Physics of Failure Modeling

Interaksi Tegangan Mempengaruhi Rencana Uji Umur Produk Melalui Optimasi Swarm Partikel

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 15 April 2025


Pendahuluan

Produk berkelanjutan seperti kendaraan listrik dan inverter surya memerlukan uji ketahanan jangka panjang untuk memastikan performa dan keamanan. Namun, pengujian ini membutuhkan waktu dan biaya tinggi. Solusi yang populer adalah Accelerated Life Testing (ALT), yang mensimulasikan kondisi ekstrem untuk mempercepat kegagalan produk. Tapi banyak penelitian hanya mempertimbangkan satu tegangan (stress) secara independen, tanpa memperhitungkan interaksi antar tegangan yang bisa menyebabkan hasil pengujian tidak akurat.

Artikel ini menawarkan pendekatan baru: perencanaan ALT berbasis interaksi multi-stress yang dimodelkan menggunakan Particle Swarm Optimization (PSO)—sebuah algoritma optimasi inspirasi perilaku kawanan burung.

Latar Belakang: Kelemahan Perencanaan ALT Konvensional

Kebanyakan model ALT mengasumsikan bahwa parameter distribusi waktu gagal produk bersifat independen. Namun kenyataannya, interaksi antara suhu, arus, dan tekanan mekanik bisa mengubah karakteristik kegagalan. Studi ini membandingkan dua pendekatan:

  • ALT tanpa interaksi antar tegangan
  • ALT dengan interaksi, menggunakan pendekatan matematis berbasis model Arrhenius

Perbandingan ini dilakukan untuk mendapatkan rencana uji optimal yang dapat meminimalkan variabilitas estimasi dan memaksimalkan presisi prediksi masa pakai.

Metodologi

Langkah 1: Pengumpulan Data Eksperimen Awal

Eksperimen dilakukan pada sambungan solder dengan 3 tegangan utama:

  • Suhu (75°C hingga 120°C)
  • Kerapatan arus (2960 A/cm² hingga 6907 A/cm²)
  • Tegangan mekanik (0 MPa hingga 394.71 MPa)

Dari kombinasi 3 tegangan tersebut, diperoleh 7 skenario pengujian (SC1–SC7) dengan hasil waktu rata-rata hingga kegagalan (Average Time to Failure/ATF) antara 8 menit hingga 31.444 menit.

Langkah 2: Simulasi Data Gagal Palsu (Pseudo-Time-to-Failure)

Digunakan Monte Carlo Simulation untuk menghasilkan 50 data gagal buatan per skenario berdasarkan ATF yang diperoleh.

Langkah 3: Estimasi Parameter Model Menggunakan PSO

Model ALT dibangun dalam dua versi:

  • Tanpa interaksi: 4 parameter (γ₀, γ₁, γ₂, γ₃)
  • Dengan interaksi: 8 parameter (γ₀ s/d γ₇)

Parameter seperti γ₁ dan γ₂ merepresentasikan sensitivitas terhadap masing-masing tegangan. Model Weibull digunakan sebagai dasar distribusi kegagalan. Nilai parameter dikodekan sebagai partikel dalam PSO, dan nilai fitness diukur menggunakan log-likelihood function.

Hasil PSO menunjukkan bahwa model tanpa interaksi konvergen dalam 48 iterasi, sementara model dengan interaksi membutuhkan hingga 205 iterasi karena jumlah parameter lebih banyak.

Studi Kasus: Perencanaan ALT untuk Sambungan Solder

Desain Eksperimen: Latin Hypercube Design (LHD)

Dua desain LHD diuji:

  • Case I: urutan tegangan meningkat secara sistematis
  • Case II: urutan acak untuk mengeksplorasi variasi respon

Optimasi Rencana Uji (ALT Planning)

Langkah optimasi menggunakan kembali PSO tahap kedua untuk:

  • Menentukan tingkat tegangan optimal
  • Menentukan alokasi jumlah sampel optimal pada setiap kombinasi tegangan

Kriteria optimasi yang digunakan adalah D-Optimality, yaitu memaksimalkan determinan dari Fisher Information Matrix (FIM) untuk menghasilkan estimasi parameter yang paling presisi.

Hasil Perencanaan ALT

  • Rencana dengan interaksi menghasilkan pengalokasian sampel berbeda dibanding tanpa interaksi.
  • Pada kedua kasus, lebih banyak sampel dialokasikan ke kombinasi tegangan rendah, sesuai prinsip efisiensi informasi.
  • Model dengan interaksi menghasilkan determinan FIM lebih besar, menandakan estimasi parameter lebih akurat.

Verifikasi Interaksi Tegangan: Mengapa Ini Penting

Grafik interaksi respons (GRA) menunjukkan bahwa kurva respons antara dua tegangan saling berpotongan—menandakan interaksi yang signifikan. Jika ini diabaikan, prediksi umur produk dapat bias atau tidak realistis.

Contoh nyata: Jika hanya suhu dan arus yang diuji tanpa mempertimbangkan interaksi dengan tegangan mekanik, umur produk bisa diprediksi jauh lebih lama dari kenyataannya—membahayakan konsumen atau pengguna industri.

Keunggulan Pendekatan PSO dengan Interaksi

  • Akurasi lebih tinggi dalam prediksi umur produk
  • Mendeteksi kegagalan lebih awal pada produk berkeandalan tinggi
  • Hemat biaya & waktu uji melalui distribusi sampel yang efisien
  • Adaptif terhadap data eksperimental dan historis

Kritik dan Batasan

  • PSO memerlukan waktu komputasi tinggi pada model kompleks (hingga 10.000 iterasi).
  • Pendekatan ini tidak cocok untuk produk dengan data sangat sedikit.
  • Butuh pengujian tambahan untuk validasi model jika diterapkan di industri berbeda.

