Physics of Failure Modeling

Menghubungkan Informasi Lapangan dan Physics-of-Failure untuk Desain Produk Mekatronik yang Lebih Andal

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 15 April 2025


Pendahuluan: Mengatasi Kegagalan Produk di Era Kompleksitas

Seiring meningkatnya kompleksitas produk mekatronik dan tuntutan pelanggan atas kualitas tinggi, tantangan terbesar bagi industri adalah memastikan keandalan produk dalam kondisi nyata penggunaan. Produk kini harus cepat diluncurkan, bersifat inovatif, dan tetap dapat diandalkan—sementara prediksi kegagalan konvensional sering kali meleset. Dalam konteks ini, pendekatan baru dengan menggabungkan informasi umpan balik dari lapangan (field feedback) dan Physics-of-Failure (PoF) menjadi solusi menjanjikan.

Penelitian Clément A. A. Magniez (2007) dari TU Eindhoven menawarkan kerangka kerja yang mengintegrasikan dua pendekatan penting:

  • Top-down: Analisis informasi kerusakan dari lapangan.
  • Bottom-up: Model analitik PoF berdasarkan mekanisme fisik kegagalan.

H2: Mengapa Field Feedback Saja Tidak Cukup

Tradisionalnya, informasi dari lapangan berfokus pada logistik perbaikan produk. Namun, interaksi pengguna–produk kini menjadi variabel dominan kegagalan. Untuk meningkatkan desain, informasi harus:

  • Tepat waktu
  • Terstruktur formatnya
  • Mengandung konten teknis, bukan hanya statistik
  • Tersebar ke tim desain yang relevan

Dalam studi kasus industri printer-copier, ditemukan bahwa banyak kegagalan kelas satu (infant mortality) dan kelas dua (early wear-out) tidak disadari produsen, meskipun berdampak besar pada kepuasan pelanggan dan biaya garansi.

H2: Studi Kasus: Produk Konsumen Industri Berbiaya Sedang

Penelitian ini dilakukan di perusahaan inovatif yang memproduksi printer-copier. Berikut temuan pentingnya:

  • Kegagalan kelas satu (akibat cacat manufaktur) biasanya sudah ditangani dengan QC.
  • Kegagalan kelas dua (keausan awal karena desain atau penggunaan ekstrem) tidak terdeteksi oleh sistem umpan balik lapangan.

Analisis terhadap data lapangan mengidentifikasi bahwa desain tidak mengalami perbaikan karena tidak tersedia informasi cukup untuk analisis akar penyebab (root cause).

H2: Model Rollercoaster & Taksonomi Kegagalan Produk

Dalam studi ini, produk diklasifikasikan menggunakan pendekatan model rollercoaster yang membagi jenis kegagalan ke dalam empat kelas utama. Kelas 1 (Infant Mortality) menggambarkan kegagalan awal yang umumnya disebabkan oleh cacat manufaktur. Kelas 2 (Early Wear-Out) terjadi akibat variasi dalam desain atau pola penggunaan yang tidak sesuai ekspektasi. Kelas 3 (Random Failures) mencakup kegagalan acak yang dipicu oleh kondisi lingkungan atau faktor tak terduga, sementara Kelas 4 (Wear-Out) mengindikasikan kegagalan yang terjadi ketika suatu komponen telah mencapai akhir masa pakainya secara alami. Temuan penting dari studi ini menunjukkan bahwa banyak produk justru mengalami dominasi kegagalan kelas 2, namun sayangnya sering kali tidak teridentifikasi oleh produsen. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dalam sistem pelaporan lapangan serta kurangnya investigasi teknis lanjutan, sehingga peluang untuk melakukan perbaikan desain dini sering terlewatkan.

H2: Menggabungkan Field Feedback dengan Physics-of-Failure

Physics-of-Failure (PoF) mempelajari mekanisme fisik penyebab kerusakan, seperti keausan, gaya gesek, tekanan, suhu, dan deformasi material. Namun, penerapan PoF langsung pada sistem lengkap sangat kompleks karena terlalu banyak kemungkinan kegagalan.

Solusinya:
Magniez mengusulkan metode gabungan:

  • Gunakan field feedback (top-down) untuk mengidentifikasi area bermasalah.
  • Gunakan PoF (bottom-up) untuk membangun model fisik mekanisme kegagalan yang paling mungkin.

H2: Proses Iteratif Root Cause Analysis dan Eksperimen

Langkah-langkah yang diusulkan:

  1. Identifikasi kegagalan dominan dari data lapangan.
  2. Hipotesis mekanisme kegagalan menggunakan PoF.
  3. Eksperimen terkendali untuk membuktikan atau menolak hipotesis.
  4. Bandingkan hasil eksperimen dengan data nyata di lapangan.
  5. Lakukan perbaikan desain berdasarkan hasil validasi.

Contoh eksperimen:
Sub-sistem pembersih pada proses xerografi dianalisis:

  • Investigasi gesekan antara bilah dan drum.
  • Model distribusi tekanan dan gesekan dengan simulasi komputer.
  • Eksperimen pengukuran suhu dengan kamera inframerah menunjukkan korelasi kuat antara area tekanan tinggi dan titik kegagalan aktual.

H2: Parameter Kritis dalam Analisis Eksperimen

Dalam proses eksperimen untuk menganalisis penyebab kegagalan suatu produk, parameter yang terlibat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori utama berdasarkan sumber dan pengaruhnya terhadap performa komponen. Pertama, parameter desain mencakup elemen seperti geometri bilah, posisi kontak, dan ketebalan material, yang langsung memengaruhi distribusi tekanan dan gaya gesek pada permukaan kerja. Kedua, parameter manufaktur meliputi kekasaran permukaan dan proses pelapisan, yang dapat berdampak pada kestabilan kontak antar komponen serta laju keausan. Ketiga, parameter lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan kecepatan rotasi berperan penting dalam menentukan kondisi kerja aktual yang dialami produk di lapangan. Terakhir, parameter mesin, yang terdiri dari distribusi beban dan dinamika getaran, berpengaruh pada kestabilan operasional sistem secara keseluruhan. Semua kategori parameter ini harus dianalisis secara menyeluruh agar eksperimen dapat memberikan gambaran akurat mengenai penyebab kegagalan serta membantu dalam merancang solusi yang lebih andal.

