Tujuh Prinsip Merancang Pertanyaan Wawancara yang Lebih Akurat dan Memprediksi Kinerja Nyata

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

26 November 2025, 19.20

Di dunia perekrutan modern, banyak praktik wawancara telah berubah, tetapi pertanyaan wawancara masih sering tertinggal. Kandidat kini dapat menemukan hampir seluruh daftar pertanyaan umum di internet, berlatih berulang kali, bahkan merekam diri untuk menyempurnakan jawaban. Akibatnya, pewawancara makin sulit membedakan jawaban autentik dari jawaban yang dipoles.

Bab ini menegaskan perlunya melakukan perombakan terhadap cara organisasi menyusun pertanyaan wawancara. Bukan lagi mengejar kejutan, bukan pula mengandalkan pertanyaan historis atau brainteasers, melainkan beralih pada pertanyaan berbasis pekerjaan nyata yang lebih sulit dipalsukan dan lebih akurat memprediksi kinerja.

 

1. Tinggalkan Pertanyaan yang Mudah Dipraktikkan

Banyak pertanyaan lama yang sebenarnya tidak pernah efektif—dan sekarang justru kontraproduktif karena kandidat dapat menghafal jawaban yang “sempurna.” Pertanyaan seperti:

  • “Apa kekuatan dan kelemahan Anda?”

  • “Kenapa kami harus memilih Anda?”

  • “Apa pekerjaan impian Anda?”

hampir selalu menghasilkan jawaban yang seragam dan tidak mencerminkan kemampuan aktual.

Solusinya adalah mulai dari nol: hapus pertanyaan-pertanyaan klise dan ganti dengan pertanyaan yang membutuhkan pemikiran nyata serta sulit dipersiapkan tanpa pengalaman.

2. Waspadai Pertanyaan Historis yang Tidak Lagi Relevan

Behavioral interview selama bertahun-tahun dianggap “gold standard,” namun penelitian oleh Schmidt & Hunter menunjukkan bahwa prediktivitasnya hanya sedikit lebih baik daripada lempar koin.

Alasannya jelas:

  • konteks kerja berubah cepat, sehingga cara kandidat menangani situasi bertahun-tahun lalu bisa tidak relevan lagi,

  • kandidat yang pandai bercerita dapat membesar-besarkan kontribusi mereka,

  • penyampai cerita yang lemah bisa tampak tidak kompeten, padahal memiliki keterampilan yang kuat.

Pertanyaan historis masih dapat digunakan, tetapi perannya tidak boleh dominan. Ia harus dilengkapi dengan pertanyaan yang menguji kemampuan kandidat menyelesaikan masalah masa kini.

3. Gunakan Pendekatan “Job Content”: Uji Langsung Cara Mereka Menyelesaikan Masalah

Jika ingin menilai kemampuan nyata, cara terbaik adalah meminta kandidat melakukan simulasi pekerjaan sesungguhnya.

Pendekatan ini dapat berupa:

  • Mengidentifikasi masalah
    Mintalah kandidat menjelaskan langkah pertama mereka dalam minggu awal untuk mengidentifikasi isu-isu prioritas di area kerja.

  • Menyelesaikan masalah nyata
    Berikan deskripsi singkat mengenai masalah aktual yang sedang dihadapi tim dan minta mereka menguraikan pendekatan solusi. Pewawancara dapat membandingkan langkah kandidat dengan daftar langkah ideal yang telah disiapkan.

  • Menilai proses organisasi
    Sediakan proses kerja yang “cacat” lalu minta kandidat mengidentifikasi bagian yang kemungkinan menimbulkan masalah.

Jenis pertanyaan ini tidak dapat dipalsukan—kandidat harus benar-benar memahami cara kerja yang relevan.

4. Uji Kemampuan Mereka Melihat Masa Depan

Dalam lingkungan bisnis yang cepat berubah, kemampuan memprediksi arah pekerjaan jauh lebih bernilai daripada pengalaman historis.

Pewawancara dapat menanyakan:

  • rencana mereka untuk 3–6 bulan pertama,

  • cara mereka mengumpulkan data, menetapkan metrik, atau berkonsultasi dengan berbagai pihak,

  • prediksi mereka tentang bagaimana peran akan berkembang dalam tiga tahun,

  • serta tren industri yang akan memengaruhi bisnis.

Kandidat yang kuat akan mampu menghubungkan perubahan eksternal dengan strategi internal.

5. Nilai Kemampuan Belajar, Adaptasi, dan Inovasi

Di banyak peran, kemampuan untuk terus belajar lebih penting daripada keahlian yang mereka punya saat masuk. Karena itu, pertanyaan dapat diarahkan pada:

  • bagaimana mereka menjaga kompetensi teknis,

  • langkah yang mereka ambil ketika terjadi perubahan mendadak,

  • cara mereka menumbuhkan inovasi dalam tim.

Pertanyaan seperti ini mengungkap pola pikir pertumbuhan, fleksibilitas, dan keberanian mengambil risiko—kemampuan yang sering menjadi pembeda utama karyawan berkinerja tinggi.

6. Sediakan Waktu untuk “Menjual” Jabatan dan Perusahaan

Banyak pewawancara menghabiskan seluruh waktu untuk menilai kandidat, tanpa menyadari bahwa kandidat juga sedang menilai mereka.

Bab ini menekankan pentingnya menyediakan waktu untuk menjawab kebutuhan kandidat dengan bertanya:

“Apa faktor utama yang Anda pertimbangkan saat menerima tawaran pekerjaan?”

Setelah itu, pewawancara dapat secara proaktif menunjukkan:

  • peluang pertumbuhan,

  • fleksibilitas kerja,

  • budaya tim,

  • atau aspek unik perusahaan.

Kandidat terbaik akan tertarik pada perusahaan yang mampu memberikan alasan jelas mengapa mereka harus bergabung.

7. Gunakan Pertanyaan yang Dirancang dan Diuji Sebelumnya

Inti dari aturan terakhir adalah struktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hiring akan jauh lebih akurat bila pewawancara:

  • memilih pertanyaan yang sudah dipilih secara cermat,

  • menetapkan standar jawaban yang dapat diterima,

  • serta menghindari keputusan instan (mengingat banyak pewawancara membuat penilaian awal dalam 15 detik pertama).

Dengan menunda penilaian hingga setidaknya setengah durasi wawancara, pewawancara mendapatkan gambaran lebih utuh dan mengurangi bias.

Penutup: Pertanyaan yang Baik Membangun Perekrutan yang Baik

Pertanyaan wawancara bukan sekadar alat untuk mengumpulkan informasi; ia adalah fondasi untuk memprediksi performa nyata. Dengan meninggalkan pertanyaan klise, menghindari kebergantungan pada masa lalu, menguji kemampuan kandidat dalam konteks nyata, serta menilai kemampuan belajar dan adaptasi, perusahaan dapat membuat rekrutmen lebih ilmiah dan adil.

Pertanyaan yang baik menciptakan wawancara yang mendalam—dan wawancara yang mendalam menghasilkan rekrutmen yang tepat.

 

Daftar Pustaka

HBR Guide to Better Recruiting and Hiring – Chapter 15.