Lean Construction

Menakar Efektivitas Model Maturitas Lean Construction: Tinjauan Kritis terhadap 24 Model Global

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Dalam dekade terakhir, Lean Construction (LC) telah berkembang menjadi filosofi kunci dalam dunia konstruksi yang bertujuan mengurangi pemborosan, meningkatkan efisiensi, dan memaksimalkan nilai bagi pelanggan. Namun, implementasinya sering kali tidak terstruktur, bahkan tidak terukur. Oleh karena itu, muncul kebutuhan akan alat ukur yang sistematis seperti Lean Construction Maturity Models (LCMMs). Artikel dari Jayanetti et al. (2023) melakukan tinjauan literatur sistematis terhadap 24 LCMM yang tersedia dan memberikan analisis kritis terhadap kekuatan, kelemahan, serta peluang pengembangan model-model tersebut.

Latar Belakang: Mengapa Maturitas Perlu Diukur?

LC bukan sekadar penerapan alat-alat lean, melainkan transformasi organisasi yang kompleks dan progresif. Model maturitas hadir sebagai kerangka kerja untuk:

  • Mengidentifikasi posisi saat ini dalam perjalanan implementasi LC;
  • Menilai keberhasilan langkah-langkah lean yang telah dilakukan;
  • Menyediakan roadmap peningkatan berkelanjutan.

Namun, tidak semua model mampu menyajikan penilaian komprehensif. Artikel ini memetakan kekuatan dan kelemahan dari masing-masing model agar dapat digunakan lebih optimal di berbagai konteks industri.

Metodologi: Sistematis dan Kritis Menggunakan PRISMA

Penulis menggunakan metode PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses) untuk menyaring lebih dari 7000 publikasi, dan akhirnya meninjau 61 artikel yang mencakup 24 model utama LCMM. Kriteria seleksi mencakup:

  • Relevansi terhadap LCMM;
  • Kualitas penulisan dan validasi model;
  • Kelengkapan atribut dan metode penilaian.

Temuan Utama: 24 Model, Beragam Fokus dan Atribut

Dari 24 model, sebagian besar mengadopsi prinsip Lean Koskela (1992), termasuk:

  • Pengurangan pemborosan (waste);
  • Penambahan nilai berdasarkan kebutuhan pelanggan;
  • Peningkatan berkelanjutan;
  • Transparansi proses;
  • Standardisasi dan pengendalian kualitas.

Namun, hanya beberapa model yang mengintegrasikan semua prinsip ini secara holistik. Contohnya:

  • LCMM oleh Nesensohn: mencakup semua prinsip LC, memiliki sistem penilaian berbobot dan validasi empiris.
  • Lean IPD Health and Maturity Model: menawarkan pernyataan ideal dan praktik terbaik.
  • LCR Model: cepat digunakan (satu jam site visit), tetapi terlalu sederhana dan kurang validasi mendalam.

Studi Kasus Negara dan Industri

Beberapa model dirancang khusus untuk konteks nasional:

  • HALMAT (UK): digunakan untuk proyek infrastruktur Highways England.
  • DOLC (Brasil): menyesuaikan dengan karakteristik industri lokal dan hanya mengkaji readiness lean, bukan maturitas penuh.
  • M19 (Yordania) & M20 (Tiongkok): terbatas pada wilayah dan struktur perusahaan tertentu, kurang relevan untuk aplikasi lintas negara.

Kekuatan yang Ditemukan pada Model-Model Terseleksi

  • Validasi Lapangan: Model seperti LCMM Nesensohn telah diuji di proyek nyata.
  • Pemetaan Level Maturitas yang Jelas: Pengguna dapat memahami posisi organisasi dan target peningkatan.
  • Atribut Terukur: Beberapa model menyediakan indikator kinerja, praktik terbaik, dan pernyataan ideal yang bisa digunakan untuk benchmarking.

Kelemahan Umum dan Tantangan yang Harus Diatasi

  1. Ketergantungan Konteks Lokal: Banyak model terlalu terikat pada negara atau industri spesifik. Ini menyulitkan adaptasi lintas lokasi.
  2. Tidak Mengkaji Semua Prinsip LC: Model seperti MMDPLC hanya mencakup sebagian prinsip (standardisasi, people, waste), bukan keseluruhan.
  3. Asesmen Subyektif: Beberapa model terlalu bergantung pada penilai internal, tanpa evaluasi dokumen atau data objektif.
  4. Kurangnya Dokumentasi Penggunaan Aktual: Banyak model tidak mencantumkan studi kasus implementasi nyata.
  5. Kurangnya Integrasi Teknologi: Aspek mekanisasi dan digitalisasi belum dipertimbangkan, padahal LC kini erat dengan BIM dan sistem digital lainnya.

Rekomendasi untuk Pengembangan LCMM yang Lebih Andal

  • Penggabungan Prinsip LC Secara Utuh: Idealnya semua prinsip LC digunakan agar model bersifat holistik.
  • Validasi Empiris Multinasional: Model harus diuji di berbagai negara agar fleksibel.
  • Gunakan Atribut yang Dapat Diukur: Penilaian berbasis data dan indikator lebih objektif daripada observasi subjektif.
  • Sertakan Teknologi Terkini: Integrasi dengan BIM, IoT, dan sistem manajemen digital memperkuat akurasi penilaian.
  • Skema Penilaian yang Fleksibel: Model harus memungkinkan adaptasi sesuai jenis proyek (perumahan, infrastruktur, industrial).