H2: Desain Solusi: Menambahkan Margin Keamanan

Berdasarkan eksperimen, perbaikan dilakukan:

  • Modifikasi geometri blade untuk menurunkan tekanan kontak.
  • Penambahan pelumasan toner awal untuk mengurangi gesekan awal.
  • Reduksi gaya gaya awal dengan desain fleksibel.

Hasilnya: Prediksi risiko kerusakan menurun, dan uji simulasi menunjukkan ketahanan desain yang lebih baik terhadap kondisi ekstrem.

H2: Implikasi untuk Industri Mekatronik

Metode ini terbukti:

  • Dapat diterapkan untuk produk low–medium capital seperti printer, kopi mesin, dan perangkat rumah tangga lainnya.
  • Relevan juga untuk industri otomotif dan peralatan medis, selama tersedia informasi lapangan memadai dan akses ke eksperimen terkontrol.

Kelebihan utama pendekatan ini:

  • Memungkinkan deteksi dini sebelum produk benar-benar gagal di lapangan.
  • Menghubungkan dunia nyata (pengguna) dengan level desain dan simulasi.

H2: Kritik dan Potensi Pengembangan

Kritik:

  • Memerlukan kolaborasi erat antara tim desain, servis, dan analisis.
  • Waktu dan biaya eksperimen cukup tinggi.
  • Belum cocok untuk semua produk (misal: sistem tertutup tanpa akses data lapangan).

Rekomendasi ke depan:

  • Otomatisasi analisis field feedback dengan AI atau machine learning.
  • Integrasi PoF langsung dalam PLM software.
  • Standarisasi data lapangan untuk mempercepat proses analisis.

Kesimpulan

Pendekatan integratif antara Physics-of-Failure dan informasi lapangan menawarkan cara baru untuk meningkatkan keandalan produk mekatronik. Dengan membangun loop pembelajaran desain yang lengkap, produsen bisa memprediksi kegagalan, memahami mekanismenya, dan menghindari terulangnya masalah yang sama.

Ringkasan Manfaat Utama:

  • Validasi desain lebih akurat berdasarkan data nyata.
  • Root cause analysis lebih terarah.
  • Efisiensi biaya garansi dan pengembalian produk meningkat.
  • Kepuasan pelanggan meningkat karena pengurangan kegagalan berulang.

Sumber : Magniez, C. A. A. (2007). Combining Information Flow and Physics-of-Failure in Mechatronic Products. Technische Universiteit Eindhoven.

 

Selengkapnya
Menghubungkan Informasi Lapangan dan Physics-of-Failure untuk Desain Produk Mekatronik yang Lebih Andal

Physics of Failure Modeling

Meningkatkan Prediksi Umur IC dengan Simulasi Physics-of-Failure: Solusi Masa Depan untuk Keandalan Elektronik Tingkat Tinggi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 15 April 2025


Pendahuluan: Tantangan Prediksi Umur IC di Era Nano

Dalam era teknologi nano, sirkuit terintegrasi (IC) tidak hanya semakin kecil dan cepat, tapi juga rentan terhadap kegagalan lebih awal. Ukuran transistor yang menyusut—didorong oleh tren Moore’s Law—memang membawa efisiensi daya dan performa, tapi secara bersamaan membuka kerentanan terhadap mekanisme kegagalan fisik yang kompleks dan sulit dideteksi oleh metode uji tradisional.

Kertas ini membahas pendekatan kuantitatif berbasis Physics-of-Failure (PoF) untuk memprediksi umur IC, yang dikembangkan oleh DfR Solutions dan divalidasi oleh berbagai data lapangan dari Motorola, Intel, Samsung, dan lainnya. Pendekatan ini melibatkan simulasi tingkat transistor hingga grup fungsional dalam IC, dan menghasilkan model prediksi kegagalan multi-mekanisme yang lebih akurat dibanding metode konvensional seperti HTOL (High Temperature Operating Life).

H2: Mengapa PoF Menjadi Kebutuhan Mendesak di Industri Elektronik ADHP?

ADHP (Aerospace, Defense, High Performance) membutuhkan perangkat elektronik yang dapat bertahan 10–30 tahun, sangat kontras dengan elektronik konsumer yang hanya dirancang untuk 3–5 tahun. Ketika ukuran fitur IC menurun ke 90nm dan di bawahnya, muncul tantangan seperti:

  • Kerapatan arus meningkat
  • Toleransi tegangan menurun
  • Medan listrik meningkat
  • Efek termal lebih agresif

Pendekatan PoF menilai keandalan dengan memahami mekanisme degradasi fisik, bukan hanya statistik kegagalan.

H2: Empat Mekanisme Kegagalan Utama pada IC Modern

DfR Solutions mengidentifikasi empat mekanisme utama yang memengaruhi umur IC:

1. Electromigration (EM):

  • Migrasi atom logam di interkoneksi IC.
  • Terjadi karena arus tinggi pada jalur sempit.
  • Dihitung dengan Black’s Equation.

2. Time-Dependent Dielectric Breakdown (TDDB):

  • Kerusakan pada lapisan oksida gerbang akibat arus bocor.
  • Terjadi secara akumulatif atau langsung pada lapisan ultra-tipis (<5nm).

3. Hot Carrier Injection (HCI):

  • Elektron/holes berenergi tinggi menembus oksida gerbang.
  • Memicu perubahan tegangan ambang & kebocoran subthreshold.

4. Negative Bias Temperature Instability (NBTI):

  • Terjadi pada transistor pMOS saat bias negatif & suhu tinggi.
  • Meningkatkan density trap, mempercepat kerusakan.

Catatan: HCI dan NBTI bersifat wearout, sedangkan EM dan TDDB lebih condong ke kegagalan acak.

H2: Studi Kasus dan Data Nyata: Membandingkan Prediksi dengan Realita

Studi ini menguji efektivitas pendekatan Physics-of-Failure (PoF) dalam memprediksi umur pakai lima komponen Integrated Circuit (IC) dari produsen besar seperti Micron, Samsung, Hynix, Motorola, dan Intel. Data kegagalan yang digunakan berasal dari pengembalian lapangan (field returns) antara tahun 2002 hingga 2009.

