Industri Kontruksi
Dipublikasikan oleh Anisa pada 30 April 2025
Pendahuluan: Mengapa Industri Konstruksi Adalah Kunci Masa Depan Indonesia
Industri konstruksi di Indonesia bukan hanya soal bangunan dan infrastruktur. Ia adalah motor ekonomi, penyerap tenaga kerja besar-besaran, dan cermin dari kemajuan teknologi serta tata kelola pemerintahan. Dalam buku “Dinamika Industri Konstruksi di Indonesia” yang diterbitkan oleh Tohar Media (2024), tim penulis dari berbagai latar belakang menyajikan analisis komprehensif yang mencakup aspek teknis, sosial, ekonomi, hingga etika dalam industri ini.
Dengan pendekatan multidisipliner, buku ini tidak hanya menyuguhkan teori, tetapi juga menawarkan studi kasus, sejarah perkembangan, hingga kritik terhadap peran pemerintah dan swasta. Dalam resensi ini, kita akan menggali isi buku secara mendalam, menambah konteks dari praktik industri terkini, serta memberikan interpretasi kritis untuk menjadikannya lebih relevan bagi pembaca masa kini.
Perjalanan Sejarah: Dari Batu ke Plastik, dari Ritual ke Real Estat
Evolusi Material Bangunan sebagai Cermin Peradaban
Bab pertama buku ini menyajikan kilas balik sejarah perkembangan industri konstruksi, dimulai dari penggunaan batu di masa megalitikum, kayu pada era kerajaan Asia Timur, hingga besi, beton, kaca, dan plastik pada era modern. Setiap era bukan hanya menunjukkan perubahan material, tetapi juga filosofi bangunan dan teknologi yang digunakan. Misalnya:
Zaman batu: Bangunan dirancang untuk kebutuhan spiritual seperti pemujaan leluhur dan ibadah. Konstruksi bersifat statis dan monumental.
Zaman besi dan beton: Era revolusi industri menggeser fokus ke efisiensi dan kekuatan struktural.
Era plastik dan WPC (Wood Plastic Composite): Menunjukkan kesadaran baru terhadap isu keberlanjutan dan ekonomi sirkular.
Analisis tambahan: Perkembangan bahan bangunan secara global kini menekankan pada net zero building materials, seperti beton karbon-negatif dan panel kaca fotovoltaik. Hal ini menunjukkan bahwa industri konstruksi tidak bisa lagi hanya bicara kekuatan struktural, tetapi juga efisiensi energi dan emisi karbon.
Peran Pemerintah: Antara Regulasi dan Eksekusi
Kebijakan sebagai Enabler atau Penghambat?
Bab dua buku ini membahas peran pemerintah dalam mengatur industri konstruksi. Penulis menyoroti bahwa meskipun pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan—seperti RPJMN dan insentif fiskal—realitanya masih banyak kendala dalam implementasi di lapangan, seperti birokrasi panjang, regulasi tumpang tindih, dan korupsi.
Studi Kasus – Jalan Tol dan Investasi InfrastrukturProgram pembangunan jalan tol Trans Jawa menjadi contoh nyata bagaiman
Statistik pendukung:
Menurut Bappenas (2023), lebih dari 70% proyek infrastruktur strategis masih terpusat di Pulau Jawa.
Biaya konstruksi meningkat 8–12% karena lambatnya pengurusan izin dan pembebasan lahan.
Faktor Penggerak Industri: Manusia, Teknologi, dan Kebijakan
Lima Pilar Pendorong dan Penghambat Konstruksi
Buku ini mengidentifikasi berbagai faktor yang memengaruhi industri konstruksi, yang dapat kita rangkum menjadi lima pilar utama:
Ekonomi – Pertumbuhan PDB dan inflasi mempengaruhi jumlah proyek yang berjalan.
Kebijakan Pemerintah – Perizinan dan tata ruang menjadi penghambat utama jika tidak reformis.
Teknologi – BIM, drone, dan modular construction mendorong efisiensi.
Tenaga Kerja – Kualitas dan kuantitas SDM konstruksi masih menjadi tantangan.
Inovasi Material – Bahan baru seperti self-healing concrete dan panel surya membuka arah baru.
Tantangan Global – Dampak Pandemi dan Krisis Iklim
Industri konstruksi Indonesia juga tidak terlepas dari tantangan global seperti pandemi COVID-19 yang menghentikan sebagian besar proyek fisik selama 2020–2021. Selain itu, perubahan iklim telah memaksa proyek-proyek besar memasukkan aspek climate resilience dalam desainnya.
Teknologi dan Inovasi: Lebih dari Sekadar Alat, Ini Soal Paradigma
BIM dan Digitalisasi dalam Praktik
Salah satu kontribusi buku ini adalah sorotan terhadap teknologi seperti Building Information Modeling (BIM) yang semakin digunakan di proyek-proyek besar. Dalam laporan Kementerian PUPR (2022), BIM mampu menekan cost overrun hingga 30% dan mempercepat waktu pengerjaan hingga 20%.
Namun, tantangan terbesar bukan pada adopsi teknologi, melainkan kesiapan SDM. Banyak kontraktor lokal belum terbiasa dengan ekosistem digital dalam manajemen proyek.
Transformasi ke Konstruksi Modular
Tren global menunjukkan pergeseran ke konstruksi modular dan prefabrikasi. Indonesia mulai mengejar tren ini, terutama untuk proyek perumahan massal dan sekolah darurat di daerah bencana.
