Transformasi Permukiman Kumuh Mariyamma Nagar: Evaluasi Menyeluruh Proyek Perumahan Urban Poor di Tumakuru

Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko

01 Desember 2025, 12.23

Sumber: pexels.com

Latar Belakang Teoretis

Proyek perumahan di Mariyamma Nagar hadir sebagai respons terhadap kondisi kemiskinan perkotaan yang kompleks: keterbatasan akses air bersih, sanitasi buruk, kepadatan hunian berlebih, ketidakamanan tenurial, hingga rendahnya peluang ekonomi. Permukiman kumuh di wilayah ini tidak hanya menggambarkan keterbelakangan fisik, tetapi juga dinamika struktural yang memerangkap warga dalam siklus kerentanan.

Secara teoretis, proyek ini berakar pada pendekatan pro-poor housing yang menggabungkan prinsip basic services provisioning dengan peningkatan kondisi sosial-ekonomi penghuni. Sasaran lintas-SDG—mulai dari kemiskinan, kesehatan, mitigasi risiko gender, hingga kesetaraan energi—mengindikasikan paradigma terintegrasi yang dipilih pemerintah kota.

Kerangka pemikiran yang membingkai proyek ini mencakup tiga pilar: (1) peningkatan infrastruktur dasar sebagai prasyarat kesejahteraan, (2) penataan ruang hunian yang sehat dan adaptif, serta (3) pemberdayaan kelompok rentan, khususnya perempuan. Pendekatan multidimensional ini selaras dengan literatur kontemporer tentang perumahan inklusif yang menekankan bahwa intervensi fisik harus berjalan seiring dengan transformasi sosial.

Sebelum intervensi, Mariyamma Nagar menunjukkan ciri khas tipikal permukiman miskin urban India—akses air bergantung pada sumber komunal, sanitasi tak memadai, aliran air limbah terbuka, serta struktur hunian semi permanen. Kondisi tersebut memperburuk paparan terhadap penyakit dan menurunkan keterhubungan sosial. Dengan demikian, proyek ini berfungsi sebagai studi penting dalam memahami bagaimana Smart City Mission mampu mengintervensi kemiskinan struktural melalui desain berbasis bukti dan konsultasi masyarakat.

Metodologi dan Kebaruan

Proyek ini dikembangkan dengan pendekatan mixed-method, memadukan survei lapangan, inventarisasi hunian, dan wawancara dengan warga. Tim peneliti mengkaji kondisi eksisting—konstruksi, kesehatan penghuni, akses sarana dasar—untuk menghasilkan gambaran komprehensif mengenai titik-titik kritis yang perlu ditangani.

Kebaruan utama terletak pada integrasi perumahan sosial dengan basic services provisioning yang dirancang bersamaan, bukan sebagai tahap lanjutan. Dalam banyak proyek sebelumnya, perumahan murah dibangun tanpa memastikan sanitasi, air, listrik, dan pengelolaan limbah yang layak. Namun, di Mariyamma Nagar, semua komponen tersebut dimasukkan secara simultan, menciptakan paket intervensi terpadu.

Pendekatan intervensi juga memprioritaskan perempuan sebagai agen utama transformasi rumah tangga. Dimensi gender disorot dengan memberikan ruang aman, pencahayaan baik, akses sanitasi yang memadai, serta upaya meningkatkan mobilitas dan keamanan perempuan di ruang publik.

Metodologi konstruksi menekankan pemanfaatan teknologi hemat biaya dan ramah lingkungan, serta desain unit yang memenuhi standar kesehatan—sirkulasi udara, cahaya alami, drainase tertutup, dan zona komunal yang memadai. Semua ini menjadikan proyek tersebut salah satu contoh inovatif dalam penataan perumahan urban poor skala kecil namun berdampak besar.

Temuan Utama dengan Kontekstualisasi

Temuan penelitian menunjukkan perubahan signifikan dalam tiga dimensi utama: kesehatan dan sanitasi, kualitas fisik permukiman, serta kehidupan sosial-ekonomi warga.

1. Peningkatan Akses Sanitasi dan Kesehatan Publik

Sebelum proyek berlangsung, sanitasi buruk menjadi ancaman kesehatan paling serius di Mariyamma Nagar. Setelah intervensi, instalasi toilet rumah tangga, sistem sewerage terhubung, dan drainase tertutup berhasil menekan risiko penyakit berbasis air. Warga melaporkan berkurangnya genangan air serta meningkatnya kebersihan area hunian. Walau tidak disajikan sebagai angka, laporan lapangan menunjukkan bahwa tingkat kenyamanan dan persepsi kesehatan rumah tangga meningkat secara signifikan.

Penyediaan air bersih melalui sambungan rumah juga menurunkan beban kerja perempuan yang sebelumnya harus mengantre di titik air komunal. Dampak ini tidak hanya fungsional tetapi juga sosial, meningkatkan rasa aman dan mengurangi waktu yang terbuang hanya untuk kebutuhan sehari-hari.