Komponen yang dianalisis mencakup berbagai generasi teknologi, dimulai dari 150 nm hingga 90 nm. Sebagai contoh, Micron 256MB DRAM dengan node 150 nm mencatat kegagalan lapangan sebesar 689 FIT, sementara model PoF memprediksi 730 FIT. Samsung 512MB DRAM (100 nm) menunjukkan 415 FIT di lapangan dan 418 FIT dari simulasi. Hynix 1GB DRAM (110 nm) menunjukkan hasil tertinggi dengan 821 FIT di lapangan, dan prediksi PoF sebesar 1012 FIT. Untuk Motorola microcontroller pada 90 nm, tercatat 220 FIT di lapangan dan 249 FIT diprediksi oleh PoF. Terakhir, Intel Pentium processor juga pada 90 nm menunjukkan hasil terendah dengan 144 FIT aktual, sedangkan model PoF memprediksi 291 FIT.

Temuan dari studi ini sangat penting. Rata-rata deviasi antara hasil prediksi dan data lapangan hanya sekitar ±10%, yang menunjukkan tingkat akurasi sangat tinggi. Validasi dilakukan menggunakan dua pendekatan distribusi statistik: eksponensial dan Weibull, dengan hasil nilai β mendekati 1.03, menunjukkan pola kegagalan acak yang konsisten. Selain itu, nilai FIT (Failure in Time) dihitung berdasarkan jumlah jam operasi per bulan dan total unit yang terpasang di lapangan, menjadikannya ukuran kuantitatif yang kredibel untuk evaluasi keandalan produk elektronik.

Hasil ini menegaskan bahwa pendekatan PoF dapat diandalkan untuk digunakan dalam perencanaan umur sistem elektronik, terutama untuk produk-produk dengan tuntutan keandalan tinggi di sektor pertahanan, industri otomotif, dan perangkat medis.

H2: Kelemahan Uji HTOL dan Keunggulan Simulasi PoF

Uji HTOL (High Temperature Operating Life)—meski populer—memiliki kelemahan besar:

  • Bersifat single-failure mechanism → Tidak mencerminkan kompleksitas nyata.
  • Berdasarkan nol kegagalan → Tidak cukup kuat secara statistik.
  • Overoptimistik → Menyatakan 51 FIT padahal lapangan menunjukkan hingga 1012 FIT.

Simulasi PoF:

  • Menggabungkan keempat mekanisme.
  • Menyesuaikan dengan kondisi aktual lapangan.
  • Menghasilkan prediksi dengan akurasi tinggi & confidence interval valid.

H2: Teori Matematika Simulasi PoF: Dari Transistor ke Perangkat

Model menghitung laju kegagalan total (λT) dari semua grup fungsional dalam IC, berdasarkan:

  • Jumlah transistor per grup.
  • Bobot tiap mekanisme kegagalan.
  • Peluang grup aktif saat kegagalan terjadi.

Rumus utama:

λT = ∑(Ki,F × Pi × λi × Ni)

Dimana:

  • Ki,F = Bobot kegagalan mekanisme i pada grup F.
  • Pi = Probabilitas grup aktif saat gagal.
  • λi = Laju kegagalan mekanisme i.
  • Ni = Jumlah unit pada grup F.

Contoh Aplikasi: Untuk microcontroller Motorola:

  • 96 unit gagal dalam 595.412 bulan kerja → λ ≈ 1.61×10^-4
  • MTTF = 6.202 bulan = 4.527.612 jam → ≈ 220 FIT

H2: Perkembangan Simulasi PoF: FaRBS & MaCRO

Dua pendekatan utama:

  • FaRBS (Failure Rate-Based SPICE):
    Menggunakan data uji akselerasi + model PoF untuk menghitung laju kegagalan IC.
  • MaCRO (Maryland Circuit Reliability-Oriented):
    Analisis SPICE multilevel untuk mengevaluasi performa, degradasi, dan umur.

Keduanya digunakan dalam perangkat lunak simulasi berbasis web yang dapat memodelkan IC 350nm hingga 90nm. Versi mendatang sedang dikembangkan untuk 65nm, 45nm, dan 32nm.

H2: Trend dan Implikasi Desain: Performansi vs Keandalan

Grafik menunjukkan bahwa ketika node teknologi mengecil, tingkat kegagalan meningkat:

  • HCI & NBTI naik tajam pada 90nm ke bawah.
  • EM dan TDDB cenderung tetap, karena mitigasi material dan geometri layout.

Implikasi Desain:

  • Tidak realistis mengubah struktur transistor untuk setiap aplikasi → solusi terletak pada optimasi kondisi operasi.
  • Desain awal harus memasukkan pertimbangan PoF, bukan sekadar spesifikasi performa.

H2: Rekomendasi Praktis untuk Industri dan Insinyur

1. Gunakan pendekatan multi-mekanisme: Terutama jika produk ditujukan untuk ADHP atau lingkungan ekstrem.

2. Jangan hanya mengandalkan HTOL: Karena hasilnya bisa menyesatkan dan terlalu optimistik.

3. Manfaatkan simulasi berbasis PoF seperti FaRBS dan MaCRO: Untuk proyeksi umur produk yang realistis dan validasi model.

4. Fokus pada suhu operasi dan tegangan: Faktor lingkungan dan thermal management jadi kunci umur IC.

Kesimpulan

Pendekatan kuantitatif berbasis Physics-of-Failure (PoF) telah terbukti:

  • Mampu memprediksi kegagalan IC dengan akurasi tinggi.
  • Memvalidasi hasil prediksi dengan data lapangan nyata.
  • Mengalahkan metode tradisional seperti HTOL dalam hal keandalan dan presisi.

Simulasi PoF memberi gambaran lebih realistis dan praktis untuk perancangan sistem elektronik jangka panjang. Di masa depan, perangkat lunak simulasi ini akan menjadi alat standar dalam perancangan elektronik berkeandalan tinggi.

Sumber : Wyrwas, Edward; Condra, Lloyd; Hava, Avshalom. Accurate Quantitative Physics-of-Failure Approach to Integrated Circuit Reliability.

