Krisis Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 25 Juni 2025
Keamanan air (water security) bukan hanya soal tersedianya air dalam jumlah cukup. Ia adalah fondasi kesejahteraan manusia, kesehatan publik, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas lingkungan. Dalam era perubahan iklim, persoalan ini menjadi semakin kompleks dan mendesak. Artikel terbaru oleh Amparo-Salcedo dkk. (2025) menawarkan tinjauan lintas 43 negara mengenai tantangan dan solusi keamanan air, mengungkap kondisi yang mengejutkan: 88% negara yang diteliti menghadapi masalah kelangkaan air, disusul oleh pencemaran dan banjir.
Artikel ini memadukan data dari 128 studi ilmiah (2014–2024) dengan pendekatan geografis dan tematik. Hasilnya adalah peta risiko air global yang sangat relevan bagi para pembuat kebijakan, akademisi, dan masyarakat umum.
Dampak Perubahan Iklim terhadap Siklus Hidrologi
Perubahan iklim terbukti memperparah intensitas dan distribusi presipitasi, meningkatkan suhu global, dan mempercepat laju penguapan air (evapotranspirasi). Akibatnya, beberapa wilayah mengalami banjir parah, sementara yang lain justru kekeringan ekstrem.
Misalnya:
Kondisi ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan spasial dan temporal dalam merancang kebijakan air.
Studi Kasus: Negara dengan Risiko Tertinggi
Penelitian ini menyoroti empat negara dengan tingkat kerentanan tertinggi:
Tren Global: Masalah dan Wilayah
Dari 43 negara yang diteliti, klasifikasi tantangan air berdasarkan gabungan faktor adalah sebagai berikut:
Sementara Eropa lebih sering berhadapan dengan banjir dan penurunan kualitas air, Afrika dan Asia mengalami tekanan dari kekeringan dan pertumbuhan populasi yang tinggi.
Strategi Global Menghadapi Krisis Air
Penulis artikel mengelompokkan solusi menjadi dua cabang besar: strategi umum dan strategi khusus perubahan iklim.
A. Strategi Umum untuk Menjamin Keamanan Air
B. Strategi Infrastruktur dan Adaptasi
Kritik dan Refleksi
Kekuatan Studi
Keterbatasan
Peluang Penelitian Lanjutan
Penutup: Indonesia Harus Bersiap
Meskipun Indonesia tidak dibahas secara eksplisit, pelajaran dari negara-negara tetangga seperti India, Bangladesh, dan Vietnam sangat relevan. Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan populasi besar dan pola hujan tidak menentu, memiliki risiko keamanan air yang nyata. Urbanisasi pesat, degradasi hutan, dan pengelolaan air yang belum terintegrasi adalah tantangan yang perlu diatasi segera.
Maka dari itu, penting bagi pembuat kebijakan di Indonesia untuk meninjau kembali kebijakan air berbasis DAS, investasi teknologi, serta pemberdayaan masyarakat dalam konservasi sumber daya air.
Sumber Artikel Asli:
Amparo-Salcedo, M., Pérez-Gimeno, A., & Navarro-Pedreño, J. (2025). Water Security Under Climate Change: Challenges and Solutions Across 43 Countries. Water, 17(633). https://doi.org/10.3390/w17050633
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 25 Juni 2025
Ketahanan air (water security) kini menjadi isu strategis global, terutama di tengah tekanan perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan perubahan sosial ekonomi. Artikel “Water Security in a Changing Environment: Concept, Challenges and Solutions” karya Mishra et al. (2021) memberikan tinjauan komprehensif tentang evolusi konsep ketahanan air, tantangan utama yang dihadapi, serta solusi berkelanjutan yang dapat diadopsi di berbagai skala12. Resensi ini mengupas isi paper, menyoroti studi kasus nyata, data penting, serta membandingkan pendekatan yang diusulkan dengan tren dan praktik di sektor air global.
Konsep Ketahanan Air: Definisi dan Evolusi
Ketahanan air didefinisikan sebagai kapasitas suatu populasi untuk menjamin akses berkelanjutan terhadap air dalam jumlah dan kualitas yang memadai guna mendukung kehidupan, kesejahteraan, pembangunan sosial ekonomi, serta perlindungan terhadap bencana terkait air dan kelestarian ekosistem dalam suasana damai dan stabil12. Konsep ini telah berkembang dari sekadar penyediaan air bersih menjadi pendekatan multidimensi yang meliputi aspek lingkungan, sosial, ekonomi, dan tata kelola.