2. Hunian Layak dan Penataan Ruang yang Meningkatkan Martabat Sosial

Unit perumahan baru memberikan ruang hidup yang lebih sehat dan stabil. Struktur yang lebih kokoh, ventilasi memadai, serta pencahayaan alami berkontribusi pada pengurangan polusi dalam ruangan—faktor penting bagi kesehatan anak dan lansia.

Tata ruang permukiman yang baru, dilengkapi jalan internal dan fasilitas komunal, meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas di dalam kawasan. Sebelumnya, lorong sempit menghambat pergerakan dan menciptakan risiko keselamatan, terutama bagi perempuan dan anak. Kini, ruang terbuka memberikan fungsi sosial baru dan memperkuat kohesi sosial.

Perubahan fisik juga menghasilkan peningkatan simbolik: warga merasa ruang tinggal mereka lebih bermartabat, aman, dan layak dikunjungi. Efek psikososial semacam ini jarang disorot dalam proyek perumahan, namun di sini terbukti menjadi komponen krusial.

3. Penguatan Identitas Sosial dan Pemberdayaan Ekonomi

Transformasi fisik tidak berdiri sendiri. Proyek ini turut membuka peluang ekonomi melalui peningkatan stabilitas hunian—faktor yang sering menjadi prasyarat untuk memasuki pasar kerja formal atau semi formal.

Perempuan sangat diuntungkan: dengan lingkungan yang lebih aman, waktu mereka yang sebelumnya habis untuk kerja domestik kini dapat dialihkan ke pekerjaan produktif. Perubahan ini menciptakan lintasan baru menuju peningkatan pendapatan rumah tangga.

Selain itu, penataan ruang yang lebih teratur memungkinkan kegiatan komunal terselenggara dengan lebih baik, memperkuat jaringan sosial serta solidaritas antarwarga. Hal ini penting bagi komunitas berpenghasilan rendah yang mengandalkan dukungan sosial dalam menghadapi kondisi krisis.

Keterbatasan dan Refleksi Kritis

Meskipun proyek ini berhasil meningkatkan kualitas hidup warga secara signifikan, sejumlah keterbatasan metodologis dan struktural perlu dicatat.

Pertama, kajian tidak menjelaskan proses pemilihan penerima manfaat secara rinci. Dalam proyek perumahan sosial, transparansi alokasi unit sangat penting agar tidak terjadi ketimpangan baru di antara warga.

Kedua, tidak terdapat evaluasi longitudinal mengenai keberlanjutan infrastruktur. Sistem sanitasi, dalam konteks permukiman berpenghasilan rendah, sangat rentan terhadap degradasi jika tidak dipelihara secara kolektif. Studi ini belum menyoroti bagaimana mekanisme pemeliharaan akan dijalankan setelah masa proyek berakhir.

Ketiga, aspek ketahanan iklim minim dibahas. Padahal, wilayah urban India kian rentan terhadap panas ekstrem dan curah hujan tinggi. Desain hunian seharusnya mempertimbangkan ventilasi termal pasif, pemanenan air hujan, dan manajemen run-off untuk menghindari banjir mikro.

Keempat, integrasi gender—meskipun menjadi salah satu sorotan—belum didukung bukti kuantitatif mengenai peningkatan partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan komunitas.

Secara metodologis, kurangnya data kuantitatif membatasi kemampuan studi untuk mengukur dampak konkret seperti pengurangan insiden penyakit, perubahan tingkat literasi, atau kenaikan pendapatan. Ini adalah peluang yang terlewat untuk memperkuat argumentasi ilmiah.

Implikasi Ilmiah di Masa Depan

Proyek ini memberikan kontribusi penting bagi literatur perumahan inklusif di kota-kota berkembang. Empat implikasi ilmiah dapat ditarik:

  1. Perumahan layak bagi urban poor harus diintegrasikan dengan layanan dasar sejak tahap perencanaan, bukan sebagai elemen sekunder.

  2. Dimensi gender perlu diposisikan sebagai faktor desain utama, terutama dalam permukiman berpendapatan rendah tempat perempuan menanggung beban mobilitas terbatas dan pekerjaan domestik berat.

  3. Model perumahan kecil namun komprehensif seperti di Mariyamma Nagar dapat direplikasi, terutama untuk kota-kota tingkat dua dan tiga yang memiliki keterbatasan lahan dibandingkan kota metropolitan.

  4. Diperlukan riset lanjutan yang menggabungkan pendekatan kuantitatif, seperti survei kesehatan, produktivitas ekonomi, dan perubahan perilaku sosial—agar efek jangka panjang dapat diukur secara lebih akurat.

Proyek ini menegaskan bahwa transformasi permukiman kumuh bukan hanya soal penyediaan fisik, tetapi proses sosial yang membutuhkan pembacaan konteks budaya, relasi gender, dan dinamika ekonomi. Sebagai model kecil namun berorientasi manusia, temuan ini memadai untuk menjadi acuan bagi pembangunan kota yang lebih inklusif dan manusiawi.

Sumber

Studi Kasus C23: Housing and Basic Services for Urban Poor at Mariyamma Nagar, Tumakuru (2019). Dalam SAAR: Smart Cities and Academia towards Action and Research (Part C: Urban Infrastructure). National Institute of Urban Affairs (NIUA).