jauh lebih efisien dibandingkan penghitungan manual atau sampling acak yang rentan kesalahan.

 

6. Deteksi dan Pengenalan Wajah

Pengenalan wajah adalah salah satu aplikasi paling familiar dalam kehidupan sehari-hari—dari keamanan ponsel hingga kontrol akses gedung. Dalam artikel ini, penulis menjelaskan bahwa teknologi ini terbagi ke dalam empat pendekatan:

  • Berbasis pengetahuan (rules-based),
  • Template matching,
  • Feature invariant,
  • Appearance-based.

Semua metode ini bertumpu pada algoritma yang diaktifkan oleh masukan visual dari kamera atau sensor.

 

Studi Kasus Khusus: Inspeksi Otomatis Biskuit

Salah satu penelitian utama penulis adalah pengembangan sistem inspeksi biskuit real-time. Targetnya adalah:

  • Mendeteksi 5 biskuit per detik,
  • Menurunkan false rejection rate hingga 1%,
  • Mengidentifikasi retakan, bentuk, tingkat kematangan, dan keberadaan kacang almond.

Sistem ini dikembangkan menggunakan alat open-source dan arsitektur ringan seperti:

  • Python dan OpenCV,
  • Sistem Linux,
  • IBM PC atau platform ARM.

Kekuatan pendekatan ini: dapat diimplementasikan langsung dalam lini produksi nyata dengan biaya relatif rendah, serta tanpa gangguan terhadap alur kerja pabrik.

 

Kelebihan Computer Vision dalam Inspeksi Otomatis

  • Cepat dan objektif: Menghindari kelelahan visual dan subjektivitas manusia,
  • Tidak mengganggu alur kerja: Dapat bekerja secara paralel dengan proses produksi,
  • Data permanen: Semua hasil bisa disimpan untuk audit atau pelatihan ulang,
  • Efisiensi biaya jangka panjang: Meski investasi awal tinggi, pengembalian modal cepat karena minim kesalahan dan kerusakan.

 

Tantangan dan Kekurangan

  • Konversi data ke informasi bermakna masih menjadi tantangan,
  • Sensitif terhadap pencahayaan dan cuaca,
  • Kesulitan mengenali objek dalam latar kompleks,
  • Membutuhkan pencahayaan buatan yang stabil,
  • Proses data besar membutuhkan memori dan komputasi tinggi.

 

Opini dan Rekomendasi

Artikel ini dengan jelas memperlihatkan potensi luas computer vision, namun masih kurang dalam hal pendekatan teknis mendalam seperti penggunaan deep learning atau segmentasi semantik. Dalam riset-riset terbaru, CNN dan GAN telah digunakan untuk deteksi cacat yang lebih kompleks, bahkan bisa mengklasifikasikan jenis cacat secara real-time.

Ke depan, penggabungan antara computer vision, edge computing, dan IoT bisa menjadi solusi ideal untuk lini produksi fleksibel yang lebih adaptif dan responsif terhadap dinamika pasar.

 

Kesimpulan: Menuju Industri Otomatis dan Presisi Tinggi

Computer vision bukan lagi teknologi masa depan—ia adalah solusi hari ini untuk permasalahan industri yang telah berlangsung puluhan tahun. Dengan keunggulan efisiensi, kecepatan, dan konsistensi, sistem inspeksi otomatis berbasis penglihatan komputer layak diadopsi lebih luas, tidak hanya di sektor besar, tetapi juga UKM.

Lewat artikel ini, Neethu dan Anoop memberikan gambaran luas tentang implementasi computer vision lintas sektor—dan membuktikan bahwa revolusi industri berikutnya dimulai dari... kamera.

 

Sumber:

Neethu, N. J., & Anoop, B. K. (2015). Role of Computer Vision in Automatic Inspection Systems. International Journal of Computer Applications, 123(13), 28–31.
 

Selengkapnya
Peran Strategis Computer Vision dalam Industri Modern

Proyek Kontruksi

Mengungkap Penyebab Pembengkakan Biaya Proyek Gedung Pemerintah di Pekanbaru: Analisis Mendalam dan Solusi Praktis

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 08 Mei 2025


Pendahuluan: Biaya, Faktor Kritis dalam Proyek Konstruksi

Dalam dunia konstruksi, biaya adalah elemen krusial yang menentukan kelangsungan dan kesuksesan proyek. Di kota Pekanbaru, perkembangan proyek gedung pemerintah kategori kecil menunjukkan peningkatan yang signifikan, namun permasalahan cost overrun atau pembengkakan biaya masih menjadi momok. Paper berjudul "Analisis Faktor Dominan Penyebab Terjadinya Pembengkakan Biaya (Cost Overrun) pada Proyek Konstruksi Gedung Pemerintah Kategori Kecil di Kota Pekanbaru" oleh Rian Tri Komara Iriana dkk. (2022) mencoba membedah akar permasalahan tersebut secara sistematis.

 

Metodologi Penelitian: Gabungan Statistik dan Persepsi Praktisi

Penelitian ini berbasis kuantitatif dengan menggunakan instrumen kuesioner yang disebar ke 14 responden dari tujuh kontraktor berbeda di Pekanbaru. Responden dipilih secara purposif, mencakup direktur teknik, manajer proyek, manajer lapangan, hingga kepala proyek. Metode analisis yang digunakan meliputi:

  • Statistik deskriptif

  • Uji validitas dan reliabilitas (Cronbach’s Alpha)

  • Analisis faktor

  • Uji asumsi klasik (multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedastisitas)

  • Regresi linier berganda

Semua analisis dihitung menggunakan perangkat lunak SPSS versi 24 untuk memastikan akurasi.