Keberlanjutan: Industri Konstruksi di Persimpangan Jalan
Green Building dan Proyek Ramah Lingkungan
Buku ini juga menyoroti pentingnya pembangunan berkelanjutan. Industri konstruksi menyumbang lebih dari 38% emisi karbon global (IEA, 2022), sehingga perubahan paradigma mutlak diperlukan.
Contoh penerapan:
Gedung kantor Kementerian PUPR dirancang dengan green roof dan solar panel.
Proyek IKN Nusantara menargetkan 100% penggunaan material ramah lingkungan dan smart city integration.
Namun, penerapan masih sporadis dan tergantung pada komitmen pengembang.
Etika dan Profesionalisme: Isu Krusial yang Sering Diabaikan
Masalah Moral di Lapangan
Bab tentang etika dalam buku ini membuka fakta bahwa pelanggaran etika seperti mark up, penyuapan, hingga proyek fiktif masih marak terjadi. Bahkan, data Transparency International menunjukkan Indonesia mencetak skor 34/100 dalam Indeks Persepsi Korupsi 2023, menandakan masih lemahnya tata kelola proyek.
Penulis menekankan pentingnya kode etik profesi dan audit independen dalam setiap proyek besar.
UMKM dan Konstruksi: Kolaborasi Menuju Pemerataan
Konstruksi sebagai Penggerak UMKM dan Ekonomi Daerah
Industri konstruksi bukan hanya milik perusahaan besar. Buku ini memberi ruang bagi peran UMKM, terutama dalam pengadaan barang, jasa pendukung, dan pengolahan material lokal.
Studi menunjukkan bahwa setiap proyek infrastruktur bernilai Rp 1 triliun dapat menciptakan hingga 14.000 lapangan kerja baru secara langsung dan tidak langsung. Oleh karena itu, pemberdayaan lokal dan pelibatan masyarakat mutlak dilakukan.
Rekomendasi Kritis: Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Strategi Menuju Industri Konstruksi yang Modern dan Adil
Berdasarkan analisis buku dan pengamatan terhadap tren industri, berikut beberapa rekomendasi praktis:
Reformasi birokrasi perizinan menjadi satu pintu digital nasional.
Inovasi pembiayaan proyek seperti green bonds dan infrastructure trust fund.
Insentif bagi kontraktor lokal dan inovator material baru.
Pelatihan massal tenaga kerja dalam teknologi digital konstruksi.
Penguatan regulasi keberlanjutan melalui sertifikasi bangunan hijau.
Kesimpulan: Industri Konstruksi sebagai Barometer Pembangunan Nasional
Buku “Dinamika Industri Konstruksi di Indonesia” adalah kontribusi penting dalam memahami kompleksitas, peluang, dan tantangan sektor konstruksi di tanah air. Ia menyentuh dimensi teknis, politis, ekologis, dan sosial secara terpadu.
Namun, untuk mewujudkan industri konstruksi yang efisien, berkelanjutan, dan beretika, kolaborasi lintas sektor diperlukan. Pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat harus duduk bersama, dengan satu visi: membangun Indonesia bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara moral dan ekologis.
Sumber
Buku asli dapat diakses melalui:
Masdiana, dkk. (2024). Dinamika Industri Konstruksi di Indonesia. Makassar: Tohar Media. ISBN: 978-623-8421-92-3
https://toharmedia.co.id
Manajemen Proyek
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 30 April 2025
Pendahuluan: Mengapa Produktivitas Pekerja Jadi Isu Penting?
Produktivitas dalam sektor konstruksi bukan sekadar hitung-hitungan teknis, melainkan indikator vital efisiensi, mutu hasil bangunan, dan kecepatan penyelesaian proyek. Artikel ilmiah yang ditulis oleh Fiqra Afrian, Fitriah Mas’ud, dan La Ode M. Nurrakhmad Arsyad dalam Jurnal Media Konstruksi Vol. 9 No. 2 (2024), mengangkat persoalan ini secara spesifik. Fokus penelitian mereka adalah membandingkan produktivitas aktual tukang dan pekerja dalam pemasangan dinding bata ringan dengan standar produktivitas versi Permen PUPR No. 1 Tahun 2022.
Penelitian dilakukan pada proyek pembangunan rumah susun STAIN Kendari Kampus II dan menjadi salah satu studi penting yang menyandingkan praktik di lapangan dengan ketentuan formal pemerintah.
Apa Itu Produktivitas dalam Konstruksi?
Secara umum, produktivitas kerja diartikan sebagai rasio antara output (volume pekerjaan selesai) terhadap input (tenaga kerja dan waktu). Di sektor konstruksi, produktivitas sering kali diukur dalam satuan Bh/OH (buah per orang per hari), di mana "buah" merujuk pada luasan atau jumlah elemen bangunan yang selesai dikerjakan.
Permen PUPR No. 1 Tahun 2022 menetapkan nilai standar produktivitas untuk pekerjaan pasangan bata ringan sebesar 96 Bh/OH. Angka ini menjadi tolok ukur untuk mengevaluasi apakah pelaksanaan pekerjaan di lapangan sudah efisien atau belum.
Metodologi Penelitian: Kombinasi Observasi Lapangan dan Perbandingan Kuantitatif
Penelitian ini bersifat survei lapangan, dilakukan selama 14 hari kerja di proyek rumah susun STAIN Kendari. Tim peneliti mengamati langsung volume pekerjaan yang diselesaikan setiap harinya oleh tim berisi 2 tukang dan 2 pekerja. Hasil pengamatan kemudian dihitung menggunakan rumus:
Produktivitas = Volume Pekerjaan / Jumlah Tenaga Kerja
Sebagai data pembanding, peneliti menggunakan Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) dari PUPR No. 1 Tahun 2022.
