Digital Twin dalam Manajemen Infrastruktur Transportasi Resensi Aplikatif dan Praktis atas Kajian Sistematis

Dipublikasikan oleh Admin

27 Agustus 2025, 16.34

sumber: pexels.com

Perkembangan infrastruktur transportasi dalam beberapa dekade terakhir berjalan begitu cepat, seiring urbanisasi serta pertumbuhan ekonomi global. Jalan raya, rel kereta cepat, jembatan, hingga terowongan terus dibangun dalam skala masif. Namun, tantangan yang muncul tidak kalah besar, antara lain: biaya pemeliharaan yang membengkak, kompleksitas koordinasi antar pemangku kepentingan, serta kebutuhan akan keselamatan publik yang semakin ketat. Di sinilah digital twin (DT) menjadi salah satu inovasi paling menjanjikan. Paper Digital Twin in Transportation Infrastructure Management: A Systematic Review karya Bin Yan dkk. (2023) memberikan tinjauan menyeluruh mengenai posisi DT dalam pengelolaan infrastruktur transportasi.

Tulisan ini meresensi paper tersebut secara panjang lebar, dengan menyoroti relevansi praktisnya bagi dunia nyata dan industri. Resensi akan dibagi menjadi beberapa bagian, mulai dari definisi DT, perbandingan dengan konsep lain, aplikasi di tahap desain hingga operasi, teknologi yang mendukung, tantangan penerapan, hingga analisis kritis tentang dampaknya dalam konteks industri.

Mengapa Digital Twin Penting untuk Infrastruktur Transportasi?

Digital twin dapat dipahami sebagai replika virtual dinamis dari aset fisik—seperti jalan, jembatan, terowongan, atau sistem perkeretaapian—yang selalu diperbarui dengan data real-time dari sensor, perangkat IoT (Internet of Things), maupun data historis. Tujuannya bukan sekadar menampilkan bentuk 3D, melainkan menciptakan hubungan timbal balik antara dunia fisik dan virtual.

Dalam praktik industri, hal ini memungkinkan pihak pengelola:

  • Memantau kondisi infrastruktur secara langsung,
  • Memprediksi potensi kerusakan sebelum terjadi (predictive maintenance),
  • Mengoptimalkan desain dan alur kerja konstruksi,
  • Menghemat biaya operasional melalui keputusan berbasis data.

Paper ini menekankan bahwa metode manajemen tradisional kerap terjebak dalam “silo informasi”—data terpisah, sulit diakses lintas proyek, dan tidak terintegrasi. DT hadir untuk menyatukan itu semua.

Definisi Digital Twin dan Perbedaannya dengan BIM serta CPS

Paper ini memaparkan bahwa DT terdiri dari lima komponen inti:

  1. Asset Physical Entity – entitas fisik nyata, misalnya jembatan, rel kereta, material konstruksi, hingga pekerja.
  2. Virtual Model – representasi digital multidimensi, mencakup geometri, perilaku, aturan operasional.
  3. Data DT – kumpulan data historis, sensor, serta data hasil simulasi yang difusikan.
  4. Strategi Update Dinamis – mekanisme yang menjaga agar model virtual selalu sinkron dengan kondisi fisik.
  5. Lifecycle Management System – platform terpadu yang mendukung operasi, pemeliharaan, dan layanan.

Menariknya, paper ini juga membandingkan DT dengan Building Information Modeling (BIM) dan Cyber-Physical Systems (CPS).

  • BIM: fokus pada representasi geometri dan data aset statis, misalnya desain gedung. Tidak memiliki mekanisme update real-time.
  • CPS: integrasi fisik-digital melalui sensor dan aktuator, tetapi lebih menekankan aspek komunikasi, komputasi, dan kontrol.
  • DT: gabungan keduanya, dengan keunggulan pada sinkronisasi real-time, prediksi masa depan, serta layanan sepanjang siklus hidup aset.

Relevansi di Dunia Nyata

Perbandingan ini penting untuk industri. Jika BIM hanya berguna saat perencanaan, DT bisa tetap digunakan hingga tahap operasi dan pemeliharaan. Sementara CPS yang fokus pada perangkat, DT menawarkan gambaran utuh aset beserta perilakunya.

Aplikasi Digital Twin dalam Infrastruktur Transportasi

1. Desain dan Optimasi Proyek

Pada tahap desain, DT memungkinkan simulasi menyeluruh sebelum proyek dibangun. Misalnya:

  • Pengujian skenario rute jalan untuk mengurangi risiko kecelakaan,
  • Optimasi desain jembatan agar tahan terhadap beban dinamis,
  • Perencanaan renovasi infrastruktur lama dengan model parameterisasi.

Dampak praktis: kesalahan desain yang biasanya baru terlihat setelah konstruksi dapat diantisipasi sejak awal. Ini berarti biaya perubahan desain dan risiko kecelakaan bisa ditekan secara signifikan.

2. Monitoring dan Manajemen Konstruksi

Selama pembangunan, DT berfungsi sebagai pusat kendali virtual:

  • Monitoring progres & kualitas: data dari sensor dan kamera dikirim ke model digital, lalu dibandingkan dengan target.
  • Keselamatan kerja: sistem DT mendeteksi risiko runtuhan pada terowongan atau kecelakaan kerja.
  • Manajemen material & mesin: DT melacak konsumsi material dan penggunaan alat berat.