 

Selengkapnya
Meningkatkan Prediksi Umur IC dengan Simulasi Physics-of-Failure: Solusi Masa Depan untuk Keandalan Elektronik Tingkat Tinggi

Physics of Failure Modeling

Mengapa Rencana Uji Umur Percepatan (ALT) Penting untuk Meningkatkan Keandalan Produk: Tinjauan, Studi Kasus, dan Tantangan Masa Depan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 15 April 2025


Pendahuluan: Mengapa Uji Umur Percepatan (ALT) Sangat Krusial

Di tengah tuntutan akan produk yang semakin canggih, awet, dan tahan lama, industri manufaktur membutuhkan metode evaluasi keandalan yang efisien. Di sinilah peran Accelerated Life Testing (ALT) menjadi vital. ALT memungkinkan pengujian produk dalam waktu lebih singkat dengan kondisi ekstrim guna memproyeksikan performa jangka panjangnya. Artikel ini akan mengupas teori desain rencana ALT secara komprehensif berdasarkan penelitian Wen-Hua Chen dkk. (2018), dilengkapi dengan studi kasus, angka, dan kritik praktis atas metode yang digunakan.

H2: Apa Itu Accelerated Life Testing (ALT)?

ALT adalah metode pengujian keandalan produk dengan cara mengeksposnya pada kondisi stres yang lebih tinggi dari kondisi normal, untuk mempercepat kegagalan dan mengumpulkan data umur produk. Data ini kemudian digunakan untuk memperkirakan umur pakai produk dalam kondisi normal.

Tipe-tipe ALT yang Umum Digunakan:

  • CSALT (Constant Stress ALT): Beban stres konstan.
  • SSALT (Step Stress ALT): Beban stres meningkat secara bertahap.
  • PSALT (Progressive Stress ALT): Stres meningkat progresif selama pengujian.

H2: Pentingnya Desain Rencana ALT yang Optimal

Desain uji ALT yang baik memastikan:

  • Akurasi estimasi umur produk.
  • Efisiensi biaya dan waktu.
  • Kesesuaian dengan keterbatasan sumber daya dan peralatan.

Studi Chen dkk. menekankan perlunya desain statistik yang matang agar pengujian ALT tidak sekadar mempercepat kegagalan, namun juga menghasilkan data yang valid secara ilmiah.

H2: Studi Kasus: ALT pada Produk Elektronik dan Komponen Mekanik

Dalam studi oleh Nelson dan Meeker yang dirujuk Chen, CSALT digunakan untuk produk dengan distribusi Weibull dan log-normal. Mereka menyimpulkan bahwa desain ALT optimal biasanya hanya membutuhkan dua tingkat stres: maksimum dan minimum.

Contoh distribusi stress-level dan alokasi sampel pada ALT optimal:

  • Stress maksimum (ξH): 100% stres
  • Stress minimum (ξL): 0% stres
  • Distribusi sampel: 70% pada ξL, 30% pada ξH

Strategi ini menghasilkan akurasi estimasi tertinggi dengan resiko minim kegagalan uji akibat terlalu sedikitnya kegagalan tercatat.

H2: ALT dan Tantangan Model Statistik

Chen mengidentifikasi bahwa ALT sangat bergantung pada pemodelan statistik yang tepat. Model yang umum digunakan:

  • Distribusi Lokasi-Skala: Normal, Weibull, log-normal.
  • Hubungan linear stres–umur (μ = γ₀ + γ₁ξ).

Namun, ketergantungan ini memunculkan tiga masalah utama:

  1. Ketidakpastian parameter model awal.
  2. Penyimpangan bentuk distribusi nyata dari asumsi statistik.
  3. Keterbatasan ukuran sampel.

Solusi yang Diusulkan:

  • "Compromise Plan" oleh Meeker: Menggunakan 3–4 level stres untuk menjaga fleksibilitas.
  • Simulasi Monte Carlo: Untuk menilai kinerja rencana ketika data nyata tidak memenuhi asumsi asimtotik.

H2: Perbandingan Strategi ALT: CSALT vs. SSALT

Penelitian membandingkan efektivitas tiga tipe ALT:

  • CSALT (konvensional)
  • Step-up test (beban meningkat)
  • Step-down test (beban menurun)

Hasil dari Ma & Meeker (2018):

  • Ketika parameter skala < 1, CSALT lebih akurat.
  • Ketika parameter skala > 1, step-down test lebih unggul dalam efisiensi dan robust terhadap kesalahan model.

H2: ALT Multi-Stres (MCSALT): Lebih Realistis, Lebih Kompleks

Produk nyata seringkali menghadapi lebih dari satu sumber stres (misalnya panas + getaran). ALT dengan dua atau lebih stres memberikan hasil yang lebih representatif.

Namun, ini memperumit perhitungan karena hubungan stres-umur menjadi fungsi multivariat. Studi oleh Escobar & Meeker menunjukkan bahwa:

  • Kombinasi stres optimal dapat ditemukan dengan metode “splitting plan” (membagi titik stres menjadi dua untuk akurasi maksimal).
  • Metode “chord method” oleh Gao digunakan saat hubungan stres-umur bersifat non-linear.

H2: Batasan Praktis ALT dalam Dunia Nyata

1. Ukuran Sampel Terbatas:
Produk bernilai tinggi (seperti peralatan militer) sering kali hanya tersedia dalam jumlah sangat sedikit (kadang hanya 1–2 unit).

2. Batasan Sumber Daya:

  • Waktu pengujian terbatas.
  • Alat uji mahal.
  • Tidak semua kombinasi stres dapat diterapkan bersamaan.

3. Kebutuhan Verifikasi Model:
ALT perlu model statistik yang tervalidasi. Sayangnya, untuk produk dengan data sensitif, ini sering tidak mungkin. Beberapa pendekatan:

  • Metode non-parametrik untuk fleksibilitas.
  • Desain rencana ALT khusus untuk memverifikasi bentuk fungsi stres-umur.

H2: Kritik dan Pandangan Ke Depan

Kritik:

  • Model teoritis sering tidak cukup robust terhadap penyimpangan realitas.
  • Rencana optimal terkadang tidak dapat diimplementasikan karena kompleksitas teknis.
  • ALT untuk produk dengan multiple failure mode dan phased mission belum matang secara teori.