Apa Penyebab Produktivitas Rendah?
Peneliti mengidentifikasi empat faktor utama yang berkontribusi terhadap rendahnya produktivitas di lapangan:
1. Jumlah Tenaga Kerja yang Terbatas
Meski proyek berjalan, hanya ada 2 tukang dan 2 pekerja per hari. Sistem overlaping dalam pengerjaan (menumpuk beberapa pekerjaan sekaligus di lokasi yang sama) juga memperparah efisiensi kerja.
2. Teknik Pemasangan Bata Ringan yang Rumit
Bata ringan perlu dipotong secara presisi agar cocok dengan dimensi ruangan. Proses ini memakan waktu, terutama jika tidak menggunakan alat bantu pemotong modern.
3. Disiplin Kerja Rendah
Peneliti mencatat adanya waktu kerja yang terbuang karena tukang lebih banyak mengobrol atau menganggur di jam kerja. Ini jelas menurunkan efektivitas jam kerja aktual.
4. Jarak Material Terlalu Jauh
Jika bata ringan disimpan jauh dari area kerja, waktu dan energi tukang akan habis hanya untuk mengangkut material, bukan untuk membangun.
Analisis Kritis: Kelebihan dan Kekurangan Penelitian
Kelebihan:
Menggunakan data aktual selama 14 hari berturut-turut, bukan sekadar estimasi.
Membandingkan langsung hasil lapangan dengan standar resmi PUPR.
Menggabungkan pendekatan kuantitatif (perhitungan Bh/OH) dan kualitatif (observasi dan wawancara).
Kekurangan:
Jumlah responden terbatas hanya pada satu proyek dan satu tim kerja.
Tidak mempertimbangkan variabel cuaca, jenis dinding (interior vs eksterior), atau pengaruh alat bantu kerja.
Penelitian belum mengusulkan solusi konkrit berbasis teknologi atau manajemen sumber daya.
Studi Pembanding: Bagaimana Negara Lain Mengelola Produktivitas?
Di Singapura, penggunaan Building Information Modeling (BIM) dan manajemen berbasis sensor telah meningkatkan produktivitas pekerja hingga 30% (Lau et al., 2019). Mereka juga mewajibkan pelatihan modular setiap tahun untuk pekerja konstruksi.
Sementara itu, di Jepang, pekerja konstruksi bekerja dalam sistem rotasi shift yang fleksibel untuk menjaga stamina dan fokus. Hal ini berdampak pada produktivitas yang stabil dan minim human error.
Implikasi Praktis: Kenapa Temuan Ini Penting untuk Kontraktor dan Pemerintah?
Jika produktivitas tukang tidak dikontrol:
Durasi proyek akan molor
Biaya tenaga kerja membengkak
Kualitas pekerjaan menurun akibat kelelahan dan terburu-buru
Dengan memahami gap antara standar dan realita, kontraktor dapat:
Menyusun jadwal kerja yang lebih realistis
Melatih ulang tukang dalam teknik pemasangan bata ringan modern
Mengoptimalkan distribusi logistik material
Rekomendasi untuk Proyek Selanjutnya
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, berikut rekomendasi untuk meningkatkan produktivitas tukang dalam proyek dinding bata ringan:
Pelatihan teknis rutin tentang pemasangan bata ringan (terutama potong presisi)
Manajemen waktu kerja: hindari waktu kosong dan tingkatkan pengawasan onsite
Penempatan material lebih strategis agar waktu tempuh lebih efisien
Penambahan tenaga kerja saat volume kerja tinggi
Penggunaan alat bantu pemotong bata agar pengerjaan lebih presisi dan cepat
Kesimpulan: Antara Idealitas Standar dan Realita Lapangan
Penelitian ini memperlihatkan realita penting: meskipun pemerintah telah menetapkan standar produktivitas melalui Permen PUPR No. 1 Tahun 2022, implementasinya di lapangan belum optimal. Rata-rata produktivitas di proyek rumah susun STAIN Kendari hanya mencapai 49 Bh/OH, atau setengah dari standar nasional.
Artinya, terdapat ruang besar untuk perbaikan teknis, manajerial, dan SDM agar proyek-proyek serupa dapat lebih efisien dan tepat waktu. Jika tidak, proyek infrastruktur akan terus terhambat oleh masalah klasik: banyak tukang, sedikit hasil.
Referensi Sumber Asli
Artikel ini dapat diakses di:
Fiqra Afrian, Fitriah Mas’ud, La Ode M. Nurrakhmad Arsyad. (2024). Produktivitas Pekerja Konstruksi pada Pekerjaan Dinding Bata Ringan Berdasarkan PUPR No. 1 Tahun 2022. Jurnal Media Konstruksi, Vol. 9, No. 2, hlm. 131–140.
Tautan resmi: https://medkons.uho.ac.id/index.php/journal
Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 30 April 2025
Pendahuluan: Krisis Tanah Lunak dalam Dunia Konstruksi Modern
Dengan pesatnya pertumbuhan pembangunan infrastruktur di berbagai belahan dunia, kondisi tanah di lokasi konstruksi makin kompleks dan menantang. Dari tanah organik tinggi hingga pasir lepas di bawah muka air tanah, permasalahan seperti penurunan tanah berlebih dan potensi likuifaksi menjadi isu utama dalam rekayasa geoteknik. Artikel ini merangkum 37 paper dari Sesi Teknis 2a dalam Konferensi Internasional Teknik Geoteknik, yang mengkaji berbagai teknik perbaikan tanah: mulai dari metode penggantian, drainase, densifikasi, hingga stabilisasi campuran.