Namun, paper mencatat bahwa sebagian besar penelitian masih dilakukan dalam kondisi laboratorium. Tantangan di lapangan—seperti cuaca buruk, sinyal lemah, atau lingkungan sulit—sering membuat efektivitas DT tidak maksimal.

3. Operasi dan Pemeliharaan Infrastruktur

Tahap ini menjadi fokus utama karena biaya pemeliharaan sering kali jauh lebih tinggi daripada biaya pembangunan. DT mendukung:

  • Asset Health Monitoring: misalnya jembatan dipasangi sensor getaran untuk mendeteksi retak sejak dini.
  • Predictive Maintenance: sistem memprediksi kapan jalan mulai aus sehingga perbaikan bisa dilakukan sebelum rusak parah.
  • Dataset Expansion: DT menghasilkan data tambahan untuk melatih AI pendeteksi kerusakan.

Kritik: Paper kurang menyoroti aspek biaya implementasi. Bagi operator kecil, memasang ribuan sensor bisa memberatkan. Solusi modular—misalnya hanya memasang sensor di titik rawan—mungkin lebih realistis.

Teknologi Pendukung Digital Twin

Paper ini merinci teknologi yang membuat DT bisa berjalan:

  1. Virtual Modeling
    • Menggunakan BIM (Revit, Navisworks, Rhino), Mesh model, point cloud dari drone, hingga laser scanning.
    • Tantangan: ukuran file besar, sehingga perlu model ringan berbasis WebGL.
  2. Akuisisi Data
    • Sensor RFID, UWB, GPS, kamera, IMU (Inertial Measurement Unit).
    • Data non-geometris: suhu, tekanan, getaran, bahkan emisi CO₂.
  3. Transmisi Data
    • Protokol komunikasi: MQTT, AMQP, TCP/IP.
    • Perlu standardisasi agar data heterogen bisa saling terhubung.
  4. Integrasi & Penyimpanan Data
    • Cloud computing (AWS, Azure, MySQL).
    • Penggunaan API untuk integrasi antar software.
  5. Keamanan Data
    • Blockchain untuk transparansi, mencegah manipulasi data.
    • Federated Learning (FL) untuk menjaga privasi multi-sumber.

Opini Kritis

Teknologi ini sangat canggih, tetapi justru bisa menjadi penghalang adopsi. Tidak semua operator infrastruktur memiliki SDM atau dana untuk mengelola sistem cloud atau blockchain. Ada kebutuhan akan solusi DT yang lebih sederhana dan modular.

Tantangan Utama Digital Twin

Paper mengidentifikasi beberapa tantangan besar:

  1. High-Fidelity Modeling
    • Kombinasi forward modeling (dari desain gambar) dan reverse modeling (dari data lapangan) masih mahal dan lambat.
  2. Interoperabilitas Data
    • Data sering terfragmentasi, standar antar sektor (jalan, rel, terowongan) belum seragam.
  3. Ketidakpastian Spasial-Temporal
    • Aset mengalami degradasi, kondisi lingkungan berubah. Model DT sulit menangkap ketidakpastian ini.
  4. Skalabilitas
    • Kebanyakan riset hanya di skala proyek kecil, belum di level kota atau nasional.

Analisis Kritis: Relevansi bagi Dunia Nyata

Kelebihan DT

  • Mengurangi biaya pemeliharaan darurat,
  • Meningkatkan keselamatan publik,
  • Memberi data transparan untuk pengambilan keputusan,
  • Menyediakan simulasi tanpa risiko.

Kekurangan DT

  • Biaya awal implementasi tinggi,
  • Membutuhkan SDM terlatih,
  • Infrastruktur digital (cloud, jaringan) belum merata,
  • Belum ada standar global interoperabilitas data.

Pandangan saya: Bagi kota besar dengan anggaran cukup, DT adalah investasi jangka panjang yang masuk akal. Namun bagi kota kecil, penerapan parsial—misalnya DT hanya untuk monitoring jembatan utama—lebih efektif.

Kesimpulan

Paper “Digital Twin in Transportation Infrastructure Management: A Systematic Review” memberi gambaran menyeluruh tentang potensi DT. Mulai dari desain, konstruksi, hingga operasi, DT menjanjikan efisiensi, prediksi, dan pengambilan keputusan berbasis data. Namun, paper juga menekankan tantangan teknis, biaya, serta kebutuhan standardisasi.

Secara praktis, temuan ini relevan untuk:

  • Operator jalan tol & kereta cepat: memperpanjang umur aset melalui pemeliharaan prediktif,
  • Kontraktor besar: meminimalisir risiko konstruksi,
  • Pemerintah kota: mengelola aset publik secara efisien, transparan, dan berkelanjutan.

Dengan demikian, DT bukan hanya tren akademik, tetapi juga alat strategis yang dapat merevolusi cara kita membangun dan merawat infrastruktur transportasi.

Sumber Paper

Yan, B., Yang, F., Qiu, S., Wang, J., Cai, B., Wang, S., Zaheer, Q., Wang, W., Chen, Y., & Hu, W. (2023). Digital twin in transportation infrastructure management: a systematic review. Intelligent Transportation Infrastructure, 1–18.
👉 https://doi.org/10.1093/iti/liad024