Opini: ALT tidak bisa berdiri sendiri. Ke depannya, ALT perlu digabungkan dengan:

  • Simulasi berbasis fisika kegagalan.
  • Model dinamis dan degradasi.
  • Data real-time dari Internet of Things (IoT).

H2: Kesimpulan

Poin-Poin Utama:

  • ALT adalah metode vital dalam memastikan keandalan produk.
  • Desain rencana ALT harus mempertimbangkan faktor statistik, teknis, dan praktis secara bersamaan.
  • Kompromi antara efisiensi dan robustnes sering kali lebih penting daripada optimalisasi matematis murni.
  • Studi-studi seperti Chen dkk. memberikan landasan kuat bagi praktik rekayasa, namun dunia nyata menuntut fleksibilitas lebih.

Rekomendasi untuk Praktisi:

  • Gunakan model lokasi-skala (Weibull, log-normal) sebagai default.
  • Pertimbangkan "compromise plan" untuk efisiensi dan keamanan.
  • Uji stres-umur secara eksplisit bila memungkinkan.
  • Lakukan simulasi komputer untuk menguji robustnes sebelum implementasi rencana ALT.

Sumber : Chen, Wen-Hua et al. (2018). Design of Accelerated Life Test Plans—Overview and Prospect. Chinese Journal of Mechanical Engineering, 31:13.

 

Selengkapnya
Mengapa Rencana Uji Umur Percepatan (ALT) Penting untuk Meningkatkan Keandalan Produk: Tinjauan, Studi Kasus, dan Tantangan Masa Depan

Physics of Failure Modeling

Menggabungkan Fisika Kegagalan dan Statistik untuk Meningkatkan Prediksi Keandalan Komponen Semikonduktor

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 15 April 2025


Pendahuluan

Prediksi keandalan perangkat semikonduktor merupakan tantangan utama dalam industri elektronik, khususnya pada komponen yang digunakan di sektor-sektor kritikal seperti nuklir dan militer. Metode tradisional seperti MIL-HDBK-217F, Telcordia, dan PRISM masih memiliki keterbatasan, terutama karena ketidakmampuannya mengikuti laju perkembangan teknologi dan material.

Sebagai solusi, artikel ini mengusulkan pendekatan baru yang menggabungkan Physics of Failure (PoF) dan metode statistik. Pendekatan ini tidak hanya memperbaiki akurasi prediksi keandalan, tetapi juga memberi kerangka kerja sistematis untuk menganalisis dan merancang ulang komponen agar lebih tahan terhadap kegagalan.

Mengapa Physics of Failure (PoF) Perlu Dimodifikasi?

PoF adalah metode berbasis akar penyebab kegagalan pada level mikroskopis. Namun, dalam praktiknya, PoF memiliki keterbatasan karena:

  • Kompleksitas model MTTF (Mean Time To Failure)
  • Kurangnya formulasi universal untuk kegagalan semikonduktor
  • Ketergantungan pada data manufaktur yang seringkali tidak tersedia

Oleh karena itu, kombinasi PoF dengan pendekatan statistik memberikan nilai tambah yang signifikan.

Komponen Pendekatan Baru: Gabungan PoF dan Statistik

  1. Analisis Mekanisme Kegagalan (Failure Mechanism) Artikel mengidentifikasi 10 mekanisme kegagalan utama pada wafer level, seperti:
    • Electromigration (EM): Terjadi pada densitas arus tinggi dan suhu tinggi. Dapat menyebabkan open/short circuit.
      → Waktu gagal (MTTF) ditentukan oleh Black’s Equation:
      MTTF = A(J^-n) * exp(Eg/kT)
    • TDDB (Time-Dependent Dielectric Breakdown)
    • Hot Carrier Injection (HCI)
    • Negative Bias Temperature Instability (NBTI)
    • Thermal Fatigue, Stress Migration, Surface Inversion, dll.
  2. Model Statistik dan Simulasi Untuk melengkapi data fisik, digunakan alat statistik seperti:
    • DOE (Design of Experiments)
    • Regression Analysis
    • Response Surface Models
    • Bayesian Modeling
      Simulasi dilakukan dengan perangkat lunak seperti SPICE, Cadence, Ansys, dan nanoHUB.
  3. Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System) Keputusan akhir dalam desain dan perbaikan diambil dengan mempertimbangkan:
    • Data eksperimen & simulasi
    • Biaya siklus hidup (LCC)
    • Regulasi & risiko teknis
    • Faktor non-teknis (kebijakan, waktu rilis produk, dll)

📊 Studi Kasus: Perbandingan Model Prediksi

Data perbandingan prediksi Mean Time To Failure (MTTF) dari berbagai model untuk komponen DC–DC Converter dan Power Supply Unit (PSU) menunjukkan perbedaan hasil yang sangat signifikan. Misalnya, pada suhu 25°C, model MIL-HDBK-217F memperkirakan umur hingga 31,6 juta jam (3.606 tahun), sementara model Telcordia SR332 memproyeksikan angka yang jauh lebih tinggi, yaitu 104,2 juta jam (11.895 tahun). Bahkan model HRD5 memberikan estimasi yang jauh lebih konservatif, yakni hanya 2,46 juta jam (281 tahun). Ketika suhu dinaikkan menjadi 85°C, prediksi juga mengalami perbedaan mencolok, mulai dari 686.771 jam (78 tahun) hingga 57 juta jam (6.525 tahun).

Perbedaan yang ekstrem ini menimbulkan satu pertanyaan penting: model mana yang benar-benar bisa diandalkan? Jawabannya justru terletak pada keterbatasan pendekatan tunggal dalam merepresentasikan kenyataan operasional. Di sinilah pentingnya pendekatan yang lebih presisi dan berbasis fisika seperti gabungan Physics of Failure (PoF) dengan metode statistik. Pendekatan gabungan ini memungkinkan analisis yang mempertimbangkan variabilitas nyata, kondisi lingkungan spesifik, dan degradasi fisik komponen secara langsung, bukan sekadar estimasi berbasis data historis atau asumsi suhu rata-rata. Dalam konteks desain sistem kritis, pemilihan model prediksi yang tepat bukan hanya menyangkut keakuratan teknis, tapi juga menyentuh ranah keselamatan, biaya, dan kepercayaan jangka panjang terhadap suatu produk atau sistem.