1. Klasifikasi Teknik Perbaikan Tanah
Teknik perbaikan tanah merupakan langkah penting dalam rekayasa geoteknik untuk meningkatkan kualitas dan daya dukung tanah. Terdapat empat prinsip utama dalam teknik ini, yaitu penggantian, drainase, densifikasi, dan stabilisasi campuran. Pada prinsip penggantian, metode seperti excavasi dan compulsory replacement digunakan untuk mengganti tanah yang tidak memenuhi syarat dengan material yang lebih baik. Sementara itu, untuk prinsip drainase, metode preloading, vertical drain, dan vacuum method diterapkan untuk mengurangi tekanan pori dan mempercepat konsolidasi tanah. Densifikasi dilakukan melalui metode vibro-compaction, sand compaction pile (SCP), dan blasting, yang bertujuan untuk meningkatkan kepadatan tanah dan mengurangi kemungkinan penurunan. Terakhir, stabilisasi campuran menggunakan teknik seperti deep mixing method (DMM), grouting, dan jet mixing, bertujuan untuk meningkatkan sifat fisik dan mekanik tanah dengan mencampurkan bahan tambahan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, kualitas tanah dapat diperbaiki secara signifikan, sehingga mendukung konstruksi yang lebih aman dan berkelanjutan.
2. Studi Kasus: Perbandingan Efektivitas Metode
Cai et al. melaporkan hasil uji lapangan pada tanah lunak sepanjang 400 m untuk keperluan jalan tol dan jembatan. Tiga metode diterapkan:
Hasil: Jet grouting memberikan penurunan < 1 cm per tahun, menjadikannya pilihan unggul pada proyek kritikal.
3. Metode Drainase: Efisiensi, Inovasi, dan Aplikasi Lapangan
3.1 Preloading dan Vertical Drain
Chai et al. membandingkan preloading vs. vacuum consolidation. Temuan menarik:
3.2 Bandara Internasional Incheon dan Haneda
Studi Zhusupbekov dan Kitazume menunjukkan kombinasi drain pasir & PVD menghasilkan konsolidasi cepat di lahan reklamasi.
4. Densifikasi: Dinamika & Metode Modern
4.1 Dynamic Compaction
Model numerik oleh Pak et al. menggunakan pendekatan dua fase (air dan tanah) dengan hasil:
4.2 Vibroflotation di Terminal Laut San Diego
Varaksin et al. menunjukkan peningkatan nilai SPT/CPT pasca-treatment untuk mencegah likuifaksi.
5. Metode Campuran: Deep Mixing Method (DMM)
5.1 Efektivitas Binder
Penelitian menunjukkan reaksi kimia tanah–binder sangat dipengaruhi oleh:
Verástegui et al. menemukan kombinasi optimal L/C-20/80 (lime/cement) dengan blast furnace cement untuk tanah liat silty.
5.2 Studi Ketahanan 20 Tahun
Ikegami et al. meneliti kolom semen yang dikurung selama dua dekade:
6. Validasi Lapangan dan Quality Assurance
6.1 Uji Laboratorium & Lapangan
6.2 SEM (Scanning Electron Microscope)
Menunjukkan struktur C-S-H gel pada semen slag lebih teratur dibanding Portland cement → kinerja dan kekuatan lebih stabil.
7. Grouting: Inovasi Bahan dan Aplikasi Praktis
7.1 Jet Grouting
Pinto et al. memanfaatkan jet grouting dengan diameter kolom 1200–2500 mm untuk platform rel & jalan.
7.2 Controlled Modulus Columns (CMCs)
Lacazedieu et al. menyatakan CMCs secara efektif menurunkan penurunan tanah dengan menyalurkan beban ke kolom semi-rigid.
8. Kesimpulan dan Rekomendasi Strategis
Metode stabilisasi campuran, terutama Deep Mixing Method, kini menjadi primadona karena efisiensi tinggi dan hasil yang dapat dikendalikan. Namun, beberapa catatan penting muncul:
Kritik dan Opini
Artikel ini sangat kaya data dan mendalam, namun belum memberikan panduan yang sistematis dalam pemilihan metode terbaik berdasarkan kondisi tanah spesifik. Perlu adanya framework praktis berbasis data kuantitatif dan economic impact untuk membantu pengambilan keputusan oleh praktisi.
Saran untuk Penelitian Selanjutnya:
Sumber : Kitazume, M. (2005). Technical Session 2a: Ground Improvement. Proceedings of the 16th International Conference on Soil Mechanics and Geotechnical Engineering. International Society for Soil Mechanics and Geotechnical Engineering (ISSMGE).
Manajemen Proyek
Dipublikasikan oleh Anisa pada 30 April 2025
Pendahuluan: Mengapa Waktu Proyek Menjadi Taruhan Besar di Dunia Konstruksi?
Industri konstruksi di Indonesia terus menunjukkan tren pertumbuhan yang signifikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa nilai konstruksi bangunan meningkat sebesar 201% dalam satu dekade terakhir dan naik 61% hanya dalam lima tahun terakhir. Dengan peningkatan permintaan ini, tekanan terhadap efektivitas waktu dan kualitas proyek semakin besar. Dalam konteks ini, metode Design and Build (Desain dan Bangun) dipandang sebagai pendekatan ideal yang menyatukan proses perancangan dan pelaksanaan konstruksi dalam satu paket terintegrasi.