Kritik Akademik dan Ruang Penelitian Selanjutnya

Penulis menggarisbawahi bahwa LCMM masih merupakan ranah penelitian yang "muda" dibanding sektor IT dan manufaktur. Karena itu, dibutuhkan:

  • Studi perbandingan antarmodel secara kuantitatif;
  • Pengembangan model hybrid LC-BIM-IPD yang tetap menjaga fokus maturitas LC;
  • Kajian tentang pengaruh budaya organisasi terhadap implementasi LC.

Kesimpulan: Membangun Masa Depan Lean Construction melalui Penilaian yang Lebih Baik

Penelitian ini membuka wawasan bahwa keberhasilan Lean Construction tidak hanya terletak pada alat dan teknik, tetapi juga pada kematangan organisasi dalam mengadopsinya. Dengan pemetaan 24 model LCMM, artikel ini menyajikan peta jalan bagi pengembang model baru dan praktisi industri yang ingin menilai dan memperkuat implementasi lean secara sistematis.

Sumber asli artikel (tanpa tautan): Jayanetti, J. K. D. D. T., Perera, B. A. K. S., Waidyasekara, K. G. A. S., & Siriwardena, M. (2023). Critical Analysis of Lean Construction Maturity Models: A Systematic Literature Review. Buildings, 13(6), 1508.

 

Selengkapnya
Menakar Efektivitas Model Maturitas Lean Construction: Tinjauan Kritis terhadap 24 Model Global

Building Information Modeling

Masa Depan Transportasi Cerdas: Integrasi BIM dengan Fasilitas dan Infrastruktur Jalan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Di tengah laju urbanisasi global yang semakin cepat, tantangan terhadap efisiensi, keberlanjutan, dan konektivitas dalam pembangunan infrastruktur menjadi sangat krusial. Building Information Modeling (BIM) telah terbukti membantu sektor konstruksi dalam menciptakan efisiensi dan kolaborasi. Namun, potensi penuhnya baru terasa ketika BIM mulai diintegrasikan dengan sistem transportasi dan manajemen fasilitas. Paper karya Liu, Deng, Liu, dan Osmani (2024) ini menyajikan analisis mendalam mengenai tren integrasi BIM dengan transportasi dan fasilitas (T&Fs), serta memetakan masa depan perkembangannya.

Metodologi: Menggunakan Bibliometrik untuk Menguak Tren Riset Global

Penelitian ini menggunakan pendekatan bibliometrik dengan menganalisis 584 artikel dari database Web of Science Core Collection (WoSCC) dari tahun 1989 hingga 2023. Data dianalisis menggunakan dua perangkat utama: VOSviewer dan CiteSpace. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi kata kunci populer, tren waktu, institusi terlibat, dan negara paling aktif dalam riset integrasi BIM dan T&Fs.

Perkembangan Publikasi: 3 Fase Penting dalam 34 Tahun

  • Fase embrionik (1989–2010): Rata-rata kurang dari 10 publikasi per tahun, total 51 artikel (8.7%).
  • Fase germinasi (2011–2018): Lonjakan publikasi dengan total 158 artikel (27%).
  • Fase pertumbuhan cepat (2019–2023): Dominasi era ini dengan 375 artikel (64.2%). Puncaknya pada 2021 dengan 126 artikel.

Negara dan Kolaborasi Terdepan dalam Penelitian

  • Tiongkok memimpin dengan 182 publikasi dan aktif dalam kolaborasi internasional.
  • AS dengan 142 publikasi memiliki jumlah sitasi tertinggi (8471), mencerminkan pengaruh global.
  • Inggris, Korea Selatan, Australia, dan Kanada menyusul sebagai pelaku aktif.

Topik Hangat dan Kata Kunci Dominan

  • Top 3 Keyword: "BIM" (229 kali), "facility management" (150), "framework" (104).
  • Teknologi Terkait: point cloud, digital twin, IoT, algoritma optimasi, dan LCA (life cycle assessment).
  • Enam Klaster Penelitian: mulai dari manajemen fasilitas, visualisasi dan teknologi BIM, desain bangunan, hingga supply chain dan integrasi data semantik.

Aplikasi Nyata: Integrasi BIM pada Proyek Transportasi dan Fasilitas

Paper ini menyoroti beragam aplikasi BIM di proyek nyata, termasuk:

  • Pemilihan lokasi fasilitas transportasi: BIM digunakan bersama dengan algoritma dan GIS.
  • Manajemen rantai pasok logistik: membantu pengambilan keputusan real-time.
  • Simulasi lalu lintas dan analisis data: BIM memungkinkan integrasi sensor dan IoT untuk prediksi arus kendaraan.

Analisis Visual: Kekuatan Kolaborasi dan Tren Penelitian

Dengan bantuan VOSviewer, penulis memetakan jaringan kolaborasi antara 76 negara. China dan AS terlihat paling aktif bekerja sama. Selain itu, bidang ilmu dominan yang terlibat meliputi teknik sipil, teknologi bangunan, dan teknik lingkungan. Sayangnya, bidang seperti smart city dan human-centered design masih belum terlalu dieksplorasi.

Tren Masa Depan: Ke Mana Arah Integrasi BIM dan T&Fs?

  • Kata Kunci Baru: munculnya digital twin, data semantics, dan predictive maintenance.
  • Penguatan IoT dan Big Data: integrasi sensor real-time dan cloud computing menjadi agenda riset utama.
  • Pergeseran Fokus ke Operasional: BIM tidak lagi hanya untuk desain dan konstruksi, tetapi juga pemeliharaan dan optimalisasi pasca-konstruksi.