Data Penting:
Tantangan Ketahanan Air di Era Perubahan Lingkungan
1. Tekanan Populasi dan Urbanisasi
Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi pesat meningkatkan permintaan air, memperberat tekanan pada sistem pasokan dan pengelolaan air. Lebih dari 50% populasi dunia kini tinggal di kawasan urban, yang sering kali belum mampu menyediakan layanan air minimum bagi warganya12.
2. Perubahan Iklim dan Variabilitas Cuaca
Perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan intensitas bencana terkait air seperti banjir, kekeringan, dan tanah longsor. Laporan IPCC menyebutkan 87% dampak perubahan iklim akan berpengaruh langsung pada infrastruktur air2.
3. Kualitas Air dan Polusi
Pencemaran air permukaan dan air tanah akibat limbah domestik, industri, dan pertanian memperburuk ketersediaan air layak konsumsi. Banyak kota besar di negara berkembang menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan limbah cair dan perlindungan sumber air12.
4. Tata Kelola dan Keterbatasan Infrastruktur
Kurangnya infrastruktur, lemahnya tata kelola, dan pendekatan sektoral yang kaku menjadi penghambat utama dalam pencapaian ketahanan air. Pendekatan lama yang terfragmentasi dinilai tidak lagi relevan untuk menghadapi tantangan baru2.
Studi Kasus Global: Solusi Praktis dan Angka-angka
1. Huaifang Underground Water Reclamation Plant, Beijing
Proyek ini merupakan fasilitas daur ulang air limbah bawah tanah seluas 31 hektar yang mampu menghasilkan air daur ulang untuk keperluan industri dan kota, serta mengurangi tekanan pada sungai Liangshui. Empat bioreaktor besar digunakan untuk mengolah air limbah hingga standar kualitas lingkungan kelas IV. Proyek ini juga memanfaatkan sludge sebagai pupuk dan penutup lahan, serta mengurangi polusi suara dan bau3.
2. Omdurman Water Supply Optimization, Sudan
Untuk mengatasi kekurangan air minum di Khartoum, Sudan, dibangun instalasi pengolahan air skala besar dengan intake inovatif di Sungai Nil. Struktur intake ini mampu menangani fluktuasi permukaan sungai hingga 8 meter dan beban sedimen besar selama musim hujan, memastikan pasokan air tetap stabil sepanjang tahun3.
3. AICCA Project di Andes (Peru, Bolivia, Kolombia)
Didukung dana $10 juta, proyek ini berfokus pada ketahanan air dan adaptasi perubahan iklim di komunitas Andean, dengan pendekatan berbasis ekosistem dan pelibatan masyarakat lokal untuk pengelolaan sumber daya air berkelanjutan3.
4. Guandu Water Producer Project, Brasil
Melalui mekanisme pembayaran jasa lingkungan, petani dan peternak di hulu Sungai Guandu diberi insentif untuk melakukan reforestasi dan menjaga hutan riparian. Hasilnya, kualitas air di Rio de Janeiro membaik, sekaligus mengurangi emisi karbon dan meningkatkan ketahanan iklim4.
5. Farmer-Led Irrigation Development (FLID) di Afrika
Ratusan ribu petani kecil di Kenya, Somalia, Malawi, dan Rwanda mengembangkan irigasi berbasis inisiatif petani sendiri. FLID didukung panduan praktis dari World Bank dan GWSP, mempercepat perluasan irigasi dengan solusi adaptif berbasis kebutuhan lokal5.
Paradigma Baru dan Solusi Berkelanjutan
Artikel ini menyoroti perlunya pergeseran paradigma dari solusi ad hoc menuju pendekatan terintegrasi berbasis tata kelola adaptif dan kolaboratif (polycentric governance), serta kombinasi solusi teknis (hard) dan non-teknis (soft)12.
Solusi Berbasis Tata Kelola Adaptif dan Kolaboratif
Solusi Kombinasi Hard dan Soft
Solusi Berbasis Alam (Nature-Based Solutions)
Indikator dan Penilaian Ketahanan Air
Penilaian ketahanan air membutuhkan indikator kuantitatif dan kualitatif yang mencakup:
Framework Asian Water Development Outlook (AWDO) mengukur ketahanan air dalam lima dimensi: rumah tangga, ekonomi, urban, lingkungan, dan resiliensi terhadap bencana air2.