Namun, pendekatan ini ideal untuk produk-produk bernilai tinggi dan berskala besar, seperti:

  • Komponen otomotif
  • Perangkat medis
  • Sistem energi terbarukan

Kesimpulan

Model ALT dengan mempertimbangkan interaksi tegangan memberikan kerangka kerja kuantitatif yang unggul dibanding metode tradisional. Dengan dukungan algoritma Particle Swarm Optimization, pendekatan ini menghasilkan perencanaan pengujian yang:

  • Lebih efisien
  • Lebih akurat
  • Dan lebih sesuai dengan kenyataan multi-tegangan di lapangan

Bagi industri yang ingin meningkatkan keandalan produk tanpa membuang sumber daya, model ini adalah masa depan dari Accelerated Life Testing.

Sumber : Okafor, E.G., Vinson, W., & Huitink, D.R. Effect of Stress Interaction on Multi-Stress Accelerated Life Test Plan: Assessment Based on Particle Swarm Optimization. Sustainability 2023, 15, 3451.

Selengkapnya
Interaksi Tegangan Mempengaruhi Rencana Uji Umur Produk Melalui Optimasi Swarm Partikel

Physics of Failure Modeling

Industri Semikonduktor Memandu Penelitian Teknologi Masa Depan Melalui Visi Strategis Global

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 15 April 2025


Pendahuluan: Semikonduktor sebagai Fondasi Dunia Digital

Semikonduktor adalah tulang punggung revolusi digital yang mengubah kehidupan modern. Tanpa komponen ini, kita tidak akan memiliki komputer, smartphone, kendaraan cerdas, sistem medis presisi, bahkan perangkat keamanan nasional. Namun, perkembangan teknologi berbasis silikon kini menghadapi batas fisik. Laporan tahun 2017 yang dikembangkan oleh konsorsium pemimpin industri semikonduktor global, seperti Intel, IBM, Qualcomm, dan lainnya, menyajikan visi kolektif tentang bagaimana penelitian harus diarahkan agar teknologi tetap berkembang di era pasca-Moore's Law.

Riset Sebagai Penggerak Inovasi Teknologi

Pada tahun 2016, industri semikonduktor global menginvestasikan 15,5% dari total pendapatannya atau sebesar $56,5 miliar untuk R&D—persentase tertinggi dibandingkan sektor lainnya di dunia. Ini menunjukkan pentingnya penelitian mendalam lintas disiplin untuk memastikan performa, efisiensi energi, dan keamanan perangkat terus meningkat. Riset tidak lagi cukup hanya berfokus pada miniaturisasi transistor; kini dibutuhkan pendekatan arsitektur baru, material baru, dan sistem cerdas.

14 Area Kunci Penelitian Masa Depan

Berikut ringkasan dari 14 bidang riset utama yang diidentifikasi dalam laporan untuk mempertahankan daya saing industri:

  1. Advanced Devices, Materials, and Packaging
    Mengembangkan perangkat low-power, bahan alternatif seperti spintronics, ferroelektrik, dan 2D materials untuk mengatasi batas CMOS tradisional.
  2. Interconnect Technology and Architecture
    Fokus pada material interkoneksi baru seperti graphene dan nanotube untuk mengatasi hambatan RC delay, dan mempercepat komunikasi antar-chip.
  3. Intelligent Memory and Storage
    Mendorong arsitektur in-memory computing, memungkinkan perangkat untuk memproses data di lokasi penyimpanan, memotong latensi dan konsumsi energi.
  4. Power Management
    Merancang ulang sistem daya agar efisien mulai dari perangkat wearable sampai jaringan listrik nasional menggunakan bahan wide bandgap seperti GaN dan SiC.
  5. Sensor and Communication Systems
    Riset pada sensor dan sistem komunikasi untuk IoT dan jaringan 5G/6G, termasuk efisiensi spektrum dan deteksi adaptif.
  6. Distributed Computing and Networking
    Membangun arsitektur komputasi terdistribusi berskala besar yang tahan gangguan, hemat energi, dan optimal secara algoritmik.
  7. Cognitive Computing
    Mengembangkan sistem AI yang bisa belajar mandiri, menyusun argumen, dan memahami data tak terstruktur, cocok untuk bidang seperti medis dan keamanan.
  8. Bio-Influenced Computing and Storage
    Teknologi seperti DNA-based storage dan sistem bio-elektronik menginspirasi perangkat dengan efisiensi baru.
  9. Advanced Architectures and Algorithms
    Alternatif terhadap arsitektur von Neumann seperti approximate computing dan Shannon-inspired models menjadi fokus untuk efisiensi energi dan ketahanan.
  10. Security and Privacy
    Mengintegrasikan keamanan dari level hardware, termasuk PUFs, random number generators, dan enkripsi fisik langsung dalam chip.
  11. Design Tools, Methodologies, and Test
    Perlu perangkat desain yang bisa menghadapi kerumitan baru, serta mengintegrasikan teknologi beyond-CMOS.
  12. Next-Generation Manufacturing Paradigm
    Fabrikasi presisi tinggi dan 3D-stacking membutuhkan metrologi baru dan proses manufaktur revolusioner.
  13. Environmental Health and Safety (EHS)
    Meningkatkan keamanan bahan dan proses terhadap lingkungan dan pekerja sambil mendorong inovasi.
  14. Innovative Metrology and Characterization
    Diperlukan metode pengukuran baru untuk fitur nanoskala dan integrasi 3D.

Studi Kasus Global: Praktik Nyata Inovasi Semikonduktor

1. Nanoelectronics Research Initiative (NRI, AS):
Fokus pada spintronics, steep-slope devices, dan 2D materials seperti TMDs.

2. Graphene Flagship (Eropa):
Proyek senilai €1 miliar untuk mengembangkan aplikasi graphene secara luas dalam 10 tahun.

3. CIES, Tohoku University (Jepang):
Pusat riset spin-transfer torque MRAM, sebagai generasi memori masa depan dengan switching sub-nano second.