Kritik dan Keterbatasan Studi

  • Studi ini hanya menggunakan WoSCC, berpotensi melewatkan literatur dari database seperti Scopus atau Google Scholar.
  • Belum ada validasi empiris atau studi kasus mendalam—analisis murni berdasarkan publikasi.
  • Fokus masih sangat berbasis pada kata kunci dan metadata, belum menyentuh konten substansial tiap publikasi.

Rekomendasi dan Peluang Riset Lanjutan

  1. Kembangkan studi empiris berbasis proyek nyata—misalnya studi kasus integrasi BIM dan sistem transportasi bandara.
  2. Bangun kerangka kerja kolaboratif multi-disiplin—antara arsitek, insinyur, perencana transportasi, dan pengelola fasilitas.
  3. Integrasi dengan teknologi AI dan machine learning—untuk prediksi beban lalu lintas dan maintenance berbasis perilaku pengguna.
  4. Fokus pada integrasi dalam konteks smart cities dan SDGs—khususnya transportasi berkelanjutan dan infrastruktur cerdas.

Kesimpulan: Menuju Infrastruktur Kota Cerdas yang Terintegrasi dan Efisien

Melalui analisis bibliometrik mendalam, artikel ini menegaskan bahwa integrasi BIM dengan transportasi dan fasilitas bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan. Dengan tren teknologi seperti digital twin, IoT, dan LCA yang semakin kuat, peluang untuk menciptakan infrastruktur yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan terhubung kian terbuka lebar. Peneliti dan praktisi perlu menyambut tantangan ini dengan pendekatan kolaboratif dan strategi berbasis data.

Sumber asli artikel (tanpa tautan): Liu, Y., Deng, Y., Liu, Z., & Osmani, M. (2024). Integration of Building Information Modeling (BIM) with Transportation and Facilities: Recent Applications and Future Perspectives. Buildings, 14(2), 541.

 

Selengkapnya
Masa Depan Transportasi Cerdas: Integrasi BIM dengan Fasilitas dan Infrastruktur Jalan

Lean Construction

Minimnya Implementasi Lean Construction di Nigeria: Studi Empiris terhadap 12 Teknik dan Solusinya

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Industri konstruksi Nigeria dikenal sebagai salah satu sektor yang menyerap banyak tenaga kerja dan berkontribusi signifikan terhadap PDB. Namun, masalah klasik seperti pemborosan, keterlambatan proyek, dan efisiensi rendah masih membayangi. Lean Construction (LC), sebagai pendekatan sistemik yang menitikberatkan pada pengurangan limbah dan peningkatan nilai, telah menjadi solusi potensial secara global. Tetapi, seberapa jauh implementasinya di Nigeria? Artikel oleh Olatunji J. Oladiran (2022) mencoba menjawab pertanyaan ini melalui studi lapangan terhadap 50 proyek dari 10 organisasi konstruksi di Lagos.

Tujuan dan Lingkup Studi

Studi ini menyelidiki penggunaan 12 teknik Lean Construction, mengevaluasi tingkat implementasi, proses yang digunakan, manfaat yang diperoleh, serta strategi untuk meningkatkan adopsi teknik lean. Fokusnya pada proyek nyata menjadikan hasilnya sangat relevan untuk kebijakan dan praktik di lapangan.

Metodologi: Studi Lapangan dan Wawancara Terstruktur

Sebanyak 10 profesional konstruksi dari 10 organisasi (7 kontraktor dan 3 konsultan) diwawancarai mengenai 50 proyek yang sedang atau telah dijalankan. Teknik sampling yang digunakan adalah convenience sampling, dan data dianalisis dengan statistik deskriptif (rata-rata, frekuensi, persentase, modus).

Teknik Lean yang Diteliti:

  1. Last Planner System (LPS®)
  2. First-run studies
  3. Just-in-time (JIT)
  4. Total productive maintenance
  5. Concurrent design
  6. Kaizen
  7. Design for buildability
  8. Supply chain management
  9. Fail-safe quality and safety
  10. Daily huddle meetings
  11. Increased visualisation
  12. 5S (visual workplace)

Temuan Utama: Penggunaan Teknik Sangat Rendah

  • Rata-rata keseluruhan penggunaan 12 teknik hanya 1.83%.
  • Hanya empat teknik yang digunakan:
    • Fail-safe quality and safety (8%)
    • Increased visualisation (6%)
    • Daily huddle meetings (4%)
    • 5S (4%)
  • Delapan teknik lainnya tidak digunakan sama sekali dalam proyek yang diamati.

Studi Kasus Implementasi Teknik Lean

  • Fail-safe Quality and Safety: Digunakan oleh 5 dari 10 organisasi. Pendekatan mencakup penggunaan material bersertifikat SON, pengawasan ketat terhadap APD (Alat Pelindung Diri), dan pelatihan keselamatan bagi pekerja.
  • Daily Huddle Meetings: Diterapkan oleh 4 organisasi. Biasanya diadakan pagi hari antara manajer proyek dan mandor untuk mengevaluasi pekerjaan hari sebelumnya dan menyusun rencana harian.
  • Increased Visualisation: Diimplementasikan melalui pemasangan tanda-tanda keselamatan, jadwal kerja harian, dan grafik proyek di area kerja.
  • 5S Process: Digunakan untuk mengatur penyimpanan material dan peralatan. Foreman bertanggung jawab memastikan kerapihan dan efisiensi area kerja.