📌 Insight Penting:
Perbedaan ekstrem ini memperlihatkan urgensi untuk menggunakan metode yang lebih presisi—yakni metode gabungan yang diusulkan.

Langkah Implementasi: Dari Data Hingga Keputusan

  1. Deskripsi Komponen & Data Historis
    • Menyusun data bahan, layout, arsitektur, dan proses manufaktur
  2. Analisis Produk Serupa
    • Membandingkan dengan perangkat sejenis untuk mendapatkan insight awal
  3. Indeks Keandalan (Reliability Indices)
    • MTTF, failure rate, degradasi % dsb., digunakan sebagai parameter utama
  4. Analisis Kegagalan
    • Menggunakan alat seperti FTIR, SEM, XRF, OBIC, Curve Tracer, dll.
  5. Eksperimen & Simulasi Paralel
    • Menguji di kondisi normal dan ekstrem (accelerated testing)
    • Model Arrhenius digunakan untuk menghitung akselerasi kegagalan: AF = exp(Ea/k * (1/T1 - 1/T2))

Keunggulan Pendekatan Gabungan

✅ Lebih Akurat: Kombinasi data fisik dan statistik memperkaya analisis
✅ Efisiensi Biaya: Mengurangi kebutuhan akan pengujian ulang dan recall
✅ Desain Fleksibel: Data dapat diadaptasi untuk item sejenis
✅ Dukungan Pengambilan Keputusan: Sistem pendukung menjadikan proses lebih objektif dan efisien

Tantangan & Keterbatasan

❗ Akses Data Terbatas: Banyak informasi penting disembunyikan oleh manufaktur
❗ Biaya & Waktu: Butuh alat mahal dan proses panjang
❗ Butuh Keahlian Multidisiplin: Tim harus mencakup ahli statistik, fisika material, desain elektronik, dan manajemen risiko

Kesimpulan

Pendekatan modified Physics of Failure menawarkan kerangka kerja komprehensif untuk meningkatkan prediksi keandalan komponen elektronik. Dengan mengintegrasikan analisis deterministik dan probabilistik, pendekatan ini dapat mengungkap akar masalah, mengurangi biaya perbaikan, dan mempercepat pengambilan keputusan.

Namun, pendekatan ini ideal diterapkan hanya pada komponen kritikal bernilai tinggi, seperti di industri nuklir, dirgantara, dan medis. Untuk komponen standar, pendekatan ini mungkin terlalu mahal dan kompleks.

📄 Sumber Artikel : Thaduri, A., Verma, A.K., Gopika, V., Gopinath, R., & Kumar, U. (2013). Reliability prediction of semiconductor devices using modified physics of failure approach. Int J Syst Assur Eng Manag, 4(1), 33–47.

Selengkapnya
Menggabungkan Fisika Kegagalan dan Statistik untuk Meningkatkan Prediksi Keandalan Komponen Semikonduktor

Physics of Failure Modeling

Rahasia Umur Panjang Kapasitor: Strategi Accelerated Life Testing (ALT) yang Efisien dan Andal

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 15 April 2025


Pendahuluan: Kenapa Perlu Prediksi Umur Kapasitor?
Di tengah tuntutan efisiensi dan keandalan tinggi dalam sistem elektronik, aluminium electrolytic capacitor tetap jadi tulang punggung di banyak perangkat, khususnya dalam DC-link pada variable-frequency drives. Namun, karena karakteristik degradasinya yang unik dan potensi kegagalan pada umur pakai, pengujian umur sangat penting. Makalah ini, ditulis oleh Aleksi Mäkelin (2021) dari LUT University, menawarkan desain sistem Accelerated Life Testing (ALT) yang memungkinkan prediksi lebih cepat dan presisi terhadap end-of-life failure mode kapasitor.

1. Apa Itu Accelerated Life Testing (ALT)?

ALT adalah metode untuk mempercepat proses penuaan komponen dengan memberi stres lingkungan atau operasional secara ekstrem—tanpa menjauh dari kondisi penggunaan sebenarnya. Tujuannya adalah:

  • Mempercepat kegagalan akibat penurunan kapasitansi dan peningkatan ESR
  • Memperkirakan masa pakai dalam berbagai kondisi dengan faktor akselerasi
  • Menghindari kegagalan dini dan menyusun jadwal penggantian komponen

2. Fokus Pengujian: Aluminium Electrolytic Capacitor

Jenis kapasitor ini:

  • Mengandalkan elektrolit cair sebagai medium konduksi
  • Rawan terhadap evaporasi elektrolit, penyebab utama penurunan performa
  • Digunakan luas dalam sistem daya karena harga ekonomis dan kapasitansi besar
  • Punya mekanisme “self-healing”, tapi bisa memicu panas internal berlebih

3. Desain Sistem ALT dan Simulasi Awal

Pengujian dilakukan di ABB Drives Helsinki, dengan dukungan tim teknik. Simulasi awal dilakukan via MATLAB Simulink untuk menyesuaikan tegangan, arus, dan frekuensi:

  • Ripple Current: ~92 A RMS
  • Tegangan DC: 400V
  • Suhu Lingkungan: 100°C
  • Frekuensi Ripple: 300Hz (mensimulasikan enam pulsa rectifier)

4. Metode Akselerasi: Stres Termal & Elektrikal

Jenis stres:

  • Termal: suhu tinggi untuk mempercepat evaporasi elektrolit
  • Ripple Current: memicu pemanasan internal kapasitor
  • Target kegagalan: kapasitansi turun >10% dan ESR naik >30%

Formula akselerasi yang digunakan:

  • Arrhenius Model: berbasis suhu
  • Eyring Equation: gabungkan lebih dari satu faktor akselerasi
  • Weibull Distribution: untuk analisis probabilitas kegagalan

5. Model Lifetime & Kalkulasi

Model evaluasi umur kapasitor:

L = L₀ × K_R × K_T × K_V

  • L₀: umur nominal datasheet (misal 12000 jam)
  • K_T: faktor suhu → setiap 10°C kenaikan = umur turun setengah
  • K_R: faktor ripple current → didasarkan pada peningkatan suhu internal
  • K_V: faktor tegangan → semakin rendah tegangan dari rating, makin lama umur