Perbandingan dengan Penelitian Lain dan Tren Industri
Artikel ini sejalan dengan tren global yang menekankan solusi terintegrasi, kolaboratif, dan berbasis alam. World Bank dan GWSP, misalnya, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor, inovasi pembiayaan, dan peran swasta dalam mempercepat pencapaian SDG 6 (air bersih dan sanitasi)5. Sementara itu, pendekatan FLID di Afrika dan proyek-proyek berbasis ekosistem di Amerika Selatan menegaskan efektivitas solusi partisipatif dan berbasis lokal53.
Kritik dan Opini
Kekuatan utama paper ini adalah pendekatan holistik yang mengintegrasikan berbagai disiplin dan skala, serta penekanan pada solusi berkelanjutan dan adaptif. Namun, implementasi di lapangan seringkali terkendala oleh lemahnya kapasitas institusi, keterbatasan pendanaan, dan resistensi terhadap perubahan tata kelola. Paper ini juga menyoroti perlunya indikator yang lebih sensitif terhadap konteks lokal dan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Ketahanan air adalah fondasi pembangunan berkelanjutan dan kunci pencapaian SDGs. Tantangan yang dihadapi sangat kompleks dan memerlukan solusi inovatif, adaptif, serta kolaboratif lintas sektor dan skala. Studi kasus global menunjukkan bahwa kombinasi antara tata kelola adaptif, solusi teknis dan non-teknis, serta pendekatan berbasis alam adalah kunci keberhasilan.
Rekomendasi:
Sumber Artikel (Bahasa Asli)
Mishra, B.K.; Kumar, P.; Saraswat, C.; Chakraborty, S.; Gautam, A. Water Security in a Changing Environment: Concept, Challenges and Solutions. Water 2021, 13, 490.
Logistik Cerdas
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 24 Juni 2025
Pendahuluan
Dalam era digitalisasi, industri logistik menghadapi tantangan besar dalam mengoptimalkan proses pengiriman barang. Last Mile Delivery menjadi tahap paling kompleks dan mahal dalam rantai pasok ,terutama karena faktor eksternal seperti kemacetan lalu lintas dan keterlambatan operasional. Untuk mengatasi tantangan ini, implementasi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence - AI) menawarkan solusi inovatif.
Penelitian ini membahas bagaimana model klasifikasi berbasis Machine Learning dapat meningkatkan efisiensi pengambilan keputusan dalam pemantauan real-time pengiriman paket. Studi kasus yang dilakukan di perusahaan logistik besar di Belanda menunjukkan bahwa penerapan model Random Forest dapat meningkatkan akurasi prediksi kebutuhan penjadwalan ulang hingga 93,6%, memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih cepat dan efektif oleh tim operasional.
Tantangan dalam Last Mile Delivery
Sistem pemantauan real-time dalam logistik sering menghadapi beberapa kendala utama:
Metode Penelitian dan Implementasi AI dalam Pemantauan Real-Time
1. Pemanfaatan Data Real-Time untuk Keputusan Otomatis
Penelitian ini dilakukan di perusahaan logistik besar yang menangani 1,1 juta paket per hari di wilayah Benelux. Sistem pemantauan real-time mereka masih bergantung pada pemantauan manual yang memakan waktu dan tidak efisien.
Untuk mengatasi hal ini, tim peneliti mengembangkan model klasifikasi berbasis Random Forest yang mampu menganalisis pola perjalanan dan mendeteksi kapan perjalanan membutuhkan penjadwalan ulang. Data yang digunakan meliputi:
2. Pemilihan Model Machine Learning
Dari enam model klasifikasi yang diuji, empat model dengan performa terbaik dipilih:
Hasil pengujian menunjukkan bahwa Random Forest memberikan performa terbaik dengan F1-score sebesar 85,8%, yang kemudian meningkat menjadi 93,6% setelah optimasi fitur dan teknik resampling.
Hasil dan Dampak Implementasi AI dalam Logistik
Studi ini menunjukkan bahwa penerapan model Random Forest memberikan dampak signifikan terhadap efisiensi pengambilan keputusan dalam pemantauan real-time.