Namun, apakah benar metode ini menjamin proyek selesai tepat waktu dan sesuai standar? Penelitian yang dilakukan oleh Ade Achmad Al-Fath dkk. dari Universitas Pelita Harapan terhadap proyek-proyek PT ABC justru membongkar realitas yang lebih kompleks. Meski menjanjikan efisiensi, metode desain dan bangun tetap menyimpan potensi risiko signifikan yang berpengaruh terhadap waktu penyelesaian proyek.
Apa Itu Metode Design and Build?
Metode design and build adalah sistem pengadaan proyek di mana satu entitas (biasanya kontraktor) bertanggung jawab atas proses desain sekaligus pelaksanaan konstruksi. Ini berbeda dari metode tradisional design-bid-build yang memisahkan tahapan desain dan pelaksanaan dalam dua kontrak berbeda.
Keunggulan:
Satu tanggung jawab (minim konflik antara desainer dan kontraktor)
Waktu pengerjaan lebih cepat karena proses tender dilakukan sekali
Biaya lebih pasti sejak awal kontrak
Kekurangan:
Transfer risiko lebih besar ke kontraktor
Bila tidak dikelola baik, kualitas dan waktu bisa terganggu
Risiko dominan tersembunyi di balik “efisiensi” semu
Tujuan dan Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
Mengidentifikasi risiko-risiko dalam metode design and build yang mempengaruhi waktu pengerjaan proyek.
Menilai risiko mana yang paling signifikan dari sisi dampak dan frekuensi.
Memberikan rekomendasi tindakan mitigasi risiko berdasarkan analisis empiris.
Metode yang digunakan:
Kuesioner terhadap 79 responden dari PT ABC
Uji validitas dan reliabilitas
Analisis regresi berganda
Uji korelasi Pearson dan analisis faktor
Validasi oleh pakar industri
Risiko Utama: Internal vs Eksternal
Dari 35 variabel risiko yang diteliti, hanya dua kategori besar yang terbukti berpengaruh signifikan terhadap keterlambatan proyek:
A. Risiko Internal (H3)
Berasal dari kemampuan manajemen internal kontraktor dan Project Manager (PM):
Kemampuan manajemen kapasitas dan kontrol kualitas kontraktor (X17)
Kepemimpinan, organisasi, dan motivasi tim oleh PM (X31)
Risiko ini menunjukkan bahwa meskipun memiliki kendali penuh, tanpa keahlian dalam mengelola sumber daya dan tim, keunggulan metode desain dan bangun akan sia-sia.
B. Risiko Eksternal
Datang dari pihak luar seperti subkontraktor:
Kelalaian dan keterlambatan subkontraktor (X20)
Pekerjaan yang tidak sesuai kesepakatan (X22)
Kasus nyata seperti proyek EPC Security LNG Donggi-Senoro dan Transmart Cilegon yang mengalami keterlambatan disebabkan oleh dua risiko ini.
Studi Statistik: Bukti Empiris Keterkaitan Risiko dan Waktu
Temuan Kunci:
Tujuh variabel risiko berhubungan negatif signifikan terhadap waktu proyek.
Dua faktor utama ditemukan melalui analisis faktor (rotasi Varimax):
Dimensi Eksternal: X20 & X22
Dimensi Internal: X17 & X31
Hasil Regresi Berganda:
Model regresi menunjukkan Adjusted R² sebesar 85,4% → mengindikasikan bahwa mayoritas variasi keterlambatan proyek dapat dijelaskan oleh dua dimensi risiko tersebut.
Semua variabel signifikan pada uji T dan F (p < 0.05)
Artinya, manajemen risiko tidak bisa lagi dipandang sebagai formalitas. Ia adalah inti keberhasilan implementasi metode desain dan bangun.
Perbandingan dengan Penelitian Terkait
Penelitian ini sejalan dengan temuan Hale et al. (2009) yang menyatakan bahwa design and build memang unggul dari segi waktu, namun hanya jika manajemen risiko dilakukan dengan matang. Berbeda dengan studi Chen et al. (2016) yang menyoroti efisiensi biaya, fokus utama dari penelitian ini lebih pada dimensi waktu sebagai indikator keberhasilan.
Implikasi Praktis untuk Industri Konstruksi
Rekomendasi:
Seleksi subkontraktor berbasis rekam jejak → bukan sekadar harga
PM harus dilibatkan sejak awal hingga akhir proyek
Pelatihan intensif untuk kontraktor terkait manajemen risiko proyek terpadu
Dampak Positif Jika Diterapkan:
Mengurangi risiko project overrun hingga 30%
Meningkatkan kepercayaan klien terhadap efisiensi metode design and build
Menciptakan sinergi berkelanjutan antara stakeholder internal dan eksternal
Studi Kasus Nyata: Proyek MRT Jakarta
Proyek MRT Jakarta fase 1 menggunakan pendekatan mirip design and build untuk beberapa paket pengerjaan. Meski secara umum proyek ini dinilai berhasil, sempat terjadi keterlambatan di beberapa titik akibat miskomunikasi antar subkontraktor dan ketidakcocokan dalam pelaksanaan desain. Ini mencerminkan realitas yang ditemukan dalam studi PT ABC — bahwa manajemen risiko eksternal harus ditangani dengan serius, bahkan dalam proyek besar berskala nasional.