4. IMEC (Belgia):
Pemimpin dalam penelitian interconnect dan RRAM, STT-RAM—teknologi yang memungkinkan memori dan komputasi efisien secara energi.

5. PowerAmerica (AS):
Mengembangkan semikonduktor wide bandgap untuk sistem energi berkelanjutan dan efisien, termasuk untuk kendaraan listrik dan jaringan energi pintar.

Pergeseran Paradigma Menuju Komputasi Masa Depan

Laporan ini menggarisbawahi pergeseran dari sekadar mengecilkan transistor menuju sistem yang cerdas, kolaboratif, dan adaptif:

  • Cognitive Systems: Belajar dari data dan menghasilkan keputusan tanpa diprogram eksplisit.
  • Quantum Computing: Memberikan kecepatan eksponensial untuk enkripsi, pencarian, dan prediksi.
  • Neuromorphic Computing: Meniru cara kerja otak untuk efisiensi energi setara 20–30 watt—seperti manusia.

Tantangan dan Strategi Mengatasinya

Tantangan:

  • Batas fisik CMOS
  • Kompleksitas manufaktur
  • Tantangan keamanan & privasi
  • Kurangnya integrasi antar-disiplin

Strategi:

  • Ko-desain material, perangkat, dan sistem
  • Platform manufaktur fleksibel untuk eksperimen
  • Konsorsium riset internasional lintas industri, pemerintah, dan universitas
  • Benchmark kuantitatif untuk mengukur kemajuan teknologi beyond-CMOS

Kesimpulan: Kolaborasi dan Investasi adalah Kunci

Tanpa semikonduktor, dunia modern akan runtuh. Namun, untuk menjaga kelangsungan inovasi, kita tidak bisa hanya bergantung pada miniaturisasi. Visi industri yang disusun secara kolektif ini menawarkan arah yang jelas untuk dekade berikutnya, termasuk dalam menghadapi tantangan AI, IoT, sistem terdistribusi, keamanan digital, dan energi bersih. Kolaborasi erat antara industri, akademisi, dan pemerintah sangat penting agar teknologi masa depan bisa benar-benar terwujud.

Sumber : Semiconductor Research Corporation (2017). Semiconductor Research Opportunities: An Industry Vision and Guide. March 2017.

Selengkapnya
Industri Semikonduktor Memandu Penelitian Teknologi Masa Depan Melalui Visi Strategis Global

Physics of Failure Modeling

Model Ketergantungan Kegagalan Meningkatkan Keandalan Sistem Kompleks Secara Sistematis

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 15 April 2025


Pendahuluan: Ketika Asumsi Kemandirian Kegagalan Tidak Berlaku

Pada 31 Mei 2009, pesawat Air France 447 jatuh di Samudera Atlantik, menewaskan seluruh 228 penumpangnya. Pesawat modern seperti ini seharusnya sangat aman, dilengkapi banyak sistem keselamatan redundan. Namun, tragedi itu menunjukkan satu hal penting: kegagalan sistem tidak selalu terjadi secara independen. Tiga tabung pitot yang mengukur kecepatan udara mengalami kerusakan serentak karena badai es, padahal analisis keandalan klasik mengasumsikan bahwa mereka akan gagal secara acak dan terpisah.

Kegagalan semacam ini adalah contoh nyata dari dependent failure—yakni ketika satu kegagalan berkaitan erat dengan yang lain karena sebab umum atau efek berantai. Artikel yang diulas ini menawarkan sebuah tinjauan literatur sistematis dan kritis terhadap model-model kegagalan tergantung, dengan tujuan memberikan klasifikasi, evaluasi, serta arah penelitian masa depan dalam konteks risiko dan keandalan.

Latar Belakang Penelitian

Penelitian mengenai kegagalan tergantung telah berkembang sejak 1960-an. Namun, kebanyakan tinjauan terdahulu terlalu sempit: fokus pada optimasi pemeliharaan, hanya mencakup metode tertentu (misalnya hanya menggunakan Bayesian Network), atau tidak sistematis. Penelitian oleh Zeng, Barros, dan Coit ini menjadi tinjauan sistematis pertama yang menyoroti kegagalan tergantung di berbagai hirarki sistem teknik—dari level mekanisme hingga sistem-of-systems.

Metodologi: Tinjauan Sistematis yang Ditingkatkan

Penulis menggunakan pendekatan sistematis berbasis protokol pencarian ketat melalui Web of Science, menghasilkan:

  • 2.149 artikel awal → difilter menjadi 927 berdasarkan abstrak dan judul,
  • +135 artikel penting ditambahkan secara manual,
  • Total akhir: 1.062 artikel.

Data dianalisis secara bibliometrik menggunakan perangkat lunak VOSviewer dan Bibliometrix, lalu dilakukan analisis isi kritis terhadap artikel paling relevan berdasarkan jumlah sitasi dan relevansi topik.

Evolusi Penelitian Kegagalan Tergantung: Tiga Era

  1. Sebelum 1995
    Fokus pada distribusi probabilistik multivariat dan fault tree sederhana, terbatas oleh kemampuan komputasi rendah.
    Contoh: penggunaan model distribusi gabungan oleh Gumbel dan Kiureghian.
  2. 1995–2009
    Munculnya model frailty, copula, Bayesian network, dan dynamic fault tree.
    Contoh: pengembangan metode fault tree dinamis dan optimasi pemeliharaan berbasis ketergantungan.
  3. 2010–sekarang
    Fokus bergeser ke sistem besar seperti cyber-physical systems, critical infrastructure, dan pengaruh lingkungan besar seperti guncangan atau bencana.
    Terdapat peningkatan publikasi rata-rata 61 artikel/tahun.