Dampak Positif dari Penerapan Lean

Berikut beberapa manfaat nyata yang diidentifikasi dari proyek-proyek yang menggunakan teknik lean:

  • Pengurangan pemborosan material dan waktu.
  • Peningkatan komunikasi antarpekerja.
  • Komitmen dan disiplin kerja lebih tinggi.
  • Penurunan kecelakaan kerja.
  • Kepuasan kerja dan rasa memiliki pekerja meningkat.

Sebagai contoh, pada satu organisasi, penggunaan daily huddle meeting berkontribusi pada penurunan keterlambatan kedatangan pekerja dan meningkatnya kolaborasi.

Tantangan dan Kendala

  • Kurangnya kesadaran dan pemahaman konsep lean.
  • Minimnya pelatihan khusus untuk mandor dan pekerja.
  • Tidak ada dukungan dari manajemen puncak.
  • Ketiadaan kebijakan pemerintah yang mendukung.

Kendala ini memperkuat argumen bahwa meskipun ada kesadaran awal, kesiapan adopsi lean di Nigeria masih rendah, seperti diungkap oleh Olamilokun (2014) dan Oladiran (2008).

Rekomendasi Strategis untuk Peningkatan Implementasi

  1. Pelatihan dan Edukasi: Diperlukan pelatihan formal tidak hanya untuk profesional, tetapi juga untuk pekerja lapangan.
  2. Dukungan Manajemen: Kebijakan internal perusahaan harus mendorong adopsi lean secara sistematis.
  3. Intervensi Pemerintah: Regulasi dan insentif perlu diciptakan untuk mendorong inovasi di sektor konstruksi.
  4. Kolaborasi dan Komunikasi: Peningkatan sinergi antara pemilik proyek, konsultan, dan kontraktor melalui rapat rutin dan keterbukaan informasi.
  5. Komitmen Organisasi: Komitmen tinggi dari setiap level organisasi merupakan syarat utama untuk keberhasilan adopsi lean.

Analisis Perbandingan Internasional

Temuan ini konsisten dengan hasil riset di negara berkembang lain:

  • India: LPS tidak dikenal luas; pelatihan diperlukan untuk mengurangi keterlambatan proyek (Rajprasad et al., 2014).
  • Mesir: Teknik seperti visual management dan JIT jarang digunakan (Swefie, 2013).
  • Yobe, Nigeria: Implementasi awal lean membutuhkan insentif finansial agar pekerja mau terlibat aktif (Adamu & Hamid, 2012).

Kesimpulan: Jalan Panjang Menuju Lean Construction di Nigeria

Studi ini menyimpulkan bahwa penggunaan teknik Lean Construction di Nigeria masih sangat rendah, terutama karena kurangnya pelatihan, pemahaman, dan dukungan kelembagaan. Meskipun demikian, proyek-proyek yang telah menerapkan sebagian teknik lean menunjukkan manfaat besar, termasuk efisiensi waktu, peningkatan kualitas, dan keselamatan kerja.

Dengan adopsi strategi yang tepat—terutama dalam pelatihan dan dukungan kebijakan—lean construction berpotensi merevolusi industri konstruksi Nigeria menuju efisiensi dan keberlanjutan.

Sumber asli artikel (tanpa tautan): Oladiran, O. J. (2022). An Investigation into the Usage of Lean Construction Techniques in Nigeria. Journal of Construction Project Management and Innovation, 7(1), 84–108.

 

Selengkapnya
Minimnya Implementasi Lean Construction di Nigeria: Studi Empiris terhadap 12 Teknik dan Solusinya

Building Information Modeling

Menjadikan BIM Sebagai Inti Manajemen Proyek: Tinjauan Kritis dan Peta Riset Masa Depan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Manajemen proyek dalam industri konstruksi (AEC) telah mengalami pergeseran paradigma besar berkat kehadiran Building Information Modeling (BIM). BIM bukan lagi sekadar alat visualisasi tiga dimensi, melainkan sistem informasi terintegrasi yang mampu mendorong efisiensi, kolaborasi, dan pengambilan keputusan strategis. Artikel dari Chan et al. (2018) menyajikan tinjauan literatur kritis terhadap 103 artikel yang membahas peran BIM dalam manajemen proyek, dengan cakupan tahun 2005 hingga 2017, dan berhasil mengkategorikan arah utama riset global yang membentuk fondasi pendekatan manajemen proyek berbasis BIM.

Metodologi Kajian: Struktur, Selektif, dan Bertarget

Mengikuti pendekatan sistematik yang dirancang berdasarkan metodologi review sebelumnya (Yi dan Chan, 2013), studi ini menyaring artikel dari 10 jurnal internasional terkemuka seperti Automation in Construction dan Journal of Construction Engineering and Management. Hanya artikel yang secara substansial membahas BIM dalam konteks manajemen proyek yang diikutkan, menghasilkan 103 artikel yang layak untuk ditinjau.

Tren Publikasi: Tiga Fase Evolusi Riset

  1. Fase awal (2005–2009): Penelitian masih jarang; rata-rata satu publikasi per tahun.
  2. Fase pertumbuhan (2010–2012): Publikasi mulai meningkat, rata-rata 4–5 artikel per tahun.
  3. Fase akselerasi (2013–2017): Frekuensi publikasi meningkat tajam, menandakan minat dan aplikasi BIM yang semakin luas di proyek konstruksi.