Kesimpulan: Metode Desain dan Bangun Bukan Jaminan Tanpa Risiko
Meski secara teori metode design and build menawarkan efisiensi luar biasa dalam waktu dan biaya, realitas di lapangan menunjukkan bahwa tanpa manajemen risiko yang baik, justru risiko keterlambatan meningkat.
Dua akar risiko utama:
Faktor eksternal (subkontraktor)
Faktor internal (kemampuan manajemen kontraktor dan PM)
Dengan tingkat pengaruh lebih dari 85% terhadap kinerja waktu proyek, kedua faktor ini seharusnya menjadi fokus dalam perencanaan dan eksekusi proyek berbasis design and build.
Sumber
Penelitian utama:
Ade Achmad Al-Fath, Yunan Hanun, Manlian Ronald. A. Simanjuntak. (2019). Analysis of Design and Build Risk on the Completion Time of the Project in Building by PT ABC. International Journal of Education and Research. Vol. 7 No. 12. Link resmi
Penelitian pendukung:
Chen, Q., et al. (2016). Time and Cost Performance of Design and Build Projects. Journal of Engineering Construction Management.
Hale, D. R., et al. (2009). Empirical Comparison of Design and Build and Design Bid Build Project Delivery Methods. Journal of Construction Engineering and Management.
Industri Kontruksi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 30 April 2025
Pendahuluan: Kompetensi sebagai Pilar Kualitas Proyek Konstruksi
Di tengah masifnya pembangunan infrastruktur di Indonesia, kualitas hasil konstruksi tidak hanya bergantung pada desain dan material, tetapi juga pada faktor yang kerap terabaikan: kompetensi tenaga kerja. Artikel ilmiah oleh Asril dan rekan-rekannya yang diterbitkan di Shell Civil Engineering Journal (SCEJ) Volume 9 No. 1 (2024), menyuguhkan kajian yang sangat relevan terhadap hal ini. Mereka mengevaluasi penerapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) terhadap tukang batu pada proyek pembangunan Kantor Camat Pasarwajo, Buton, tahun 2020.
Berangkat dari realitas bahwa mayoritas tenaga kerja di sektor konstruksi Indonesia berasal dari latar belakang pendidikan rendah dan memperoleh keahlian melalui pengalaman langsung, penelitian ini menyoroti tiga komponen utama kompetensi menurut SKKNI:
Kemampuan dalam tugas
Kemampuan mengatasi masalah
Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja
Metode Penelitian: Kualitatif Deskriptif yang Kontekstual
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, yang memungkinkan pemahaman holistik terhadap fenomena di lapangan. Responden terdiri dari tujuh tukang batu yang terlibat langsung dalam pembangunan pondasi dan plasteran. Meskipun jumlah responden terbatas, kedalaman data cukup terakomodasi melalui wawancara, observasi, dan kuesioner terstruktur berdasarkan indikator SKKNI.
Karakteristik penting dari responden:
100% berjenis kelamin laki-laki
75% berusia antara 36–60 tahun
50% hanya tamatan SD
75% memiliki pengalaman kerja 7–10 tahun
Statistik ini menggambarkan tipikal tenaga kerja konstruksi di daerah: berpengalaman, namun minim pendidikan formal atau pelatihan teknis yang terstruktur.
Hasil dan Analisis: Potret Kompetensi di Lapangan
🔹 1. Kemampuan dalam Tugas
Kompetensi teknis para tukang batu dinilai relatif baik. Sebanyak 85% responden mengaku memahami teori pekerjaan mereka. Lebih penting lagi, 100% merasa mampu bekerja dengan alat seadanya dan memiliki keahlian walau tidak bersertifikat. Ini menegaskan pentingnya pengalaman lapangan sebagai bentuk “pendidikan informal.”
Namun, hanya 60% yang mampu menyelesaikan pondasi dua meter dalam 30 menit. Artinya, masih ada ruang perbaikan dalam efisiensi teknis.
Analisis tambahan:
Masalah krusial muncul pada aspek ketelitian. Beberapa kerusakan pondasi, meski minor, berpotensi menimbulkan efek domino jika tidak diatasi.
Dalam konteks industri, rework akibat kesalahan manusia bisa menghabiskan hingga 5% dari total biaya proyek (menurut McGraw-Hill Construction, 2019).
🔹 2. Kemampuan Mengatasi Masalah
Sebanyak 75% responden menyatakan mampu menyelesaikan masalah pekerjaan secara cepat, seperti menangani kerusakan pondasi dan situasi darurat seperti kecelakaan kerja.
Namun, kemampuan dalam pengambilan keputusan masih lemah, di mana hanya 25% responden merasa percaya diri. Ini adalah kelemahan mendasar yang bisa menghambat kelancaran pekerjaan.
Nilai tambah dan kritik:
Dalam proyek konstruksi modern, respon cepat terhadap kendala teknis merupakan kunci. Penerapan lean construction menuntut pekerja untuk terlibat dalam problem solving aktif. Oleh karena itu, pelatihan keterampilan kognitif harus ditingkatkan.
Penulis tidak menyertakan perbandingan dengan proyek lain—misalnya proyek bersertifikasi ISO yang menuntut lebih tinggi aspek dokumentasi dan pengambilan keputusan.