Contoh Perhitungan Awal:

  • T₀ (rated): 85°C
  • T_env: 100°C
  • → Umur kapasitor turun menjadi hanya ~4242 jam akibat suhu
  • Tambahan ripple current ekstrem menurunkan umur hingga hanya ~15 jam

6. Hasil Uji Pertama: Simulasi Sukses

Setup:

  • 3 kapasitor (7000μF, 400V)
  • 10 jam pengujian konstan
  • Hasil:
    • Penurunan kapasitansi 1.4%
    • Kenaikan ESR belum signifikan

Analisis:

  • Bila tren linear → akan capai 10% penurunan kapasitansi dalam 80 jam
  • Validasi bahwa sistem ALT berfungsi dan layak dikembangkan lebih lanjut

7. Insight & Pengembangan Selanjutnya

Kekuatan:

  • Bisa menguji berbagai stres lingkungan: suhu, kelembapan, ripple, tegangan
  • Dirancang fleksibel: mendukung snap-in capacitor, modular
  • Cocok untuk pengembangan produk dan validasi komponen vendor

Rencana Upgrade:

  • Ganti transformator dengan kapasitas lebih tinggi
  • Tambah sensor suhu inti kapasitor
  • Sistem pemantauan ESR & kapasitansi otomatis → hentikan uji jika EOL tercapai

Kritik:

  • Belum menguji efek getaran, kelembapan, atau siklus beban variatif
  • Belum diuji dengan model prediktif berbasis AI atau digital twin
  • Skala pengujian masih kecil (3 kapasitor)

8. Aplikasi Industri & Relevansi Lebih Luas

  • Otomotif & Industri Daya: jadwal servis bisa ditentukan lebih presisi
  • Reliability Engineering: prediksi kerusakan sebelum terjadi
  • Manufaktur Pintar: input langsung ke sistem perawatan prediktif

Dengan data yang dihasilkan ALT, produsen dapat:

  • Menghindari overdesign (efisiensi biaya)
  • Memperpanjang umur perangkat (lebih andal)
  • Menyusun strategi penggantian berdasarkan data, bukan asumsi

Kesimpulan: ALT untuk Kapasitor = Investasi Keandalan Jangka Panjang

Dengan ALT berbasis fisika dan kalkulasi umur, kita bisa:

  • Mengetahui titik degradasi kritis sebelum terjadi kegagalan
  • Merancang perangkat yang lebih efisien, tahan lama, dan hemat biaya
  • Menghindari risiko failure mendadak di lapangan

Ini adalah langkah awal menuju sistem elektronik yang benar-benar tahan masa depan.

Sumber :  Mäkelin, A. Designing Accelerated Life Test Setup for Aluminium Electrolytic Capacitors. Master’s Thesis, Lappeenranta–Lahti University of Technology LUT, 2021.

Selengkapnya
Rahasia Umur Panjang Kapasitor: Strategi Accelerated Life Testing (ALT) yang Efisien dan Andal

Perindustrian

Deteksi Cacat Visual Otomatis untuk Permukaan Baja Datar

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 15 April 2025


Pendahuluan

Industri baja merupakan tulang punggung berbagai sektor vital, mulai dari konstruksi hingga otomotif. Salah satu produk utama industri ini adalah flat steel (baja lembaran datar), yang mendominasi lebih dari 65% produksi baja dunia. Mengingat perannya yang krusial, kualitas permukaan baja menjadi perhatian utama karena cacat sekecil apa pun dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan, merusak reputasi produsen, dan berpotensi mengganggu rantai pasok industri lainnya.

Seiring kemajuan teknologi, kebutuhan akan sistem inspeksi kualitas permukaan yang otomatis, akurat, dan efisien semakin meningkat. Artikel ilmiah berjudul “Automated Visual Defect Detection for Flat Steel Surface: A Survey” yang diterbitkan dalam IEEE Transactions on Instrumentation and Measurement (DOI: 10.1109/TIM.2019.2963555) oleh Qiwu Luo, Xiaoxin Fang, Li Liu, Chunhua Yang, dan Yichuang Sun, membahas berbagai metode pendeteksian cacat pada permukaan baja datar dengan pendekatan computer vision.

Dalam ulasan ini, kita akan membahas isi paper secara mendalam, memberikan analisis tambahan, serta mengaitkannya dengan perkembangan industri terkini.

Latar Belakang: Pentingnya Deteksi Cacat Permukaan Baja Datar

Flat steel digunakan di berbagai industri, mulai dari otomotif hingga peralatan rumah tangga. Cacat permukaan, seperti retakan, goresan, atau lubang, tidak hanya mempengaruhi estetika produk akhir tetapi juga kekuatan dan daya tahan material. Oleh karena itu, pabrik baja modern mengandalkan sistem Automated Visual Inspection (AVI) untuk mendeteksi cacat secara real-time selama proses produksi.

Namun, implementasi sistem AVI di lingkungan industri nyata menghadapi banyak tantangan, seperti:

  • Lingkungan produksi ekstrem: Suhu tinggi, kabut tebal, getaran, dan pencahayaan tidak merata.
  • Kecepatan produksi tinggi: Data gambar streaming hingga 2,56 Gbps yang harus diproses secara real-time.
  • Variasi cacat permukaan: Dari retakan mikro hingga deformasi besar.

Ikhtisar Paper

Penulis menyusun tinjauan menyeluruh terhadap lebih dari 120 publikasi ilmiah dalam dua dekade terakhir terkait deteksi cacat permukaan pada flat steel. Mereka mengklasifikasikan metode yang ada ke dalam empat kategori utama:

  1. Metode Statistik
  2. Metode Spektral
  3. Model Berbasis (Model-based)
  4. Pembelajaran Mesin (Machine Learning)

Setiap pendekatan dibahas dari aspek teori dasar, aplikasi industri, hingga kelebihan dan kekurangannya.

Analisis dan Interpretasi

1. Metode Statistik

Penjelasan Umum

Metode ini mengandalkan analisis statistik dari citra, seperti intensitas piksel dan distribusi tekstur. Contoh metode yang digunakan antara lain thresholding, clustering, edge detection, fractal dimension, dan co-occurrence matrix.