Lima Arah Penelitian Utama BIM dalam Manajemen Proyek

  1. Penerapan BIM sebagai Teknologi dalam Proyek:
    • Fokus pada pengembangan modul BIM, interoperabilitas data, dan algoritma untuk optimasi proses.
    • Contoh: Niu et al. (2016) mengembangkan “smart construction objects” untuk desain modular; Oraskari & Törmä (2015) membahas algoritma deteksi perubahan dalam model IFC.
  2. Aplikasi BIM dalam Ruang Lingkup Manajemen Proyek Spesifik:
    • BIM digunakan dalam estimasi biaya, penjadwalan proyek, keselamatan kerja, dan manajemen energi.
    • Lee et al. (2014) mengusulkan pendekatan berbasis ontologi untuk estimasi biaya.
    • Lu et al. (2016) mengembangkan kerangka keputusan keuangan berbasis BIM 5D.
  3. Isu Sistem Informasi dan Antarmuka:
    • Menyoroti integrasi BIM dengan sistem siber-fisik, platform kolaboratif berbasis cloud, dan teknologi seperti RFID atau VR.
    • Akanmu & Anumba (2015) mendefinisikan “cyber-physical system” untuk menjembatani fisik dan digital di proyek konstruksi.
  4. Lingkungan Institusional dan Regulasi BIM:
    • Perubahan budaya organisasi, mekanisme kolaboratif baru, serta peran regulasi nasional dalam mendorong adopsi BIM.
    • Studi oleh Poirier et al. (2016) dan Kokkonen & Alin (2016) menunjukkan bagaimana proyek memerlukan transformasi struktural agar BIM berhasil diimplementasikan.
  5. Strategi Adopsi dan Dampak Implementasi BIM:
    • Analisis manfaat dan tantangan adopsi BIM di berbagai negara.
    • Studi oleh Bryde et al. (2013) mencatat bahwa BIM meningkatkan koordinasi dan mengurangi biaya.
    • Rogers et al. (2015) mengeksplorasi adopsi BIM di Malaysia, menyoroti resistensi budaya sebagai penghambat utama.

Analisis Visual dan Sintesis: Peta Jalan Riset BIM-Proyek

Penulis menyusun kerangka sistematik dari awal aktivasi teknologi BIM, penerapannya pada proyek, integrasinya dengan sistem organisasi, hingga akhirnya pada evaluasi manfaat dan strategi skalabilitas. Tahapan ini dikategorikan sebagai berikut:

  • Aktivasi Teknologi (Technology Enablement): menyiapkan model, objek, dan algoritma.
  • Solusi Spesifik (Targeted Solutions): fokus pada area manajemen seperti biaya, waktu, mutu.
  • Integrasi Sistem (System Integration): penggunaan cloud, VR, RFID, dan lainnya.
  • Governance & Regulasi: menciptakan lingkungan yang kondusif.
  • Evaluasi & Strategi Adopsi: belajar dari keberhasilan dan hambatan implementasi.

Studi Kasus Terkait:

  • Cina: Liu et al. (2017) menunjukkan bahwa adopsi BIM meningkatkan kolaborasi lintas-disiplin.
  • Australia: Forsythe et al. (2015) menyatakan bahwa BIM mengurangi asimetri informasi di proyek publik.
  • Malaysia: Rogers et al. (2015) menyoroti pentingnya dukungan pemerintah dan edukasi profesional.

Kritik terhadap Literatur Saat Ini

  • Studi masih bersifat fragmentaris, kurang mengembangkan pendekatan holistik.
  • Kurangnya pemahaman sistem informasi sebagai komponen kunci integrasi BIM.
  • Minimnya riset empiris tentang implementasi BIM di proyek sektor swasta.
  • Masih terbatas penelitian yang menghubungkan BIM dengan outcome proyek (efisiensi biaya, ROI, dsb).

Rekomendasi untuk Peneliti dan Praktisi

  1. Bangun PMIS (Project Management Information System) berbasis BIM.
  2. Kembangkan model hybrid BIM dengan IoT, AI, dan teknologi lainnya.
  3. Dorong riset kolaboratif antar universitas, industri, dan regulator.
  4. Lakukan studi empiris multi-negara untuk validasi generalisasi temuan.
  5. Fokus pada metrik kinerja proyek dalam konteks adopsi BIM.

Kesimpulan: Membangun Masa Depan Manajemen Proyek Berbasis BIM

Tinjauan kritis ini memperlihatkan bahwa integrasi BIM ke dalam manajemen proyek bukan lagi sekadar opsi, melainkan kebutuhan strategis. Riset ke depan harus lebih berfokus pada sistemisasi penerapan, pengukuran dampak nyata, serta dukungan lingkungan regulatif dan budaya organisasi. Dengan mengadopsi pendekatan sistemik, BIM dapat menjadi tulang punggung manajemen proyek modern.

Sumber asli artikel (tanpa tautan): Chan, A. P. C., Ma, X., Yi, W., Zhou, X., & Xiong, F. (2018). Critical Review of Studies on Building Information Modeling (BIM) in Project Management. Frontiers of Engineering Management, 5(3), 394–406.

 

Selengkapnya
Menjadikan BIM Sebagai Inti Manajemen Proyek: Tinjauan Kritis dan Peta Riset Masa Depan

Lean dan Sustainable

Mengapa Lean dan Green Penting untuk Masa Depan Konstruksi?

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Isu efisiensi dan keberlanjutan kini menjadi pilar utama dalam industri konstruksi. Di satu sisi, sustainable construction menitikberatkan pada penghematan energi, pengurangan limbah, serta kenyamanan dan kesehatan pengguna gedung. Di sisi lain, lean construction berfokus pada efisiensi proses, menghilangkan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (muda), dan optimalisasi sumber daya.

Penelitian ini menyoroti bagaimana dua paradigma tersebut dapat disinergikan untuk menghasilkan proses dan bangunan berperforma tinggi (high-performance buildings and processes). Keduanya memiliki tujuan yang sama: penggunaan sumber daya secara efisien dan eliminasi pemborosan.