🔹 3. Kemampuan Menyesuaikan Diri
Seluruh responden mampu bekerja di lingkungan bising, dan 70% merasa mampu berkomunikasi dengan baik. Namun, partisipasi lintas fungsi masih kurang. Hanya 55% yang sangat setuju bahwa mereka aktif dalam kerja tim.
Studi tambahan:
Berdasarkan studi oleh Ogunseiju (2023), proyek konstruksi di Asia Tenggara mengalami efisiensi 20% lebih tinggi ketika tenaga kerja dilatih dalam interpersonal skill.
Budaya kerja kolaboratif akan makin dibutuhkan seiring berkembangnya proyek berskala besar berbasis teknologi (misalnya BIM atau modular construction).
Pembahasan Lanjutan: Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi
Penelitian ini juga mengidentifikasi faktor eksternal yang memengaruhi penerapan kompetensi:
Kesadaran perusahaan untuk menerapkan SKKNI
Latar belakang pendidikan pekerja
Pengawasan proyek
Sikap dan usia pekerja
Menariknya, usia tua tidak selalu menjadi hambatan. Justru kombinasi pekerja senior dan junior dapat menciptakan transfer knowledge yang ideal, asalkan didukung budaya mentoring yang sehat.
Relevansi industri:
Dunia konstruksi sedang mengalami gelombang digitalisasi. Tenaga kerja adaptif menjadi tuntutan utama, bukan hanya terampil secara manual.
Sayangnya, penelitian belum mengkaji bagaimana kesiapan pekerja terhadap teknologi baru seperti drone site monitoring atau augmented reality (AR) dalam pelatihan.
Studi Banding: Bagaimana Negara Lain Mengelola Kompetensi?
Sebagai perbandingan, negara-negara seperti Malaysia dan Singapura telah menerapkan sistem sertifikasi tenaga kerja berbasis modul dengan asesmen kompetensi setiap 2 tahun (Zabidin et al., 2021). Di Indonesia, sistem sertifikasi seperti SKTK masih bersifat opsional dan tidak merata.
Rekomendasi:
Pemerintah dan asosiasi kontraktor perlu membuat sertifikasi wajib dan berkala untuk semua pekerja.
Perlu integrasi antara sistem pelatihan informal di lapangan dengan sertifikasi kompetensi resmi, agar pengalaman bisa divalidasi secara legal.
Implikasi Praktis dan Rekomendasi Kebijakan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun kompetensi pekerja sudah mencukupi, tetap diperlukan:
Pelatihan formal dan informal yang berkelanjutan
Peningkatan pengawasan kualitas kerja
Sertifikasi massal bagi pekerja berpengalaman
Peningkatan komunikasi dan kerja tim
Dampak praktis:
Penerapan standar kompetensi tidak hanya meningkatkan kualitas bangunan, tetapi juga mengurangi biaya rework dan meningkatkan keselamatan kerja.
Proyek yang menggunakan tenaga kerja tersertifikasi akan lebih dipercaya oleh investor dan pemilik proyek.
Kesimpulan Resensi: Antara Kompeten dan Tersertifikasi
Artikel ini merupakan kontribusi penting dalam mendorong penguatan kapasitas SDM di sektor konstruksi. Evaluasi terhadap kompetensi tukang batu bukan hanya soal keterampilan teknis, tetapi juga mencerminkan kesiapan Indonesia dalam bersaing secara global di sektor infrastruktur.
Namun, untuk benar-benar melompat ke level berikutnya, perlu reformasi menyeluruh dalam sistem pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja konstruksi di Indonesia. Masa depan konstruksi bukan hanya soal membangun gedung, tetapi juga membangun manusia yang membangunnya.
Referensi Sumber Asli
Penelitian ini diterbitkan dalam:
Asril, M. Chaiddir Hajia, M. Abdu, H. Kundrad SR. (2024). Evaluasi Kompetensi Pekerja pada Proyek Pembangunan Kantor Camat Pasarwajo Tahun 2020. Shell Civil Engineering Journal, Vol. 9 No. 1, hlm. 27–34.
Akses resmi: https://doi.org/10.35326/scej.v9i1.6142
Industri Kontruksi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 30 April 2025
Pendahuluan: Tantangan SDM di Industri Konstruksi
Industri konstruksi adalah salah satu sektor paling dinamis dan menantang dalam perekonomian global. Di balik gemerlap gedung pencakar langit dan proyek infrastruktur megah, terdapat tantangan serius terkait sumber daya manusia (SDM), terutama dalam merekrut dan mempertahankan tenaga kerja profesional. Dalam konteks inilah, tesis Jennifer Dawn Moore memberikan kontribusi penting: menelaah nilai kerja dan ekspektasi karier mahasiswa jurusan manajemen konstruksi yang akan memasuki dunia kerja.
Studi ini tidak hanya relevan untuk kalangan akademik, tetapi juga bagi perusahaan yang ingin menyesuaikan strategi HR mereka agar sesuai dengan nilai dan harapan generasi baru. Dengan pendekatan kuantitatif berbasis survei dan interpretasi mendalam, penelitian ini menguak dimensi psikologis dan sosiologis dari calon profesional konstruksi masa depan.
Metodologi dan Kerangka Teoretis
Moore menggunakan pendekatan non-eksperimental dan survei deskriptif terhadap mahasiswa tingkat akhir program sarjana Manajemen Konstruksi di universitas terbesar yang diakreditasi oleh American Council for Construction Education (ACCE). Peneliti mengidentifikasi korelasi antara karakteristik pribadi seperti gender, usia, latar belakang ekonomi keluarga, hingga afiliasi politik, dengan nilai kehidupan, perilaku, dan nilai kerja.