Hirarki Sistem & Contoh Kegagalan Tergantung

1. Level Mekanisme Kegagalan

  • Parameter dependency: Misalnya korelasi antara modulus Young dan rasio Poisson.
  • State dependency: Degradasi bergantung pada histori, seperti model Hurst exponent oleh Xi et al.

2. Level Komponen

  • Direct influence: Contohnya MEMS yang gagal karena kejutan mempercepat keausan.
  • Common factors: Lingkungan bersama memengaruhi beberapa mekanisme, seperti suhu tinggi dan kelembaban yang mempercepat degradasi plastik.

3. Level Sistem

  • Common cause failure (CCF): Misalnya, kegagalan akibat gempa memengaruhi banyak penghalang keselamatan dalam sistem reaktor nuklir.
  • Load-sharing: Jika satu pompa gagal, beban meningkat pada yang lain sehingga mereka lebih cepat rusak.
    Contoh: sistem hidrolik pesawat dengan 4 pompa aktif dan 1 cadangan.

4. Sistem-of-Systems

  • Cascading failure: Kegagalan listrik menyebabkan putusnya komunikasi.
  • Spatial dependency: Banjir atau gempa memengaruhi seluruh jaringan transportasi atau listrik.
    Contoh: jaringan listrik London yang rusak saat terjadi banjir (Stoyanov et al.).

Klasifikasi Model Ketergantungan

1. Model Statistik

  • Multivariate Distribution: Marshall–Olkin digunakan untuk model lifetime dua komponen.
  • Frailty Models: Misalnya gamma frailty untuk reliabilitas sistem multi-komponen.
  • Copula Models: Gumbel, Clayton copulas memodelkan korelasi dalam waktu kegagalan.

2. Model Keadaan Sistem (System State Models)

  • Combinatorial: Dynamic fault trees, binary decision diagrams, memperluas logika sistem kompleks.
  • State Space: Petri net dan Markov digunakan untuk memodelkan transisi antar status sistem.
  • Bayesian Network: Digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat antar komponen.

3. Model Degradasi

  • Common Random Effects: Beberapa jalur degradasi berbagi parameter acak bersama.
  • Copula for Degradation: Misalnya, estimasi kegagalan LED berdasarkan jalur degradasi ganda.
  • Degradation-Shock: Kombinasi degradasi bertahap dan kegagalan mendadak karena kejutan.

Studi Kasus dan Aplikasi Angka

  • Sari et al. (2016): Model copula untuk LED—menggabungkan dua jalur degradasi → waktu gagal diprediksi lebih akurat.
  • Zhang et al. (2020): Copula diterapkan pada sistem CNC 3-out-of-7, beban meningkat → model prediksi reliabilitas meningkat 35% dibanding asumsi independen.
  • Peng et al. (2012): MEMS gagal karena shock dan degradasi → interaksi dikonfirmasi dalam model gabungan → memperkuat pentingnya pemodelan ketergantungan langsung.

Kritik & Tantangan Utama

  1. Data Tidak Tersedia atau Tidak Lengkap
    Dibutuhkan data multivariat besar & real-time, yang sering kali sulit diperoleh.
  2. Kompleksitas Komputasi
    Terutama untuk model copula atau Bayesian besar.
  3. Keterbatasan Generalisasi
    Banyak model harus dikustomisasi untuk struktur sistem tertentu.

Rekomendasi Penelitian Masa Depan

  • Integrasi AI dengan Model Klasik: Misalnya, penggunaan reinforcement learning dalam Bayesian Network.
  • Simulasi Sistem-of-Systems Skala Besar: Menggunakan pendekatan hybrid antara simulasi dan analitik.
  • Model Adaptif Real-Time: Untuk sistem dinamis seperti jaringan energi atau transportasi.

Kesimpulan

Artikel ini menjadi acuan penting dalam pemodelan reliabilitas sistem modern, menawarkan pendekatan komprehensif, sistematis, dan berorientasi praktis. Dengan mengintegrasikan berbagai metode statistik dan mekanistik, serta melihat berbagai level sistem, penelitian ini membantu pembuat keputusan dan peneliti memahami bahwa kegagalan tidak bisa diasumsikan independen dalam sistem kompleks. Maka, untuk industri-industri seperti energi, kedirgantaraan, dan infrastruktur kritis, pendekatan ini sangat relevan dan dibutuhkan.

Sumber Artikel : Zhiguo Zeng, Anne Barros, David Coit. Dependent failure behavior modeling for risk and reliability: A systematic and critical literature review. Reliability Engineering and System Safety, 2023, 239, 109515.

Selengkapnya
Model Ketergantungan Kegagalan Meningkatkan Keandalan Sistem Kompleks Secara Sistematis

Physics of Failure Modeling

Prediksi Umur Elektronik Power pada PCB dengan Physics-of-Failure: Strategi Digital untuk Keandalan Desain Awal

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 15 April 2025


Pendahuluan: Tantangan Keandalan Elektronik Modern

Dalam sistem kritis seperti pesawat terbang, kendaraan otonom, dan perangkat medis, komponen elektronik harus dirancang sejak awal dengan mempertimbangkan umur pakainya. Namun, pendekatan tradisional seperti pengujian fisik atau statistik tak cukup mampu mengantisipasi semua skenario degradasi. Oleh karena itu, pendekatan Physics-of-Failure (PoF) menjadi alternatif cerdas dan proaktif.

Makalah karya Andrew Wileman, Suresh Perinpanayagam, dan Sohaib Aslam memaparkan penerapan PoF berbasis simulasi Finite Element Analysis (FEA) dan Computational Fluid Dynamics (CFD) untuk memprediksi umur perangkat elektronik daya di tingkat Printed Circuit Board (PCB). Ini memungkinkan pengujian virtual (digital twin) sebelum produksi, serta perencanaan umur komponen secara lebih akurat.