Perspektif Konseptual: Lean Bertemu Green

Penyatuan dua pendekatan ini dilandasi oleh kesamaan prinsip dasar, yakni pengurangan limbah. Sustainable construction berupaya meminimalkan penggunaan energi, air, dan material, serta menurunkan emisi dan polusi. Sementara lean construction menargetkan efisiensi proses seperti desain, produksi, dan logistik proyek.

Penulis menekankan bahwa banyak masalah dalam proyek ramah lingkungan berasal dari pendekatan eksekusi yang konvensional. Sebagai contoh, desain terpadu (integrated design) memang menghasilkan keputusan yang lebih bijak secara sistemik, tetapi membutuhkan sumber daya lebih banyak dan waktu yang lebih lama. Lean production menawarkan solusi dengan memfokuskan pada aktivitas bernilai tambah dan menghilangkan pemborosan dalam proses.

Studi Kasus: Pentagon dan Toyota, Bukti Nyata Sinergi Lean-Green

1. Renovasi Pentagon: Sinergi Inovatif antara Efisiensi dan Keberlanjutan

Proyek renovasi Pentagon menjadi contoh utama bagaimana lean dan green dapat diterapkan secara bersamaan. Renovasi dilakukan dalam beberapa fase selama 12 tahun dengan nilai proyek mencapai $1,06 miliar.

Salah satu inovasi signifikan adalah desain Fan Powered Induction Unit (FPIU) oleh kontraktor HVAC. Unit ini:

  • Menghilangkan kebutuhan ducting udara balik, menyederhanakan sistem mekanikal
  • Memberikan pencahayaan alami yang lebih banyak karena peningkatan tinggi plafon
  • Mengurangi jumlah ruang mekanikal dari 118 menjadi hanya 9 unit
  • Mencapai penghematan biaya instalasi sebesar 20%
  • Memberikan potensi penghematan energi sebesar 9% selama masa operasional

Yang paling penting, sistem ini memungkinkan re-konfigurasi ruang tanpa perubahan besar dalam sistem mekanik—suatu nilai tambah berkelanjutan yang tidak selalu dicapai dengan desain tradisional.

Selain itu, proses lean lainnya meliputi:

  • Penggunaan desain terpadu dan kontrak design-build
  • Pengurangan dokumen spesifikasi dari 3500 halaman menjadi 109 halaman RFP dengan 16 halaman spesifikasi performa
  • Penerapan kontrak dengan sistem fixed-price dan award-fee (hingga 10% keuntungan bagi kontraktor), yang memberikan insentif inovasi

Hasilnya, proyek-proyek Pentagon yang memperkenalkan pendekatan keberlanjutan lebih awal dalam siklus desain menunjukkan efisiensi biaya lebih tinggi dan pencapaian sertifikasi LEED (Leadership in Energy and Environmental Design) yang lebih baik.

Contohnya:

  • Pentagon Athletic Center (PAC) meraih target LEED Gold tanpa tambahan biaya
  • Metro Entrance Facility hanya memerlukan tambahan $110.000 untuk mencapai LEED Silver

2. Toyota South Campus: Lean Thinking sebagai Budaya Perusahaan

Kasus lain yang menarik datang dari proyek South Campus Toyota di Torrance, California. Toyota menerapkan inisiatif Process Green yang mengintegrasikan seleksi material ramah lingkungan, desain efisien, serta dorongan kepada vendor untuk melakukan praktik serupa.

Ciri khas Toyota adalah filosofi kaizen (perbaikan berkelanjutan), yang juga menjadi tulang punggung lean production. Melalui pendekatan ini, Toyota berhasil:

  • Membangun gedung kantor bersertifikat LEED Gold
  • Menekan biaya konstruksi hingga $63/sq.ft, setara dengan kisaran umum ($54–$76/sq.ft) untuk perkantoran di California Selatan
  • Mewujudkan efisiensi biaya tanpa kompromi terhadap performa lingkungan

Pencapaian ini mematahkan asumsi umum bahwa gedung hijau selalu lebih mahal. Sebaliknya, Toyota membuktikan bahwa strategi manajemen proses yang cerdas dapat menghasilkan bangunan ramah lingkungan tanpa mengorbankan efisiensi biaya.

Pelajaran Utama dari Studi Kasus

Dari studi di atas, penulis merumuskan tiga pelajaran utama:

  1. Fokus pada Nilai Pelanggan
    Dalam konteks proyek hijau, pelanggan tidak hanya pemilik gedung, tetapi juga lingkungan. Dengan memahami nilai dari sisi lingkungan, keputusan desain bisa diarahkan pada solusi yang benar-benar berkelanjutan.
  2. Tim Terintegrasi dan Strategi Kontrak Inovatif
    Struktur tim yang mendukung kolaborasi antar-disiplin dan model kontrak berbasis performa terbukti memacu efisiensi dan inovasi. Ini menjawab tantangan keberlanjutan yang kerap membutuhkan pendekatan lintas keahlian.
  3. Pemahaman Menyeluruh atas Proses
    Proyek Toyota menunjukkan bahwa pemahaman mendalam atas seluruh proses pembangunan—dari perencanaan hingga operasional—memungkinkan pencapaian keberlanjutan tanpa biaya tambahan besar.

Implikasi Lebih Luas untuk Industri Konstruksi

Tulisan ini tidak hanya menyajikan studi kasus sukses, tetapi juga menawarkan arah penelitian lanjutan. Penulis menyarankan bahwa keberhasilan proyek berkelanjutan akan semakin ditentukan oleh proses dan sistem manajemen proyek, bukan hanya teknologi ramah lingkungan.