 

Hasil Penelitian: Tiga Faktor Dominan Pemicu Cost Overrun

Penelitian ini berhasil mengidentifikasi tiga faktor utama penyebab pembengkakan biaya:

1. Terlalu Banyak Proyek yang Ditangani Bersamaan (92,0%)

Masalah ini muncul pada tahap perencanaan dan pelaksanaan. Ketika kontraktor mengambil terlalu banyak proyek sekaligus, konsentrasi dan sumber daya menjadi terbagi, sehingga kualitas pengawasan dan pelaksanaan menurun drastis.

 

2. Kekurangan Tenaga Kerja (86,0%)

Faktor ini terkait dengan bagian koordinasi sumber daya. Dalam konteks proyek kecil, jumlah tenaga kerja yang terbatas berdampak langsung pada keterlambatan dan biaya tambahan akibat lembur atau penggunaan pekerja tidak terampil.

 

3. Cara Pembayaran yang Tidak Tepat Waktu (63,2%)

Faktor ini berasal dari sistem kontrol. Ketidaklancaran pembayaran dari pemilik proyek ke kontraktor mengganggu arus kas dan memaksa kontraktor mencari pinjaman atau menunda pekerjaan, yang akhirnya menambah biaya operasional.

 

Model Persamaan Regresi dan Interpretasi

Dari regresi linier berganda diperoleh model:
Y = 4,224 - 0,422X1 + 0,259X2 - 0,399X3

Artinya:

  • Jika jumlah proyek berlebih berkurang satu unit, pembengkakan biaya naik 0,422 poin.

  • Jika kekurangan tenaga kerja bertambah satu unit, pembengkakan biaya naik 0,259 poin.

  • Jika keterlambatan pembayaran berkurang satu unit, pembengkakan biaya naik 0,399 poin.

Hal ini menunjukkan pentingnya keseimbangan dalam distribusi proyek, serta manajemen SDM dan keuangan.

 

Studi Kasus dan Relevansi Lapangan

Di lapangan, CV. Anugrah dan CV. Diamond sebagai dua dari tujuh kontraktor responden menunjukkan tren yang serupa: proyek dengan banyak keterlibatan paralel cenderung mengalami deviasi biaya lebih besar. Hal ini didukung laporan dari LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi) yang mencatat bahwa 61% proyek kecil seringkali tidak memiliki manajemen proyek formal.

 

Perbandingan dengan Studi Lain

Temuan ini sejalan dengan penelitian Ervianto (2005) dan Nugroho (2012) yang menyebutkan bahwa manajemen proyek yang buruk dan kekurangan SDM adalah penyebab utama cost overrun. Namun, penelitian ini memberi nilai tambah dengan pendekatan statistik yang solid dan fokus spesifik pada proyek pemerintah berskala kecil di daerah urban.

 

Kritik dan Saran

Meski analisis regresi menunjukkan bahwa secara parsial dan simultan ketiga variabel tidak signifikan secara statistik (karena Sig > 0,05 dan F hitung < F tabel), nilai praktis dari variabel-variabel ini tetap relevan. Ini menunjukkan bahwa dalam kondisi lapangan yang kompleks, statistik tidak selalu menangkap dinamika sepenuhnya.

 

Saran Praktis:

  • Pemerintah sebaiknya membatasi jumlah proyek simultan yang ditangani oleh satu kontraktor.

  • Kontraktor perlu merancang strategi rekrutmen tenaga kerja yang efisien.

  • Regulasi mengenai sistem pembayaran proyek pemerintah perlu diperbaiki untuk mencegah keterlambatan transfer dana.
     

Implikasi untuk Industri dan Pemerintah Daerah

Penelitian ini penting sebagai rujukan bagi:

  • Dinas PU dalam merancang sistem distribusi proyek

  • LPSE dan Bappeda dalam evaluasi kinerja kontraktor

  • Kontraktor lokal untuk meningkatkan kualitas manajemen proyek dan SDM
     

Penutup: Mencegah Lebih Baik daripada Menambal

Studi ini menegaskan bahwa pembengkakan biaya dalam proyek konstruksi bukanlah keniscayaan, melainkan akibat dari faktor-faktor yang bisa dikendalikan. Dengan pendekatan manajemen yang tepat, pengawasan proyek yang cermat, dan komitmen semua pihak, proyek-proyek kecil di Pekanbaru dapat diselesaikan tepat waktu dan tepat anggaran.

 

 

Sumber

Iriana, R.T.K., Sebayang, M., & Yogi, M.R.A. (2022). Analisis Faktor Dominan Penyebab Terjadinya Pembengkakan Biaya (Cost Overrun) pada Proyek Konstruksi Gedung Pemerintah Kategori Kecil di Kota Pekanbaru. Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sipil, 1(1), 37–43. https://jtrs.ejournal.unri.ac.id/index.php/jtrs/article/view/5

Selengkapnya
Mengungkap Penyebab Pembengkakan Biaya Proyek Gedung Pemerintah di Pekanbaru: Analisis Mendalam dan Solusi Praktis
« First Previous page 240 of 1.133 Next Last »