H2: Apa Itu Physics-of-Failure dan Mengapa Penting?

PoF adalah pendekatan berbasis mekanisme degradasi nyata seperti:

  • Kejutan mekanis
  • Getaran acak
  • Kejadian termal ekstrem
  • Keausan solder
  • Fatigue pada sambungan dan lapisan logam

Dengan menggunakan simulasi digital dan data desain (seperti file ODB++ dan topologi PCB), engineer dapat menghitung:

  • Stress-strain
  • Displacement
  • Probabilitas kegagalan
  • Remaining Useful Life (RUL)

H2: Studi Kasus: PCB Pengujian Modul Evaluasi IGBT

Penelitian menggunakan modul evaluasi IGBT dari Infineon sebagai platform uji. Fitur penting:

  • Layout optimasi (induktansi komutasi <35 nH)
  • Komponen aktif: dua transistor IGBT (S1, S2)
  • Dapat dikonfigurasi sebagai DC–DC step-up/down converter

Model FEA 3D dibuat dari:

  • File ODB++
  • Pick-and-place
  • PCB stack-up

Simulasi dilakukan dengan dua tipe mesh: merged (PCB dan komponen menyatu) dan bonded (terpisah untuk fleksibilitas bentuk).

H2: Pendekatan Simulasi dan Standar Uji

Pengujian dilakukan dengan mencakup 8 kategori lingkungan ekstrem yang menguji ketahanan dan performa perangkat dalam kondisi yang sangat keras. Jenis tes yang digunakan antara lain siklus termal (MIL-STD-810G, IEC 60068) dengan rentang suhu -33°C hingga 63°C selama 30–60 menit per siklus, serta getaran acak (IEC 60068-2-64) pada frekuensi 20–2000 Hz dan 7.7 G RMS dalam tiga sumbu. Selain itu, pengujian frekuensi alami dilakukan dengan rentang 10–2000 Hz dan 10 G. Kejut mekanik (IEC 60068-2-27) menguji perangkat dengan 15 G selama 18 kejutan dengan durasi 6 ms. Fatigue solder mengikuti standar IPC-JEDEC J-STD-020D-01 dengan 3 siklus reflow pada suhu puncak 260°C. Keausan semikonduktor diuji menggunakan metode SAE ARP 6338 untuk TDDB, HCI, EM, dan NBTI. Thermal derating diuji dalam kisaran suhu −55°C sampai 125°C, sementara PTH fatigue dilakukan berdasarkan iterasi life yang dihitung berdasarkan regangan sesuai dengan SAE J3168 dan IPC TR-579.

H2: Hasil Simulasi dan Analisis Umur

1. Thermal Mechanical Cycling

  • Komponen yang gagal: kapasitor box, inductor toroidal, transistor Q1/Q2
  • Penyebab utama: perbedaan koefisien ekspansi termal + desain heatsink
  • Regangan maksimum: 7.2 × 10⁻⁴ (transistor overmold-leaded)
  • Prediksi life reduction: hingga 15% pada area kritis

2. Thermal Mechanical Events

  • Displacement maksimum: 2.82 mm di soket power
  • Rekomendasi: monitoring tegangan kontak saat operasi penuh
  • Komponen dalam batas aman, belum gagal

3. Natural Frequency & Harmonics

  • Frekuensi berbahaya: 212–223 Hz
  • Kerusakan meningkat signifikan di atas 200 Hz
  • Harmonik ke-3 (73.98 Hz) menyebabkan regangan tinggi di sekitar heatsink

4. Random Vibration

  • Uji dengan spektrum daya: 0.04 G²/Hz → 7.7 G RMS
  • Komponen besar di atas board (seperti kapasitor & toroidal) mengalami kegagalan
  • Umur pakai turun drastis jika tidak dimitigasi

5. Mechanical Shock

  • Shock 10 G, 6 ms
  • Semua komponen lolos → waktu shock terlalu singkat untuk menyebabkan kerusakan struktural

H2: Analisis Solder Fatigue: Lead vs. Lead-Free

Diuji dua tipe solder:

  • SAC305 (lead-free) → semua komponen aman
  • PB90SN10 (lead-based) → gagal pada 2 Schottky diode

Rekomendasi: ganti solder PB90SN10 atau reposisi diode dari area strain tinggi.

H2: Wear-Out Semikonduktor

Menggunakan 4 model degradasi:

  • EM (Electromigration)
  • TDDB (Time-Dependent Dielectric Breakdown)
  • BTI (Bias Temperature Instability)
  • HCI (Hot Carrier Injection)

Hasil: semua komponen melewati simulasi wear-out → tidak gagal dalam umur pakai 30 tahun

H2: Hasil Akhir Prediksi Umur PCB

Probabilitas kegagalan kumulatif sebesar 5% dalam 30 tahun mengindikasikan risiko yang perlu diperhatikan dalam desain. Beberapa faktor kritis yang dapat menyebabkan kegagalan antara lain regangan termal di area heatsink, yang dapat mengakibatkan kegagalan transistor dan kapasitor. Solusi yang disarankan untuk mengatasi hal ini adalah dengan melakukan damping heatsink dan merancang ulang layout. Getaran acak juga menjadi faktor yang menyebabkan kegagalan pada komponen besar, yang dapat diatasi dengan pendekkan stand-off dan redaman getaran. Selain itu, fatigue solder pada material PB90SN10 dapat menyebabkan kegagalan solder, sehingga rekomendasinya adalah mengganti solder atau memindahkan posisi solder. Perlu dicatat bahwa retaining clip dan bolt yang ada pada desain fisik belum disimulasikan. Jika komponen tersebut ditambahkan ke dalam model, potensi kegagalan bisa dikurangi lebih lanjut.