Studi Kasus: Implementasi AI di Perusahaan Logistik Belanda
Perusahaan ini menghadapi masalah utama dalam memantau ribuan perjalanan setiap hari. Sebelum implementasi AI, operator harus secara manual mencari perjalanan yang bermasalah, menyebabkan kesalahan identifikasi sebesar 32:1 antara perjalanan yang bermasalah dan tidak.
Setelah implementasi model Random Forest, hasil yang diperoleh adalah:
Dampak positif ini memungkinkan perusahaan untuk mengembangkan sistem pemantauan yang lebih cerdas, dengan potensi ekspansi ke departemen lain dalam organisasi.
Tantangan dan Solusi dalam Implementasi AI di Logistik
1. Keseimbangan Data (Class Imbalance)
Tantangan utama dalam pengembangan model adalah jumlah data tidak seimbang antara perjalanan yang memerlukan reschedule dan yang tidak (rasio 32:1).
Solusi: Menggunakan teknik resampling untuk menambah sampel dari kelas minoritas, sehingga model dapat lebih akurat dalam mengenali pola perjalanan yang bermasalah.
2. Pemilihan Fitur yang Relevan
Model awal menggunakan berbagai fitur, tetapi tidak semuanya berkontribusi signifikan terhadap prediksi.
Solusi: Hanya menggunakan empat fitur numerik terbaik, meningkatkan akurasi prediksi hingga 4% lebih tinggi.
3. Integrasi dengan Sistem yang Ada
Mengimplementasikan model AI dalam sistem yang sudah berjalan membutuhkan penyesuaian agar kompatibel dengan infrastruktur yang ada.
Solusi: Mengembangkan model yang dapat dengan mudah diintegrasikan dengan aplikasi pemantauan real-time yang sedang dibangun oleh tim IT perusahaan.
Kesimpulan & Rekomendasi
Berdasarkan studi ini, dapat disimpulkan bahwa implementasi Machine Learning dalam pemantauan Last Mile Delivery dapat memberikan keuntungan signifikan, termasuk:
✅ Peningkatan akurasi deteksi perjalanan bermasalah hingga 93,6%
✅ Pengurangan waktu pemantauan dan pengambilan keputusan secara manual
✅ Peningkatan efisiensi operasional melalui pengolahan data real-time
Rekomendasi bagi perusahaan logistik yang ingin mengadopsi AI dalam pemantauan pengiriman:
Dengan strategi ini, perusahaan logistik dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan mereka, sekaligus mengurangi biaya operasional dalam jangka panjang.
Sumber Artikel: Zwienenberg, I.B. (2022). Improving real-time decision-making in the last-mile delivery by applying a classification model. Master Thesis, University of Twente.
Logistik Cerdas
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 24 Juni 2025
Pendahuluan
Dalam industri e-commerce yang semakin kompetitif, kecepatan pengiriman menjadi faktor utama yang mempengaruhi kepuasan pelanggan dan daya saing bisnis. Same-Day Delivery (SDD) muncul sebagai solusi inovatif untuk memenuhi ekspektasi pelanggan yang menginginkan fleksibilitas dan kecepatan dalam layanan pengiriman. Namun, implementasi SDD tidak hanya berdampak pada tingkat layanan, tetapi juga pada keberlanjutan dan biaya operasional perusahaan.
Penelitian ini menganalisis integrasi opsi SDD dalam rantai pasok e-commerce dengan studi kasus Beerwulf, perusahaan ritel bir yang beroperasi di 10 negara Eropa. Dengan fokus pada pasar Amsterdam dan London, penelitian ini mengevaluasi dampak layanan SDD dari tiga aspek utama: tingkat layanan, keberlanjutan, dan biaya operasional.
Tantangan dalam Implementasi Same-Day Delivery
Metode Penelitian dan Model Simulasi
1. Pendekatan Simulasi untuk Evaluasi Kinerja SDD
Penelitian ini menggunakan pendekatan simulasi berbasis Discrete Event Simulation (DES) untuk mengevaluasi performa SDD dalam berbagai skenario permintaan. Model simulasi ini mempertimbangkan faktor-faktor seperti:
Studi ini dilakukan di dua pasar utama Beerwulf: Amsterdam (Belanda) dan London (Inggris), dengan perbedaan struktur logistik sebagai faktor pembanding.