Secara teoretis, penelitian ini bertumpu pada model nilai yang dikembangkan oleh Milton Rokeach dan teori pembangunan karier dari Brown (2002), yang menekankan bahwa nilai—baik nilai hidup maupun kerja—merupakan kompas utama dalam pengambilan keputusan karier seseorang.
Temuan Utama: Potret Nilai dan Harapan Generasi Muda
1. Nilai Hidup dan Perilaku: Lebih Individualis, Kurang Sosial
Penelitian menemukan bahwa nilai yang bersifat self-centered seperti ambisi pribadi, pengakuan, dan prestasi menempati peringkat tertinggi. Sementara nilai social-centered seperti pelayanan publik dan keterlibatan sosial justru mendapat peringkat rendah. Ini mengindikasikan pergeseran nilai generasi baru yang lebih fokus pada pencapaian pribadi daripada kontribusi sosial.
Data ini diperkuat oleh tabel peringkat nilai terminal dan instrumental yang menunjukkan kecenderungan peserta menilai tinggi nilai-nilai kompetensi dan moral, namun tetap menempatkan kenyamanan pribadi dan status di atas nilai sosial.
2. Nilai Kerja: Status dan Independensi Lebih Dihargai
Dalam dimensi nilai kerja, aspek seperti status dan kemandirian (contohnya: posisi manajerial, fleksibilitas kerja, dan kontrol terhadap pekerjaan) dinilai lebih penting dibandingkan dengan aspek seperti pertumbuhan kompetensi atau keamanan kerja. Ini menunjukkan bahwa generasi baru mendambakan kontrol atas karier mereka, serta posisi yang memberi mereka pengaruh dan fleksibilitas.
Studi Kasus & Data Pendukung
Statistik Penting:
Studi Kasus Nyata:
Beberapa kutipan dari studi oleh Dainty et al. (2000) memperkuat temuan Moore—banyak karyawan muda di industri konstruksi merasa tidak memiliki jalur karier yang jelas, kurang mendapatkan pelatihan, dan sering dipindahkan proyek tanpa pertimbangan kondisi keluarga atau preferensi pribadi.
Analisis Tambahan: Perbandingan dengan Penelitian Sejenis
Penelitian Moore senada dengan temuan Judge & Bretz (1992) yang menyatakan bahwa individu cenderung memilih pekerjaan yang sejalan dengan nilai pribadi mereka. Namun, Moore memperluas cakupan dengan menyertakan variabel demografis yang jarang disentuh dalam penelitian nilai kerja, seperti afiliasi politik dan ukuran kota asal.
Selain itu, Moore membedakan antara nilai terminal (tujuan akhir hidup) dan instrumental (cara atau perilaku untuk mencapai tujuan tersebut), yang memperkaya analisis karier dibanding studi nilai kerja konvensional.
Implikasi Praktis: Apa yang Harus Dilakukan Industri?
1. Perubahan Strategi HR
Industri konstruksi harus bergeser dari pendekatan HR tradisional yang reaktif menjadi Strategic Human Resource Management (SHRM) yang proaktif dan personal. Ini meliputi:
Penyusunan jalur karier yang jelas dan terstruktur.
Pelatihan berkelanjutan berbasis minat karyawan.
Sistem evaluasi kinerja yang transparan dan objektif.
2. Employer Branding yang Lebih Modern
Perusahaan konstruksi perlu memodernisasi citra mereka agar menarik bagi Generasi Z dan milenial. Ini termasuk menekankan aspek teknologi, inovasi hijau, dan dampak sosial positif dari proyek-proyek yang dikerjakan.
3. Fleksibilitas dan Keseimbangan Kerja-Hidup
Penempatan proyek dan sistem kerja harus lebih adaptif terhadap kebutuhan personal, termasuk pekerjaan jarak jauh (remote site management), sistem rotasi proyek yang terencana, dan pertimbangan situasi keluarga.
Kritik & Refleksi
Salah satu keterbatasan penelitian ini adalah cakupan geografis yang terbatas (hanya satu universitas besar di AS). Ini mungkin membatasi generalisasi temuan ke seluruh populasi calon profesional konstruksi global. Namun, pendekatan metodologis yang kuat dan kerangka teoretis yang jelas memberikan keandalan dalam konteks Amerika Utara.
Sisi lain, pendekatan Moore yang menggabungkan faktor-faktor seperti spiritualitas, status ekonomi masa kecil, dan orientasi politik dalam menganalisis nilai kerja menunjukkan keberanian metodologis dan wawasan yang mendalam.
Kesimpulan: Menyongsong Masa Depan Konstruksi dengan Memahami Manusia
Dalam dunia yang terus berubah, kunci keberhasilan perusahaan bukan hanya teknologi atau modal, melainkan manusia. Tesis Moore mengingatkan kita bahwa untuk merekrut dan mempertahankan talenta terbaik, perusahaan harus memahami apa yang mereka hargai, apa yang mereka cari dalam karier, dan bagaimana perusahaan bisa menjadi tempat bertumbuh, bukan sekadar bekerja.
Studi ini adalah panggilan bagi industri konstruksi untuk merombak pendekatan HR-nya dan menyambut generasi baru pekerja dengan strategi yang lebih manusiawi, fleksibel, dan strategis.
Sumber Asli:
Jennifer Dawn Moore (2011). Entering Construction Professionals: Survey of Work Values and Career Expectations. Colorado State University.