H2: Kritik dan Pengembangan Lebih Lanjut

Kritik:

  • Model simulasi belum menyertakan retensi mekanis tambahan
  • Komponen hanya dari modul evaluasi, belum produk akhir
  • Beban lingkungan hanya dari profil laboratorium

Saran Pengembangan:

  • Uji dengan variasi profil misi nyata (flight hours, thermal shocks mingguan, dll)
  • Integrasi sistem condition monitoring real-time
  • Gunakan hasil simulasi untuk membuat database desain berbasis risiko

Kesimpulan

Penerapan Physics-of-Failure (PoF) melalui model simulasi FEA dan CFD terbukti:

  • Mampu memprediksi umur pakai komponen elektronik daya pada PCB
  • Menghasilkan validasi desain awal yang lebih akurat sebelum produksi
  • Menurunkan biaya prototipe fisik dan waktu iterasi desain

Dengan menurunkan probabilitas kegagalan hingga <5% dalam 30 tahun, metode ini menjadi alat penting untuk desain sistem elektronik di industri kedirgantaraan, otomotif, dan perangkat kritikal lainnya.

Sumber : Wileman, Andrew; Perinpanayagam, Suresh; Aslam, Sohaib. Physics-of-Failure Based Lifetime Prediction of Power Electronics at the Printed Circuit Board Level. Applied Sciences, 2021, 11(6), 2679.

Selengkapnya
Prediksi Umur Elektronik Power pada PCB dengan Physics-of-Failure: Strategi Digital untuk Keandalan Desain Awal

Physics of Failure Modeling

Cara Prediksi Umur Engsel Pintu Kulkas dengan ALT Berbasis Simulasi: Solusi Akurat dan Hemat Biaya

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 15 April 2025


Pendahuluan: Masalah Lama, Solusi Baru dalam Prediksi Umur Komponen

Memprediksi umur pakai engsel pintu kulkas bisa menjadi tantangan besar. Tes ketahanan fisik tradisional membutuhkan waktu bertahun-tahun—tidak efisien dan mahal. Industri peralatan rumah tangga kini beralih ke Accelerated Life Testing (ALT), metode yang lebih cepat dan murah untuk mengevaluasi keandalan produk.

Penelitian oleh Seunghyeon Cheon dkk. menawarkan solusi menarik: menggabungkan model numerik berbasis simulasi fisik dalam ALT untuk memprediksi keausan engsel pintu kulkas berbahan polyacetal. Artikel ini merangkum pendekatan, studi kasus, data numerik, dan validasi yang digunakan, sekaligus menyoroti kekuatan metode ini untuk industri manufaktur modern.

H2: Apa Itu ALT dan Mengapa Berbasis Simulasi?

ALT (Accelerated Life Testing) adalah metode percepatan pengujian umur produk dengan cara meningkatkan beban/stres. Namun, daripada mengandalkan uji fisik prototipe seperti biasa, studi ini menggunakan simulasi FEM (Finite Element Method) berbasis DEFORM3D untuk:

  • Menghitung keausan pada permukaan engsel
  • Mengembangkan life-stress model
  • Memprediksi waktu kegagalan tanpa uji fisik penuh

Simulasi memberikan efisiensi waktu 65% lebih cepat dibandingkan uji nyata, serta biaya yang jauh lebih rendah.

H2: Studi Kasus: Engsel Pintu Kulkas dari Polyacetal (POM)

Penelitian dilakukan pada komponen engsel cam kulkas konsumen, terdiri dari:

  • Braket baja (tidak dianalisis)
  • Hinge cam dari Polyoxymethylene (POM), bahan plastik tahan gesekan

Komponen diuji terhadap keausan akibat pembukaan dan penutupan pintu berulang. Tujuan utama: memprediksi penurunan tinggi hinge sebagai indikator kegagalan.

H2: Uji Material dan Model Fisika Kegagalan

1. Uji Tarik dan Parameter Material

  • Uji dilakukan dengan INSTRON 5882 pada 60 dan 600 mm/menit
  • Kurva beban–regangan memperlihatkan konsistensi, menunjukkan bahwa sifat POM stabil di berbagai kecepatan regangan
  • Data digunakan untuk mengisi parameter pada Swift Equation dan GTN Model (Gurson-Tvergaard-Needleman)

2. Model Keausan Archard yang Dimodifikasi Digunakan persamaan: W=KPavbtHcW = K \frac{P^a v^b t}{H^c}

  • P = tekanan normal, v = kecepatan geser, t = waktu, H = kekerasan permukaan
  • Nilai a = 1, b = 1, c = 2 dari literatur

H2: Penentuan Koefisien Keausan (K) Melalui Eksperimen

Metode:

  • Dua hinge cam dimodifikasi (sudut 10°) dan diuji rotasi 100.000 siklus di bawah beban 48,7 kgf
  • Hasil pengukuran perubahan tinggi menunjukkan hubungan linear antara keausan dan jumlah siklus

Persamaan Hasil: h=0,3454×N(mm)h = 0{,}3454 \times N \quad (mm)

Validasi melalui simulasi:

  • DEFORM3D digunakan untuk menguji berbagai nilai K
  • Nilai terbaik diperoleh: K = 7{,}17 × 10⁻⁷
  • Hasil simulasi keausan 0,346 mm ≈ hasil uji aktual 0,345 mm → akurasi < 0,3%

H2: Simulasi Step-Stress ALT: Meningkatkan Akurasi Prediksi

Step-stress test:

  • Beban awal: 43,7 kgf
  • Bertambah 2,8 kgf setiap 20.000 siklus, total 100.000 siklus
  • Simulasi dilakukan sebanyak 10 kali untuk setiap tahap

Hasil:

  • Grafik simulasi vs uji aktual menunjukkan kesesuaian sangat baik
  • Digunakan fungsi: h=4,74986×10−5×AF+0,0511h = 4{,}74986 \times 10^{-5} \times AF + 0{,}0511
  • AF (Acceleration Factor) dihitung dari beban dan jumlah siklus

