Dalam dekade terakhir, Lean Construction (LC) telah berkembang menjadi filosofi kunci dalam dunia konstruksi yang bertujuan mengurangi pemborosan, meningkatkan efisiensi, dan memaksimalkan nilai bagi pelanggan. Namun, implementasinya sering kali tidak terstruktur, bahkan tidak terukur. Oleh karena itu, muncul kebutuhan akan alat ukur yang sistematis seperti Lean Construction Maturity Models (LCMMs). Artikel dari Jayanetti et al. (2023) melakukan tinjauan literatur sistematis terhadap 24 LCMM yang tersedia dan memberikan analisis kritis terhadap kekuatan, kelemahan, serta peluang pengembangan model-model tersebut.
Latar Belakang: Mengapa Maturitas Perlu Diukur?
LC bukan sekadar penerapan alat-alat lean, melainkan transformasi organisasi yang kompleks dan progresif. Model maturitas hadir sebagai kerangka kerja untuk:
- Mengidentifikasi posisi saat ini dalam perjalanan implementasi LC;
- Menilai keberhasilan langkah-langkah lean yang telah dilakukan;
- Menyediakan roadmap peningkatan berkelanjutan.
Namun, tidak semua model mampu menyajikan penilaian komprehensif. Artikel ini memetakan kekuatan dan kelemahan dari masing-masing model agar dapat digunakan lebih optimal di berbagai konteks industri.
Metodologi: Sistematis dan Kritis Menggunakan PRISMA
Penulis menggunakan metode PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses) untuk menyaring lebih dari 7000 publikasi, dan akhirnya meninjau 61 artikel yang mencakup 24 model utama LCMM. Kriteria seleksi mencakup:
- Relevansi terhadap LCMM;
- Kualitas penulisan dan validasi model;
- Kelengkapan atribut dan metode penilaian.
Temuan Utama: 24 Model, Beragam Fokus dan Atribut
Dari 24 model, sebagian besar mengadopsi prinsip Lean Koskela (1992), termasuk:
- Pengurangan pemborosan (waste);
- Penambahan nilai berdasarkan kebutuhan pelanggan;
- Peningkatan berkelanjutan;
- Transparansi proses;
- Standardisasi dan pengendalian kualitas.
Namun, hanya beberapa model yang mengintegrasikan semua prinsip ini secara holistik. Contohnya:
- LCMM oleh Nesensohn: mencakup semua prinsip LC, memiliki sistem penilaian berbobot dan validasi empiris.
- Lean IPD Health and Maturity Model: menawarkan pernyataan ideal dan praktik terbaik.
- LCR Model: cepat digunakan (satu jam site visit), tetapi terlalu sederhana dan kurang validasi mendalam.
Studi Kasus Negara dan Industri
Beberapa model dirancang khusus untuk konteks nasional:
- HALMAT (UK): digunakan untuk proyek infrastruktur Highways England.
- DOLC (Brasil): menyesuaikan dengan karakteristik industri lokal dan hanya mengkaji readiness lean, bukan maturitas penuh.
- M19 (Yordania) & M20 (Tiongkok): terbatas pada wilayah dan struktur perusahaan tertentu, kurang relevan untuk aplikasi lintas negara.
Kekuatan yang Ditemukan pada Model-Model Terseleksi
- Validasi Lapangan: Model seperti LCMM Nesensohn telah diuji di proyek nyata.
- Pemetaan Level Maturitas yang Jelas: Pengguna dapat memahami posisi organisasi dan target peningkatan.
- Atribut Terukur: Beberapa model menyediakan indikator kinerja, praktik terbaik, dan pernyataan ideal yang bisa digunakan untuk benchmarking.
Kelemahan Umum dan Tantangan yang Harus Diatasi
- Ketergantungan Konteks Lokal: Banyak model terlalu terikat pada negara atau industri spesifik. Ini menyulitkan adaptasi lintas lokasi.
- Tidak Mengkaji Semua Prinsip LC: Model seperti MMDPLC hanya mencakup sebagian prinsip (standardisasi, people, waste), bukan keseluruhan.
- Asesmen Subyektif: Beberapa model terlalu bergantung pada penilai internal, tanpa evaluasi dokumen atau data objektif.
- Kurangnya Dokumentasi Penggunaan Aktual: Banyak model tidak mencantumkan studi kasus implementasi nyata.
- Kurangnya Integrasi Teknologi: Aspek mekanisasi dan digitalisasi belum dipertimbangkan, padahal LC kini erat dengan BIM dan sistem digital lainnya.
Rekomendasi untuk Pengembangan LCMM yang Lebih Andal
- Penggabungan Prinsip LC Secara Utuh: Idealnya semua prinsip LC digunakan agar model bersifat holistik.
- Validasi Empiris Multinasional: Model harus diuji di berbagai negara agar fleksibel.
- Gunakan Atribut yang Dapat Diukur: Penilaian berbasis data dan indikator lebih objektif daripada observasi subjektif.
- Sertakan Teknologi Terkini: Integrasi dengan BIM, IoT, dan sistem manajemen digital memperkuat akurasi penilaian.
- Skema Penilaian yang Fleksibel: Model harus memungkinkan adaptasi sesuai jenis proyek (perumahan, infrastruktur, industrial).
Kritik Akademik dan Ruang Penelitian Selanjutnya
Penulis menggarisbawahi bahwa LCMM masih merupakan ranah penelitian yang "muda" dibanding sektor IT dan manufaktur. Karena itu, dibutuhkan:
- Studi perbandingan antarmodel secara kuantitatif;
- Pengembangan model hybrid LC-BIM-IPD yang tetap menjaga fokus maturitas LC;
- Kajian tentang pengaruh budaya organisasi terhadap implementasi LC.
Kesimpulan: Membangun Masa Depan Lean Construction melalui Penilaian yang Lebih Baik
Penelitian ini membuka wawasan bahwa keberhasilan Lean Construction tidak hanya terletak pada alat dan teknik, tetapi juga pada kematangan organisasi dalam mengadopsinya. Dengan pemetaan 24 model LCMM, artikel ini menyajikan peta jalan bagi pengembang model baru dan praktisi industri yang ingin menilai dan memperkuat implementasi lean secara sistematis.
Sumber asli artikel (tanpa tautan): Jayanetti, J. K. D. D. T., Perera, B. A. K. S., Waidyasekara, K. G. A. S., & Siriwardena, M. (2023). Critical Analysis of Lean Construction Maturity Models: A Systematic Literature Review. Buildings, 13(6), 1508.