Beberapa peluang riset ke depan meliputi:

  • Pengembangan tools untuk mengukur performa lean-green dalam proyek
  • Integrasi lean thinking dalam fase desain awal untuk menghindari pemborosan keputusan
  • Pemetaan titik-titik leverage dalam proses proyek untuk peningkatan efisiensi maksimal

Dalam konteks Indonesia, pendekatan ini sangat relevan. Banyak proyek pembangunan gedung pemerintah dan swasta masih menggunakan pendekatan tradisional. Padahal, dengan kombinasi lean-green, proyek bisa lebih hemat waktu, biaya, dan ramah lingkungan.

Penutup: Menyatukan Efisiensi dan Keberlanjutan

“Lean and Green” bukan hanya jargon menarik. Studi yang dilakukan Horman, Riley, Pulaski, dan Leyenberger ini menunjukkan bahwa penyatuan antara prinsip lean dan tujuan keberlanjutan mampu menghasilkan proyek yang lebih efisien, berkualitas tinggi, dan ramah lingkungan.

Integrasi lean dan green membuka cakrawala baru bagi pembangunan berkelanjutan yang tidak hanya baik bagi bumi, tetapi juga masuk akal secara bisnis. Industri konstruksi global, termasuk Indonesia, seharusnya mulai merumuskan kebijakan dan pelatihan yang mendukung implementasi kedua prinsip ini secara simultan.

Sumber artikel dalam bahasa aslinya:
Horman, M.J., Riley, D.R., Pulaski, M.H., & Leyenberger, C. Lean and Green: Integrating Sustainability and Lean Construction. Department of Architectural Engineering, Penn State University.

 

Selengkapnya
Mengapa Lean dan Green Penting untuk Masa Depan Konstruksi?

Rantai Pasok Digital

Menelusuri Rantai Pasok Produk Konstruksi di Inggris: Tantangan, Temuan, dan Implikasinya bagi Masa Depan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Rantai pasok produk konstruksi bukanlah sekadar jalur logistik dari pabrik ke proyek bangunan. Ia adalah ekosistem kompleks yang melibatkan banyak pemangku kepentingan, regulasi, alur informasi teknis, dan dinamika pasar. Laporan RPA (2025) tentang "Construction Product Supply Chain" menjadi tonggak penting dalam memahami kompleksitas ini di Inggris Raya, dengan fokus pada lima produk inti: kabel, cladding, fire barrier, fire door, dan isolasi. Artikel ini menyajikan resensi mendalam atas laporan tersebut dengan menyoroti studi kasus, data pasar, tantangan supply chain, serta potensi perbaikan.

Lima Produk, Lima Cerita Rantai Pasok

1. Kabel: Stabil, Tapi Bergantung Impor

Kabel merupakan salah satu produk konstruksi yang paling stabil secara teknis. Inovasi di sektor ini minim, namun regulasinya sangat ketat. Laporan ini mencatat bahwa Inggris adalah net importer untuk kabel terinsulasi, dengan 70% kebutuhan kabel diimpor, menciptakan trade deficit sebesar £870 juta per tahun. Estimasi pasar domestik untuk kabel berkisar £1,75 miliar – £2 miliar per tahun.

Studi kasus yang diangkat menyoroti bahwa proyek besar memiliki rantai pasok berbeda dibanding proyek kecil. Misalnya, proyek besar cenderung memiliki pemasok langsung dari produsen utama, sementara proyek kecil mengandalkan distributor atau retailer.

2. Cladding: Definisi Tak Konsisten, Rantai Pasok Tak Seragam

Cladding atau pelapis dinding merupakan kategori yang sangat kompleks dan bervariasi. Tidak ada definisi tunggal di industri, dan produk diklasifikasikan menjadi beberapa jenis seperti sandwich panels, rainscreen, curtain walling, dan lainnya.

Nilai pasar untuk sandwich panels saja diperkirakan £363 juta per tahun (estimasi dengan tingkat kepercayaan rendah). Salah satu temuan menarik dari laporan ini adalah adanya variasi drastis dalam rantai pasok tergantung apakah cladding dibeli sebagai sistem utuh atau dirakit secara pick and mix dari berbagai sumber, yang mengarah pada isu keamanan dan kesesuaian standar.

3. Fire Barrier: Minim Standar, Penuh Ketidakpastian

Produk penghenti api (fire barrier) masih kekurangan standar resmi di Inggris. Meski beberapa inisiatif sukarela telah dijalankan, tidak adanya standar nasional mengakibatkan pemasangan yang tidak seragam dan sulit diawasi.

Rantai pasoknya relatif langsung: dari produsen ke subkontraktor atau installer, sering kali dengan pengiriman langsung ke lokasi. Nilai pasar diperkirakan mencapai £1 miliar per tahun, namun ini merupakan estimasi dengan ketidakpastian tinggi. Laporan juga mencatat tidak adanya pelatihan instalasi yang sistematis, yang berisiko terhadap kualitas dan efektivitas proteksi kebakaran.

4. Fire Door: Definisi Bervariasi, Tantangan Sertifikasi

Perbedaan antara fire doorset (produk utuh dari satu produsen) dan fire door assembly (komponen dari berbagai sumber) menjadi tantangan utama dalam memastikan standar keamanan. Estimasi pasar fire door berada di angka £2,5 miliar – £3 miliar per tahun, dengan defisit perdagangan sekitar £323 juta per tahun.