H2: Prediksi Umur Pakai Berdasarkan Penggunaan Konsumen

Menggunakan persamaan: Life (years)=Jumlah siklus hingga kegagalanx×365\text{Life (years)} = \frac{\text{Jumlah siklus hingga kegagalan}}{x \times 365}

  • x = frekuensi buka/tutup pintu per hari (diasumsikan 40 kali)
  • h kritis (maksimum defleksi yang diterima): 1 mm
  • Beban aktual rumah tangga (termasuk isi pintu) = 44 kgf
  • Gaya kontak engsel aktif hanya jika beban > 38 kgf → efektif 6 kgf

Hasil prediksi:

  • Umur engsel ≈ 14,01 tahun
  • Hasil uji aktual (204.604 siklus) ≈ 14,78 tahun
  • Selisih hanya 4,9% → validasi akurat

H2: Efisiensi dan Manfaat Simulasi Berbasis ALT

Metode step-stress eksperimental membutuhkan waktu uji 85 jam dengan hasil yang valid, sedangkan simulasi DEFORM3D hanya memerlukan waktu uji 30 jam dengan deviasi kurang dari 5%. Perbandingan ini menunjukkan efisiensi yang signifikan dari penggunaan simulasi DEFORM3D, yang tidak hanya menghemat waktu, tetapi juga memberikan akurasi yang sangat baik dalam prediksi hasil.

Keuntungan simulasi:

  • Penghematan waktu uji hingga 65%
  • Potensi lebih besar jika simulasi dijalankan paralel (multi-core CPU)
  • Bisa digunakan untuk membandingkan alternatif desain tanpa prototipe fisik

H2: Kritik dan Implikasi Lebih Luas

Kritik:

  • Simulasi valid untuk failure mode berbasis keausan, belum tentu cocok untuk retakan termal atau korosi
  • Model hanya valid untuk geometri dan bahan POM tertentu
  • Membutuhkan perangkat lunak dan keahlian teknis yang spesifik

Implikasi untuk Industri:

  • Metode ini bisa digunakan untuk komponen rumah tangga lain: engsel mesin cuci, rel laci, komponen pemanas
  • Cocok untuk produsen yang ingin mempercepat siklus desain dan menghemat biaya uji prototipe
  • Bisa jadi standar baru untuk uji keandalan produk massal

Kesimpulan

Penelitian ini membuktikan bahwa pendekatan Accelerated Life Testing berbasis simulasi numerik dapat menjadi alat yang efisien, akurat, dan hemat biaya dalam memprediksi umur komponen berbasis keausan seperti engsel pintu kulkas.

Temuan penting:

  • Model prediksi sangat akurat (deviasi < 5%)
  • Waktu uji dipersingkat hingga 65%
  • Validasi eksperimental mendukung pendekatan simulasi penuh
  • Potensi besar untuk diterapkan di industri manufaktur konsumen skala besar

Sumber : Cheon, Seunghyeon; Jeong, Hyunsoo; Hwang, So Young; Hong, Seokmoo; Domblesky, Joseph; Kim, Naksoo. Accelerated Life Testing to Predict Service Life and Reliability for an Appliance Door Hinge. Procedia Manufacturing, Volume 1, 2015, Pages 169–180.

 

Selengkapnya
Cara Prediksi Umur Engsel Pintu Kulkas dengan ALT Berbasis Simulasi: Solusi Akurat dan Hemat Biaya

Physics of Failure Modeling

Cara Cepat Menghitung Kelelahan Kerja Manusia: Menggabungkan ALT dan Analisis Faktor Kinerja

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 15 April 2025


Pendahuluan: Mengapa Kelelahan Manusia Butuh Metode Analisis Baru

Di era otomatisasi industri, peran manusia dalam sistem manufaktur mulai digantikan oleh mesin. Namun kenyataannya, kesalahan manusia masih menjadi penyebab utama dalam menurunnya kualitas produksi. Salah satu pemicunya adalah kelelahan kerja, baik fisik maupun mental, yang sayangnya sering diabaikan dalam proses desain sistem produksi.

Makalah dari Jamshidi & Sadeghi (2021) menawarkan solusi inovatif dengan menggabungkan Accelerated Life Testing (ALT) dan Principal Component Analysis (PCA) untuk menghitung kelelahan manusia secara kuantitatif, efisien, dan berbasis data nyata. Pendekatan ini disebut sebagai Accelerated Human Fatigue Test (AHFT).

H2: Apa Itu ALT dan Mengapa Relevan untuk Manusia?

ALT biasa digunakan untuk mempercepat pengujian daya tahan produk dengan cara menambahkan beban lingkungan ekstrem. Dalam konteks manusia, beban lingkungan ini direpresentasikan oleh Performance Shaping Factors (PSFs) seperti stres kerja, waktu kerja, ergonomi, dan kompleksitas tugas.

Dalam pendekatan AHFT:

  • ALT dipakai untuk mempercepat dan mengukur akumulasi kelelahan.
  • PCA digunakan untuk memilih PSFs paling signifikan agar pengumpulan data lebih efisien.

H2: Studi Kasus: Penerapan pada Workshop Pembubutan

Penelitian ini diuji pada workshop pembubutan dengan 15 data historis kelelahan kerja. Setiap data berisi nilai dari 8 PSFs, di antaranya:

  • Waktu kerja tersedia
  • Stres kerja
  • Kompleksitas tugas
  • Pelatihan
  • Prosedur kerja
  • Ergonomi
  • Kebugaran kerja
  • Proses kerja

Nilai kelelahan aktual diukur tiap 1 jam kerja, dan digunakan sebagai dasar validasi model.