2. Desain Eksperimen dan Parameter Simulasi
Peneliti membangun delapan skenario simulasi untuk masing-masing kota, mencakup dua periode permintaan utama:
Hasil simulasi dibandingkan dengan metrik kinerja utama (KPI) yang mencakup:
Hasil Penelitian: Efektivitas Same-Day Delivery dalam E-Commerce
1. Dampak pada Tingkat Layanan
2. Dampak Keberlanjutan
3. Dampak Finansial
Studi Kasus: Implementasi Same-Day Delivery di Beerwulf
Amsterdam (Belanda)
London (Inggris)
Tantangan dan Rekomendasi dalam Implementasi SDD
1. Mengatasi Variabilitas Permintaan
Solusi:
2. Meningkatkan Keberlanjutan
Solusi:
3. Menurunkan Biaya Operasional
Solusi:
Kesimpulan
Implementasi Same-Day Delivery dalam industri e-commerce menawarkan manfaat dalam hal kepuasan pelanggan dan daya saing, tetapi memiliki tantangan dari sisi keberlanjutan dan biaya operasional.
✅ SDD efektif dalam meningkatkan tingkat layanan hingga 99,9% dalam kondisi tertentu.
✅ Namun, dalam banyak skenario, biaya operasional per pesanan lebih tinggi dibandingkan pengiriman standar.
✅ Keberlanjutan harus menjadi perhatian utama, dengan strategi pengurangan emisi dan optimasi rute pengiriman.
Keputusan untuk mengadopsi SDD harus mempertimbangkan keseimbangan antara biaya, keberlanjutan, dan kepuasan pelanggan, dengan pendekatan berbasis data dan simulasi.
Sumber Artikel: Collot, C. (2022). Assessing the integration of same-day delivery option from the sustainable, financial, and service angles: a case study in the e-commerce sector. University of Twente.
Logistik Cerdas
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 24 Juni 2025
Pendahuluan
Last mile delivery adalah tahap akhir dalam rantai pasok yang memiliki dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan yang signifikan. Dengan meningkatnya e-commerce, tantangan dalam pengiriman jarak terakhir semakin besar, terutama dalam hal efisiensi operasional, emisi karbon, dan kemacetan perkotaan.
Penelitian ini mengeksplorasi berbagai solusi keberlanjutan untuk meningkatkan efisiensi pengiriman last mile dengan wawasan dari penyedia layanan logistik pihak ketiga dan pakar mobilitas publik di Belgia. Studi ini menggabungkan analisis literatur dan wawancara dengan pelaku industri untuk memahami praktik terbaik dan tantangan dalam mengimplementasikan solusi ramah lingkungan.
Tantangan dalam Last Mile Delivery
1. Fragmentasi dan Ketidakefisienan Operasional
2. Dampak Lingkungan
3. Regulasi dan Kebijakan Perkotaan
Solusi Berkelanjutan dalam Last Mile Delivery
1. Peningkatan Efisiensi Rute Pengiriman
2. Konsolidasi Pengiriman dan Penggunaan Micro-Hubs
3. Penggunaan Moda Transportasi Alternatif
4. Penggunaan Pickup Points dan Parcel Lockers
Studi Kasus: Implementasi Keberlanjutan dalam Last Mile Delivery
1. DHL: Penggunaan Micro-Hubs dan Sepeda Kargo
2. UPS: Sistem Konsolidasi Pengiriman
3. Bpost: Kebijakan Pengiriman Berbasis Keberlanjutan
Tantangan dan Rekomendasi dalam Implementasi Solusi Berkelanjutan
1. Biaya Implementasi yang Tinggi
2. Perubahan Kebiasaan Konsumen
3. Regulasi yang Beragam di Setiap Kota
Kesimpulan
Keberlanjutan dalam last mile delivery menjadi semakin penting di era e-commerce yang berkembang pesat. Optimalisasi rute, konsolidasi pengiriman, penggunaan transportasi ramah lingkungan, dan strategi pickup points adalah solusi utama yang dapat mengurangi dampak lingkungan sekaligus meningkatkan efisiensi.
✅ Penggunaan AI dan big data dapat meningkatkan efisiensi operasional.
✅ Micro-hubs dan UCCs membantu mengurangi fragmentasi pengiriman.
✅ Moda transportasi alternatif seperti sepeda kargo dan kendaraan listrik dapat mengurangi emisi CO₂ secara signifikan.
✅ Parcel lockers dan pickup points mengurangi pengiriman gagal dan meningkatkan fleksibilitas pelanggan.
Dengan kombinasi strategi ini, industri logistik dapat menciptakan sistem last mile delivery yang lebih berkelanjutan dan efisien di masa depan.