Laporan juga menyoroti bahwa hanya pintu eksternal yang memiliki standar resmi, sedangkan pintu internal tidak memiliki regulasi terpusat—sebuah celah yang sangat penting dalam konteks keselamatan bangunan.

5. Insulasi: Produk Lokal, Aliran Informasi Lemah

Insulasi merupakan satu-satunya produk yang sebagian besar diproduksi secara lokal di Inggris. Nilai pasar berkisar antara £1 miliar – £4 miliar per tahun, dan Inggris mencatat trade surplus sebesar £205 juta per tahun untuk produk ini.

Namun, karena volumenya besar dan bobotnya ringan, insulasi cenderung tidak dikirimkan dalam jarak jauh. Masalah utama yang dicatat adalah kurangnya informasi teknis yang disediakan distributor kepada installer di lapangan—celah komunikasi yang dapat berdampak pada performa dan efisiensi bangunan.

Temuan Penting: Rantai Pasok dan Aliran Informasi

Ukuran Pasar: Kompleks dan Sulit Diukur

RPA menggunakan pendekatan “top-down” untuk memperkirakan nilai pasar, namun mengakui tantangan besar dalam mengumpulkan data yang akurat. Pasar produk konstruksi bersifat sangat terfragmentasi, dengan kombinasi berbagai jenis produk, skala perusahaan, dan tingkat integrasi vertikal.

Estimasi dilakukan dengan menggabungkan kode PRODCOM, data ONS (Office for National Statistics), dan validasi dari pemangku kepentingan industri.

https://www.diklatkerja.com/course/erp-implementation-for-supply-chain-management/Supply Chain Mapping: Dipengaruhi Ukuran Proyek dan Sistem Produk

Dua variabel kunci yang mempengaruhi rantai pasok adalah:

  • Ukuran proyek (besar vs kecil)
  • Apakah produk digunakan dalam bentuk sistem utuh atau komponen terpisah

Contoh menarik adalah penggunaan cladding sistemik vs pick and mix. Yang pertama cenderung memiliki jaminan kualitas dan garansi, sementara yang kedua rawan inkonsistensi performa karena tidak diuji sebagai satu sistem.

Aliran Informasi: Masih Linier dan Lemah

Mayoritas aliran informasi masih bersifat linier dan satu arah: dari produsen ke pengguna akhir, tanpa umpan balik atau komunikasi dua arah. Informasi teknis seringkali tidak lengkap, tidak standar, atau bahkan hilang dalam proses distribusi.

Salah satu temuan penting adalah keyakinan keliru di antara pelaku industri bahwa beberapa standar sukarela bersifat wajib. Hal ini menunjukkan adanya kebingungan yang memerlukan edukasi dan sosialisasi lebih luas terkait regulasi.

Studi Kasus Unggulan

1. Fire Barrier dan Tantangan Instalasi

Salah satu studi kasus membahas bagaimana installer kesulitan memilih dan memasang firestopping system yang sesuai karena kurangnya pelatihan dan informasi. Hal ini mengakibatkan penggunaan produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis, berpotensi merusak integritas bangunan terhadap kebakaran.

2. Produk Komposit Cladding: Risiko dari Sistem Pick and Mix

Cladding yang dirakit dari berbagai sumber tanpa pengujian sebagai satu sistem menunjukkan risiko tinggi kegagalan performa. Laporan menyarankan perlunya sertifikasi sistemik atau peningkatan praktik spesifikasi.

3. Aliran Informasi: Siapa Bertanggung Jawab?

Studi terakhir mengulas peran distributor dan produsen dalam menyediakan informasi. Banyak installer menerima informasi yang minim atau tidak diperbarui, terutama dalam proyek besar di mana spesifikasi sering berubah.

Rekomendasi dan Kritik

Kekuatan Studi:

  • Komprehensif: Mencakup semua aspek dari definisi produk, regulasi, pasar, hingga supply chain.
  • Studi kasus kontekstual: Menghidupkan analisis dengan contoh nyata.
  • Kombinasi data primer dan sekunder: Memberikan kedalaman dan validitas.

Kelemahan:

  • Estimasi pasar masih lemah, terutama untuk produk seperti firestopping.
  • Ketergantungan pada partisipasi stakeholder: partisipasi terbatas memengaruhi keandalan.
  • Tidak menjawab secara eksplisit bagaimana teknologi digital (misalnya BIM) dapat memperbaiki aliran informasi.

Penutup: Masa Depan Rantai Pasok Produk Konstruksi

Laporan ini menggarisbawahi bahwa keandalan rantai pasok produk konstruksi sangat bergantung pada kejelasan definisi produk, alur informasi yang efisien, serta sistem regulasi yang konsisten. Di tengah upaya digitalisasi industri melalui Building Information Modelling (BIM) dan kebijakan Net Zero, perbaikan alur data, transparansi spesifikasi, dan standarisasi produk menjadi krusial.

Penting pula bagi pelaku industri di negara berkembang seperti Indonesia untuk belajar dari kompleksitas dan tantangan ini. Penerapan standar nasional yang kuat, edukasi lintas sektor, serta penguatan sertifikasi berbasis sistem dapat menjadi pilar rantai pasok yang lebih aman dan efisien.

Sumber asli artikel:
RPA (2022): Construction products supply chain, report for Office for Product Safety & Standards (OPSS), January 2023, Norwich, Norfolk, UK.

 

Selengkapnya
Menelusuri Rantai Pasok Produk Konstruksi di Inggris: Tantangan, Temuan, dan Implikasinya bagi Masa Depan
« First Previous page 113 of 997 Next Last »