H2: Menentukan PSFs Paling Efektif dengan PCA

PCA dilakukan untuk menyaring variabel dominan dari delapan PSFs yang tersedia. Hasil analisis menunjukkan:

  • Tiga PSFs utama yang menjelaskan 65,5% variasi data:
    1. Waktu kerja
    2. Stres kerja
    3. Kompleksitas tugas

Karena kompleksitas dan stres berkorelasi positif, hanya dua PSFs—waktu kerja dan stres—yang akhirnya dipilih untuk membangun model AHFT. Ini sangat membantu dalam mengurangi biaya dan waktu pengumpulan data, tanpa kehilangan akurasi.

H2: Model Fatigue Berbasis ALT dan PSFs

Model kelelahan manusia dikembangkan menggunakan pendekatan General Log-Linear (GLL) dari ALT, dengan dua faktor percepatan (AF): waktu kerja dan stres.

Rumus Umum GLL: L(x)=eα0+α1X1+α2X2L(x) = e^{\alpha_0 + \alpha_1X_1 + \alpha_2X_2}

Di mana:

  • X1X_1 = Waktu kerja
  • X2X_2 = Stres
  • α0,α1,α2\alpha_0, \alpha_1, \alpha_2 = Parameter yang dihitung dari data historis

H2: Hasil Estimasi dan Validasi Model

Contoh hasil estimasi model:

  • Waktu kerja: 0.1
  • Stres: 5
  • Estimasi kelelahan: 0.1146
  • Error relatif: hanya sekitar 10%

Model kemudian divalidasi dengan 5 data aktual dari workshop. Rata-rata error relatif berkisar 8–13%, yang menunjukkan akurasi tinggi dan kelayakan implementasi praktis.

Tabel ringkasan validasi menunjukkan perbandingan antara nilai fatigue aktual dan fatigue model pada lima instance yang diuji, beserta error relatif masing-masing. Pada instance pertama, nilai fatigue aktual sebesar 0.195 dan nilai model 0.216 dengan error relatif sebesar 10.6%. Instance kedua menunjukkan nilai fatigue aktual 0.062 dan nilai model 0.069, menghasilkan error relatif sebesar 11.5%. Pada instance ketiga, nilai fatigue aktual adalah 0.073 dan nilai model 0.080, dengan error relatif sebesar 9.8%. Instance keempat memiliki nilai fatigue aktual 0.162 dan nilai model 0.175, dengan error relatif sebesar 8.3%. Terakhir, instance kelima mencatatkan nilai fatigue aktual 0.114 dan nilai model 0.130, dengan error relatif sebesar 13.8%. Angka error relatif ini memberikan gambaran seberapa besar perbedaan antara model dan nilai aktual pada setiap instance yang diuji.

H2: Perbandingan dengan Metode Klasik

Pendekatan ALT + PCA (Accelerated Human Fatigue Test) terbukti lebih efisien dibandingkan metode klasik dalam mengukur kelelahan kerja manusia. Dengan hanya menggunakan dua faktor utama (PSF) yang telah disaring melalui PCA—yakni waktu kerja dan tingkat stres—model ini mampu mempertahankan akurasi tinggi dengan tingkat kesalahan hanya sekitar 10%. Sebaliknya, metode konvensional biasanya membutuhkan lebih dari delapan PSF, yang tidak hanya memperbesar volume data, tetapi juga meningkatkan risiko bias dan interpretasi subjektif. Dari segi biaya implementasi, AHFT jauh lebih ekonomis karena tidak memerlukan pengamatan langsung atau alat ukur fisik yang kompleks. Selain itu, waktu pengukuran pada AHFT relatif singkat karena berbasis pada model prediktif, sedangkan metode klasik memakan waktu lebih lama karena mengandalkan pengamatan manual dan interpretasi kualitatif. Perbandingan ini menegaskan bahwa AHFT merupakan solusi yang lebih praktis dan terukur untuk diterapkan di lingkungan kerja modern.

H2: Implikasi Praktis dalam Industri Manufaktur

1. Deteksi dini kelelahan:
Model bisa digunakan untuk memantau kelelahan harian operator tanpa perlu alat pengukuran fisik mahal.

2. Perencanaan jadwal kerja:
Perusahaan dapat mengatur shift kerja atau waktu istirahat berdasarkan proyeksi kelelahan dari model ini.

3. Optimalisasi pelatihan dan ergonomi:
Jika kelelahan tinggi berasal dari PSF yang bisa diubah, seperti ergonomi, pelatihan dapat disesuaikan.

H2: Kritik dan Potensi Pengembangan

Kritik:

  • Model hanya diuji di satu jenis workshop.
  • PSFs lain (seperti komunikasi atau kondisi psikologis) belum dimasukkan.
  • Belum mencakup pengaruh recovery time atau istirahat antar shift.

Saran Pengembangan:

  • Integrasi dengan sensor wearable (heart rate, movement).
  • Perluasan ke sektor industri lain: otomotif, rumah sakit, logistik.
  • Kolaborasi dengan software manajemen SDM (Human Capital Analytics).

Kesimpulan:

Model AHFT yang menggabungkan ALT dan PCA berhasil menciptakan pendekatan kuantitatif, cepat, dan hemat biaya untuk menghitung kelelahan kerja manusia. Dibanding metode konvensional, model ini:

  • Lebih cepat diterapkan
  • Lebih sedikit memerlukan data
  • Memiliki akurasi memadai

Pendekatan ini sangat cocok diterapkan di sektor manufaktur padat karya yang butuh efisiensi tenaga kerja namun tetap menjaga kualitas dan keselamatan.

Sumber : Jamshidi, R., & Sadeghi, M. E. (2021). Application of Accelerated Life Testing in Human Reliability Analysis. International Journal of Research in Industrial Engineering, 10(4), 346–357.

 

Selengkapnya
Cara Cepat Menghitung Kelelahan Kerja Manusia: Menggabungkan ALT dan Analisis Faktor Kinerja
« First Previous page 104 of 933 Next Last »