Wisata Kemiskinan di Irak: Tinjauan Kritis terhadap Peran Pariwisata Kawasan Kumuh dalam Pembangunan Perkotaan

Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko

16 November 2025, 19.52

Sumber: pexels.com

Latar Belakang Teoretis

Penelitian ini berakar pada sebuah pergeseran konseptual dalam studi pariwisata yang bisa dibilang menjadi peluang usaha yang unik. Di era postmodern, terjadi pergeseran dari pariwisata tradisional yang berfokus pada warisan budaya atau kenikmatan hedonistik, menuju pencarian pengalaman yang lebih mendalam, termasuk "belajar tentang budaya lokal dan pengalaman kehidupan sehari-hari" di lokasi-lokasi yang tidak konvensional. Fenomena "wisata kawasan kumuh"—yang bukan merupakan fenomena baru dan telah ada sejak 1884 —masuk ke dalam kategori ini.   

Latar belakang masalah yang diangkat adalah bahwa meskipun pariwisata kawasan kumuh menawarkan potensi ekonomi, hal ini juga menghadirkan paradoks etika yang signifikan, terutama dalam konteks di mana kebutuhan dasar (seperti yang digariskan dalam piramida Maslow) bagi banyak penghuni kawasan kumuh tidak terpenuhi. Namun, penelitian ini berhipotesis bahwa "strategi stimulasi perkotaan memiliki dimensi positif dalam mengaktifkan pariwisata di area-area tersebut" dan dapat memberikan dampak nyata bagi pembangunan berkelanjutan. Secara khusus dalam konteks Irak, studi ini mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan yang krusial: kesadaran akan konsep pariwisata kawasan kumuh di kalangan masyarakat "tidak tinggi."   

Metodologi dan Kebaruan

Untuk menguji hipotesisnya dan mengukur tingkat kesadaran, penelitian ini mengadopsi metodologi survei kuantitatif. Pendekatan ini melibatkan pengumpulan data demografis  dan persepsi dari komunitas lokal di Irak. Kuesioner dirancang untuk mengukur berbagai variabel, termasuk:   

  • Pandangan umum komunitas terhadap kawasan kumuh dan pengembangannya (misalnya, "Saya merasa sulit menerimanya").   

  • Preferensi aktivitas yang mungkin dilakukan responden saat mengunjungi kawasan kumuh.   

  • Persepsi mengenai langkah-langkah yang harus diambil untuk mengembangkan pariwisata di area tersebut.   

  • Identifikasi tantangan utama yang dihadapi pariwisata kawasan kumuh di Irak.   

Kebaruan dari karya ini terletak pada aplikasinya yang spesifik. Sementara sebagian besar literatur tentang wisata kemiskinan berfokus pada lokus yang sudah mapan (seperti township di Afrika Selatan atau favela di Brazil), studi ini mengalihkan lensa ke Irak—sebuah konteks yang secara signifikan kurang terwakili dalam diskursus ini. Studi ini memberikan data empiris awal yang berharga mengenai persepsi lokal di wilayah tersebut.

Temuan Utama dengan Kontekstualisasi

Analisis data survei menghasilkan serangkaian temuan yang melukiskan gambaran yang kompleks mengenai potensi wisata kawasan kumuh di Irak.

  1. Kesadaran Rendah, Namun Persepsi Penting: Temuan utama mengonfirmasi hipotesis awal: "kesadaran akan pariwisata kawasan kumuh di Irak tidak tinggi," dengan "persentase besar anggota komunitas tidak terbiasa dengan konsep tersebut." Namun, secara paradoksal, penelitian ini juga menemukan bahwa "terdapat persentase besar dari komunitas lokal yang percaya pada pentingnya" (mengembangkan) kawasan tersebut.   

  2. Identifikasi Tantangan: Tantangan utama yang menghambat pengembangan wisata kawasan kumuh di Irak, menurut 11,3% partisipan, adalah "kurangnya (sistem) yang terintegrasi." Hal ini menunjukkan bahwa upaya-upaya yang bersifat sporadis atau tidak terkoordinasi dipandang sebagai penghalang signifikan.   

  3. Preferensi Aktivitas: Studi ini berhasil mengidentifikasi preferensi spesifik di antara responden. Ditemukan bahwa 23,3% partisipan tertarik untuk mempraktikkan aktivitas tertentu saat berkunjung, yang sejalan dengan motivasi teoretis pariwisata ini, seperti "menemukan pengalaman baru, menjelajahi tempat yang tidak dikenal," dan "pemahaman budaya."   

  4. Peluang Postmodern: Secara konseptual, penelitian ini menegaskan bahwa pergeseran di era postmodern dari pariwisata warisan budaya tradisional merupakan sebuah peluang. Dengan "mengganti ide warisan budaya," destinasi baru yang tidak konvensional seperti kawasan kumuh dapat dieksplorasi, membuka jalan bagi model pembangunan alternatif.   

Keterbatasan dan Refleksi Kritis

Meskipun menyajikan data yang penting, keterbatasan utama dari studi ini adalah fokusnya pada persepsi dan preferensi. Studi ini mengukur apa yang diyakini atau diinginkan oleh komunitas, tetapi tidak dapat mengukur dampak ekonomi atau sosial yang aktual dari implementasi pariwisata semacam itu.

Secara kritis, studi ini menyoroti ketegangan etis dari "wisata kemiskinan" dengan merujuk pada piramida Maslow. Kegagalan untuk memenuhi kebutuhan dasar para penghuni sambil secara bersamaan "menjual" pengalaman kemiskinan mereka tetap menjadi inti permasalahan yang harus ditangani oleh setiap strategi pembangunan di masa depan.   

Implikasi Ilmiah di Masa Depan

Secara praktis, implikasi dari penelitian ini sangat jelas dan dapat ditindaklanjuti. Temuan ini berfungsi sebagai dasar untuk rekomendasi kebijakan yang konkret. Rekomendasi utama yang disarankan oleh penelitian ini adalah "Mengembangkan infrastruktur, meningkatkan akses ke kawasan kumuh, menghubungkan mereka dengan atraksi wisata di kota, dan mengintegrasikan mereka ke dalam tatanan perkotaan."

Untuk penelitian di masa depan, karya ini membuka jalan bagi studi intervensi. Setelah mengidentifikasi persepsi positif (meskipun kesadaran rendah) dan tantangan (kurangnya sistem terintegrasi), langkah logis berikutnya adalah merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi proyek percontohan (pilot project) wisata kawasan kumuh berskala kecil di Irak. Studi semacam itu akan sangat penting untuk mengukur dampak empiris aktual—baik positif maupun negatif—terhadap pendapatan, pemberdayaan, dan kualitas hidup penghuni kawasan kumuh.

Sumber

AL-TAEE, O., & JALEEL, A. (2024). THE ROLE OF SLUM TOURISM IN SUSTAINABLE URBAN DEVELOPMENT OF SLUM AREAS IN IRAQ. Civil and Environmental Engineering, 20(2), 933-947.