Studi Kasus

Salah satu pendekatan thresholding adaptif yang menarik adalah Global Adaptive Percentile Thresholding (Neogi et al., 2017) yang mencapai True Positive Rate (TPR) sebesar 94,2% pada deteksi blister defect. Namun, tantangan terbesar metode ini adalah sensitivitas terhadap noise dan pencahayaan tidak merata.

Opini Tambahan

Metode statistik cenderung sederhana dan efisien, tetapi rentan terhadap false positives pada lingkungan industri yang kompleks. Solusi yang menjanjikan adalah integrasi metode statistik dengan teknik pra-pemrosesan citra berbasis AI untuk meningkatkan akurasi.

2. Metode Spektral

Penjelasan Umum

Metode ini memanfaatkan transformasi domain frekuensi, seperti Fourier Transform, Gabor Filters, Wavelet Transform, dan Optimized FIR Filters, untuk mengekstrak fitur tekstur cacat secara lebih efektif.

Studi Kasus

  • Gabor Filtering menunjukkan efektivitas tinggi dalam deteksi cacat periodik, mencapai TPR hingga 100% pada thick plates.
  • Wavelet Transform digunakan untuk mengatasi tantangan noise dan variasi tekstur permukaan, meskipun komputasi yang dibutuhkan cukup tinggi.

Opini Tambahan

Penggunaan Wavelet Transform dalam sistem AVI menunjukkan prospek besar, terutama jika digabungkan dengan metode anisotropic diffusion seperti yang diusulkan oleh Yan et al. (2014). Dengan kemampuan melakukan analisis multi-skala, wavelet memungkinkan deteksi yang lebih baik pada cacat kecil hingga besar.

3. Model Berbasis (Model-based)

Penjelasan Umum

Model ini mengadopsi pendekatan matematis yang lebih kompleks, seperti Markov Random Field, Weibull Model, dan Active Contour Model, untuk merepresentasikan distribusi tekstur dan mendeteksi anomali.

Studi Kasus

  • Hidden Markov Tree Model (Xu et al., 2013) berhasil menurunkan false rate dari 18,8% menjadi 3,7% pada deteksi multi-type defects di steel strips.
  • Weibull Model menunjukkan keunggulan dalam menangani variasi tekstur, dengan AUC mencapai 0,99.

Opini Tambahan

Kelemahan model berbasis Markov terletak pada kesulitan mendeteksi cacat kecil serta keterbatasannya dalam menganalisis tekstur global. Untuk itu, penelitian terbaru seperti Haar-Weibull-Variance (HWV) memberikan peningkatan signifikan dari sisi akurasi dan efisiensi.

4. Pembelajaran Mesin (Machine Learning)

Penjelasan Umum

Teknologi machine learning, terutama deep learning, telah merevolusi bidang deteksi cacat permukaan baja. Pendekatan ini tidak lagi mengandalkan fitur buatan manusia, melainkan membangun model berdasarkan data besar yang dilabeli.

Studi Kasus

  • CNN-based detection (Cha et al., 2017) mampu mendeteksi crack pada baja dengan akurasi hingga 97,4%.
  • YOLO (You Only Look Once) berhasil mencapai 99% correct detection rate pada dataset cold-rolled steel dengan kecepatan 83 FPS.

Opini Tambahan

Supervised learning seperti CNN dan YOLO sangat andal, tetapi membutuhkan data latih dalam jumlah besar. Tantangan utama adalah pengumpulan dan pelabelan data di pabrik baja yang memerlukan waktu dan biaya tinggi. Alternatif menarik adalah pengembangan unsupervised learning yang lebih hemat data.

Dampak Praktis dan Tren Industri

Penerapan sistem AVI berbasis AI di pabrik baja memiliki dampak nyata:

  • Efisiensi Produksi: Mengurangi waktu henti produksi karena inspeksi manual.
  • Konsistensi Kualitas: Menjamin kualitas produk yang seragam.
  • Penghematan Biaya: Mengurangi kerugian akibat produk cacat yang tidak terdeteksi.

Tren industri menunjukkan peningkatan penggunaan model deep learning yang diintegrasikan dengan hardware acceleration seperti GPU dan FPGA untuk memenuhi kebutuhan real-time processing.

Selain itu, adopsi teknologi edge computing menjadi kunci untuk mengatasi tantangan bandwidth data dalam sistem AVI.

Kritik dan Saran Penelitian Selanjutnya

Kritik

  • Kompleksitas Sistem: Banyak metode yang ditinjau memerlukan sistem komputasi tinggi, yang belum tentu terjangkau oleh semua pabrik baja, terutama di negara berkembang.
  • Fokus yang Terbatas: Paper ini lebih banyak membahas deteksi cacat, sementara aspek prediksi degradasi kualitas produk dalam jangka panjang masih jarang disinggung.

Saran Penelitian

  • Self-supervised Learning: Untuk mengurangi ketergantungan pada data label.
  • Explainable AI (XAI): Penting untuk meningkatkan kepercayaan operator pabrik terhadap hasil deteksi model AI.
  • Integrasi dengan Predictive Maintenance: AVI bisa dikombinasikan dengan sistem prediktif untuk mencegah kerusakan mesin produksi.

Kesimpulan

Paper ini memberikan tinjauan komprehensif dan sistematis atas teknologi deteksi cacat permukaan baja datar. Keempat pendekatan utama yang dibahas—statistik, spektral, model-based, dan machine learning—memiliki kekuatan dan keterbatasan masing-masing.

Di masa depan, kolaborasi antara teknik deep learning dan hardware acceleration, ditambah pendekatan data-driven yang cerdas, akan semakin memperkuat kemampuan sistem AVI untuk menjawab tantangan industri manufaktur baja modern.

 

Sumber Paper:
Luo, Q., Fang, X., Liu, L., Yang, C., & Sun, Y. (2019). Automated visual defect detection for flat steel surface: A survey. IEEE Transactions on Instrumentation and Measurement. (Accepted for publication).

Selengkapnya
Deteksi Cacat Visual Otomatis untuk Permukaan Baja Datar
« First Previous page 105 of 933 Next Last »