Sumber Artikel: Ducarme, Dimitri. Sustainable solutions for “last mile” deliveries in the parcel industry: A qualitative analysis using insights from third-party logistics service providers and public mobility experts. Louvain School of Management, Université catholique de Louvain, 2019.
Logistik Cerdas
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 24 Juni 2025
Pendahuluan
Dalam beberapa dekade terakhir, pertumbuhan e-commerce dan urbanisasi telah meningkatkan kebutuhan akan last-mile logistics, yaitu tahap akhir dalam rantai pasok di mana barang dikirim dari pusat distribusi ke pelanggan akhir. Namun, sektor ini juga menyumbang 25% dari total emisi CO₂ transportasi di perkotaan dan menyebabkan peningkatan polusi udara serta kemacetan lalu lintas. Oleh karena itu, berbagai pemangku kepentingan mulai mencari solusi untuk menjadikan last-mile logistics lebih berkelanjutan.
Studi ini mengkaji skenario potensial untuk tahun 2035 dengan fokus pada tiga faktor utama: kerja sama antar pemangku kepentingan, regulasi pemerintah, dan inovasi teknologi. Dengan menggunakan pendekatan Disaggregative Policy Delphi, penelitian ini mengumpulkan perspektif dari 26 pemangku kepentingan logistik yang berperan dalam perencanaan dan implementasi sistem distribusi di tiga kota Eropa.
Tantangan dalam Last-Mile Logistics
1. Dampak Lingkungan
2. Fragmentasi dan Ketidakefisienan Operasional
3. Regulasi dan Kebijakan Perkotaan
Skenario Masa Depan Last-Mile Logistics di 2035
Penelitian ini mengembangkan enam skenario potensial berdasarkan faktor regulasi, inovasi, dan kerja sama.
1. The Old Wild West – Minim Regulasi dan Inovasi
2. The New Wild West – Inovasi Didorong oleh Pasar
3. New Cool Collective – Kolaborasi Optimal antara Pemerintah dan Swasta
4. Revolution by Design – Regulasi Ketat Mendorong Transformasi
5. Thriving, Individually – Inovasi Tinggi, tetapi Minim Kerja Sama
6. Good Intentions Abound – Regulasi Berlebihan Tanpa Implementasi Efektif
Solusi Keberlanjutan dalam Last-Mile Logistics
1. Optimalisasi Rute dan Konsolidasi Pengiriman
2. Penggunaan Moda Transportasi Ramah Lingkungan
3. Pemanfaatan Parcel Lockers dan Pickup Points
Studi Kasus Implementasi Keberlanjutan dalam Last-Mile Logistics
1. DHL: Micro-Hubs dan Sepeda Kargo Listrik
2. UPS: Optimasi Rute Berbasis AI
3. Bpost: Penggunaan Parcel Lockers
Tantangan dan Rekomendasi Implementasi Solusi Berkelanjutan
1. Biaya Implementasi yang Tinggi
Solusi: Insentif pajak dan subsidi bagi perusahaan yang beralih ke kendaraan listrik dan pusat distribusi ramah lingkungan.
2. Kurangnya Kesadaran Konsumen
Solusi: Kampanye edukasi pelanggan tentang dampak lingkungan dari pilihan pengiriman mereka.
3. Regulasi yang Tidak Konsisten
Solusi: Standarisasi kebijakan keberlanjutan antar kota untuk menciptakan ekosistem logistik yang lebih efisien.
Kesimpulan
Keberlanjutan dalam last-mile logistics memerlukan kombinasi inovasi teknologi, regulasi yang efektif, dan kerja sama antara pemangku kepentingan.
✅ Optimalisasi rute dan pusat konsolidasi dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi emisi.
✅ Kendaraan listrik dan moda transportasi alternatif menjadi solusi utama untuk kota besar.
✅ Pickup points dan parcel lockers dapat mengurangi perjalanan kendaraan dan meningkatkan fleksibilitas pelanggan.
Dengan strategi ini, masa depan last-mile logistics yang lebih berkelanjutan dan efisien dapat terwujud pada tahun 2035.
Sumber Artikel: Plazier, P., Rauws, W., Neef, R., & Buijs, P. (2024). Towards sustainable last-mile logistics? Investigating the role of cooperation, regulation, and innovation in scenarios for 2035. University of Groningen.